Anda di halaman 1dari 52

PROLOG

Puji Syukur kami panjatkan


kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga kami
(kelompok 6) dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kritisisme
Immanuel Kant''.
Makalah ini membahas tentang
bagaimana latar belakang
munculnya pemikiran kritisisme.
Kritisisme ini bisa dikatakan aliran
yang memadukan atau
mendamaikan rasionalisme dan
empirisme.

Makalah ini dibuat guna memenuhi


tugas terstruktur yang diberikan
Panitia opak55, kepada kami
Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah, INSTITUT
AGAMA ISLAM TRIBAKTI KEDIRI

Kami menyadari bahwa


penyusunan
makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, saran dan
kritik yang membangun perbaikan
makalah ini sangat kami harapkan
dari kakak-kakak senior, guna
memperbaiki dan meningkatkan
pembuatan makalah atau tugas
yang lainnya pada waktu
mendatang.

Kiranya yang Maha Kuasa tetap


menyertai kita sekalian, dengan
harapan pula agar karya ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Kediri 25 agustus 2021

1.
DAFTAR ISI
PROLOG..........................................
.............1

DAFTAR
ISI..................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar
Belakang.....................................3

1.2 Rumusan
masalah...............................4

1.3 Tujuan
Masalah....................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1
Kritisisme..........................................
....5

2.2 Riwayat Hidup Immanuel


Kant.............6

2.3 Tujuan Filsafat Immanuel


Kant..................................................
............7

2.4 Macam-macam Kritik menurut


Immanuel
Kant..................................................
.............8

BAB III PENUTUP

3.1
Kesimpulan.......................................
..13

DAFTAR
PUSTAKA.........................................
..........14

2.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Di Jerman pertentangan antara


kaum
rasionalis dan empiris semakin
berlanjut. Masing-masing
memperebutkan masalah otonomi.
Kemudian timbul masalah diantara
keduanya. Siapa yang sebenarnya
dikatakan sebagai sumber
pengetahuan? Apakah
pengetahuan yang benar itu melalui
rasio atau justru empiri?

Pendirian aliran rasionalisme dan


empirisme memang sangat bertolak
belakang. Rasionalisme
berpendirian bahwa akal
merupakan sumber pengenalan
atau pengetahuan, sedangkan
empirisme berpendirian sebaliknya
bahwa pengalamanlah yang
menjadi sumber tersebut. Immanuel
Kant (1724-1804 M) berusaha
mengadakan penyelesaian atas
pertikaian itu dengan filsafatnya
yang dinamakan Kritisisme (aliran
yang kritis). Untuk itulah, ia menulis
tiga bukunya berjudul : Kritik der
Reinen Vernunft (kritik atas rasio
murni), Kritik der Urteilskraft
(krititik daya pertimbangan), the
critique of pure reason (kritik atas
akal budi murni)

3.

1.2 Rumusan Masalah

1.  Apa yang dimaksud dengan


kritisisme?
2. Bagaimanakah riwayat hidup
immanuel kant?
3.   Apa tujuan filsafat Immanuel
kant?
4.   Apa saja macam-macam kritik
menurut kant?

1.3  Tujuan
2. Untuk tahu lebih jelas mengenai
kritisisme
3. Untuk mengetahui riwayat hidup
immanuel kant
4. Untuk mengetahui tujuan filsafat
5. immanuel kant
6. Untuk mengetahui macam-
macam kritik menurut immanuel
kant

4.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kritisisme

Filasafat yang di kenal dengan


kritisisme adalah filsafat yang di
introdusir oleh Immanuel Kant.
Filsafat ini memulai pelajarannya
dengan menyelidiki batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber
pengetahuan manusia. Oleh karena
itu, kritisisme sangat berbeda
dengan corak filsafat modern
sebelumnya yang
mempercayai kemampuan rasio
secara mutlak. [1]

Kant mengadakan penelitian yang


kritis terhadap rasio murni dan
memugar sifat objektivitas dunia
ilmu pengetahuan dengan
menghindarkan diri dari sifat
sepihak rasionalisme dan sifat
sepihak empirisme. Gagasan ini
muncul karena pertanyaan
mendasar dalam dirinya, yaitu Apa
yang dapat saya ketahui? Apa yang
harus saya lakukan? Dan Apa yang
boleh saya harapkan?.[2]

Filsafat Kant disebut sebagai filsafat


kritis, karena pemikirannya
mengkritik pandangan empirisme
dan rasionalisme sebagai dua
pandangan yang bertentangan
dalam filsafat, terutama sejak
renaisans dan pencerahan. Kant
kemudian menyatakan bahwa
kedua pandangan ini berat sebelah.
Kant
berusaha menganalisis syarat-
syarat serta batas-batas
kemampuan rasional manusia serta
dimensinya yang murni teoritis dan
praktis-etis dengan menggunakan
rasio itu sendiri. Titik tolak analisis
kant bertolak dari analisis terhadap
kegiatan akal-budi, lalu mencoba
memahami kemampuan serta
batas-batas akal budi itu. Analisi itu
bersifat kritis dan bukan psikologi
dengan mencari daya/potensi yang
berperan dalam proses ilmiah.
Analisisnya lebih bersifat kritis logis
yang meneliti hubungan antar
unsur-unsur isi pengertian satu
sama lain.[3] 

Ciri-ciri Kritisime dapat dapat di


simpulkan dalam tiga hal, yaitu
sebagai berikut :

a.  Menganggap objek pengenalan


itu berpusat pada subjek dan bukan
pada objek
b.  Menegaskan keterbatasan
kemampuan rasio manusia untuk
mengetahui realitas atau hakikat
sesuatu, rasio hanyalah mampu
menjangkau gejalanya atau
fenomenanya saja.

c.   Menjelaskan bahwa pengenalan


manusia atas sesuatu itu diperoleh
atas perpaduan antara peranan
unsur anaximenes priori yang
berasal dari rasio serta berupa
ruang dan waktu dan peranan
aposteriori yang berasal dari
pengalaman yang berupa materi.
[4]                   

Sebelum kita berkenalan jauh


mengenai Kritisisme, alangkah lebih
berguna apabila berkenalan dengan
latar belakang tokohnya.

5.
2.2 Riwayat Hidup Immanuel Kant

Immanuel Kant adalah seorang


filosof besar yang muncul dalam
pentas pemikiran filosofis zaman
Aufklarung Jerman menjelang akhir
abad ke 18. Ia lahir di Konigsberg,
sebuah kota kecil di Prusia Timur
pada tanggal 22 April 1724.
[1] Immanuel Kant lahir sebagai
anak ke empat dari suatu keluarga
miskin. Ia seorang anak yang
cerdas. Karena bantuan sanak
saudaranyalah ia berhasil
menyelesaikan studinya di
Universitas Konigsberg. Selama
studi di sana ia mempelajari hampir
semua mata kuliah yang ada. Kant
memulai pendidikan formalnya di
Collegium Fridericianum, sekolah
yang berlandaskan semangat
peitisme. Pada tahun 1740, Kant
belajar di Universitas di kotanya dan
karena alasan keuangan ia kuliah
sambil bekerja sebagai
guru privat dari beberapa keluarga
kaya di Konigsberg.

Perjalanan hidup Immanuel Kant


dapat dibagi menjadi dua tahap
yaitu tahap pra-kritis dan tahap
kritis. Pembatas dari ke dua tahap
ini ialah ketika Kant menjadi guru
besar di Universitas Konigsbergen
kira-kira tahun 1770. Sebelumnya
Kant dipengaruhi oleh filsafat
Rasionalisme, kemudian ia
dipengaruhi oleh Empirisme.
Immanuel Kant (1724-1804)
memiliki pengaruh sangat luas bagi
dunia intelektual. Pengaruh
pemikirannya merambah dari
wacana metafisika hingga etika
politik dan dari estetika hingga
teologi. Lebih dari itu, dalam
wacana etika ia juga
mengembangkan model filsafat
moral baru yang secara mendalam
mempengaruhi epistemologi
selanjutnya. Telaah atas pemikiran
Kant merupakan kajian yang cukup
rumit, sedikitnya karena
dua alasan.

Pertama, Kant membongkar seluruh


filsafat sebelumnya dan
membangunnya secara baru.
Filsafatnya itu oleh Kant sendiri
disebut Kritisisme untuk
melawankannya dengan
Dogmatisme. Dalam karyanya
berjudul Kritik der reinen Vernunft
(Kritik Akal Budi Murni, 1781/1787)
Kant menanggapi, mengatasi, dan
membuat sintesa antara dua arus
besar pemikiran modern, yakni
Empirisme dan Rasionalisme.
Revolusi filsafat Kant ini seringkali
diperbandingkan dengan revolusi
pandangan dunia Kopernikus, yang
mematahkan pandangan bahwa
bumi adalah datar.[2]
Kedua, sumbangan Kant bagi Etika.
Dalam Metaphysik der Sitten
(Metafisika Kesusilaan, 1797), Kant
membuat distingsi antara legalitas
dan moralitas, serta
membedakan antara sikap moral
yang berdasar pada suara hati
(disebutnya otonomi) dan sikap
moral yang asal taat pada peraturan
atau pada sesuatu yang berasal
dan luar pribadi (disebutnya
heteronomi).

6.

2.3 Tujuan Filsafat Immanuel


Kant.

Setiap pemikiran yang dicetuskan


oleh seseorang pasti mempunyai
tujuan, tidak beda dengan
Immanuel kant, yang dari filsafatnya
ia bermaksud memugar sifat
objektifitas dunia ilmu pengetahuan.
Agar maksud itu terlaksana, maka
orang harus menghindarkan diri dari
sifat sepihak dengan rasionalis dan
sifat sepihak dengan empirisme.
Rasionalis mengira bahwa telah
menemukan kunci bagi pembukaan
realitas pada diri subyeknya,
lepas atau tanpa pengalaman
(empirisme). Sementara empirisme
mengira telah memperoleh
pengetahuan dari pengalaman saja,
dan tanpa akal (rasio).ternyata
bahwa empirisme, sekalipun juga
dimulai dengan ajaran yang murni
tentang pengalaman, tetapi melalui
idealisme subyektif bermuara pada
suatu skeptisme yang radikal.

Melalui pemikiranya kant


bermaksud mengadakan penelitian
yang kritis terhadap rasio murni.
Menurut Hume, ada jurang lebar
antara kebenaran-kebenaran rasio
murni dengan realitas dalam dirinya
sendiri. Akan tetapi menurut kant,
syarat dasar ilmu pengetahuan
adalah bersifat umum dan mutlak,
serta memberi pengetahuan yang
baru.[6]

7.
2.4 Macam-macam Kritik Menurut
Immanuel Kant

1. “Kritik der reinen Vernunft” (Kritik


atas Rasio Murni) tahun 1781

Dalam kritik ini, Kant menjelaskan


bahwa ciri pengetahuan adalah
bersifat umum, mutlak, dan
memberi pengertian baru. Untuk itu
ia terlebih dulu membedakan
adanya tiga macam putusan.

a. putusan analitis a priori; di mana


predikat tidak menambah sesuatu
yang baru pada subjek, karena
sudah termuat di dalamnya
(misalnya, setiap benda menempati
ruang).

b. putusan sintesis aposteriori;


misalnya pernyataan "meja itu
bagus", di sini predikat dihubungkan
dengan subjek berdasarkan
pengalaman indrawi.
8.

c. putusan sintesis a priori; di sini


dipakai sebagai suatu sumber
pengetahuan yang kendati bersifat
sintetis, namun bersifat a priori juga.
Misalnya, putusan yang berbunyi
"segala kejadian mempunyai
sebabnya". Putusan ini berlaku
umum dan mutlak (jadi a priori),
namun putusan ini juga bersifat
sintetis dan aposteriori, Sebab di
dalam pengertian "kejadian" belum
dengan sendirinya tersirat
pengertian "sebab". Maka di sini
baik akal ataupun pengalaman
indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu
pasti, mekanika dan ilmu
pengetahuan alam disusun atas
putusan sintetis yang bersifat a
priori ini. Menurut Kant, putusan
jenis ketiga inilah syarat dasar bagi
apa yang disebut pengetahuan
(ilmiah) dipenuhi, yakni bersifat
umum dan mutlak serta memberi
pengetahuan baru.[7]
9.

2. “Kritik der Praktischen Vernunft ”


(Kritik atas Rasio Praktis) tahun
1788.

Dalam kritik atas rasio praktis, Kant


berusaha menemukan bagaimana
pengetahuan moral itu terjadi.
Pengetahuan moral , misalnya
dalam putusan “orang harus jujur”,
tidak menyangkut kenyataan yang
ada (das Sein), melainkan
kenyataan yang seharusnya ada
(das Sollen). Pengetahuan macam
ini bersifat a priori sebab tidak
menyangkut tindakan empiris,
melainkan asas – asas tindakan.
Kritik atas rasio praktis ini
melahirkan etika. Maxime (aturan
pokok) adalah pedoman subyektif
bagi perbuatan orang perseorangan
(individu), sedangkan imperative
(perintah) merupakan azas
kesadaran obyektif yang
mendorong kehendak untuk
melakukan
perbuatan. Imperatif berlaku umum
meskipun ia dapat berlaku dengan
bersyarat (hypothetical) atau dapat
juga tanpa syarat (categorical).
Imperatif kategorik tidak mempunyai
isi tertentu apapun, ia merupakan
kelayakan formal (solen). Menurut
kant, perbuatan susila adalah
perbuatan yang bersumber paa
kewajiban dengan penuh
keinsyafan. Keinsyafan terhadap
kewajiban merupakan sikap hormat
(achtung). Sikap inilah penggerak
sesungguhnya perbuatan manusia.
10.

Sebenarnya Kant ingin


menunjukkan bahwa kenyataan
adanya kesadaran susila
mengandung adanya pra-anggapan
dasar. Pra-anggapan dasar ini oleh
Kant disebut “postulat rasio praktis”,
yaitu kebebasan kehendak,
immortalitas jiwa dan adanya
Tuhan. Pemikiran etika ini,
menjadikan
Kant dikenal sebagai pelopor
lahirnya “argumen moral” tentang
adanya Tuhan. Sebenarnya, Tuhan
dimaksudkan sebagai postulat.
Sama dengan pada rasio murni,
dengan Tuhan, rasio praktis bekerja
melahirkan perbuatan susila.

11.

3. “Kritik der Urteilskraft” (Kritik atas


Daya Pertimbangan) tahun 1790

Kritik atas Daya Pertimbangan


terdiri dari sebuah pendahuluan.
Kant mengemukakan delapan
pokok persoalan di antaranya
adalah bagaimana cara ia berusaha
merukunkan dua karya kritik
sebelumnya di dalam satu kesatuan
yang menyeluruh. Bagian pertama
dari karya itu berjudul “Kritik atas
daya penilaian estetis” dan terbagi
menjadi dua bagian yang terkait
dengan penilaian estetis yaitu
analisa daya penilaian estetis dan
dialektika daya penilaian estetis.
Analisa putusan estetis dibagi lagi
menjadi dua bagian yaitu analisa
tentang cantik (beautiful) dan
analisa tentang agung (sublime).
Kritik atas daya pertimbangan,
dimaksudkan oleh Kant adalah
mengerti persesuaian kedua
kawasan itu. Hal itu terjadi dengan
menggunakan konsep finalitas
(tujuan). Finalitas bisa bersifat
subjektif dan objektif. Kalau finalitas
bersifat subjektif, manusia
mengarahkan objek pada diri
manusia sendiri. Inilah yang terjadi
dalam pengalaman estetis
(kesenian). Dengan finalitas yang
bersifat objektif dimaksudkan
keselarasan satu sama lain dari
benda-benda alam.[8]
12.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan 

Kritisisme Immanuel
Kant merupakan perpaduan
antara dua pemikiran,
yakni,  Rasionalisme yang
dipelopori oleh Rene Descartes dan
empirisme yang dipelopori oleh
David Hume. seolah-olah
mempertegas bahwa rasio tidak
mutlak dapat menemukan
kebenaran, karena rasio tidak
membuktikan, demikian pula
pengalaman, tidak dapat dijadikan
melulu tolak ukur, karena tidak
semua pengalaman benar-benar
nyata, tapi “tidak-real”, yang
demikian sukar untuk dinyatakan
sebagai kebenaran.

tiga karya Immanuel Kant yang


sangat penting merupakan kritik
atas rasio murni,
kritik atas rasio praktis, kritik atas
pertimbangan. Ketiga karyanya
inilah yang sangat mempengaruhi
pemikiran filosof sesudahnya, yang
mau tak mau menggunakan
pemikiran kant. Karena pemikiran
kritisisme mengandung patokan-
patokan berfikir yang rasional dan
empiris.

13.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Atang Abdul. 2008.Filsafat


Umum dari Metologi Sampai
teofiologi. Bndung : pustaka setia.

http://www.doepatu.co.cc.2010/01/K
ritisisme-Immanuel-Kant.html
Kattsoff, Louis O. Pengantar
Filsafat. New york : the Ronald
Press Company.

Praja, Juhaya S. 2008. Aliran-Aliran


Filsafat
dan Etika. Jakarta : Prenada Media.

Susanto, ahmad. 2011. Filsafat


Ilmu. Jakarta : Bumi Aksara.

Tafsir, ahmad.1990. Filsafat Umum
Akal dan Hati sejak Thales sampai
Capra. Bandung: Rosda.

Yusuf, Akhyar dan Irawan. 2010.


Filsafat Sosial. Tangerang selatan :
Universitas terbuka.

14.
________________

[1] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-


Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta :
Prenada Media, 2008, hlm 114

[2] Drs. A. Susanto, M.Pd, Filsafat


Ilmu, Jakarta : Bumi Aksara, 2011,
hlm 38
[3] Dr. Akhyar Yusuf dan Irawan, M.
Hum, Filsafat Sosial, Tangerang
Selatan : universitas Terbuka, 2010,
hlm 5.6

[4] Drs. A. Susanto, M.Pd, Op. Cit.


hlm 39

[5] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, op.


Cit. hlm 115

[6] Ibid., hlm 116

[7] Ibid.,hlm 116

[8] Louis o. Kattsoff, Pengantar


Filsafat, New york : the Ronald
Press Company, hlm 139

[9] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, op.


Cit. hlm 119

[10] Ibid., hlm 120


[11] Ibid., hlm 117

[12] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat


Umum Akal dan Hati sejak Thales
sampai Capra, Bandung: Rosda,
1990, hlm. 166

[13] http://www.doepatu.co.cc.2010/
01/Kritisisme-Immanuel-Kant.html

[14] Drs. Atang Abdul Hakim, MA.,


Filsafat Umum dari Metologi Sampai
teofiologi, Bndung : pustaka setia,
2008, hlm 287

[15] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Op.


Cit. hlm 122

[16] Drs. Atang Abdul Hakim, MA.,


Op. Cit. hlm 288

Anda mungkin juga menyukai