Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KRITISISME ( FILSAFAT BERBASIS KRITIK)

Dosen Pengampu :

Dr. Jamhir. M.Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 11

Nisa Putri Syahrani (220102124)

Kurniawati (220104099)

Afdhalul Mubarraq (220106121)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

FAKULTAS SYARIAH DAN


HUKUM PRODI HUKUM
PIDANA ISLAM 2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah “ Filsafat Umum” yang berjudul “ Kritisisme
( Filsafat Berbasis Kritik) ini selesai tepat pada waktunya. Shalawat besertakan
salam semoga terlimpahkan kepada, junjungan dan teladan kita Nabi Muhammad
SAW. Tak lupa ucapan terimakasih kepada Dosen pengampu yaitu Bapak Dr.
Jamhir. M. Ag. Yang telah memberi arahan juga bimbingan kepada kami.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
yang di berikan kepada kami dalam rangka mempelajari lebih jelasnya Kritisisme
dalam berbasis Filsafat, serta dapat menambah wawasan terutama untuk penulis
sendiri dana juga bagi pembaca.

Oleh karena itu, Kami berharap dengan membaca makalah ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua. Kami mennyadari, makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya, kritik dan saran yang membangun
akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 9 Mei 2023

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................5
A. Pengertian Kritisisme.................................................................................................5
B. Biografi Pelopor.........................................................................................................5
C. Pemikiran Immanuel Kant..........................................................................................7
D. Karya-Karya Immanuel Kant......................................................................................9
BAB III........................................................................................................................14
KESIMPULAN.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia melihat kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, fisika, biologi,
filsafat dsb) telah mencapai hasil yang mnegembirakan. Disisi lain, jalannya
filsafat justru tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat
berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Issac Newton memberikan
dasar-dasar berfikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada pada
gejala-gejala dan mengembalikan pada dasar-dasar yang sifatnya umum yang
mana dibutuhkan analisis. Gerakan ini dimualai di Inggris, kemudian ke Prancis,
dan selanjutnya menyebar keseluruh daratan Eropa terutama Jerman. Di Jerman
pertentangan antara kaum rasionalisme dan empiris semakin berlanjut. Masing-
masing memperebutkan masalah otonomi. Kemudian timbul masalah diantara
keduanya. Siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber pengetahuan?
Apakah pengetahuan yang benar itu melalui rasio atau justru empiri?.
Pendirian aliran rasionalisme dan empirisme memang sangat bertolak
belakang. Rasionalisme berpendirian bahwa akal merupakan sumber pengenalan
atau pengetahuan, sedangkan empirisme berpendirian sebaliknya bahwa
pengalamanlah yang menjadi sumber tesebut. Immanuel Kant (1724-1804 M)
berusaha mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan filsafatnya yang
dinamakan Kritisisme (aliran yang kritis). Untuk itulah, ia menulis tiga bukunya
berjudul: Kritis der Reinen Vernunft (Kritik atas rasio murni), Kritik der
Urteilskraft ( kritik daya pertimbangan).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari kritisime?
2. Bagaimanakah pemikiran Immanuel Kant?

4
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian dari kritisisme
2. Untuk menjelaskan pemikiran Immanuel kant

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kritisisme
Kritisisme berasal dari kata kritika yang merupakan kata kerja dari krinein
yang artinya memeriksa dengan teliti menguji, dan membedakan. Adapun
pengertian lebih lengkap mengenai kritisisme ialah suatu pengetahuan yang
memeriksa dengan teliti, apakah suatu pengetahuan yang di dapat sesuai dengan
realita kehidupan atau tidak. Selain itu, kritisisme juga dapat diartikan sebagai
pembelajaran yang menyelidiki batasan-batasan kemampuan rasio sebagai sumber
pengetahuan manusia.
Sebagai sebuah hasil pemikiran, tentunya kritisisme memiliki ciri-ciri
khusus yang membedakannya dengan hasil pemikiran yang lain diantaranya ialah
menganggap bahwa objek pengenalan berpusat pada subjek, Menegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia dalam mengetahui realita atau hakikat
sesuatu karena sebenarnya rasio hanya mampu menjangkau gejala atau
fenomenanya saja, kemudian menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas segala
sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang
berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur apesteriori
yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

B. Biografi Pelopor
Kritisisme Pelopor filsafat kritisisme ialah Immanuel Kant. Ia adalah
seorang filosof besar yang muncul dalam pentas pemikiran filosofis zaman
Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke 18. Ia lahir di Konigsberg, sebuah
kota kecil di Prusia Timur pada tanggal 22 April 1724.1 Immanuel Kant lahir

1
Zubaedi., dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala
Thomas Khun, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), cet.II, hlm.67
5
sebagai anak ke empat dari suatu keluarga miskin. Ia seorang anak yang cerdas.
Karena bantuan sanak saudaranyalah ia berhasil menyelesaikan studinya di
Universitas Konigsberg. Selama studi di sana ia mempelajari hampir semua mata
kuliah yang ada. Kant memulai pendidikan formalnya di Collegium
Fridericianum, sekolah yang berlandaskan semangat peitisme. Pada tahun 1740,
Kant belajar di Universitas di kotanya dan karena alasan keuangan ia kuliah
sambil bekerja sebagai guru privat dari beberapa keluarga kaya di Konigsberg.
Perjalanan hidup Immanuel Kant dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu
tahap pra-kritis dan tahap kritis. Pembatas dari ke dua tahap ini ialah ketika Kant
menjadi guru besar di Universitas Konigsbergen kira-kira tahun 1770.
Sebelumnya Kant dipengaruhi oleh filsafat Rasionalisme, kemudian ia
dipengaruhi oleh Empirisme. Immanuel Kant (1724-1804) memiliki pengaruh
sangat luas bagi dunia intelektual. Pengaruh pemikirannya merambah dari wacana
metafisika hingga etika politik dan dari estetika hingga teologi. Lebih dari itu,
dalam wacana etika ia juga mengembangkan model filsafat moral baru yang
secara mendalam mempengaruhi epistemologi selanjutnya. Telah atas pemikiran
Kant merupakan kajian yang cukup rumit, sedikitnya karena dua alasan.
Pertama, Kant membongkar seluruh filsafat sebelumnya dan
membangunnya secara baru. Filsafatnya itu oleh Kant sendiri disebut Kritisisme
untuk melawankannya dengan Dogmatisme. Dalam karyanya berjudul Kritik der
reinen Vernunft (Kritik Akal Budi Murni, 1781/1787) Kant menanggapi,
mengatasi, dan membuat sintesa antara dua arus besar pemikiran modern, yakni
Empirisme dan Rasionalisme. Revolusi filsafat Kant ini seringkali
diperbandingkan dengan revolusi pandangan dunia Kopernikus, yang
mematahkan pandangan bahwa bumi adalah datar.2
Kedua, sumbangan Kant bagi Etika. Dalam Metaphysik der Sitten
(Metafisika Kesusilaan, 1797), Kant membuat distingsi antara legalitas dan
moralitas, serta membedakan antara sikap moral yang berdasar pada suara hati
(disebutnya otonomi) dan sikap moral yang asal taat pada peraturan atau pada
sesuatu yang berasal dan luar pribadi (disebutnya heteronomi).

2
http://ozziexdanuarta.blogspot.com/2009/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html./ 2014/12/10
6
Pada 1775 Kant memperoleh gelar doktor dengan disertasi berjudul
“Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api” (Meditationum
quarunsdum de igne succinta delineatio). Sejak itu ia mengajar di Univensitas
Konigsberg untuk banyak mata kuliah, di antaranya metafisika, geografi, fisika
dan matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak dan mineralogi. Kant dijuluki
sebagai “der schone magister” (sang guru yang cakap) karena cara mengajarnya
yang hidup bak seorang orator.3
Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika
dengan disertasi Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia Inderawi dan Budiah
(De mundi sensibilis atgue intelligibilis forma et principiis). Kant meninggal 12
Februari 1804 di Konigsberg pada usianya yang kedelapan puluh tahun. Karyanya
tentang Etika mencakup sebagai berikut: Grundlegung zur Metaphysik der Sitten
(Pendasaran Metafisika Kesusilaan, 1775), Kritik der praktischen Vernunft (Kritik
Akal Budi Praktis, 1778), dan Die Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan,
1797).4

C. Pemikiran Immanuel Kant


Immanuel Kant adalah filsuf yang hidup pada puncak perkembangan
“Pencerahan” , yaitu suatu masa dimana corak pemikiran yang menekankan
kedalaman unsur rasionalitas berkembang dengan pesatnya. Pada masa itu lahir
berbagai temuan dan paradigma baru dibidang ilmu, dan terutama paradigma ilmu
fisika alam. Heliosentris temuan Nicolaus Copernicus (1473 – 1543) di bidang
ilmu astronomi yang membutuhkan paradigma geosentris, mengharuskan manusia
mereinterpretasikan pandangan duniannya, tidak hanya pandangan dunia ilmu
tetapi juga keagamaan.
Selanjutnya ciri kedua adalah apa yang dikenal dengan deisme, yaitu
suatu paham yang kemudian melahirkan apa yang disebut Natural Religion
(agama alam) atau agama akal. Deisme adalah suatu ajaran yang mengakui
adanya yang menciptakan alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan,
Tuhan menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Sebab Ia telah memasukkan
3
http://ozziexdanuarta.blogspot.com/2009/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html./ 2014/12/10
4
ibid
7
hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan
hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada
Tuhan dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya. Maksud paham ini
adalah menaklukkan wahyu ilahi beserta dengan kesaksian-kesaksiannya, yaitu
buku-buku Alkitab, mukjizat, dan lain-lain kepada kritik akal serta menjabarkan
agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari pada segala ajaran Gereja.
Singkatnya, yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran
adalah akal. Kant berusaha mencari prinsip-prinsip yang ada dalam tingkah laku
dan kecenderungan manusia. Inilah yang kemudian menjadi kekhasan pemikiran
filsafat Kant, dan terutama metafisikanya yang dianggap benar-benar berbeda
sama sekali dengan metafisika pra kant.
Metode – Metode Immanuel Kant.
Pada periode kritis, Kant menerima sebagai titik tolak bahwa ada
pengertian tertentu yang obyektif. Metodenya merupakan analisa kriteriologis
mengenai titik pangkal itu. Analisa itu dibedakan kedalam beberapa macam yaitu:
a. Analisa psikologis : yaitu penelitian proses atau jalan yang factual. Yang
didapat dari daya-daya dan potensi-potensi yang main peranan. Dengan
memperhatikan peningkatan taraf kegiatan, inferensi, asosiasi, proses belajar dan
sebagainya.
b. Analisa logis : dengan cara meneliti hubungan antara unsur-unsur isi
pengertiansatu sama lain.
c. Analisa ontologis : yaitu analisa yang meneliti realitas subyek dan realitas
objek menurut adanya dan hubungan keduanya yang riil (kausalitas).
d. Analisa kriteriologis : yaitu analisa yang hanya menyelidiki relasi formal
antara kegiatan subjek sejauh ia mengartikan dan menilai hal tertentu, dan objek
sejauh itu merupakan fenomin yang ditanggapi. Jadi obyek dan kegiatan subyek
hanya diambil dalam kebersamaan dan relasinya. Kemudian dicari syarat-syarat
manakah yang minimal harus dipenuhi pada pihak subyek.5

Tujuan Filsafat Immanuel Kant.

5
http://loe-kita.blogspot.com/2012/11/kritisisme-immanuel-kant_30.html
8
Setiap pemikiran yang dicetuskan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan,
tidak beda dengan Immanuel kant, yang dari filsafatnya ia bermaksud memugar
sifat objektifitas dunia ilmu pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana, maka orang
harus menghindarkan diri dari sifat sepihak dengan rasionalis dan sifat sepihak
dengan empirisme. Rasionalis mengira bahwa telah menemukan kunci bagi
pembukaan realitas pada diri subyeknya, lepas atau tanpa pengalaman
(empirisme). Sementara empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan dari
pengalaman saja, dan tanpa akal (rasio).ternyata bahwa empirisme, sekalipun juga
dimulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetapi melalui idealisme
subyektif bermuara pada suatu skeptisme yang radikal.
Melalui pemikiranya kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis
terhadap rasio murni. Menurut Hume, ada jurang lebar antara kebenaran-
kebenaran rasio murni dengan realitas dalam dirinya sendiri. Akan tetapi menurut
kant, syarat dasar ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak, serta
memberi pengetahuan yang baru.6

D. Karya-Karya Immanuel Kant


1. “Kritik der reinen Vernunft” (Kritik atas Rasio Murni) tahun 1781
Dalam kritik ini, Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah
bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu
membedakan adanya tiga macam putusan.
a. putusan analitis a priori; di mana predikat tidak menambah sesuatu yang baru
pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda
menempati ruang).
b. putusan sintesis aposteriori; misalnya pernyataan "meja itu bagus" , di sini
predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi.
c. putusan sintesis a priori; di sini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang
kendati bersifat sintetis, namun bersifat a priori juga. Misalnya, putusan yang
berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya". Putusan ini berlaku umum dan
mutlak (jadi a priori), namun putusan ini juga bersifat sintetis dan aposteriori,
6
http://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisi
sme-immanuel-kant/2014/12/10
9
Sebab di dalam pengertian "kejadian" belum dengan sendirinya tersirat pengertian
"sebab". Maka di sini baik akal ataupun pengalaman indrawi dibutuhkan serentak.
Ilmu pasti, mekanika dan ilmu pengetahuan alam disusun atas putusan sintetis
yang bersifat a priori ini. Menurut Kant, putusan jenis ketiga inilah syarat dasar
bagi apa yang disebut pengetahuan (ilmiah) dipenuhi, yakni bersifat umum dan
mutlak serta memberi pengetahuan baru.7
2. “Kritik der Praktischen Vernunft ” (Kritik atas Rasio Praktis) tahun 1788.
Dalam kritik atas rasio praktis, Kant berusaha menemukan bagaimana
pengetahuan moral itu terjadi. Pengetahuan moral , misalnya dalam putusan
“orang harus jujur” , tidak menyangkut kenyataan yang ada (das Sein), melainkan
kenyataan yang seharusnya ada (das Sollen). Kritik atas rasio praktis ini
melahirkan etika. Maxime (aturan pokok) adalah pedoman subyektif bagi
perbuatan orang perseorangan (individu), sedangkan imperative (perintah)
merupakan azas kesadaran obyektif yang mendorong kehendak untuk melakukan
perbuatan. Imperatif berlaku umum meskipun ia dapat berlaku dengan bersyarat
(hypothetical) atau dapat juga tanpa syarat (categorical). Imperatif kategorik tidak
mempunyai isi tertentu apapun, ia merupakan kelayakan formal (solen). Menurut
kant, perbuatan susila adalah perbuatan yang bersumber paa kewajiban dengan
penuh keinsyafan. Keinsyafan terhadap kewajiban merupakan sikap hormat
(achtung). Sikap inilah penggerak sesungguhnya perbuatan manusia.
Sebenarnya Kant ingin menunjukkan bahwa kenyataan adanya kesadaran
susila mengandung adanya pra-anggapan dasar. Pra-anggapan dasar ini oleh Kant
disebut “postulat rasio praktis” , yaitu kebebasan kehendak, immortalitas jiwa dan
adanya Tuhan. Pemikiran etika ini, menjadikan Kant dikenal sebagai pelopor
lahirnya “argumen moral” tentang adanya Tuhan. Sebenarnya, Tuhan
dimaksudkan sebagai postulat. Sama dengan pada rasio murni, dengan Tuhan,
rasio praktis bekerja melahirkan perbuatan susila.
3. “Kritik der Urteilskraft” (Kritik atas Daya Pertimbangan) tahun 1790
Kritik atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah pendahuluan. Kant
mengemukakan delapan pokok persoalan di antaranya adalah bagaimana cara ia
7
http://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-kritisi
sme-immanuel-kant/2014/12/10
10
berusaha merukunkan dua karya kritik sebelumnya di dalam satu kesatuan yang
menyeluruh. Bagian pertama dari karya itu berjudul “Kritik atas daya penilaian
estetis” dan terbagi menjadi dua bagian yang terkait dengan penilaian estetis yaitu
analisa daya penilaian estetis dan dialektika daya penilaian estetis. Analisa
putusan estetis dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu analisa tentang cantik
(beautiful) dan analisa tentang agung (sublime). Kritik atas daya pertimbangan,
dimaksudkan oleh Kant adalah mengerti persesuaian kedua kawasan itu. Hal itu
terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan). Finalitas bisa bersifat
subjektif dan objektif. Kalau finalitas bersifat subjektif, manusia mengarahkan
objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi dalam pengalaman estetis
(kesenian). Dengan finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu
sama lain dari benda-benda alam.8
Epistemologi: Kritisisme Immanuel Kant
1. Sintesa Rasionalisme dan Empirisme Epistemologi Immanuel Kant tidak
pernah dapat dilepaskan dari keberadaan dua aliran besar tentang pengetahuan
yaitu rasionalisme dan empirisme. Aliran rasionalisme yang bertolak dari akal
(rasio). Para filsuf aliran ini berpendapat bahwa wujud hakiki adalah wujud yang
dirasionalkan. Kemudian, mereka juga mengatakan bahwa sumber pengetahuan
yang meyakinkan adalah akal.
Aliran rasionalisme menegaskan bahwa pengetahuan hanya akan
ditemukan dengan menggunakan akal. Artinya, pada kaum rasionalisme,
kebenaran terletak di akal. Rasionalisme memiliki asumsi bahwa pengetahuan
yang pasti secara mutlak tidak akan pernah dicapai melalui pengalaman indrawi
melainkan harus dicari dalam alam pikiran. Rene Descartes sebagai tokoh sentral
dalam rasionalisme menyebutkan bahwa persepsi indrawi merupakan suatu
penampakan yang pucat dan tidak lengkap dari kenyataan. Objektivitas dari hal
yang ditangkap melalui indra sangat kabur. Bahkan Descartes mengibaratkan hal
tersebut dengan mimpi yang terpotong dari kenyataan yang lepas. Hal ini
dikarenakan menurut kalangan rasionalis kesadaran manusia akan yang lain
merupakan hasil kerja pikiran . Descartes memproklamirkan bahwa hanya akal
8
http://afdholhanaf.blogspot.in/2011/03/makalah-kritisisme-immanuel-kant. html?
m=1./2014/12/10
11
atau rasio sajalah yang dapat menjadi satu-satunya dasar yang dapat dipercaya,
bukan iman ataupun wahyu sebagaimana yang selalu dipegangi oleh abad
pertengahan .
Selanjutnya, sebagai reaksi terhadap rasionalisme, maka muncullah
empirisme yang sangat berbanding terbalik dengan aliran rasionalisme. Secara
umum para filsuf empiris mencoba menemukan basis pengetahuan pada
pengalaman indrawi. Kesan- kesan indrawilah yang melukiskan isi pikiran. Dari
lukisan itu kemudian budi bekerja membangun pemahaman. Pemahaman tentang
keniscayaan itu muncul karena kebiasaan yang dikembangkan oleh manusia
sendiri, bahwa ketika peristiwa A terjadi, maka pasti akan terjadi peristiwa B.
Sehingga ketika suatu peristiwa B terjadi, maka umumnya seseorang akan
menghubungkannya dengan adanya peristiwa A yang mendahuluinya. Hal
semacam ini menurut Hume hanyalah keniscayaan subjektif pada diri individu
tersebut, dan bukan sebagai kenyataan objektif dari bendanya. Kedua aliran di atas
berbeda dalam titik tumpu pijakan. Sehingga kedua aliran ini sangat bertentangan
antara satu dengan yang lainnya. Kemudian, datanglah kritisisme yang diusung
oleh Immanuel Kant yang menggabungkan kedua aliran itu dan menggariskan
satu filsafat yang menengahi akal dan pengalaman indrawi. Filsafat ini tidak
murni rasional dan tidak murni pula empiri, namun menggabungkan antara unsur-
unsur dari kedua aliran. Dari usaha Immanuel Kant untuk memadukan pendapat
antara rasionalisme dan empirisme, sehingga pikirannya merupakan suatu sintesa
yang sekaligus sebagai titik akhir dari pada rasionalisme dan empirisme
(Nurnaningsih 2017). Filsafat kritis yang ditampilkannya bertujuan untuk
menjembatani pertentangan antara kaum rasionalisme dengan kaum empirisme.
Menurut Immanuel Kant, baik rasionalisme atau empirisme belum berhasil
membimbing manusia untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum
dan terbukti jelas.
Immanuel Kant mengatakan bahwa pengetahuan yang dihasilkan oleh
kaum rasionalisme tercermin dalam putusan yang bersifat analitik-apriori
(mendahului pengalaman), yaitu suatu bentuk putusan di mana predikat sudah
termasuk dengan sendirinya ke dalam subjek. Ciri putusan ini adalah

12
mengkonstruksi sebuah sistem pengetahuan yang dilengkapi dengan dimensi
universalitas atau keniscayaan. Hanya saja, jenis pengetahuan ini bersifat
tautologis, hanya pengulangan dan kurang andal, karena tidak menyajikan sesuatu
yang baru (Muthmainnah 2018). Pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum
empirisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat sintetik-aposteriori (setelah
pengalaman), yaitu suatu bentuk putusan di mana predikat belum termasuk ke
dalam subjek. Kebenaran sintetik adalah kebenaran bersyarat, tergantung pada
bagaimana dunia sebagaimana adanya. Keunggulan dari putusan ini adalah
mampu memberikan pengetahuan baru. Namun kelemahannya, predikat tidak
lebih dari fakta pengalaman, sehingga model putusan yang semacam ini akan
kehilangan aspek universalitasnya.

BAB III

KESIMPULAN

Filsafat Kritisisme adalah penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya


yaitu Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Empirisme yang
dipelopori oleh David Hume. Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah
memadukan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga
tentang kebenaran substansial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas
bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak
membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan tolak ukur yang
paling utama, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidak-real”
, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran. Adapun ciri-ciri dari
kritisisme Immanuel Kant yaitu menganggap bahwa objek pengenalan itu
berpusat pada subjek, bukan pada objek, menegaskan keterbatasan rasio manusia
untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, dan rasio hanyalah mampu
menjangkau gejala atau fenomena suatu keadaan saja.9

9
http://satuhati-satukisah.blogspot.in/2013/05/filsafat-rasionalisme-empiri sme-dan.html?
m=1/2014/12/1

13
DAFTAR PUSTAKA

Zubaedi., dkk. 2010. Filsafat Barat: Dari Logika Rene Descartes hingga
Revolusi Sains ala Thomas Khun. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
http://satuhati-satukisah.blogspot.in/2013/05/filsafat-rasionalisme-empiri
sme-dan.html?m=1
http://ozziexdanuarta.blogspot.com/2009/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html
http://afdholhanaf.blogspot.in/2011/03/makalah-kritisisme-immanuel-kant. html?
m=1

14
http://hudanuralawiyah.wordpress.com/2012/01/02/makalah-filsafat-
kritisi sme-immanuel-kant/2014/12/10
http://loe-kita.blogspot.com/2012/11/kritisisme-immanuel-kant_30.html

15

Anda mungkin juga menyukai