MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat yang dibina oleh
Bapak Dr. Mohammad Hasan, M.Ag
Oleh :
Ilyas Alaudien Abror
Nim. 21384021031
Moh. Solehoddin
Nim.21384021034
Oktavia Isnaini Kusnanto
Nim. 21384022017
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami senantiasa diberikan kesehatan dan dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mengenai “Filsafat Kritisisme (Filsafat
Berbasis Kritis)”
Penyusunan makalah ini kami lakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Filsafat dengan Dosen Pengampu Bapak Dr. Mohammad Hasan, M.Ag.
Makalah ini kami buat dengan menghimpun dari berbagai sumber. Maka dari itu,
kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyak- banyaknya kepada semua
pihak yang sudah bersedia untuk membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Kesimpulan.....................................................................................................10
B. Saran...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai manusia yang setiap harinya tentu akal pikiran dan hatinya
setiap harinya akan melakukan pertarungan untuk menentukan suatu
kebenaran di dalam permasalahan kehidupan. Seharusnya, akal pikiran dan
hati manusia berjalan seimbang atau balance. Hal ini dapat membantu
menuntun manusia ke dalam kehidupan yang lebih tentram dan damai.
Apabila salah satu diantara kedua unsur tersebut dominan maka akan
membahayakan kehidupan manusia itu sendiri.
Dunia pemikiran tentu akan sangat mempengaruhi roda kehidupan
manusia. Melihat kembali sejarah pada aliran filsafat, di masanya aliran
rasionalisme pernah mendominasi aliran pemikiran filsafat, begitu pula
aliran empirisme. Rasionalisme dan empirisme memposisikan diri secara
ekstrim terhadap yang lainnya. Rasionalisme yang sangat mendewakan
akal, lalu kemudian empirisme memfokuskan pada pengalaman.
Dengan filsafat yang dinamakan kritisisme, Kant berusaha
menawarkan perspektif baru dan mengadakan penyelesaian terhadap
pertikaian antara rasionalisme dan empirisme. Berdasarkan pada uraian di
atas, penulis merasa bahwasannya diperlukan kajian lebih mendalam
mengenai filsafat kritisisme Kant yang akan kami bahas lengap dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah dari Filsafat Kritisisme ?
2. Bagaimana Pengertian dari Filsafat Kritisisme Immanual Kant serta
Ciri-Cirinya ?
3. Bagaimana Teori Ilmu Pengetahuan Menurut Immanuel Kant ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana Sejarah dari Filsafat
Kritisisme.
1
2. Untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana Pengertian dari Filsafat
Kritisisme Immanuel Kant serta Ciri-Cirinya.
3. Untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana Teori Ilmu
Pengetahuan Menurut Immanuel Kant.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kerangka sejarah filsafat Barat, Immanuel Kant hidup dalam masa
dimana ilmu-ilmu alam yang dirintis Newton mencapai puncak pamor
tertingginya. Namun kemajuan ilmu yang sangat pesat itu tidak dapat diimbangi
oleh filsafat. Di ranah dunia filsafat berkembang dua aliran pemikiran yang secara
terus-menerus berkutat dalam perbedaan, yaitu rasionalisme ala Leibniz-Wolff
dan empirisme, terutama yang dikembangkan oleh David Hume. 1
Masalah pokok yang dipertentangan oleh kedua aliran filsafat ini adalah
“objektivitas pengetahuan.” Apakah pengetahuan yang sungguh-sungguh objektif
itu berasal dari rasio atau berasal dari pengalaman?. Bentrokan dari kedua aliran
ini memaksa Kant memikirkan unsur-unsur mana di dalam pemikiran manusia
yang berasal dari pengalaman dan unsur unsur mana yang telah terdapat dalam
rasio manusia.
3
menyelesaikan masalah. Kedua-duanya dianggap keliru; kekeliruan rasionalisme
adalah pengabaiannya atas posisi penting pengalaman dan lebih mementingkan
rasio, pengertian dan aspek-aspek statis. Sedangkan empirisisme lebih
mementingkan pengalaman dan aspek-aspek dinamis, tetapi tidak memiliki
konsep untuk menggambarkan pengalaman.
Dalam konteks demikian, pada satu sisi, Kant ingin tetap mempertahankan
objektivitas, universalitas, dan keniscayaan pengertian; dan di lain pihak, Kant
menerima bahwa pengertian yang bertitik-tolak dari fenomena, dan tidak dapat
melebihi batas-batasnya. Dengan demikian, Kant menginginkan bahwa
pengetahuan dicapai melalui suatu perpaduan konsep dengan pengalaman.
Artinya, Kant mencoba suatu sintesis apriori, yang bermuara pada analisis
transendental mengenai pengetahuan manusia. Kant menekankan pengandaian-
pengadaian dalam akal budi manusia yang mesti diterima supaya kesimpulan-
kesimpulan ilmiah bisa dipertanggungjawabkan.3
4
praktischen Vernunft (Critique of Practial Reason) untuk menjawab persoalan
kedua, dan Kritik der Urteilkraft (Critique of Judgment) untuk menjawab
persoalan yang ketiga.
Para filosof rasionalis, seperti Desakates, Leibniz, dan Wolff, begitu saja
menerima metafisika tanpa kritik. Kant menyadari bahwa selama ini disiplin
metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami
realitas sesungguhnya.4 Dengan kritisismenya Kant berhasil menyudahi
4
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, terj, J. M. D Meiklejohn (Now York: Prometheus
Books), 1990, 15.
5
keterbelahan paham antara epistemologi rasionalis dan empirisis. Bagi Kant, baik
rasionalisme maupun empirisme jika berdiri sendiri, masing masing mempunyai
kelemahan sendiri-sendiri. Sehingga gabungan antara keduanya adalah sarat
mutlak untuk bisa mengetahui.5
Dalam menentukan putusan ini kita tidak usah mencari pengertian melalui
pengalaman. Kita cukup menggunakan asas kontradiksi saja untuk mencapai
putusan tersebut, karena subjek A sudah memuat seluruh predikat B Kant
5
Nurul Amin Hudin, Kritisisme Kant dan Studi Agama, Volume 9, Nomor (2 Agustus 2019),
Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI AL FITHRAH, hal 76-77.
6
menyebut putusan semacam ini sebagai “putusan yang memperjelas” pengetahan
kita. Lebih lanjut, Kant mengemukankan adanya suatu putusan lain dari dua
putusan di atas, yaitu putusan sintesis apriori. Putusan ini merupakan putusan
sintesis yang mempunyai sifat keniscayaan dan berlaku umum. Dalam hal ini
pertolongan pengalaman tidak berguna lagi, justru karena dalam putusan tersebut
terdapat unsur “umum” dan “niscaya”.
6
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, Tranl. by J. M. D. Meiklejohn, (London: J. M. Dent &
Sons Ltd., 1959), hal 5.
7
Bersama dengan pengamatan inderawi, bekerjalah rasio (verstand) secara
spontan. Tugas rasio adalah menyusun dan menghubungkan datadata inderawi,
sehingga menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini, rasio bekerja dengan
bantuan daya fantasinya (einbildungskraft). Namun demikian, dalam pandangan
Kant, putusan ini belum merupakan pengetahuan rasio. Pengetahuan rasio,
menurut Kant, diperoleh ketika terjadi sintesis antara data inderawi dengan
bentuk-bentuk a priori yang dinamai Kant sebagai “kategori”, yakni ide-ide
bawaan berupa “konsep-konsep pokok” yang mempunyai fungsi epistemologis
dalam diri manusia.7
Yang dimaksud Kant dengan budi atau intelek (vernunft) adalah daya
pencipta pengertian-pengertian murni atau pengertian-pengertian yang mutlak
perlu, yang tidak diperoleh dari pengalaman melainkan mengatasi pengalaman itu
sendiri. Salah satu darinya adalah ide mengenai Allah. Idea-idea ini hanya bersifat
“indikasi-indikasi kabur”, petunju kpetunjuk buat pemikiran. Tugas akal-budi atau
intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat di
bawahnya, yaitu rasio dan tingkat pencerapan inderawi. Dengan kata lain, intelek
dengan idea-idea membuat argumentasi-argumentasi.
8
paradigma manusia modern menuju objek juga membawa dampak atas
berakhirnya diskursus epistemologi itu sendiri dan dimulainya diskursus filsafat
ilmu yang memusatkan diri pada penelitian metodolog.9
BAB III
9
Irfan Noor, “Teori Ilmu Pengetahuan Kant Dan Implikasinya Terhadap Batas Ilmu”, Ilmu
Ushuluddin, (Vol. 9, No. 1 Thn. 2010), hal 56.
9
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kerangka sejarah filsafat Barat, Immanuel Kant hidup dalam masa
dimana ilmu-ilmu alam yang dirintis Newton mencapai puncak pamor
tertingginya. Di ranah dunia filsafat berkembang dua aliran pemikiran yang secara
terus-menerus berkutat dalam perbedaan, yaitu rasionalisme ala Leibniz-Wolff
dan empirisme, terutama yang dikembangkan oleh David Hume. Posisi Kant,
dalam pertentangan ini, bukan semata-mata mengambil-alih dan memadukan dua
aliran pemikiran itu kepada satu sistem. Bagi Kant, mengikuti salah satu aliran
pemikiran di atas bukanlah menyelesaikan masalah. Kedua-duanya dianggap
keliru; kekeliruan rasionalisme adalah pengabaiannya atas posisi penting
pengalaman dan lebih mementingkan rasio, pengertian dan aspek-aspek statis.
Sedangkan empirisisme lebih mementingkan pengalaman dan aspek-aspek
dinamis, tetapi tidak memiliki konsep untuk menggambarkan pengalaman. Maka
dari itu, dia memunculkan pemikiran baru yang dinamai dengan filsafat
kritisisme.
10
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
11
Dinata, Syaiful. "EPISTIMOLOGI KRITISISME IMMANUEL KANT." Kanz
Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism 7.2 (2021):
217-236.
Noor Irfan. TEORI PENGETAHUAN IMMANUEL KANT DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP BATAS ILMU, Jurmal Ilmu Ushuluddin,
Januari 2010 Vol. 9, No. 1
Hudin Amin Nurul. “Kritisisme Kant dan Studi Agama”. Jurnal Kaca Jurusan
Ushuluddin STAI AL FITHRAH, Volume 9, Nomor (2 Agustus 2019)
12