Anda di halaman 1dari 10

NAMA : DEDY RIZALDY

NPM : 2325021003

TUGAS FILSAFAT ILMU TENTANG TOKOH FILSAFAT DUNIA


(IMMANUEL KANT) DENGAN POKOK FIKIRANNYA

A. Biografi Immanuel Kant

Immanuel Kant adalah seorang filosof besar yang muncul dalam pentas
pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke-18. Ia lahir
pada tanggal 22 April 1724, di Konigsberg sebuah kota kecil di Prusia Timur saat itu,
dan kini disebut Kaliningrad di eksklave Oblast Kalingrad, Rusia. Kant anak yang ke
empat dari sembilan saudaranya. Ayahnya, yang bernama Johan Georg Kant (1682-
1746 M) adalah ahli membuat baju ziarah (baju besi), sedangkan ibunya bernama
Anna Regina Kant. Pada tahun 1730-1740 M, perdagangan di Konigsberg mengalami
kemerosotan ekonomi yang sangat tajam, dan keadaan ekonomi ini sangat
mempengaruhi kondisi perekonomian keluarga. Sepanjang hidupnya, Kant tidak
pernah bepergian lebih dari sepuluh mil dari Konigsberg. 1 Ibunya meninggal pada
saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur
hampir 22 tahun.2
Kant dibesarkan dalam rumah tangga Peits yang menekankan ketaatan agama,
kerendahan hati pribadi dan interpretasi literprestasi literal dari Alkitab. Pendidikan
dasarnya ditempuh Kant di Saint Geoge’s Hospital School, lalu dilanjutkan ke
Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietist.
Keluarga Kant memang penganut agama Pietist, yaitu agama di Jerman yang
mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. 3 Pada
tahun 1740, Kant menempuh pendidikan di University of Konigsberg dan
mempelajari tentang filosofi, matematika, dan ilmu alam. Pada tahun 1755-1770 M,
Kant bekerja sebagai guru privat sambil terus mempublikasikan beberapa naskah
ilmiah dengan berbagai macam topic. Gelar profesor didapat Kant di Konigsberg
pada tahun 1770 M. Kant terkenal karena filsafat idealis transendental, kondisi ideal
apiori terhadap intuisi internal. Ia juga membuat penemuan bidang astronomi yang
sangat penting, yaitu penemuan tentang sifat rotasi bumi, yang mengantarnya
memenangkan Berlin Academy Prize pada tahun 1754.4

Filsuf Jerman ini dikenal juga sebagai tokoh Kritisisme. Filsafat kritis yang
ditampilkannya bertujuan untuk menjembatani pertentangan antara kaum
Rasionalisme dengan kaum Empirisme. 5 Sifat obyektif, pasti, dan umum dari pada
ilmu pengetahuan tidak dapat dijelaskan oleh rasionalisme maupun empirisme. Maka
untuk membela kepastian ilmu, taat kesusilaan dan keAgamaan, Kant mengajukan
pertanyaaan kritis.6

2
Biografi Immanuel Kant, https://id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant#cite_note-satu-1, diakses
pada tanggal 6 Oktober 2016 pukul 21:48.
3
Ibid, Biografi Immanuel Kant, https://id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant#cite_note-satu-1,
diakses pada tanggal 6 Oktober 2016 pukul 21:48.
4
Ibid, Wahyu Iryana, 2014, Historiografi Barat, Bandung: Humaniora. Hlm. 146.
5
Rizal Mustansyi, 2001, Filsafat Analitik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 33.
6
Burhanuddin Salam, 2009, Pengantar Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara. Hlm 196.
B. Kritisisme

Filasafat yang di kenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di introdusir


oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-
batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu,
kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang
mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. 7

Kant mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan memugar
sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan dengan menghindarkan diri dari sifat
sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Gagasan ini muncul karena
pertanyaan mendasar dalam dirinya, yaitu Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang
harus saya lakukan? Dan Apa yang boleh saya harapkan?. 8

Filsafat Kant disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik


pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan
dalam filsafat, terutama sejak renaisans dan pencerahan. Kant kemudian menyatakan
bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha menganalisis syarat-syarat
serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang murni teoritis
dan praktis-etis dengan menggunakan rasio itu sendiri. Titik tolak analisis kant
bertolak dari analisis terhadap kegiatan akal-budi, lalu mencoba memahami
kemampuan serta batas-batas akal budi itu. Analisis itu bersifat kritis dan bukan
psikologi dengan mencari daya/potensi yang berperan dalam proses ilmiah.
Analisisnya lebih bersifat kritis logis yang meneliti hubungan antar unsur-unsur isi
pengertian satu sama lain. 9

Ciri-ciri Kritisime dapat dapat di simpulkan dalam tiga hal, yaitu sebagai berikut :

7
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, 2008, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta : Prenada Media. Hlm. 114.
8
Drs. A. Susanto, M.Pd, 2011, Filsafat Ilmu, Jakarta : Bumi Aksara. Hlm. 38.
9
Dr. Akhyar Yusuf dan Irawan, M. Hum, 2010, Filsafat Sosial, Tangerang Selatan : Universitas
Terbuka. Hlm. 5-6
1. Menganggap objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada
objek.

2. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui


realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya
atau fenomenanya saja.

3. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas


perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio
serta berupa ruang dan waktu dan peranan aposteriori yang berasal dari
pengalaman yang berupa materi.10

C. Latar Belakang Pemikiran Immanuel Kant


Immanuel Kant adalah filsuf yang hidup pada puncak perkembangan
“Pencerahan”, yaitu suatu masa di mana corak pemikiran yang menekankan
kedalaman unsur rasionalitas berkembang dengan pesatnya. Setelah hilang pada masa
abad pertengahan (di mana otoritas kebenaran, pada umumnya, ada pada gereja dan
para peter), unsur rasionalitas itu seakan ditemukan kembali pada masa Renaisance
(abad ke-15), dan kemudian mencapai puncaknya pada masa pencerahan (abad ke-18)
ini.
Sebagai filsuf yang hidup pada puncak perkembangan Pencerahan Jerman,
Kant sudah tentu terpengaruh suasana zamannya itu. Kant gelisah dengan kemajuan
yang dicapai manusia. Bagaimana manusia bisa menemukan hukum alam, apa hakikat
di balik hukum alam (metafisika) itu, benarkah itu Tuhan? Bagaimana manusia
mempercayai Tuhan? Inilah beberapa kegelisahan (akademik) nya. Sama seperti
Newton yang mencari prinsip-prinsip yang ada dalam alam organik, Kant berusaha
mencari prinsip-prinsip yang ada dalam tingkah laku dan kecenderungan manusia.
Inilah yang kemudian menjadi kekhasan pemikiran filsafat Kant, dan terutama

10
Drs. A. Susanto, M.Pd, 2011, Filsafat Ilmu, Jakarta : Bumi Aksara. Hlm. 39.
metafisikanya yang dianggap benar-benar berbeda sama sekali dengan metafisika pra
Kant (sebelum Kant).11
Kant terdorong untuk menggagas medote filosofi baru itu karena alasan yang
sama dengan alasan Descartes: ia bertanya dalam hati mengapa ilmu-ilmu lain maju
pesat, tetapi metafisika tidak demikian. Sekalipun begitu, jawabannya atas pertanyaan
ini bukan hanya mengabaikan masalah benak-badan seluruhnya, melainkan juga
kontribusi utama Descartes lainnya: yakni keyakinannya akan obyektivitas mutlak
dunia eksternal.
Kant menamai sendiri cara berfilsafatnya: metode “Kritis”. Judul tida buku
utamanya, yang di dalamnya ia kembangkan sistemnya, masing-masing dimulai
dengan kata “Kritik”. Setiap buku itu menggunakan “sudut pandang” yang berlainan;
masing-masing menghadapi semua pertanyaan masing-masing dengan ujung pandang
khusus. Kritik pertamanya, (CPR), mengambil sudut pandang teoretis. Ini berarti
jawaban-jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan ini berkenaan dengan
pengetahuan kita. Dua kritik lainnya, kadang-kadang menjawab pertanyaan yang
sama dengan cara berbeda, karena mengambil sudut pandang berbeda.
Kant berusaha menawarkan persektif baru dan berusaha mengadakan
penyelesaian terhadap pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan kritisisme. 12
Secara harfiah kata kritik berarti pemisahan. Filsafat Kant bermaksud membeda-
bedakan antara pengenalan yang murni dan tidak murni, yang tiada kepastiannya.
Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu
menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasannya.

D. Pokok-pokok Pemikiran Immanuel Kant


Seperti disampaikan di atas, bahwa sebelum Kant memang muncul perdebatan
soal “objektivitas pengetahuan” yaitu oleh pemikiran rasionalisme di Jerman
sebagaimana dikembangkan Leibniz-Wolf dengan empirisme Inggris yang kemudian

11
Mohammad Muslih, 2010, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, Cetakan keenam. Hlm. 72.
12
Ali Maksum, 2011, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm. 361.
bermuara pada pemikiran Hume. Filsafat Kant berusaha mengatasi dua aliran tersebut
dengan menunjukkan unsur-unsur mana dalam pikiran manusia yang berasal dari
pengalaman dan unsur-unsur mana yang terdapat dalam akal. Kant menyebut
perdebatan itu dengan antinomy, seakan kedua belah pihak merasa benar sendiri,
sehingga tidak sempat memberi peluang untuk munculnya alternative ketiga yang
barangkali lebih menyejukkan dan konstruktif.
Mendapatkan inspirasi dari “Copernican Revolution”, Kant merubah wajah
filsafat secara radikal, di mana ia memberikan tempat sentral pada manusia sebagai
subjek berpikir. Maka dalam filsafatnya, Kant tidak mulai dengan penyelidikan atas
benda-benda sebagai objek, melainkan menyelidiki struktur-struktur subjek yang
memungkinkan mengetahui benda-benda sebagai objek. Lahirnya pengetahuan
karena manusia dengan akalnya aktif mengkonstruksi gejala-gejala yang dapat ia
tangkap. Kant mengatakan: Akal tidak boleh bertindak seperti seorang mahasiswa
yang cuma puas dengan mendengarkan keterangan-keterangan yang telah dipilihkan
oleh dosennya, tapi hendaknya ia bertindak seperti hakim yang bertugas menyelidiki
perkara dan memaksa para saksi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia
sendiri telah rumuskan dan persiapkan sebelumnya.
Upaya Kant ini dikenal dengan kritisisme atau filsafat kritis, suatu nama yang
diberikannya sendiri. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan
terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Langkah Kant ini
dimulai dengan kritik atas rasio murni, lalu kritik atas rasio praktis, dan terakhir atas
daya pertimbangan.
Adapun kritisisme dibagi menjadi tiga, antara lain sebagai berikut:
1. Kritik atas Rasio Murni
Pada taraf indra, ia berpendapat bahwa dalam pengetahuan indrawi
selalu ada dua bentuk apriori yaitu ruang dan waktu. Pada taraf akal budi, Kant
membedakan akal budi dengan rasio. Tugas akal budi ialah memikirkan suatu
hal atau data-data yang ditangkap oleh indrawi. Pengenalan akal budi juga
merupakan sintesis antara bentuk dengan materi. Materi adalah data-data
indrawi dan bentuk adalah apriori, bentuk apriori ini dinamakan Kant sebagai
kategori. Pada taraf rasio, kant menyatakan bahwa tugas rasio adalah menarik
kesimpulan dari keputusan-keputusan. Dengan kata lain, rasio mengadakan
argumentasi-argumentasi. Kant memperlihatkan bahwa rasio membentuk
argumentasi itu dengan dipimpin oleh tiga ide, yaitu Allah, jiwa dan dunia.
Apa yang dimaksud ide menurut Kant ialah suatu cita-cita yang menjamin
kesatuan terakhir dalam gejala psikis (jiwa), gejala jasmani (dunia) dan gejala
yang ada (Allah).
Akal murni adalah akal yang bekerja secara logis. Menurut Kant,
pengetahuan yang mutlak benarnya memang tidak akan ada bila seluruh
pengetahuan datang melalui indra.
Menurut Kant, jiwa kita merupakan organ yang aktif, dimaksudkan
sebagai jiwa yang inheren, secara aktif mengkoordinasi sensasi-sensasi yang
masuk dengan idea-idea kita. Karena dikoordinasi itulah maka pengalaman
yang masuk, yang tadinya kacau, menjadi tersusun teratur.
Apa makna kata sensasi dan persepsi menurut Kant? Sensasi ialah
pengindraan, sensasi itu hanyalah suatu keadaan jiwa menanggapi rangsangan
(stimulus). Sensasai itu masuk melalui alat indra, melalui indra itu lalu masuk
ke otak, lalu objek itu diperhatikan,kemudian disadari. Akan tetapi, bagaimana
caranya? Ternyata, sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran
tertentu. Saluran itu adalah hukum-hukum . Karena hukum-hukum itulah maka
tidak semua stimulus yang menerpa alat indra dapat masuk ke otak.
Penangkapan itu diatur oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Contohnya, Jam
berdetak, Anda tidak mendengarnya, akan tetapi, detak yang sama bahkan
lebih rendah, akan didengar bila kita bertujuan ingin mendengarkannya.
Kemudian Jiwa (mind) yang memberi arti terhadap stimulus itu
mengadakan seleksi dengan menggunakan dua cara yang amat sederhana,
Menurut Kant, Pesan-pesan (dari Stimulus) disusun sesuai dengan ruang
(tempat) datangnya sensasi, dan waktu terjadinya itu. Mind itulah yang
mengerjakan sesuatu itu, yang menempatkan sensasi dalam ruang dan waktu,
menyifatinya dengan ini atau itu. Ruang dan waktu bukanlah sesuatu yang
dipahami, ruang dan waktu itu adalah alat persepsi. Oleh karena itu ruang dan
waktu itu apriori. 13
Menurut Kant, pengetahuan yang dihasilkan aliran rasionalisme
tercermin dalam putusan yang bersifat analitik-Apriori. Putusan ini memang
mengandung suatu kepastian dan berlaku umum. Sedangkan pengetahuan yang
dihasilkan aliran empirisme tercermin dalam putusan Sintetik-Aposteriori.
Yang sifatnya tidak tetap. Kant memadukan keduanya dalam suatu bentuk
putusan yang Sintetik-Apriori. Di dalam putusan ini, akal budi dan
pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Cara kita untuk mendapatkan
putusan Sintetik-Apriori, menurut Kant, syarat rasio untuk dapat mencapai
tahap rasionalitasnya yakni melewati tiga tahap. yaitu :
a) Tahap Indrawi, disini peranan subjek lebih menonjol, tapi harus ada
bentuk rasio murni yaitu ruang dan waktu yang dapat diterapkan pada
pengalaman. Hasil pencerapan indrawi inderawi yang dikaitkan dengan
bentuk ruang dan waktu ini merupakan fenomena konkret. Namun
pengetahuan yang diperoleh dalam bidang inderawi ini selalu berubah-
ubah tergantung pada subjek yang mengalami, dan situasi yang
melingkupinya.
b) Akal Budi: apa yang telah diperoleh melalui bidang inderawi tersebut
untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat objektif-universal
haruslah dituangkan ke dalam bidang akal.
c) Tahap Rasional ; pengetahuan yang telah diperoleh dalam bidang akal
itu baru dapat dikatakan sebagai putusan Sintetik-Apriori, setelah
dikaitkan dengan tiga macam ide, yaitu Allah (ide teologis) Jiwa (ide
psikologis) dan dunia (ide kosmologis). Namun ketiga macam ide itu
sendiri tidak mungkin dapat dicapai oleh akal pikiran manusia. Ketiga

13
Arif Budiman, Peta Pemikiaran Immanuel Kant, http://www.kompasiana.com/aripbudiman/peta-
pemikiran-immanuel-kant_5500e3a98133115318fa7e87, diakses pada tanggal 6 Oktober pukul 22:35.
ide ini hanya merupakan petunjuk untuk menciptakan kesatuan
pengetahuan.14
2. Kritik atas Rasio Praktis
Apabila kritik atas rasio murni memberikan penjelasan tentang syarat-
syarat umum dan mutlak bagi pengetahuan manusia, maka dalam “kritik atas
rasio praktis” yang dipersoalkan adalah syarat-syarat umum dan mutlak bagi
perbuatan susila. Kant coba memperlihatkan bahwa syarat-syarat umum yang
berupa bentuk (form) perbuatan dalam kesadaran itu tampil dalam perintah
(imperative). “Kesadaran” demikian ini disebut dengan “otonomi rasio
praktis” (yang dilawankan dengan heteronomi). Perintah tersebut dapat tampil
dalam kesadaran dengan dua cara, subyektif dan obyektif. Maxime (aturan
pokok) adalah pedoman subyektif bagi perbuatan orang perseorang (individu),
sedangkan imperative (perintah) merupakan azas kesadaran obyektif yang
mendorong kehendak untuk melakukan perbuatan. Imperatif berlaku umum
dan niscaya, meskipun ia dapat berlaku dengan bersyarat (hypothetical) atau
dapat juga tanpa syarat (categorical). Imperative kategorik tidak mempunyai
isi tertentu apapun, ia merupakan kelayakan formal (sollen). Menurut Kant,
perbuatan susila adalah perbuatan yang bersumber pada kewajiban dengan
penuh keinsyafan. Keinsyafan terhadap kewajiban merupakan sikap hormat
(achtung). Sikap inilah penggerak sesungguhnya perbuatan manusia.
Kant, pada akhirnya ingin menunjukkan bahwa kenyataan adanya
kesadaran susila mengandung adanya praanggapa dasar. Praanggapan dasar ini
oleh Kant disebut “postulat rasio praktis”, yaitu kebebasan kehendak,
immortalitas jiwa dan adanya Tuhan. Hukum susila merupakan tatanan
kebebasan, karena hanya dengan mengikuti hukum susila orang menghormati
otonomi kepribadian manusia. Kebakaan jiwa merupakan pahala yang niscaya
diperoleh bagi perbuatan susila, karena dengan keabadian jiwa bertemulah
‘kewajiban’ dengan kebahagiaan, yang dalam kehidupan di dunia bisa saling
bertentangan. Pada gilirannya, keabadian jiwa dapat memperoleh jaminan

14
Ibid, Rizal Mustansyi, 2001, Filsafat Analitik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 34-35.
hanya dengan adanya satu pribadi, yaitu Tuhan, namun, sekali lagi, harus
dipahamai bahwa postulat itu tidak mempunyai pengetahuan teoritis.
Menerima ketiga postulat tersebut Kant menyebutnya kepercayaan (“Glube”).
Pemikiran etika ini, menjadikan Kant dikenal sebagai pelopor lahirnya
apa yang disebut dengan “argument moral” tentang adanya Tuhan, sebenarnya,
Tuhan dimaksudkan sebagai postulat. Sama dengan pada rasio murni, dengan
Tuhan, rasio praktis ‘bekerja’ melahirkan perbuatan susila. 15
3. Kritik atas daya pertimbangan
Dimaksudkan oleh Kant, adalah mengerti persesuaian kedua kawasan
itu. Hal itu terjadi dengan mengunakan konsep finalitas atau tujuan. Finalitas
bisa bersifat subjektik atau obyektif. Kalau finalitas bersifat subjektif, manusia
mengarahkan objek pada diri manusuia sendiri inilah yang terjadi dalam
pengalan estestis (kesenian). Dengan finalitas yang bersifat objektif di
maksudakan adalah keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam. 16
Finalitas dalam alam itu diselidiki dalam bagian kedua, yaitu Der
Theologischen Unteilskraft. Adapun Inti dari Critique of Judgment (Kritik
atas pertimbangan) adalah sebagai berikut:
a. Kritik atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan
pemahaman.
b. Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek
dari pemahaman.
c. Pertimbangan yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik
d. Estetika adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala
yang ada pada dasar subjektif.
e. Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan:
1) Subjektif (menciptakan kesenangan dan keselarasan), dan
2) Objektif (menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari
pengalaman).

15
Ibid, Mohammad Muslih, 2010, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, Cetakan keenam. Hlm. 78.
16
Ibid, Mohammad Muslih, 2010, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, Cetakan keenam. Hlm. 61-65.

Anda mungkin juga menyukai