Anda di halaman 1dari 4

Epistemologi dan Kritik

Membicarakan sumbangan dan kontribusi Immanuel Kant (seorang filsuf yang


terpandang setelah era Yunani Kuno) terhadap perkembangan ilmu kritik, tidak lepas
dari usahanya untuk memadukan pandangan rasionalisme dan empirisme pada abad
ke-18. Pada saat itu terjadi ketegangan antara pihak yang mendukung rasionalis
dengan pihak yang mendukung emipirisme. Seperti yang diketahui, paham
rasionalisme dipelopori oleh Plato yang kemudian dikembangkan oleh Agustinus dan
Descartes. Sementara paham empirisme dipelopori oleh Aristoteles dan kemudian
dikembangkan oleh Thomas Aquinas dan John Locke.
Rasionalisme adalah sebuah pemikiran yang menganggap bahwa pengetahuan
diperoleh melalui pemikiran akan fakta-fakta yang ada dan dapat dibuktikan. Dalam
hal ini, pengetahuan tidak diperoleh melalui pengalaman seseorang. Contohnya
adalah dapat diketahui bahwa api itu panas, kemudian logika akan memproses fakta
tersebut menjadi, ketika tangan bersentuhan dengan api maka akan terbakar.
Sementara empirisme, berpendapat bahwa pengetahuan didapatkan melalui
pengalaman inderawi manusia, dapat melalui pengamatan dan percobaan. Hal ini
dapat dicontohkan dari api yang panas tadi. Dalam pandangan empirisme, tidak
diketahui bahwa api itu panas sehingga tangan atau badan bersentuhan dengan api,
maka akan terbakar. Dari pengalaman tersebut dapat diketahui bahwa api itu panas
dan berbahaya. Contoh lainnya adalah Newton menemukan gravitasi ketika ia
tertimpa apel yang jatuh dari atas pohon, kemudian ia melalukan pengamatan dan
percobaan atas hal tersebut.
Ketegangan yang terjadi pada sekitar abad ke-17 dan 18, disebabkan karena pihak
pendukung dari rasionalisme dan empirisme merasa bahwa paham yang diakuinya
adalah yang paling benar dan kedua paham ini hanya bisa berdiri sendiri. Namun
menurut Immanuel Kant, kedua pandangan ini memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing yang tidak harus dipertentangkan sehingga ia berusaha untuk
memadukan kedua pandangan ini. Usahanya untuk memadukan kedua pandangan ini
membawanya ke teori baru yang disebut dengan kritisisme.
Menurut Kant, dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan, manusia akan
mendapatkan stimulus dari lingkungan dan keadaan sekitarnya berupa materi,
kemudian materi ini akan diolah oleh akal manusia sehingga menghasilkan hubungan
sebab akibat. Hal ini dapat dibuktikan dengan contoh, ketika mengamati bentuk atap
rumah yang dibuat miring, akal manusia akan memikirkan segala kemungkinan
penyebab bentuk atap tersebut sehingga nantinya akan sampai pada kesimpulan
bahwa atap tersebut dibuat miring untuk mengalirkan air ketika hujan agar mengalir
ke tanah dan tidak menggenang di atap. Terlihat bahwa hal ini menggabungkan
pengalaman inderawi milik empirisme dan pengolahan logika milik rasionalisme.
Teori Immanuel Kant ini, dapat dibenarkan karena jika secara rasionalisme, ilmu
pengetahuan didapatkan dengan memproses fakta melalui logika untuk menjadi
pembuktian. Fakta tersebut didapatkan melalui respon inderawi seperti penglihatan
dan pendengaran. Begitupun secara empirisme, saat pengamati dan melakukan
percobaan, otak manusia juga akan berpikir untuk mengolah informasi yang ada.
Sehingga kedua pandangan ini dapat dikaitkan satu sama lain.
Kant berpendapat bahwa pengetahuan yang valid adalah pengetahuan ilmiah yang
dibatasi dengan fenomena. Hal ini kaitannya dengan bentuk dan materi yang didapat
dari pengalaman. Padahal kenyataannya, terdapat pula pengetahuan non-ilmiah yang
didasari dari pengalaman dan terbukti valid dalam beberapa kasus.
Immanuel Kant menuliskan teori kritisismenya ke dalam buku yang berjudul
Critique of Pure Reason (Kritik Rasio Murni), Critique of Practical Reason (Kritik
Rasio Praktis/etika), dan Critique of Judgement (Kritik Rasio Pertimbangan). Kant
menuliskan teori kritisismenya menjadi 3 buku berbeda namun saling berhubungan
satu sama lain. Ia membagi tulisannya berdasarkan unsur-unsur pengetahuan yang
ada. Pada buku Kritik Rasio Murni, ia menulis pandangannya terkait epistemologi
berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang bersifat fenomenal. Buku Kritik Rasio
Praktis berisikan epistemologi berdasarkan kehendak dan spiritual. Sementara buku
Kritik rasio Pertimbangan berisikan epistemologi berdasarkan gabungan dari
keduanya.
Dalam buku kritik rasio murni, Kant mengemukakan teorinya tentang
epistomologi apriori dan aposteriori. Kedua teori ini masih berkaitan erat dengan
rasionalisme dan empirisme. Aposteriori merupakan jenis pengetahuan yang
didapatkan hanya dari pengalaman melalui pengamatan dan percobaan, seperti
empirisme. Sementara apriori adalah pengetahuan yang didapatkan bukan dari
pengalaman yang ada melainkan hasil-hasil pemikiran, seperti rasionalisme. Kant
juga memecah pengetahuan ini menjadi 3 yaitu, sintesis apriori, analisis apriori, dan
sintesis aposteriori. Sintesis merupakan gabungan dari dua hal berbeda, sementara
analisis merupakan rincian atau uraian dari suatu hal.
Jika dipahami lebih lanjut teori-teori ini memang menjadi dasar dari perolehan
ilmu pengetahuan dan menguatkan teori Immanuel Kant terhadap perpaduan
rasionalisme dan empirisme. Teori-teori yang dikemukakan oleh Kant, merupakan
teori yang dipakai manusia untuk memperoleh pengetahuan sampai sekarang. Namun
Kant hanya memecah pengetahuan menjadi 3, ia tidak mencantumkan analisis
aposteriori karena dinilai pengetahuan ini termasuk jenis tautologis sehingga tidak
meyakinkan dan tidak bersifat universal.
Aposteriori mengutamakan pengalaman, pengamatan, dan percobaan, jika
ditambah dengan analisis bukankah akan menghasilkan pengetahuan yang
meyakinkan? Mungkin memang tidak bersifat universal namun tetap akan dialami
oleh beberapa manusia. Pengetahuan dalam hal ini mungkin tidak masuk kedalam
pengetahuan ilmiah namun masuk ke dalam pengetahuan non-ilmiah. Bukankah
keduanya merupakan pengetahuan? Dalam hal ini seharusnya analisis aposteriori
masih dapat digunakan.
Pada buku Kritik Rasio Murni, Kant lebih menjelaskan bahwa unsur pengetahuan
didasarkan pada pengalaman dan bersifat fenomenal. Sementara pada buku Kritik
Rasio Praktis, Kant mengaitkan ilmu pengetahuan dengan unsur moralitas dan
empiris. Dijelaskan pula bahwa menurut Kant, terdapat 3 dasar yang membangun
moralitas yaitu kebebasan, keabadian jiwa, dan Tuhan YME. Kant juga menuliskan
pandangannya terkait kehendak, menurutnya kehendak itu bersifat independen dan
bebas. Akan tetapi menurut saya, kehendak tidak sepenuhnya bebas. Harus tetap ada
batasan-batasan dalam berkehendak agar tidak ada dampak buruk yang terjadi.
Pada buku Kritik Rasio Pertimbangan, Kant menjelaskan pandangannya terkait
ilmu pengetahuan yang didasarkan pengalaman dan empiris, pemahaman dan
kehendak. Pada buku ini, Kant lebih menjelaskan tentang kaitan ilmu pengetahuan
tentang alam dan kaitannya dengan spiritual. Pendapat Kant ini memang benar
adanya, dimana banyak ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh dari alam dan ketika
mendalami ilmu tersebut dapat mendekatkan diri kita kepada Tuhan YME.
Sikap awal Immanuel Kant merupakan langkah yang berani karena mendebatkan
2 pandangan sedang diperdebatkan dengan pandangan baru dan berhasil. Dapat dilihat
bahwa teori-teori Kant memang benar adanya dan relevan dengan kenyataan yang
ada. Rasionalisme dan Empirisme memang dapat dikaitkan satu sama lain menjadi
sebuah epistemologi baru yang disebut kritisisme.
Berdasarkan 3 buku yang ditulis oleh Immanuel Kant, ketiganya diberi judul
kritik karena Kant memberikan pandangannya terhadap epistemologi berdasarkan
pemikirannya sendiri dan perbandingan dengan teori yang sudah ada sebelumnya.
Kant merupakan tokoh yang menggagas teori kritisisme yang berhubungan erat
dengan kritik. Hal ini membuat Kant berkontribusi besar dalam perkembangan ilmu
kritik. Teori Kant tentang apriori dan aposteriori dapat dijadikan sebagai metodologi
dalam hal mengkritik suatu hal, begitupun teori-teori Kant lainnya.
Daftar Pustaka

Mahendra, Tri. Kritisisme Immanuel Kant. http://eprint.dinus.ac.id


https://www.youtube.com/watch?v=twvdORIcQ3Y&t=401s

Anda mungkin juga menyukai