Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

“Sejarah Lahirnya Filsafat Pendidikan”

Dosen Pengampu:
Drs.Budi Purnomo,M.Hum,M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 1:


1. Rabi’ah Najwa Adzikra (A1A221001)
2. Rachel Laureen Maria Marbun (A1A221007)
3. Eric Setiadi (A1A221027)
4. Habib Novpra Deansyah (A1A221047)
5. Ayu Sabrina (A1A221067)
6. Fajar Fitra Wianda (A1A221077)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat Tuhan dan hidayah-Nya,
sehingga kami penulis menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah Lahirnya Filsafat
Pendidikan” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Prasejarah Indonesia. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Asal-Usul
Nama Indonesia dengan baik bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Budi Purnomo, M.Hum.,M.Pd.
selaku dosen Mata Kuliah Filsafat Pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 15 Februari 2022


Penulis,

Kelompok 1

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN……………………………..…………………………4
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1 Hakikat Pendidikan...................................................................................2
2.2 Sejarah Filsafat Pendidikan.......................................................................2
2.3 Tujuan Filsafat Pendidikan........................................................................4
2.4 Urgensi Filsafat Pendidikan......................................................................4
BAB III PENUTUP................................................................................................6
3.1 Kesimpulan............................................................................................................
3.2 Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................7

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Filsafat sebagai induk yang mampu menjawab segala pertanyaan dan masalah. Mulai dari
masalah -masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan
problematika dan kehidupannya. Diantara permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat
adalah permasalahan yang ada dilingkungan pendidikan.
Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum
dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat
dalam pengalaman Pendidikan. Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu
filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan
yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis
dan memerukan jawaban secara filosofis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan Pengertian Hakikat Pendidikan!


2. Bagaimana Proses Sejarah Filsafat Pendidikan?
3. Jelaskan Tujuan Filsafat Pendidikan!
4. Bagaimana Kepentingan Urgensi Filsafat Pendidikan?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui Pengertian Hakikat Pendidikan


2. Mengetahui proses sejarah Filsafat Pendidikan
3. Mengetahui Tujuan Filsafat Pendidikan
4. Mengetahui bagaimana kepentingan Urgensi Filsafat Pendidikan

BAB II

4
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Pendidikan

Pada dasarnya pengertian pendidikan (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003) adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.

Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Menurut Bapak Pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara menjelaskan tentang
pengertian Pendidikan pendidikan yaitu: tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan juga dapat ditinjau dari dua segi. Pertama pendidikan dari sudut pandangan
masyarakat di mana pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi
muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu
masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi
dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua pendidikan dari sudut
pandang individu di mana pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan
tersembunyi dalam diri setiap individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan
keindahan yang tidak tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam.
Dalam diri setiap manusia memiliki berbagai bakat dan kemampuan yang apabila dapat
dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan dan permata yang keindahannya
dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata lain bahwa setiap individu yang terdidik akan
bermanfaat bagi manusia lainnya.

Hakikat Pendidikan sangat ditentukan oleh nilai-nilai,motivasi dan tujuan dari Pendidikan
itu sendiri. Maka Hakikat Pendidikan dapat dimengerti sebagai berikut:

1. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan


antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
2. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang
mengalami perubahan yang semakin pesat.
3. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
4. Pendidikan berlangsung seumur hidup;Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan
prinsip-prinsip ilmu.

Hakikat Pendidikan juga mengarah pada asas-asas,sebagai berikut:

5
1. Asas/pendekatan manusiawi/humanistik meliputi kesuluruhan potensi anak didik
serta utuh dan bulat(aspek fisik-non fisik;emosi intelektual kognitif-afektif
psikomotor), sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak
didik dihargai sebagai insan manusia yang potensial (mempunyai kemampuan
kelebihan kekurangannya), dengan penuh kasih sayang-hangat-kekeluargaan
terbuka-objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada
tekanan/paksaan.
2. Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan
kebebasan yang leluasa, terbuka, melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat
alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
3. Asas kodrat alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu
dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang
diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut
kodratnya.
4. Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti
kebudayaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus
diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acuan utama (jati diri).
5. Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan
duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan
keserasian dengan bangsa lain.
6. Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai
dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.

Jadi hakikat Pendidikan ialah mendidik manusia menjadi manusia sehingga


hakikat atau inti dari Pendidikan tidak akan terlepas dari hakikat manusia,karena
urusan utama Pendidikan adalah manusia. Wawasan yang dianut pendidik tentang
manusia akan mempengaruhi strategi atau metode yang digunakan dalam
melaksanakan tugasnya.

2.2 Sejarah Filsafat Pendidikan

Filsafat sebagai induk Ilmu pengetahuan(The mother of sciences) yang mampu menjawab
segala pertanyaan dan permasalahan. Di mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan
alam semesta hingga masalah manusia dengan segala kehidupannya termasuk lingkungan
Pendidikan. John Dewey seorang filosof Amerika mengatakan ,fIlsafat merupakan Teori umum
dan landasan pertanyaan dan menyelidiki factor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat
dalam pengalaman Pendidikan.

Filsafat dan Pendidikan memiliki hubungan timbal balik dan hakiki,filsafat Pendidikan
yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan Pendidikan yang bersifat
filosifis dan memerlukan jawaban secara filosifis.

6
Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi dari induk ilmu pengetahuan menjadi
semacam pendekatan perekat kembali sebagai ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan
terpisah satu dengan lainnya. Jadi filsafat berkembang sesuai perputaran zaman.

Sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat
spiritualisme kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra,
dari keluarga Sapitama, yang lahir di tepi sebuah sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda dalam
masa pemerintahan raja-raja Akhamania (550-530 SM). Timur jauh yang termasuk dalam
wilayah Timur jauh ialah Cina India dan jepang. Di India berkembang filsafat Spiritualisme,
Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang berkembang Shintoisme. Begitu juga di Cina
berkembang, Taoisme, dan Komfusianism

Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Socrates ( 470- 399 SM )

Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno yang gagasan
filosofis dan metode pengajaraanya sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di
seluruh dunia barat. Socrates lahir di Athena, merupakan putra seorang pemahat dan seorang
bidan yang tidak begitu dikenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete ( Smith, 1986:19 ). Prinsip
dasar pendidikan, menurut Socrates adalah metode dialektis. Meode ini di gunakan Socrates
sebagai dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seseorang berpikir cermat,
untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Seorang guru tidak
boleh memaksakan gagasan-gagasan atau pengetahuannya kepada seorang siswa, karena seorang
siswa dituntut untuk bisa mengembangkan pemikirannya sendiri dengan berpikir secara kritis.

Metode ini tidak lain digunakan untuk meneruskan intelektualitas, mengembangkan


kebiasaan-kebiasaan dan kekuatan mental seseorang. Dengan kata lain, tujuan pendidikan yang
benar adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan disiplin mental yang akan
menghasilkan perkembangan intelektual yang terus menerus dan standar moral yang tinggi
( Smith. 1986:25 ).

Pemikiran filsafat pendidikan menurut Plato (427-347 SM)

Plato dilahirkan dalam keluarga aristrokrasi di Athena, serikat 427 SM. Ayahnya Ariston,
adalah keturunan dari raja pertama Athena yang pernah berkuasa pada abad ke-7 SM. Sementara
ibunya, Periction adalah keturunan keluarga solon, seorang pembuat undang-undang, penyair,
memimpin militer dari kaum ningrat dan pendiri demokrasi Athena termuka (Smith, 1986:29).
Menurut Plato, pendidikan itu sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai
warga negara.

Negara wajib memberi pendidikan kepada setiap warga negaranya. Namun demikian,
setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu sesuai bakat, minat, dan
kemampuan masing-masing jenjang usianya. Sehingga pendidikan itu sendiri memberikan
dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadi, bangsa, dan negara. Menurut Plato, idealnya
dalam sebuah negara pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan
perhatian yang sangat mulia, maka ia harus diselenggarakan oleh negara. Karena pendidikan itu
sebenarnya merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan

7
ketidakbenaran. Dengan pendidikan, orang-orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang
tidak benar. Dengan pendidikan pula, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa yang
jahat, apa yang patut dan apa yang tidak patut (Raper,1988:110).

Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Aristoteles (367-345 SM)

Aristoteles adalah murid plato. Dia adalah seorang cendikiawan dan intelek terkemuka,
mungkin sepanjang masa. Umat manusia telah berutang budi padanya oleh karena banyaknya
kemajuan pemikiranya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, khususnya logika, politik, etika,
biologi, dan psikologi. Aristoteles lahir tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di
semenanjung Chalcidice di sebelah barat laut Egea. Ayahnya, Nichomachus adalah dokter
perawat Amyntas II, raja Macedonia, dan ibunya, Phaesta mempunyai nenek moyang terkemuka.
Menurut Aristoteles, agar orang bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan.

Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bimbingan kepada
perasaanperasaan yang lebih tinggi, yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak
berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan secara
benar.

2.3 Tujuan Filsafat Pendidikan

Filsafat atau falsafah Pendidikan pastinya memiliki tujuan tertentu. Ada beberapa tujuan filsafat
pendidikam yang saling berkaitan dengan seorang individu dan bagaiman Pendidikan itu bisa
memberikan manfaat. Tujuan-tujuan tersebut sebagai berikut:

 Menjadikan seorang sebagai manusia,lebih mendidik dan mampu membangun diri


sendiri.
 Mendorong untuk bisa menjadi orang yang berpikir sendiri
 Memberikan dasar-dasar pengetahuan,pandangan yang sintesis sehingga seluruh
pengetahuan menjadi satu kesatuan.
 Menjadikan seorang memiliki hidupnya sendiri berkat pengetahuan yang dimiliki karena
itulah,mengetahui hal-hal dasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.
 Bagi seorang pendidik,filsafat memiliki keistimewaan karena filsafatlah yang
memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya mengenai manusia seperti
ilmu dalam mendidik.

8
2.4 Urgensi filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum harus dimulai


dengan mengetahui hakikat tujuan pendidikan, karena seluruh manusia menginginkan menjadi
insan yang baik, sesuai dengan cita-cita dan nilai sosial yang tergabung dalam kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan adalah jalan untuk dapat menggapai impian tersebut karena
merupakan proses sosial yang bertujuan membentuk manusia yang baik. Adanya impian, dan
keinginan tersebut tergambarkan dari filsafat pendidikan yang mendasari sistem pendidikan yang
ada di masyarakat, sehingga keberadaan pendidikan menjadi suatu yang urgen, karena
mengandung keyakinan yang berupa cita-cita dan nilai-nilai kebaikan.1

Adapun aliran-aliran filsafat pendidikan yang menjadi landasan pendidikan adalah


sebagai berikut. Rekontruksionisme, Jean Piaget digadang-gadang sebagai pelopor dari filsafat
Konstruktivisme yang megikuti alur filsafat John Dewey. Konstruktivisme yang dikembangkan
oleh Jean Piaget dikenal dengan nama kontruktivisme kognitif atau personal constructivisme,
yang meyakini bahwasannya belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahapan
perkembangan kognitif siswa. Belajar dipandang sebagai kegiatan aktif untuk membangun diri,
peserta didik mencari sendiri materi yang dipelajari. Siswa diharuskan dapat memproses
penyesuaian ide-ide baru dengan gagasan yang ada dengan cara memperbanyak pengalaman diri,
membuat hipotesis, memecahkan masalah, mencari jawaban, menggambarkan, merefleksi dan
mengekpresikan gagasan untuk menghasilkan hal-hal baru. Dengan adanya pengetahuan yang
diperoleh melalui langkah rekonstruksi pengetahuan tersebut akan menghasilkan pengetahuan
yang bermakna dan lebih lama diingat. Sehingga siswa harus akif dalam proses mendapatkan
ilmu pengetahuan.2

Prinsip yang sering dibangun dalam konstruktivisme, adalah sebagai berikut: pertama,
siswa membangun sendiri pengetahuannya secara aktif, kedua, siswa menentukan sendiri
tekanan proses belajarnya, ketiga, proses mengajar adalah untuk membantu ssiwa, keempat,
proses belajar lebih ditekankan dari pada hasil, kelima, partisipasi siswa mendapat perhatian dari
kurikulum, dan keenam, guru berperan sebagai fasilitator.3 Aliran ini juga menganggap perlunya
mengadakan refleksi keberadaan sekolah untuk memperbaiki keadaan masyarakat, sehingga
menitik beratkan pada peranan sekolah di masyarakat. Asumsi utama filsafat ini adalah uapaya
menjadikan sekolah sebagai agensi sosial yang utama.4

Perenialime, adalah salah satu dari beberapa aliran dari filsafat pendidikan yang lahir
pada abad ke dua puluh, filsafat ini berasal dari kata perennial yang berarti abadi, selalu, dan
kekal. Perenialisme terlahir untuk menjawab tantangan dari pendidikan progresivisme, dimana
aliran progresivisme selalu menekankan nilai-nilai yang baru, sedangkan aliran perennial
berpegang pokok dengan nilai-nilai yang umum, dan kokoh pada periode yang lalu. Perenialisme
berpandangan bahwasannya pendidikan harus bisa mengantarkan fokusnya menuju kebudayaan
ideal yang teruji dan kokoh.5 Upaya untuk menuju pendidikan yang berkebudayaan ideal dan
kokoh maka perenialisme berpandangan bahwasannya pendidikan adalah upaya pendisiplinan
1
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Cetakan Ketujuh, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017),
hlml: 60.
2
Amka, Filsafat Pendidikan, (Sidoarjo: Nizamia Learnig Center, 2019), hlm: 57.
3
Ibid, hlm: 59
4
bid, hlm: 62

9
pikiran, pengembangan nalar, serta pendidikan spiritual menggapai nilai-nilai, bagi perenealis
kebenaran itu tidak berubah dan tidak akan berakhir selamanya.6

Pendidikan menurut aliran filsafat ini adalah upaya mengatur pemikiran, kemampuan,
perkembangan rasio, dan pencarian kebenaran. Aliran ini mendukung kurikulum dengan konsep:
tatanan kebahasaan, kepandaian berbicara, logika, matematik, dan peradaban dunia ideal. Robert
M Hutcins menguraikan bahwasannya filsafat perenialisme terbentuk dari kebutuhan-kebutuhan
siswa di zaman modern, adanya spesifikasi pendidikan, dan latihan kejuruan.7 Esensialisme,
aliran flsafat ini dalam pendidikan memiliki pandangannya sendiri, dijelaskan bahwasannya
aliran ini adalah hasil pertemuan antara aliran Realisme dengan aliran Idealisme, dimana aliran
Realisme menyatakan bahwa pengetahuan muncul akibat adanya suatu tanggapan,8sedangkan
aliran Idealisme, pengetahuan muncul akibat adanya pengetahuan indrawi dan pengetahuan
kejiwaan.9 sedangkan aliran Esensialisme beranggapan bahwasannya ilmu pengetahuan ada
didapatkan dengan aktifitas keterampilan berpengetahuan itu sendiri, artinya dengan
menggunakan keterampilan alat dasar yakni membaca, menulis, berhitung, dan keterampilan
sosial.10

Esensialisme beranggapan bahwasannya pendidikan bertujuan untuk menyebarkan


budaya, esensialisme membawa manusia kedalam masyarakat yang berbudaya. Adapun bahan
pokok kurikulum adalah rencana esensialis tentang organisasi kurikulum, dan teknik-teknik
pemberian pelajaran dengan tes sebagai metodenya, sedangkan karya ilmiah sebagai alat untuk
melatih kemampuan mendaur ulang apa yang telah dipelajari.11

Dari pemaparan diatas dapat dikrucutkan tema pendidikan menurut paham filsafat
Esensialisme menjadi lima bagian, pertama, kurikulum pendidikan dasar harus bertumpu pada
aktivitas keterampilan alat dasar, kedua, kurikulum pendukung pembelajaran Islam harulah
memuat ilmu kalam, ilmu sejarah, ilmu matematika, dan ilmu sastra, ketiga, kebutuhan akan
sistem kedisiplinan guna membnetuk pembelajaran yang sistematis, keempat, penghormatan
kepada lembaga pendidikan, dan kelima, memperhatikan pertumbuhan kompetensi peserta didik.

Progresivisme, Aliran ini lahir sebagai pembaharu dunia filsafat pada abad ke 19 yang
digagas oleh Jhon Dewey, aliran ini beranggapan manusia adalah makhluk yang progresif,
konstruktif, inovatif serta dinamis, iini disebabkan manusia memiliki naluri yang memacu
manusia melangkah maju. Hal ini memberikan konsep dasar bahwasannya manusia bisa survive
dalam menghadapi tantangan hidup, manusia terus meju melahirkan kelompok mandiri .
Progresivisme berpandangan bahwa pendidikan adalah pelayanan terhadap kebutuhan siswa
Kebutuhan dan minat pembelajar merupakan kepetingan utama pendidikan. Kebutuhan dan
minat pembelajar merupakan bahan pertimbangan yang utama dalam memberikan layanan
5
Muhammad Kristiawan, Filsafat Pendidikan: The Choice is yours, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Valia Pustaka,
2016), hlm: 230-231
6
Wara Suprihatin, Filosofi Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum, Hal: 54.
7
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Hal: 63
8
Muhammad Kristiawan, Filsafat Pendidikan: The Choice is yours, hlm: 232
9
Ali Mubin, Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme, Jurnal Rausyan Fikr, Vol 15, No 1, Maret 209, hlm: 29.
10
Junaidin dan Komalasari, Kontribusi Esensialisme dalam Implementasi Kurikulum 2013, Jurnal Manajemen dan
Supervisi Pendidikan, Volume 3, 2019, hlm: 143.
11
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, hlm: 63

10
pendidikan. Progresivisme juga berpendapat bahwa pendidikan adalah demokrasi dan proses
pendidikan berpusat kepada kepentingan si pembelajar itu sendiri. Anak dituntut agar memahami
pengalaman pendidikan yang dialami, karena pendidikan adalah bagian dari kehidupan,
sedangkan belajar dilakukan dengan praktek langsung. Sehingga sekolah harus menyediakan
pelajaran yang berbeda untuk setiap siswa baik ditinjau dari perbedaan mental, fisik, emosi,
spiritual, dan perbedaan sosial.Aliran Progresivisme ikut andil dalam memajukan pendidikan
dengan meletakkan pondasi demokrasi, kebebasan, dan kemerdekaan bagi peserta didik baik
kebebasan secara fisik maupun kebebasan berfikir, hal ini dilakukan untuk mengembangkan
bakat dan kemampuan terpendam.

Pendidikan menurut Eksistensisme adalah usaha untuk mendorong individu dalam


pembentukan dan pengembangan potensi diri dengan memberikan pengalaman hidup yang
komprehensif, maka dari itu eserta didik mendapatkan kebesan yang bertanggung jawab dalam
mencapai tujuan belajarnya, sedangkan kurikulum dianggap sebagai alat yang mengantarkan
kebebasan untuk semua dalam pembelajaran disertai norma-norma yang harus dipatuhi bersama.
Dalam proses pembeajaran guru melindungi kebebasan akademik siswa dengan cara
menggunakan metode dialog terhadap siswa sebagai proses menjalin hubungan guna
menawarkan beragam ilmu pengetahuan, sehinggga ilmu pengetahuan ditawarkan bukan
ditumpahkan.12

Postmodernisme, aliran filsafat ini diperkenalkan oleh Jean Francois Lyotard pada tahun
1970-an. Hal ini dapat digambarkan sebagai gerakan flsafat untuk melakukan penolakan gagasan
dan paradigma modern, berbagai perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, eksploitasi
ternyata belum dapat diterima oleh sebagian pihak yang lain. Salah satu bentuk dari gerakan
kritis ini adalah Hermeneutika yang berguna dalam memahami bagaimana terjadi dan cara kerja
suatu pandangan ilmiah.Postmodern justru memperhatikan persoalan budaya secara lebih dalam.
Postmodernisme dengan melihat secara nyata maka segala bentuk ide dan gagasan sejatinya
harus disesuaikan dengan nilai dan kepentingan manusia. Pendidikan juga dipahami sebagai
wadah untuk penanaman perasaan kewarganegaraan. Lebih jelasnya lagi postmodernisme dalam
pendidikan memandang bahwasannya narasi kognitif yang bertautan dengan narasi moral dan
etik akan menunjang keberhasilan tujuan pembelajaran. Hal ini secara langsung mencakup
pendidikan budaya kearifan lokal, sehingga lembaga pendidikan diberi kebebasan untuk
mengembangkan pendidikan sesuai kebudayaan masing-masing daerah, dengan ini kebenaran
yang lahir tidak lagi absolut melainkan prekatis, siswa dapat mengeksplorasi kebebasan metode
belajar yang menghasilkan metode studen-teacher learning together.13

BAB
III

12
Jam'ah Abidin, Pengembangan Pendidikan dalam Filsafat Eksistensialisme, Jurnal Al-Fikra, Vol 12, No 2, 2013,
hlm: 103.
13
Septiwiharti, Postmodernisme dan Pendidikan di Indonesia (sebuah Refleksi Filosofis), Jurna Inspirasi, No 10,
2010, hlm: 135

11
3.1 Kesimpulan

Manusiawi/humanistik meliputi kesuluruhan potensi anak didik serta utuh dan bulat, sedangkan
pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai insan manusia
yang potensial , dengan penuh kasih sayang-hangat-kekeluargaan terbuka-objektif dan penuh
kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan. Kemajuan dunia terus
diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acuan utama . Jadi hakikat Pendidikan ialah
mendidik manusia menjadi manusia sehingga hakikat atau inti dari Pendidikan tidak akan
terlepas dari hakikat manusia,karena urusan utama Pendidikan adalah manusia. Wawasan yang
dianut pendidik tentang manusia akan mempengaruhi strategi atau metode yang digunakan
dalam melaksanakan tugasnya.

Filsafat pendidikan sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum harus dimulai


dengan mengetahui hakikat tujuan pendidikan, karena seluruh manusia menginginkan menjadi
insan yang baik, sesuai dengan cita-cita dan nilai sosial yang tergabung dalam kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan adalah jalan untuk dapat menggapai impian tersebut karena
merupakan proses sosial yang bertujuan membentuk manusia yang baik. Adanya impian, dan
keinginan tersebut tergambarkan dari filsafat pendidikan yang mendasari sistem pendidikan yang
ada di masyarakat, sehingga keberadaan pendidikan menjadi suatu yang urgen, karena
mengandung keyakinan yang berupa cita-cita dan nilai-nilai kebaikan.
Adapun aliran-aliran filsafat pendidikan yang menjadi landasan pendidikan adalah sebagai
berikut. Rekontruksionisme, Jean Piaget digadang-gadang sebagai pelopor dari filsafat
Konstruktivisme yang megikuti alur filsafat John Dewey. Konstruktivisme yang dikembangkan
oleh Jean Piaget dikenal dengan nama kontruktivisme kognitif atau personal
constructivisme, yang meyakini bahwasannya belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahapan perkembangan kognitif siswa. Belajar dipandang sebagai kegiatan aktif untuk
membangun diri, peserta didik mencari sendiri materi yang dipelajari. Perenialime, adalah salah
satu dari beberapa aliran dari filsafat pendidikan yang lahir pada abad ke dua puluh, filsafat ini
berasal dari kata perennial yang berarti abadi, selalu, dan kekal. Perenialisme terlahir untuk
menjawab tantangan dari pendidikan progresivisme, dimana aliran progresivisme selalu
menekankan nilai-nilai yang baru, sedangkan aliran perennial berpegang pokok dengan nilai-
nilai yang umum, dan kokoh pada periode yang lalu. Ada beberapa tujuan filsafat pendidikam
yang saling berkaitan dengan seorang individu dan bagaiman Pendidikan itu bisa memberikan
manfaat.

3.2 Saran

Dalam makalah ini telah membahas mengenai Sejarah Nama Indonesia, yang
meliputi asal-usul nama Indonesia, nilai yang terkandung pada Sejarah Nama Indonesia (nilai
nasionalisme) dan manfaat dari mempelajari sejarah nasional. Dengan demikian, untuk dapat
mengetahui lebih jelas dan pasti maka perlu untuk mempelajarinya terlebih khusus pada materi
di makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

12
Amka, Filsafat Pendidikan, (Sidoarjo: Nizamia Learnig Center, 2019)

Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Cetakan Ketujuh, (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2017), hlml: 60

Muhammad Kristiawan, Filsafat Pendidikan: The Choice is yours, Cetakan Pertama,


(Yogyakarta: Valia Pustaka, 2016), hlm: 230-231
Wara Suprihatin, Filosofi Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum, Hal: 54.
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Hal: 63
Ali Mubin, Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme, Jurnal Rausyan Fikr, Vol 15, No 1, Maret
209, hlm: 29.
Junaidin dan Komalasari, Kontribusi Esensialisme dalam Implementasi Kurikulum 2013, Jurnal
Manajemen dan Supervisi Pendidikan, Volume 3, 2019, hlm: 143.
Jam'ah Abidin, Pengembangan Pendidikan dalam Filsafat Eksistensialisme, Jurnal Al-Fikra, Vol
12, No 2, 2013, hlm: 103.
Septiwiharti, Postmodernisme dan Pendidikan di Indonesia (sebuah Refleksi Filosofis), Jurnal
Inspirasi, No 10, 2010, hlm: 135

13

Anda mungkin juga menyukai