Anda di halaman 1dari 4

Nama : Agung Christian

NIM : 133114019
RASIONALISME VS EMPIRISME
Filsafat ilmu pengetahuan di dunia Barat pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
wilayah besar, yaitu Eropa daratan yang didalamnya berkembang rasionalisme dan
Inggris yang mengembangkan empirisme. Kedua pemikiran tersebut saling bertolak
belakang tentang pengetahuan manusia.
Rasionalisme
Didefinisikan sebagai paham yang menekankan pikiran sebagai sumber utama
pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentu kebenaran dasar
alam semesta secara apriori. Manusia dengan akalnya memiliki kemampuan
untuk mengetahui struktur Singkatnya, rasionalisme menyatakan bahwa sumber
pengetahuan manusia adalah akal atau ide.
Rasionalisme mengidealkan cara berpikir deduktif dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Pengetahuan manusia tentang dunia merupakan hasil deduksi dari
kebenaran-kebenaran apriori yang diketahui secara jernih dan gamblang oleh
akal. Pengalaman inderawi selalu dicurigai karena selalu berubah-ubah, tidak
pasti, sehingga tidak memberi landasan yang kokoh bagiilmu pengetahuan.
Rasionalisme yang berkembang pada abad ke-18 memperlawankan otoritas
akal-budi yang pasti dan dapat diandalkan dengan pertimbangan berdasarkan
perasaan, takhyul, dan iman yang bersifat subyektif dan tak layak dipercaya.
Para ensiklopedis Prancis juga menganut rasionalisme yang besifat rasionalistik
(terlalu mendewa-dewakan akal-budi dan hanya dapat menerima pernyataanpernyataan yang kebenarannya dapat dibuktikan secara ilmiah).
Rene Descartes adalah filsuf Prancis dan merupakan peletak dasar aliran
rasionalisme. Descartes mengklaim dirinya telah menemukan metode filsafat
yang sangat tajam dan kritis, yaitu metode yang dimulai dengan menyangsikan
segala-galanya, termasuk pengetahuan tentang dunia eksternal diluar subjek
manusia. Argumentasi Descartes yaitu apa yang selama ini kita terima melalui
data-data inderawi sebagai suatu kepastian.

Kaum rasionalis pada umumnya mengagumi keniscayaan kebenaran penalaran


deduktif sebagaimana terdapat dalam logika, matematika, dan geometri yang
bersifat apriori. Kebenaran tentang semesta mereka yakini tidak berasal dari
pengalaman empiris, melainkan dari pikiran yang menghasilkan ide-ide yang
jelas

dan gamblang, yang dari situ dapat dihasilkan kebenaran-kebenaran

turunan tentang semesta. Asumsi dasar kaum rasionalis tentang hubungan


manusia dan semesta adalah adanya keselarasan antara pikiran dan semesta,
atau dengan kata lain terdapat korespondensi antara struktur pikiran manusia
dan struktur matematis dunia.
Empirisme
Istilah empirisme berasal dari bahasa Yunani empeiria yang berarti
pengalaman. Bertolak belakang dengan rasionalisme, empirisme memandang
hanya

pengalamanlah

sumber

pengetahuan

manusia.

Bagi

empirisme,

pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber dan penjamin kepastian


kebenaran pengetahuan karena sumber pengetahuan adalah pengalaman. Maka
metode yang diajukan oleh kaum empiris yaitu metode pengamatan induktif.
Empirisme pada abad ke-17 sering disebut sebagai empirisme atoministik,
karena memahami pengetahuan sebagai data-data inderawi yang terpilah-pilah,
tak berhubungan satu sama lain. Empirisme yang berkembang abad ke-20
disebut empirisme logis atau positivisme logis karena membatasi pengalaman
sebatas yang dapat diamati dan bahasa merupakan gambaran kenyataan.
Empirisme radikal menolak keras empirisme logis yang membatasi pengalaman
sebatas yang diindra saja. Pengalaman yang dipahami empirisme radikal seluruh
pengalaman yang berasal dari berbagai jenis persitiwa yang dialami manusia
sebagai makhluk yang bertubuh dengan cipta, rasa, dan karsa dalam interaksinya
dengan obyek-obyek di sekitarnya.
John Locke merupakan tokoh utama empirisme yang cukup mashyur. Locke
mengatakan ide manusia pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu ide
sederhana (ide yang secara langsung diperoleh dari pengalaman inderawi) dan
ide kompleks (refleksi terhadap ide-ide sederhana sehingga mampu membentuk
pengetahuan tentang dunia). David Hume merupakan filsuf empiris yang
memberikan reaksi negatif terhadap ide Locke. Hume berpendapat, ide harus

bisa diasalkan pada kesan inderawi. Menurut Hume, bekerja berdasarkan tiga
prinsip peraturan ide,yaitu prinsip kemiripan (mencari kemiripan antara apa
yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar), prinsip kedekatan (jika
berpikir tentang rumah, maka kita juga berpikir tentang jendela, pintu, atap,
perabotan sesuai dengan gambar rumah yang diperoleh melalui pengalaman
inderaawi sebelumnya), dan prinsip sebab akibat (jika memikirkan luka, pasti
memikirkan rasa sakit).
Pengetahuan manusia menurut Hume harus berdasarkan pada kesan-kesan
inderawi atau relasi ide. Dengan kata lain, pengetahuan manusia terdiri atas
pengetahuan berdasarkan relasi ide dan pengetahuan faktual. Pengetahuan
faktual harus didasarkan pada fakta dan bukan sekedar relasi ide.
Kantianisme
Kantianisme Merupakan paham filsafat ilmu pengetahuan yang dikembangkan
filsuf Jerman bernama Immanuel Kant (1724-1804). Ia menyebut pemikirannya
sebagai revolusi copernican dalam filsafat, karena ia berhasil mendamaikan
perdebatan ratusan tahun antara kubu empirisme dengan kubu rasionalisme.
Kant juga membalik fokus pemikiran filosofis sebelumnya yang berkutat pada
pertanyaan apa sesungguhnya pertanyaan itu, menjadi pertanyaan bagaimana
manusia mengetahuinya. Fokusnya bergeser pada penelitian terhadap
keterbatasan rasio manusia dalam memahami semesta.
Krtik terhadap kemampuan pengetahuan manusia dalam merepresentasikan
semesta, hal ini sudah dilancarkan oleh Hume. Berkat Hume, Kant bersikap kritis
dalam menanggapi disiplin metafisika yang berupaya merusmuskan semesta
sesungguhnya. Seperti Hume, Kant menganggap ide-ide metafisis seperti
kausalitas, substansi, diri, dan Tuhan memang tidak bisa diasalkan pada kesankesan inderawi.
Hume mendasarkan penolakannya berdasarkan sumber pengetahuan dan tipe
pengetahuan. Hume mengatakan sumber pengetahuan manusia adalah data-data
inderawi. Hume membagi pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu pengetahuan
berdasarkan relasi ide (bersifat apriori : tidak membutuhkan pengalaman) dan
pengetahuan

berdasarkan

pengamatan

faktual

(bersifat

aposteriori

membutuhkan pengalaman). Hume berargumentasi, pengetahuan metafisika

tidak bisa digolongkan ke dalam tipe pengetahuan berdasarkan pengamatan


faktual. Kant juga menolak metafisika dengan argumentasi bahwa pengetahuan
harus bertolak pada kesan inderawi. Kant pertama-tama mengemukakan bahwa
pengetahuan adalah sebentuk keputusan (operasi pikiran yang menghubungkan
antara subjek dan predikat, dimana predikat berfngsi menjelaskan objek.
Keputusan terbagi menjadi dua tipe, yaitu keputusan sintetik (pengetahuan
berdasarkan pengalaman faktual) dan analitik (pengetahuan berdasarkan relasi
ide). Kant menggeser tradisi filsafat Barat selama ribuan tahun yang selalu
memfokusskan diri pada semesta sesungguhnya (ontologi) menjadi bagaimana
subjek memahami objek (epistemologi). Kant sendiri menamakan filsafatnya
sebagai filsafat transendental (filsafat yang tidak memfokuskan perhatian pada
objek, melainkan pada cara pikir memahami objek, sejauh cara tersebut bersifat
apriori).
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam akal,
yaitu fakultas penerapan dan fakultas pemahaman. Kedua fakultas tersebut
menurut Kant tidak saling mendominasi, tapi saling membutuhkan. Kerja
fakultas pemahaman menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman
yang telah diterima dan ditata oleh fakultas pencerapan. Fakultas pemahaman
bekerja dengan kategori-kategori apriori untuk menata pengalaman-pengalaman
yang masuk menjadi suatu keputusan.
Filsafat Kant adalah filsafat yang menolak klaim metafisika atas pengetahuan
tentang semesta dibalik penampakan. Kant mengemukakan, metafisika
sebelumnya bersifat dogmatis karena mengklaim pengetahuan tentang objek
sebagaimana adanya tanpa melakukan kritik pendahuluan terhadap kemampuan
yang dimilikinya. Oleh karena itu, Kant mengembangkan suatu filsafat
transendental yang menyelidiki cara akal manusia memahami obek atau
fakultas-fakultas di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai