Anda di halaman 1dari 24

Filsafat Pendidikan

(Filsafat Progresivisme dan Perennialisme dalam Pendidikan)

Oleh:

Asmaul Husna (20600120040)

Nelli Safitri (20600120021)

PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. atas limpahan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Filsafat Progresivisme dan Perennialisme dalam Pendidikan” dengan
tepat waktu. Shalawat menyertai salam tak lupa pula kita curahkan kepada
baginda Rasulullah SAW. yang merupakan panutan bagi ummat Islam dulu, kini,
hingga nanti.

Dalam pembuatan makalah ini kami tak luput dari bantuan berbagai pihak,
yaitu dosen Mata Kuliah Filsafat Pendidikan selaku pembimbing kami yang tak
bosan-bosannya memberikan penjelasan. Kepada teman-teman yang selalu
memberi dukungan dan sarannya dalam menyelesaikan makalah ini dengan
segenap tenaga dan pikiran yang telah dicurahkan. Dan pada akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Maka dari itu, kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang terlibat.

Pembuatan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Instrumen dalam Fisika. Adapun isi dari makalah ini, diantaranya
yaitu membahas mengenai pengertian, latar belakang lahirnya filsafat pendidikan
progresivisme dan perenialisme, tokoh-tokoh filsafat pendidikan progresivisme
dan perenialisme serta pendidikan menurut filsafat pendidikan progresivisme dan
perenialisme.

Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Maka dari itu, penulis
dengan senang hati menunggu saran-saran dan kritikan yang membangun yang
dapat meningkatkan dan menjadikan tulisan ini lebih baik dari sebelumnya.

Samata, 9 April 2022

Penulis

Kelompok V
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan .......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6

A. Pengertian ..................................................................................................... 6

1. Filsafat Pendidikan Progresivisme ........................................................... 6

2. Filsafat Pendidikan Perenialisme ............................................................. 6

B. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Pendidikan Progresivisme dan


Perenialisme ........................................................................................................ 8

1. Progresivisme ........................................................................................... 8

2. Perenialisme ............................................................................................. 9

C. Tokoh-tokoh Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Perenialisme .......... 10

1. Filsafat Pendidikan Progresivisme ......................................................... 10

2. Filsafat Pendidikan Perenialisme ........................................................... 11

D. Pendidikan Menurut Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Perenialisme14

1. Filsafat Pendidikan Progresivisme ......................................................... 14

2. Filsafat Pendidikan Perenialisme ........................................................... 17

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23

A. Simpulan .................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dalam arti luas adalah suatu proses untuk mengembangkan


semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai dan
sikapnya, serta ketrampilannya. Pendidikan ada untuk mencapai kepribadian
individu yang lebih baik. Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup
kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Kegiatan tersebut dilaksanakan
sebagai suatu usaha untuk mentrasnformasikan nilai-nilai.

Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam


sampai ke akar-akarnya. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan sebagai
interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau apa yang berarti
dalam kehidupan. Berfilsafat berarti berfikir, tetapi tidak semua berpikir dapat
dikategorikan berfilsafat. Berfikir yang dikategorikan berfilsafat adalah
apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri, yaitu radikal, sistematis dan
universal. Masalah pendidikan tidak dapat dipecahkan keseluruhannya hanya
dengan mempergunakan metode ilmiah semata, akan tetapi untuk
memecahkan masalah pendidikan seseorang harus menggunakan analisis
filsafat.

Kedudukan filsafat dalam pendidikan adalah suatu hal yang sangat asasi
sekaligus strategis. Asasi, karena filsafat merupakan suatu dasar atau landasan
dalam pembentukan ide atau asumsi-asumsi dasar dalam menentukan, persepsi
dasar, prinsip dan tujuan asasi pendidikan. Stategis, karena dengan filsafat
tersebut akan sangat ditentukan terhadap arah, warna sekaligus corak dari
pendidikan yang akan dilaksanakan. Tanpa asas atau landasan filsafat,
pendidikan akan rapuh, goyah dan tidak jelas arah dan tujuannya. Ada banyak
corak dan ragam filsafat yang dapat mendasari pendidikan dengan berbagai
ide, gagasan dan kritiknya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas
mengenai jenis filsafat tersebut yang diantaranya adalah filsafat pendidikan
progresivisme dan perenialisme.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dapat diambil


adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan progresivisme dan


perenialisme?

2. Apa latar belakang lahirnya filsafat pendidikan progresivisme dan


perenialisme?

3. Siapa sajakah tokoh-tokoh filsafat pendidikan progresivisme dan


perenialisme serta bagaimana pandangan mereka?

4. Bagaimana pendidikan menurut filsafat pendidikan progresivisme dan


perenialisme?

C. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca


mengenai:

1. Pengertian.

2. Latar belakang lahirnya filsafat pendidikan progresivisme dan


perenialisme.

3. Tokoh-tokoh filsafat pendidikan progresivisme dan perenialisme.

4. Pendidikan menurut filsafat pendidikan progresivisme dan perenialisme.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

1. Filsafat Pendidikan Progresivisme


Aliran Progresivisme ini merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan
yang berkembang pesat pada permulaan abad ke XX dan sangat
berpengaruh dalam pembaruan pendidikan. Perkembangan tersebut
terutama didorong terutama oleh aliran naturalisme dan eksperimentalisme,
instrumentalisme, evironmentalisme, dan pragmatisme sehingga
progresivisme sering disebut sebagai salah satu dari aliran tadi.
Progresivisme dalam pandangannya, selalu berhubungan dengan
pengertian The liberal road to cultural yakni liberal bersifal fleksibel
(lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin
mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengalaman.
Progresivisme disebut sebagai naturalisme, yang mempunyai pandangan
bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan
kenyataan Spiritual dan supernatural) (Muhammad Anwar, 2015: 155).

2. Filsafat Pendidikan Perenialisme


Secara etimologis, perenialisme diambil dari kata perennial dengan
mendapat tambahan -isme, perenial berasal dari bahasa Latin yaitu
perennis, yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris, berarti kekal,
selama-lamanya atau abadi.? Sedang tambahan -isme di belakang
mengandung pengertian aliran atau paham.?' Dalam Oxford Advanced
Learner's Dictionary Of Current English perenialisme diartikan sebagai
“continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long
time” yang berarti abadi atau kekal. Jadi perenial-isme bisa didefinisikan
sebagai aliran atau paham kekekalan (Arfan Mu'ammar, 2014: 15).
Istilah perenialisme berasal dari bahasa latin, yaitu dari akar kata perenis
atau perenial (bahasa Inggris) yang berarti tumbuh terus melalui waktu,
hidup terus dari waktu ke waktu atau abadi. Maka pandangan perenialisme
selalu mempercayai mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang
bersifat abadi dalam kehidupan ini. Atas dasar itu perenialis memandang
pola perkembangan kebudayaan sepanjang zaman adalah sebagai
pengulangan dari apa yang ada sebelumnya sehingga perenialisme sering
disebut sebagai dengan istilah “tradisionalisme”.

Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi terhadap pendidikan


progresif dan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai
proses kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Perenialisme
menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah
dengan jalan mundur, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau
prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat,
kukuh pada zaman kuno, dan abad pertengahan.

Kaum perenialis melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi-tragedi dalam


abad modern ini dengan mundur kembali kepada kepercayaan-
kepercayaan yang aksiomatis, yang telah teruji tangguh, baik mengenai
hakikat realitas, pengetahuan, maupun nilai, yang telah memberi dasar
fundamental bagi abad-abad sebelumnya.

Perenialisme mempunyai kesamaan dengan esensialisme dalam hal


menentang progresivisme, tetapi perenialisme juga memiliki perbedaan
dengan esensialisme antara lain dalam hal prinsip perenialisme yang
religius (tyheologis), yang berorientasi pada agama. Dikatakan demikian,
sebab sekalipun ada perenialist yang sekuler, namun mereka merupakan
minoritas dalam Perenialisme.
B. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Pendidikan Progresivisme dan

Perenialisme

Menurut Fairuzabady, 2017 (112-119) latar belakang filsafat pendidikan


progrevisme dan perenialisme, yaitu:

1. Progresivisme
Aliran ini muncul dan berkembang pada permulaan abad ke-20 terutama
di Amerika Serikat. Mula-mula istilah ini bersifat sosiologi guna menyebut
gerakan sosial politik di Amerika, ketika proses industrialisasi dan
urbanisasi menjadi gejala yang begitu masif.2 Progresivisme lahir sebagai
pembaharuan dalam dunia filsafat pendidikan terutama sebagai lawan
terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari
abad ke-19.

Di samping itu, ada pula pengaruh kebudayaan yang secra khusus ditulis
oleh Brameld sebagai faktor kebudayaan yang berpengaruh atas
pekembangan progresivisme, yaitu antara lain:

a. Revolusi Industri.

b. Modern Science.

c. Perkembangan Demokrasi.

Aliran progresivisme biasanya dihubungkan dengan pandangan hidup


yang mempunyai sifat sebagai berikut:

a. Fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh


suatu doktrin tertentu)

b. Curious (ingin mengetahui, ingin menyilidiki)

c. Toleran

d. Open minded (mempunyai hati terbuka)


Aliran progresivisme berdasar pada falsafah naturalisme romantik dari
Rousseau dan filsafat pendidikan pragmatisme dari John Dewey. Filsafat
Rousseau yang mendasari pendidikan progresif ialah pandangannya
mengenai hakikat manusia, sedangkan dari pragmatisme Dewey ialah
ajarannya tentang minat dan kebebasan dalam teori pengetahuan.

Sebagai tokoh naturalisme dalam pendidikan, Rousseau menekankan


kepada self-actifity, freedom dan selfexpression. Anak harus dijauhkan
dari lingkungan yang tidak menguntungkan. Dalam pendidikan tidak boleh
ada pengertian kekuasaan perintah yang harus ditaati. Kembalikanlah anak
kepada dirinya sendiri. Progresivisme disebut dengan nama yang berbeda
seperti: pragmatisme, instrumentalisme, eksperimentalisme, dan
environmentalisme. Masing-masing istilah penamaan itu merupakan
perwujudan ide asasi yang menjadi wataknya. Progresivisme, karena aliran
ini mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivitas dalam
semua realita, terutama dalam kehidupan manusia sebagai subjek.

2. Perenialisme
Pada dasarnya aliran perenialisme muncul dan berasal dari pemikiran
orang-orang eropa yang berusaha untuk mencari jawaban akibat
banyaknya ketimpangan, kekacauan, kebingungan, serta berbagai
probelematika lainnya. Mereka menganggap bahwa ide umum yang
terkandung dalam pemikiran filsuf zaman Yunani kuno dan abad
pertengahan memiliki nilai yang ideal dan masih tetap relevan untuk
menjawab persoalan masa kini.

“Perennial” berarti everlasting (tahan lama, kekal atau abadi). Dalam


sejarah peradaban manusia dikenal sejumlah gagasan besar yang tetap
menjadi rujukan sampai kapanpun juga? Perenialisme muncul dipengaruhi
oleh falsafah neoskolastik, namun sama halnya dengan essensialisme,
perenialisme merupakan aliran pendidikan tradisional. Walaupun ada
beberapa perbedaan pendapat mengenai penyebutan istilah perenialisme
ini, namun para ahli umumnya sepakat bahwa perenialisme mangacu pada
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat
kekal.

Ciri khas Perenialisme adalah mengambil jalan regresif yakni didasari


oleh nilai-nilai kurtural masa lampau. Perenialisme mangambil jalan
regresif karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali
kembali pada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku
perbuatan zaman yunani kuno dan abad pertengahan.

Adapun yang dimaksud dengan nilai umum yang ada pada masa Yunani
adalah prinsip yang dibuat oleh para filsuf seperti Plato (427-347 SM)
Aristoteles (483-322) dan beberapa lainnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan nilai dan prinsip umum pada Abad Pertengahan adalah nilai dan
prinsip yang telah dibuat oleh para filsuf seperti St. Thomas Aguimas.

C. Tokoh-tokoh Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Perenialisme

1. Filsafat Pendidikan Progresivisme


a. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)

James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek


dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai
kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu
dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu
pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu
jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu
perilaku.

b. John Dewey (1859 – 1952)

John Dewey dalam mengemukakan teorinya berangkat dari filsafat


pragmatisme yang diukur dengan setandar rasional. Teori Dewey
tentang sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan pada
anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka
muncullah “Child Centered Curiculum”, dan “Child Centered School”.
Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan
yang belum jelas

c. Hans Vaihinger (1852 – 1933)

Hans Vaihinger, menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti


praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-
satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani
Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala
pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata. Jika pengertian itu
berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang
tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang
berguna saja.

2. Filsafat Pendidikan Perenialisme


a. Plato

Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat


dengan ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan
ukuran moral merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi,
sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada
kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu.
Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah.
Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia
sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Menurut
Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan.
Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir
yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak
mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan
nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu.
Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan
kembali oleh manusia.

Kebenaran itu ada, yaitu kebenaran yang bulat dan utuh. Manusia
dapat memperoleh kebenaran tersebut dengan jalan berpikir, bukan
dengan pengamatan indera, karena dengan berpikir itulah manusia
dapat mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan. Dengan indera,
manusia hanya sampai pada memperkirakan. Manusia hendaknya
memikirkan, menyelidiki dan mempelajari dirinya sendiri dan
keseluruhan alam semesta.

Esensi realitas, pengetahuan dan nilai merupakan manifestasi dari


hukum universal yang abadi dan sempurna, ide mutlak yang
supernatural. Ketertiban sosial hanya akan mungkin apabila ide
tersebut dijadikan standar atau dijadikan asas normative dalam segala
aspek kehidupan. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin
yang sadar akan asas normative tersebut dan melaksanakannya dalam
semua aspek kehidupan.

Masyarakat yang ideal masyarakat adil sejahtera. Masyarakat ini


lahir apabila setiap warga negara melaksanakan fungsi sosialnya sesuai
dengan tingkat kedudukan dan kemampuan pribadinya. Manusia yang
terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip “Idea mutlak”.
Ide mutlak inilah yang membimbing manusia untuk menemukan
kriteria moral, politik dan sosial serta keadilan. Ide mutla adalah suatu
prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat
kebenaran abadi yang transcendental. Ide mutlak adalah pencipta alam
semesta, yaitu Tuhan.

b. Aritoteles

Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam


pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme.
Hasil pemikirannya disebut filsafat realism (realism klasik). Cara
berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan
berfikir rasional spekulatif.

Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia


mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan
alam kehidupan manusia sehari-hari. Arithoteles hidup pada abad
keempat sebelum Masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad
pertengahan. Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikir abad
pertengahan yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap
inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai Bapak Sains
Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan kebajikan,
bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan
merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.

Menurut Arithoteles manusia adalah makhluk materi dan rohani


sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam
hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai
makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih
tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia
sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia
hidup dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang
lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.

c. Thomas Aquina

Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu pertentangan


yang muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat
(sebetulnya dengan filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu yang
dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme dari
Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut Aquina,
tidak terdapat pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat
Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan
dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus
menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat
Aristoteles.

Menurut Bertens (1979) pandangan tentang realitas, ia


mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena
diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia
mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia.
Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari
sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme
dalam ajaran mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina
menekankan dua hal dalam pemikiran tentang realitannya, yaitu :

1) dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan

2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.

Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan


bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan
oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia
yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan
dengan melalui pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan
pandangan filsafat idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat
Thomas Aquina disebut tomisme. Kadang-kadang orang tidak
membedakan antara perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme
adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.

D. Pendidikan Menurut Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Perenialisme

1. Filsafat Pendidikan Progresivisme


Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus
berpusat pada anak (child-centered) bukannya memfokuskan pada guru
atau bidang muatan.

a. Teori Dasar
Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti
bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya,
karena ia belum cukup matang untuk menentukan yang memadai.
Anak memang banyak berbuat dalam menentukan proses belajar,
namun ia bukan penentu akhir. Siswa membutuhkan bimbingan dan
arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya.

Pengalaman anak adalah rekonstruksi yang terus-menerus dari


keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk
mendapatkan isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi
pertumbuhan siswa tidak denga menjejalkan informasi ke dalam
kepala anak, melainkan dengan pengawasan lingkungan dimana
pendidikan berlangsung.

Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih


masalah-masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data
yang relevan, menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan
kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat
apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga
ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru dituntut untuk sabar,
fleksibel, berfikir interdisipliner, kreatif dan cerdas.

Pengetahuan menurut pandangan progresif merupakan alat untuk


mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara terus
menerus, dimana perubahan hidup merupakan tantangan di hadapan
manusia. Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan harus
bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus mempelajari
apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak
harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif.

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah memberikan ketrampilan dan alat-alat


yang bermanfaatn untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada
dalam proses perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan
alat-alat adalah ketrampilan pemecahan masalah (problem solving)
yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisa
dan memecahkan maslah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku
cooperative dan disiplin diri. Dimana kebudayaan sangat dibutuhkan
dan sangat berfungsi dalam mesyarakat.

c. Kurikulum

Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman


pribadi maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat
pelajaran yang digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dan
dalam pemecahan masalah serta dalam kegiatan proyek. Pemecahan
masalah akan melibatkan kemampuan berkomunikasi, proses
matematis dan penelitian ilmiah. Oleh karena itu, kurikulum
seharusnya menggunakan pendekatan interdisipliner. Buku merupakan
alat dalam proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Metode yang
dipergunakan adalah metode ilmiah dalam inkuiri dan metode problem
solving.

d. Prinsip Pendidikan

Secara umum menurut Kneller (1971) terdapat beberapa prinsip


pendidikan menurut pandangan progresivisme:

1) Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.

2) Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak,


minat individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar.

3) Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden


terhadap pemberian subject matter.

4) Peranan guru tidak langsung melainkan memberi petunjuk kepada


siswa.
5) Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan
mengembangkan persaingan.

6) Kehidupan yang demokratsi merupakan kondisi yang diperlukan


bagi pertumbuhan.

7) Metode Pendidikan

e. Potret Guru Progresif

Guru sebanyak mungkin membawa pengetahuan buku teks pada


kehidupan dengan memberi siswa pengalaman yang tepat seperti
simulasi, kunjungan lapangan, proyek kecil, bermain peran, eksplorasi
internet dan sebagainya. Fungsi pokok seorang guru adalah
mempersiapkan para siswanya untuk masa depan yang tidak dikenal.
Ia merasa bahwa belajar memecahkan permasalahan pada usia dini
adalah persiapan terbaik untuk masa depan ini.

2. Filsafat Pendidikan Perenialisme


Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu
dan penuh kekacauan, serta membayangkan yang ditimbulkan akibat
terjadinya krisis di berbagai dimensi kehidupan manusia (dalam
pendidikan khususnya), tidak ada satupun yang lebih bermanfaat daripada
kepastian tujuan pendidikan serta kestabilan dalam perilaku pendidik.

a. Teori Dasar

Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan


berpikir (mental disiplin) merupakan bagian dari salah satu kewajiban
tertinggi dalam belajar atau keutamaan dalam proses belajar. Oleh
karena itu, teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan
kepada pembinaan kemampuan berpikir dan disiplin. Asas berpikir dan
kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan. Otoritas berpikir
harus disempurnakan sesempurna mungkin.
Di sini, makna kemerdekaan pendidikan berarti membantu
manusia menjadi dirinya, sebagai essensial self yang berbeda dari
spesies manapun. Sementara, fungsi belajar diabadikan guna
mendukung aktualitas manusia sebagai makhluk rasional independen.

“Learning to reason” demikian menurut istilah para perenialis.


Pendidikan tidak lain ialah belajar dalam berpikir. Perenialisme
percaya bahwa asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan
pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
merupakan landasan dasar. Berdasarkan penahapan itu, learning to
reason menjadi hal pokok pendidikan menengah ataupun pendidikan
tinggi.

Selain belajar berpikir, pendidikan menurut para perenialis, juga


sebagai persiapan hidup. Pandangan ini kerap disandarkan pada
pemikiran Thomisme yang menyadari bahwa belajar untuk berpikir
dan belajar demi persiapan hidup (dalam masyarakat) adalah dua
langkah pada jalan yang sama dalam memperoleh kesempurnaan hidup,
baik dunia ataupun surgawi.

b. Tujuan Pendidikan

Bagi perenialis, nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi.


Inilah yang menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Oleh karena itu,
tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik menyiapkan dan
menginternalisasikan nilai-nillai kebenaran dan kebaikan dalam hidup.

Sekolah adalah sebuah institusi khusus yang berupaya mencapai


misi yang amat penting ini. Sekolah tidak terlalu berkepentingan
dengan persoalan semacam pekerjaan, hiburan, dan rekreasi manusia.
Ketiga hal tersebut mempunyai tempat dalam kehidupan manusia,
tetapi berada di luar lingkup aktivitas pendidikan.
Sekolah adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta
didik atau orang muda untuk terjun ke dalam kehidupan. Sekolah bagi
perenialis merupakan peraturan-peraturan yang artifisial tempat peserta
didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan sosial
budaya.

c. Kurikulum

Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan


pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi
terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan dengan bidang-
bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik dan paling
signifikan yang diciptakan oleh manusia.

Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi


mengenai pendidikan yaitu :

1) Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusi yang


berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar
dimana pun juga; pendek kata kebenaran bersifat universal dan tak
terikat waktu/

2) Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan


pada gagasan-gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada
gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi
penting pendidikan.

3) Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berfikir


secara mendalam mengenai gagasab-gagasan signifikan. Para guru
harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti
metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang
sama pada siswa.

d. Prinsip Pendidikan
Beberapa prinsip pendidikan parenialisme secara umum yaitu :

1) Walaupun perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia


dimana pun dan kapan pun ia berada adalah sama. Robert
M.Hutckin sebagai pelopor perenialisme di Amerika Serikat,
mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah hewan
rasional (ini adalah pandangan Aristoteles). Tujuan pendidikan
adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan
dan kebajikan. Pendidikan harus sama bagi semua orang, dimana
pun dan kapan pun ia berada, begitu pula tujuan pendidikan harus
sama, yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia.

2) Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia


harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya,
sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah bebas,
namun mereka harus belajar, untuk memperhalus pikiran dan
mengontrol seleranya. Apabila anak gagal dalam belajar, guru
tidak boleh dengan cepat meletakkan kesalahan pada lingkungan
yang tidak menyenangkan atau pada rangkaian peristiwa psikologis
yang tidak menguntungkan. Guru harus mampu mengatasi semua
gangguan tersebut dengan melakukan pendekatan secara
intelektual yang sama bagi semua siswa. Tidak ada anak yang
diizinkan untuk menentukan pengalaman pendidikannya yang ia
inginkan.

3) Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang


kebenaran yang pasti dan abadi. Kurikulum diorganisasi dan
ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa dan ditujukan untuk
melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Anak harus
diberi pelajaran yang pasti, yang akan memperkenalkannya dengan
keabadian dunia. Anak tidak boleh dipaksa untuk memperlajari
pelajaran yang tampaknya penting suatu saat saja. Begitu pula
kepada anak jangan memberikan pelajaran yang hanya menarik
pada saat-saat tertentu yang khusus. Yang dipentingkan dalam
kurikulum adalah mata pelajaran “general education”, yang
meliputi bahasa, sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni. Mata
pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.

4) Pendidikan bukan merupakan peniruan dari hidup, melainkan


merupakan suatu persiapan untuk hidup. Sekolah tidak parnah
menjadi situasi kehidupan yang nyata. Sekolah bagi anak
merupakan peraturan-peraturan yang artifisial dimana ia
berkenalan dengan hasil yang terbaik dari warisan social budaya.

5) Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literatur


yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, begitu juga dalam
literature yang berhubungan dengan kehidupan social, terutama
politik dan ekonomi. Dalam literatur-literatur tersebut manusia
sepanjang masa telah melahirkan hasil yang maha besar.

Dalam pemikiran itu, untuk mengatasi dan mengembalikan


keadaan krisis yang terjadi sekarang ini, perenialisme memandang
bahwa jalan keluar tidak lain adalah kembali pada kebudayaan masa
lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.

Untuk itulah, pendidikan sekarang harus lebih banyak


mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan masa lampau
yang ideal serta telah teruji dan tangguh. Dengan kata lain,
perenialisme memiliki pandangan yang bertolak (anti-) terhadap
modernistik yang telah menjauh dari tradisi (kebiasaan-kebiasaan yang
telah teruji ketangguhannya) dan terlalu mengedepankan logika dan
rasio modernistik daripada sumber pengetahuan lainnya serta terlalu
memandang sesuatu berdasarkan materi (materialistik).

Jelaslah jika dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini


perlu kembali pada masa lampau karena dengan mengembalikan
keadaan (apa yang ada, apa yang terjadi, serta apa yang menjdi tujuan)
pada masa lampau, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi
melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya
pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang.

e. Metode Pendidikan

Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan


oleh perenialis adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan
mendiskusikan karya-karya yang tertuang dalam The Greats Book
dalam rangka mendisiplinkan pikiran.

Peranan guru bukan sebagai perantara antara dunia anak dan jiwa
anak, melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses
belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi
self discovery. Ia juga melakukan moral authority (otoritas moral) atas
murid-muridnya karena ia seorang profesional dan qualified dan
superior dibandingkan dengan muridnya. Guru harus mempunyai
aktualitas yang lebih, dan pengetahuan yang sempurna.

f. Potret Guru Progresif

Kerap dikatakan bahwa pendidikan tidak lain adalah learning


through teaching (belajar melalui pengajaran). Adler membedakan
antara learning by instruction dan learning by discovery, penyelidikan
tanpa bantuan guru. Sebenarnya, learning by discovery digunakan
sebagai pembelajaran diri.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Progresivisme merupakan aliran filsafat yang bermuara pada aliran


pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan
Jhon Dewey (1959-1952), yang menitik beratkan segi “manfaat bagi hidup
praktis”. Filsafat progresivisme menuntut pada pengikutnya untuk selalu
progress (maju) bertindak secara konsttruktif, inovatif dan reformatif, aktif
dan dinamis.

2. Istilah perenialisme berasal dari bahasa latin, yaitu dari akar kata perenis
atau perenial (bahasa Inggris) yang berarti tumbuh terus melalui waktu,
hidup terus dari waktu ke waktu atau abadi. Maka pandangan perenialisme
selalu mempercayai mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang
bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi
dan solusi terhadap pendidikan progresif dan atas terjadinya suatu keadaan
yang mereka sebut sebagai proses kebudayaan dalam kehidupan manusia
modern.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Muhammad. 2015. "Filsafat Pendidikan". Jakarta: Kencana.

Arfan, M. Mu'ammar. 2014. Analisis Konsep Filsafat Perenial dan Aplikasinya

dalam Pendidikan Islam. Perenialisme Pendidikan. Vol 1(2) : 15.

Blogger. Selasa, 06 Desember 2016. Filsafat pendidikan progresivisme dan

perenialisme. Filsafat Pendidikan Sains.

http://takdiralamsyahbio11.blogspot.com/2016/12/filsafat-pendidikan

progresivisme-dan.html?m=1.

Fairuzabady, M. Al-Baha'i. 2017. "Filsafat Pendidikan Sebuah Pengantar

Memahami Manusia dan Pendidikan dalam Tinjauan Filosofi. Jawa

Tengah: NEM.

Anda mungkin juga menyukai