Makalah
Makala Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Makala Mata Kuliyah Penantar
Filsafat Pada Fakultas Usuluddin Dan Filsafat
UIN Alauddin Makassar
Oleh: Klp V
1. INDRA SYAHPUTRA
30700120077
2. MUH FARIQ
307001200
3. MAR’I HASAN
307001200
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................II
DAFTAR ISI........................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2
A. Biografi al-Gazhali..........................................................................................2
B. Karya-Karya Al-Ghazali.................................................................................3
C. Epistemologi Al-Ghazali.................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bertambah masa, bertambah berkembanglah pemikiran manusia. Begitu
pula dengan perkembangan filsafat Islam. Pada abad ke-5, filsafat Isalam
mengalami perkembangan yang dapat dikatakan merubah pola filsafat Islam yang
banyak dipertentangan. Ini dibuktikan dengan pemikiran-pemikiran Iman al-
Ghazali sebagai pioner filsafatnya yang dominan relevan dengan konsep Islam.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami dalam menambah
khazanah keilmuan. Selain itu, ini juga sebagai bentuk tanggung jawab kami
dalam memenuhi tugas terstuktur pada mata kuliah pengantar Filsafat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup Al-Ghazali?
2. Apa Saja Karya-Karya Yang Pernah Ditorehkan Oleh Al-Ghazali?
3. Bagaimana Pemikiran Al-Ghazali Tentang Epistemologi?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Riwayat Hidup Al-Ghazali
2. Untuk Mengetahui Karya-Karya Al-Ghazali
3. Mengetahui Epistemologi Al-Ghazali
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Ghazāli
1
Nihaya dan Nasir Siola, Pengantar Filsafat Islam (jl. Sultan Alauddin No 63
Makassar 90221: Alauddin Press, 2010), h. 99.
selama tiga tahun untuk merenung, berpikir dan menghafalkan semua
pelajaran yang didapatkannya selama itu. Kemudian ia pergi ke Naisabur
untuk berguru pada Imam al-Haramain Abu al- Ma'iliy al-Juwaini (w. 478
H/1085 M), hingga ia benar-benar menguasai ilmu Fiqh Ushul al-Figh,
Manthiq, Falsafah dan ilmu al-Hikmah. Pada saat itulah ia mulai
mengarang berbagai kitab. Kepandaian al-Ghazali tersebut diakui oleh al-
Juwaini dan ia digelari dengan Bahrun Mughriq (lautan yang
menenggelamkan). Di samping al-Juwaini, al-Ghazāli juga berguru pada
sufi besar, murid al-Qusyairi, abu Ali al-Farmadzi (w. 465 H/1072 M).
Sepeninggal al-Juwaini (478 H/1085 M), al-Ghazāli pergi ke
Mu'askar untuk mengunjungi wazir (perdana menteri) Nizam al-Muluk,
pendiri madrasah Nizamiyah. Di rumah wazir tersebut terdapat tempat
untuk berkumpulnya ulama- ulama ternama. Di majelis itulah al-Ghazāli
banyak berdiskusi dengan mereka sehingga mereka mengakui keunggulan
al-Ghazāli. Prestasi itu menyebabkan Nidham al-Mulk mengutus al-
Ghazali ke Baghdad guna mengajar di madrasah Nidhamiyyah (1090 M).
15
(1090-1095) , akhirnya ia memutuskan untuk berhenti.2 mengajar. Al-
Ghazāli keluar dari Baghdad dengan berpura-pura hendak pergi hajji.
Padahal sesungguhnya ia akan menuju Syam (Syria). Sesampainya di
Syam (489
H) ia segera menuju Masjid Jami Damaskus untuk ber-uzlah dan ber-
khalwah di menara masjid tersebut. Di tempat itu al-Ghazali senantiasa
riyādah dan mujāhadah sepanjang hari selama dua tahun dalam keadaan
pintuk terkunci. Dari Syam al- Ghazāli menuju Baitul Maqdis (Palestina).
Di Baitul Maqdis ia selalu berada di dalam Kubah Batu (sakhrah) dalam
keadaan pintu tertutup. Tempat tersebut baru ditinggalkan saat hatinya
tergerak untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makan Rasulullah
SAW. Di tengah riyādah mujāhadah dan ibadahnya di Makkah itu hatinya
diusik oleh rasa rindu pada anak-istrinya. Perasaan yang akhirnya
mengantarkan al-Ghazāli kembali ke Baghdad. Seperti diakuinya sendiri
bahwa kembalinya ke komunitas keluarga dan masyarakat itu pada
mulanya cukup mengganggu konsentrasi khalwah dan riyādahnya. Namun
hal itu tidak berlangsung lama karena al-Ghazali segera bisa
berkonsentrasi lagi. Al-Ghazali kini lebih banyak diam di rumah dan
memutuskan untuk terus-menerus beribadah.
2
Sodiq Akhmad Epistemologi Islam, Argumen Al-Ghazali atas Superioritas Ilmu
Ma’rifat (Cet. 1; jl. Kebayunan RT 003 RW 019 No.1 Kelurahan Tapos, Kecamatan Tapos,
Depok 16457: Kencana, 2017), h. 160.
mengajar, melanggengkan salat dan puasa serta seluruh ibadah lainnya,
hingga ia wafat (tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H/1111 M).
B. Karya-Karya Al-Ghazāli
d. Ihya Ulum ad-Din, merupakan buku fatwa dan karya beliau yang
paling besar.
Telah dicetak berulang kali di Mesir tahun 1281 M.
3
Sodiq Akhmad Epistemologi Islam, Argumen Al-Ghazali atas Superioritas Ilmu
Ma’rifat, h. 160.
17
b. Al-lgtishad fi al-l'tigâd, terbit berkali-kali
di Mesir
1. Pengertian Epistemologi
4
Muhammad Bahri Gazali. “Epistemologin Al-Ghazali”, Al-Kalam, vol. XVIII, No. 90-
91. H.
19
Pembahasan epistemologi ini telah dimulai sejak zaman Yunani
kuno oleh Plato dan Aristoteles yang kontradiktif. Kontradiksi filsafat
Platonik dan Aristotelian ini telah dicoba untuk didamaikan oleh Plotinus
dengan Proclus melalui konsep emanasinya. Upaya tersebut berfungsi
sebagai langkah-langkah menuju pandangan Islam mengenai landasan
ontologis tertinggi dari semua pengetahuan. Epistemologi telah dikaitkan
sedemikian rupa dengan realitas tertinggi sebagai sumber kebenaran. Maka
epistemologi itu telah bersifat transendental.
2. Hakikat pengetahuan
a.Batasan Pengetahuan
Terjemahnya:
1) Pengetahuan Empiris
Al-Ghazali selalu membagi alam dalam dua kategori besar yaitu alam al-
mulki wa al-syahadah (semesta) dan alam al malakût wal-Jabarût (metafisika).
Adapun yang menjdi objek bagi pengetahuan empiris adalah alam semesta. Alam
ini oleh al-Ghazali dalam konsep metafisikanya diletakkan sebagai wujud
terendah. Ia mengatakan: Materi-materi, baik substansi maupun aksidennya (fiy
nasiha), merupakan bagian terendah dari segala eksistensi (maujudat). Menurut
al-Ghazali pengetahuan empiris ini merupakan hasil dari aktivitas jiwa sensitif
(al-nafs al- hayawaniyah) yang dalam batas-batas tertentu juga dimiliki oleh
binatang.
21
(penghafal) untuk disimpan. Berbagai bentuk dan informasi yang ditangkap di
atas akhirnya dirangkaikan atau dipisah-pisahkan sesuai kebutuhan-sehingga
mendapatkan kesimpulan yang baru oleh daya yang tertinggi dan terakhir yang
disebut al-mutakhayyilah (interpretasi).
23
2) pengetahuan Rasional
Al-rūh al-aqliy (daya rasional) adalah substansi manusia yang hanya ada
pada manusia dewasa, tidak pada anak kecil, terlebih pada binatang. Daya ini
mencerap makna-makna di luar indra dan khayal. Adapun jangkauan
pencerapannya adalah pengetahuan dlarūriy (aksiomatis) dan universal.
Eksistensinya sebagai pencerap makna-makna itu dalam bahasa metafora al-
Qur'an adalah pelita (mishbāh).
Lebih rinci lagi dalam kitabnya Ma'ārij al-Qus, al-Ghazali membagi jiwa
rasional itu ke dalam dua bagian besar yaitu: akal praktis (al-'amilah) dan akal
teoritis (al-'alimah). Kedua akal tersebut bukanlah dua hal yang benar-benar
terpisah, akan tetapi lebih merupakan dua sisi dari substansi yang sama. Sisi yang
menghadap ke bawah adalah akal praktis sedangkan yang menghadap ke atas
adalah akal teoritis."
Akal praktis berfungsi untuk menggerakkan tubuh melahi daya-daya jiwa sensitif
menjadi aktual. Oleh karena itu, menurut al-Ghazali akal praktis ini harus mampu
menguasai daya-daya yang ada di bawahnya untuk mencapai akhlak mulia. Jika
akal praktis ini berhubungan dengan akal teoritis maka hubungan tersebut akan
menghasilkan pengetahuan moral, seperti dusta adalah buruk, adil adalah baik dan
25
lain-lain.Dua akal ini berhubungan dengan pengetahuan yang abstrak dan
Akal ini disebut juga al-'aql bi al-mumkin karena pada fase ini akal telah
dimungkinkan untuk mengetahui pengetahuan aksiomatis (al-'ulum al-
dlarûriyyat) secara reflektif.
Pada fase ketiga ini akal telah bisa menggunakan pengetahuan pertama
sebagai premis mayor dalam silogisme un tuk memperoleh pengetahuan rasional
kedua (al-ma'qulah al-tsaniyah). Pengetahuan pertama sebagai modal dan
pengetahuan kedua sebagai hasil pemikiran.
3) Pengetahuan Intuitif
Jika disimak penuturan epistemologi al-Ghazali dalam kitab-kitab
filsafatnya terutama Ma'ārij al-Quds terlihat bahwa dinamika akal adalah gerakan
klimaks, sebuah gerakan rasional dari alam wujud terendah hingga menusuk ke
alam gaib. Pada tingkat akal mustafād aktivitas berpikir sangat berbeda dengan
tahap sebelumnya. Pada tingkat ini akal justru secara pasif menerima pengetahuan
langsung dari Akal Aktif tanpa melalui proses belajar. Dalam pembahasan
sebelumnya diketahui bahwa akal ini diletakkan dalam tingkatan yang sama
dengan akal fi'il oleh al-Ghazali dalam kitabnya Mizān al-'Amal. Dalam Misykāt
"minyak".
Intuisi yang dimaksud di sini sangat berbeda dengan yang ada dalam
wacana barat, baik di bidang psikologi maupun filsafat. Intuisi di barat merupakan
bentuk perkembangan lebih lanjut dari intelektual dan masih dalam kawasan
rasional. Intuisi dipahami oleh ilmuan dan filsuf barat sebagai bentuk pemunculan
ide-ide terpendam di bawah sadar . Oleh karena itu Iqbal mengatakan : "In fact,
intuition, as Bergson rightly says, is only a higher kind of intellect." Di dalam
wacana Islam intuisi merupakan bentuk pencapaian ilmu hudluri yang
27
didapatkan seseorang dengan cara pasif baik itu secara langsung dari Allah atau
melalui perantara. Perantara di sini dapat berupa malaikat yang disebut juga Akal
Aktif, bisa juga melalui Jiwa Universal ataupun Akal Universal. Adapun
pengaktifan jiwa manusia yang di sulut oleh setan tidak termasuk dalam definisi
intuisi yang dikehendaki di dalam bahasan ini. Dalam pandangan al-Ghazali
tabiat akal adalah objektif dan selamanya benar. Jika ia tersalah dalam
kesimpulannya itu bukan karena fitrahnya tetapi lebih dikarenakan oleh adanya
kesalahan dari perangat luar yang dapat menghalangi cahaya kebenaran seperti
kesalahan indra dalam mencerap empiris adanya khayal dan was-was (wahm).
Maka ketika akal terbebas dari kabut khayal dan was-was ia akan dapat melihat
segala sesuatu secara objektif sebagaimana adanya ('alā mā hiya) Oleh karena itu
al-Ghazali menjadikan akal tersebut sebagai standar (mizān) bagi kebenaran
dalam setiap kondisi.
dan seluruh anggota tubuh lainnya. Tuan tanahnya adalah nafsu seksual
(syahwat) dan nafsu agresi (ghadlab) adalah penjaganya . Al-qalb adalah rajanya
dan al-'aql adalah perdana menterinya. Wajib bagi sang raja tersebut
bermusyawarah dengan perdana menteri guna menjadikan tuan tanah itu tunduk
dengan al-'aql guna menjadikan nafsu syahwat dan ghadlab di bawah kendali
al-ilāhiyah). Akan tetapi jika akal berada di bawah al-ghadlab dan syahwat maka
hancurlah jiwa itu dan jadilah al- Qalb sebagai yang celaka di akhirat"
adapun konsep metafisika yang dibangun oleh al-Ghazali untuk
sebagai sumber segala sumber pengetahuan, Akal Universal, dan jiwa universal.
Dari emanasi (ifādlah) Akal Universal itu lahirlah wahyu dan dari pancaran
(isyrāq) jiwa Universal muncullah ilham intuisi). Oleh karena itu, ilham oleh al-
wahyu dan ilham tersebut digambarkan seperti akal dan badan. melalui ilham itu
lemah jika dibandingkan dengan wahyu. Pintu wahyu ini telah ditutup Allah
sejak berakhirnya risalah Muhammad SAW, Oleh karena itu, Muhammad saw.
nubuwwah yang hingga kini masih terbuka adalah ilham. Tidak tertutupnya
Rasulullah.
4) Otoritas
Adapun otoritas yang disepakati umat islam secara mutlak yaitu al-Quran
dan Sunnah Rasulullah SAW. Keduanya menjadi ukuran, sumber dan muara
segala kebenaran. Seperti juga seluruh ulama Muslim al-Ghazali menempatkan
kedua otoritas itu pada posisi yang sangat tinggi. Hal itu dapat dilihat dari
pandangannya tentang al-Qur'an dan as-Sunnah itu sendiri.
a) Al - Qur'an
29
ilmu pengetahuan baik yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal seluruh
unsur-unsurnya bersumber dari al-Qur'an.
ِ ِ ِ ِ ِ
َْمة َ ََك َما َْأر َس ْلنَا في ُك ْم َر ُسواًل مْن ُك ْم َيْتلُو َعلَْي ُك ْم آيَاتنَا َويَُز ِّكي ُك ْم َويُ َعلِّ ُم ُك ُم الْكت
َ اب َواحْل ك
َويُ َعلِّ ُم ُك ْم َما مَلْ تَ ُكونُوا َت ْعلَ ُمو َن
Terjemahan :
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu
yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi
31
DAFTAR PUSTAKA
Drajat, Amrieni. Filsafat Islam: Buat Yang Pengen Tahu. Jakarta: Erlangga,
[T.Th.].
Nihaya Dan Siola, Nasir. Pengantar Filsafat Islam. Jl. Sultan Alauddin No
63 Makassar 90221: Alauddin Press, 2010.