Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT KRITISISME

Filsafat Berbasis Kritis

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat yang dibina oleh
Bapak Dr. Mohammad Hasan, M.Ag

Oleh :
Ilyas Alaudien Abror
Nim. 21384021031
Moh. Solehoddin
Nim.21384021034
Oktavia Isnaini Kusnanto
Nim. 21384022017

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN MADURA
MARET 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga  kami senantiasa diberikan kesehatan dan dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mengenai “Filsafat Kritisisme (Filsafat
Berbasis Kritis)”

Penyusunan makalah ini kami lakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Filsafat dengan Dosen Pengampu Bapak Dr. Mohammad Hasan, M.Ag.
Makalah ini kami buat dengan menghimpun dari berbagai sumber. Maka dari itu,
kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyak- banyaknya kepada semua
pihak yang sudah bersedia untuk membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Namun, kami menyadari dalam makalah ini tentunya banyak kekurangan.


Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun bagi
kesempurnaan  makalah- makalah  kami selanjutnya.        
                                

Pamekasan, 18 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Sejarah Filsafat Kritisisme .......................................................................2


B. Filsafat Kritisme Immanuel Kent..............................................................4
C. Teori Ilmu Pengetahuan Immanuel Kent..................................................6

BAB III PENUTUP.............................................................................................10

A. Kesimpulan.....................................................................................................10
B. Saran...............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai manusia yang setiap harinya tentu akal pikiran dan hatinya
setiap harinya akan melakukan pertarungan untuk menentukan suatu
kebenaran di dalam permasalahan kehidupan. Seharusnya, akal pikiran dan
hati manusia berjalan seimbang atau balance. Hal ini dapat membantu
menuntun manusia ke dalam kehidupan yang lebih tentram dan damai.
Apabila salah satu diantara kedua unsur tersebut dominan maka akan
membahayakan kehidupan manusia itu sendiri.
Dunia pemikiran tentu akan sangat mempengaruhi roda kehidupan
manusia. Melihat kembali sejarah pada aliran filsafat, di masanya aliran
rasionalisme pernah mendominasi aliran pemikiran filsafat, begitu pula
aliran empirisme. Rasionalisme dan empirisme memposisikan diri secara
ekstrim terhadap yang lainnya. Rasionalisme yang sangat mendewakan
akal, lalu kemudian empirisme memfokuskan pada pengalaman.
Dengan filsafat yang dinamakan kritisisme, Kant berusaha
menawarkan perspektif baru dan mengadakan penyelesaian terhadap
pertikaian antara rasionalisme dan empirisme. Berdasarkan pada uraian di
atas, penulis merasa bahwasannya diperlukan kajian lebih mendalam
mengenai filsafat kritisisme Kant yang akan kami bahas lengap dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah dari Filsafat Kritisisme ?
2. Bagaimana Pengertian dari Filsafat Kritisisme Immanual Kant serta
Ciri-Cirinya ?
3. Bagaimana Teori Ilmu Pengetahuan Menurut Immanuel Kant ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana Sejarah dari Filsafat
Kritisisme.

1
2. Untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana Pengertian dari Filsafat
Kritisisme Immanuel Kant serta Ciri-Cirinya.
3. Untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana Teori Ilmu
Pengetahuan Menurut Immanuel Kant.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dari Filsafat Kritisisme

Dalam kerangka sejarah filsafat Barat, Immanuel Kant hidup dalam masa
dimana ilmu-ilmu alam yang dirintis Newton mencapai puncak pamor
tertingginya. Namun kemajuan ilmu yang sangat pesat itu tidak dapat diimbangi
oleh filsafat. Di ranah dunia filsafat berkembang dua aliran pemikiran yang secara
terus-menerus berkutat dalam perbedaan, yaitu rasionalisme ala Leibniz-Wolff
dan empirisme, terutama yang dikembangkan oleh David Hume. 1

Masalah pokok yang dipertentangan oleh kedua aliran filsafat ini adalah
“objektivitas pengetahuan.” Apakah pengetahuan yang sungguh-sungguh objektif
itu berasal dari rasio atau berasal dari pengalaman?. Bentrokan dari kedua aliran
ini memaksa Kant memikirkan unsur-unsur mana di dalam pemikiran manusia
yang berasal dari pengalaman dan unsur unsur mana yang telah terdapat dalam
rasio manusia.

Di satu pihak, Leibniz berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia


adalah rasionya saja, dan bukan pengalaman. Dari sumber pengetahuan inilah bisa
“diturunkan” kebenaran yang umum dan mutlak perlu. Sedangkan di pihak lain,
Hume mengajarkan bahwa pengalamanlah sumber pengetahuan itu. Pengetahuan
rasional mengenai sesuatu terjadi setelah sesuatu itu dialami terlebih dahulu. Bagi
Kant, kedua pendapat di atas berat sebelah. 2

Kendati Kant mengagumi pemikiran Hume, filsuf yang telah


membangunkan Kant dari “tidur dogmatik”-nya, namun ia tidak bisa menerima
skiptisisme Hume, yaitu pandangan Hume bahwa “dalam ilmu pengetahuan tidak
bisa diperoleh kepastian”. Posisi Kant, dalam pertentangan ini, bukan semata-
mata mengambil-alih dan memadukan dua aliran pemikiran itu kepada satu
sistem. Bagi Kant, mengikuti salah satu aliran pemikiran di atas bukanlah
1
Irfan Noor, "Teori Pengetahuan Immanuel Kant Dan Implikasinya Terhadap Batas Ilmu." Jurnal
Ilmiah Ilmu Ushuluddin 9.1 ,2010. 43-58.
2
Ibid.

3
menyelesaikan masalah. Kedua-duanya dianggap keliru; kekeliruan rasionalisme
adalah pengabaiannya atas posisi penting pengalaman dan lebih mementingkan
rasio, pengertian dan aspek-aspek statis. Sedangkan empirisisme lebih
mementingkan pengalaman dan aspek-aspek dinamis, tetapi tidak memiliki
konsep untuk menggambarkan pengalaman.

Dalam konteks demikian, pada satu sisi, Kant ingin tetap mempertahankan
objektivitas, universalitas, dan keniscayaan pengertian; dan di lain pihak, Kant
menerima bahwa pengertian yang bertitik-tolak dari fenomena, dan tidak dapat
melebihi batas-batasnya. Dengan demikian, Kant menginginkan bahwa
pengetahuan dicapai melalui suatu perpaduan konsep dengan pengalaman.
Artinya, Kant mencoba suatu sintesis apriori, yang bermuara pada analisis
transendental mengenai pengetahuan manusia. Kant menekankan pengandaian-
pengadaian dalam akal budi manusia yang mesti diterima supaya kesimpulan-
kesimpulan ilmiah bisa dipertanggungjawabkan.3

Selanjutnya, tentu pemikiran manusia terus mengalami perubahan yang


sangat signifikan ketika muncul Trio Yunani Socrates, Plato dan Aristoteles,
yang, menyangkal dominasi pemikiran sebelumnya. Pengetahuan pada umumnya
tidak lagi dilihat sebagai gejala alam. Akan tetapi harus dilihat sebagai sesuatu
yang rasional yang harus ditemukan oleh manusia. Salah satu pemikir yang
merubah haluan tentang sains dan metafisika ialah Immanuel Kant ini lewat
pemikiranny ia mengusahakan untuk mendamaikan konflik berkepanjangan
antara rasionalisme dan kelompok empirisme.

B. Filsafat Kritisisme Immanuel Kant

Proyek filosofis Immanuel Kant sejatinya meliputi tiga persoalan penting.


Pertama, apa yang dapat saya ketahui? Kedua, apa yang seharusnya saya lakukan?
Ketiga, apa yang bisa saya harapkan? Ketiga pertanyaan penting tersebut dijawab
oleh Kant dengan tiga buku fenomenalnya, yaitu buku Kritik der reinen Vernunft
(Critique of Pure Reason) untuk menjawab persoalan pertama, buku Kritik der
3
Syaiful Dinata, "EPISTIMOLOGI KRITISISME IMMANUEL KANT." Kanz Philosophia A
Journal for Islamic Philosophy and Mysticism 7.2 , 2021. 217-236.

4
praktischen Vernunft (Critique of Practial Reason) untuk menjawab persoalan
kedua, dan Kritik der Urteilkraft (Critique of Judgment) untuk menjawab
persoalan yang ketiga.

Filsafat kritisisme merupakan penggabungan antara rasionalisme dan


empirisme. Aliran kritisisme ini dikenal pula sebagai kritisisme Kant, karena Kant
sebagai penggagas pertama kali yang mengkritik dan menganalisis kedua macam
sumber pengetahuan itu dan menggabungkan keduanya . Intinya, kritisisme di sini
adalah jembatan penghubung antara kaum rasionalisme dan empirisme. Pada abad
ke-18 Kant mencoba menyelesaikan persoalan antara rasionalisme dan empirisme,
pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi terpengaruh oleh empirisme.

Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat sebelah


dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ia mengatakan
bahwa pengenalan manusia merupakan sintesis antara unsur-unsur apriori dan
unsur-unsur aposteriori . Filsafat kritisisme yang diciptakan oleh Immanuel Kant
yaitu, hubungan antara rasio dan pengalaman menjadi harmonis, sehingga
pengetahuan yang benar bukan hanya apriorinya saja tetapi juga aposteriori,
bukan hanya para rasio melainkan juga pada hasil indrawi. Isi utama dari
kritisisme adalah gagasan immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan
estetika.

Filsafat Kant juga dikenal sebagai “kritisisme”, yang dilawankan dengan


“dogmatisme”. Kritisisme dalam filsafat yang memulai perjalannya dengan
terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas batas rasio. Kant adalah filosof
pertama yang mengusahakan penyelidikan ini. Semua filosof yang
mendahuluinya, harus tergolong dalam dogmatisme, karena mereka percaya
mentah-mentah pada kemampuan rasio, tanpa penyelidikan terlebih dahulu.

Para filosof rasionalis, seperti Desakates, Leibniz, dan Wolff, begitu saja
menerima metafisika tanpa kritik. Kant menyadari bahwa selama ini disiplin
metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami
realitas sesungguhnya.4 Dengan kritisismenya Kant berhasil menyudahi

4
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, terj, J. M. D Meiklejohn (Now York: Prometheus
Books), 1990, 15.

5
keterbelahan paham antara epistemologi rasionalis dan empirisis. Bagi Kant, baik
rasionalisme maupun empirisme jika berdiri sendiri, masing masing mempunyai
kelemahan sendiri-sendiri. Sehingga gabungan antara keduanya adalah sarat
mutlak untuk bisa mengetahui.5

Filsafat kritis yang ditampilkannya bertujuan untuk menjembatani


pertentangan antara kaum rasionalisme dengan kaum empirisme. Menurut
Immanuel Kant, baik rasionalisme atau empirisme belum berhasil membimbing
manusia untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum dan terbukti
jelas. Immanuel Kant mengatakan bahwa pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum
rasionalisme tercermin dalam putusan yang bersifat analitik-apriori (mendahului
pengalaman), yaitu suatu bentuk putusan di mana predikat sudah termasuk dengan
sendirinya ke dalam subjek..

Ciri-ciri kritisisme dapat disimpulkan dalam tiga hal yaitu Menganggap


bahwa pengenalan itu berpusat pada subjek danbukan pada objek; Menegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat
sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja;
Menjelaskan bahwa pengenalan manusi atas sesuatu itu dipeleh atau perpaduan
antara prasaan unsur a priori yang berasaldari rasio serta berupa ruan dan waktu
dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

C. Teori Ilmu Pengetahuan Immanuel Kent

Sebelum membahas teori pengetahuan kritisnya, Kant dalam Kritik der


Reinen Vernunft, membedakan adanya tiga macam putusan. Untuk merumuskan
tiga macam putusan tersebut, Kant membedakan dua macam putusan, yaitu
putusan analitis apriori dan putusan sintesis aposteriori. Dalam putusan analitis
yang bersifat apriori, setiap putusan yang terdiri dari pernyataan bahwa predikat B
sudah termuat dalam subjek A, meskipun masih kabur.

Dalam menentukan putusan ini kita tidak usah mencari pengertian melalui
pengalaman. Kita cukup menggunakan asas kontradiksi saja untuk mencapai
putusan tersebut, karena subjek A sudah memuat seluruh predikat B Kant
5
Nurul Amin Hudin, Kritisisme Kant dan Studi Agama, Volume 9, Nomor (2 Agustus 2019),
Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI AL FITHRAH, hal 76-77.

6
menyebut putusan semacam ini sebagai “putusan yang memperjelas” pengetahan
kita. Lebih lanjut, Kant mengemukankan adanya suatu putusan lain dari dua
putusan di atas, yaitu putusan sintesis apriori. Putusan ini merupakan putusan
sintesis yang mempunyai sifat keniscayaan dan berlaku umum. Dalam hal ini
pertolongan pengalaman tidak berguna lagi, justru karena dalam putusan tersebut
terdapat unsur “umum” dan “niscaya”.

Sampai di sini, problem yang menghadang pikiran Kant adalah


menyelidiki kemungkinan putusan-putusan sintesis apriori. Dalam bagian
pendahuluan Critique, Kant sudah menyatakan: “How are synthetic apriori
judgments possible?”; dan menurut Kant, persoalan ini adalah “persoalan umum
dalam rasio murni”.6 Dari sinilah Kant mulai melakukan “Kritik atas Rasio
Murni”. Dalam hal ini Kant membedakan tiga tingkat pengenalan, yaitu
pengenalan tingkat inderawi, pengenalan tingkat rasio, dan pengenalan tingkat
akal-budi.

Tingkatan-Tingkatan Pengetahuan Manusia

Menurut Kant, terdapat tiga tingkatan dalam proses pengetahuan manusia.


Tingkat pertama dan terendah adalah pencerapan inderawi (sinneswahrnemung).
Tingkat berikutnya atau kedua adalah tingkat rasio (verstand). Terakhir atau
ketiga adalah tingkat tertinggi dalam proses pengetahuan, yaitu adalah tingkat
akal-budi atau intelek (vernunft).

1. Tingkat Inderawi (sinneswahrehmung)

Pengetahuan menurut Kant merupakan sintesis dari unsur-unsur apriori


dengan unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman, yakni unsurunsur aposteriori.
Adapun unsur-unsur a priori, menurut Kant, sudah terdapat pada taraf pencerapan
inderawi. Di sini sudah ada dua bentuk a priori, yaitu ruang dan waktu. Pengertian
Kant mengenai ruang dan waktu ini berbeda dengan paham ruang dan waktu
dalam pandangan Newton.

2. Tingkat Rasio (verstand)

6
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, Tranl. by J. M. D. Meiklejohn, (London: J. M. Dent &
Sons Ltd., 1959), hal 5.

7
Bersama dengan pengamatan inderawi, bekerjalah rasio (verstand) secara
spontan. Tugas rasio adalah menyusun dan menghubungkan datadata inderawi,
sehingga menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini, rasio bekerja dengan
bantuan daya fantasinya (einbildungskraft). Namun demikian, dalam pandangan
Kant, putusan ini belum merupakan pengetahuan rasio. Pengetahuan rasio,
menurut Kant, diperoleh ketika terjadi sintesis antara data inderawi dengan
bentuk-bentuk a priori yang dinamai Kant sebagai “kategori”, yakni ide-ide
bawaan berupa “konsep-konsep pokok” yang mempunyai fungsi epistemologis
dalam diri manusia.7

3. Tingkat Akal-Budi atau Intelek (vernunft)

Yang dimaksud Kant dengan budi atau intelek (vernunft) adalah daya
pencipta pengertian-pengertian murni atau pengertian-pengertian yang mutlak
perlu, yang tidak diperoleh dari pengalaman melainkan mengatasi pengalaman itu
sendiri. Salah satu darinya adalah ide mengenai Allah. Idea-idea ini hanya bersifat
“indikasi-indikasi kabur”, petunju kpetunjuk buat pemikiran. Tugas akal-budi atau
intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat di
bawahnya, yaitu rasio dan tingkat pencerapan inderawi. Dengan kata lain, intelek
dengan idea-idea membuat argumentasi-argumentasi.

Dalam filsafat Kant, ilmu-ilmu alam menjadi asumsi normatif walaupun


Kant masih mengakui keberadaan bentuk ilmu lain, seperti etika dan estetika.
Namun perlu ditegaskan di sini, bahwa Kant secara implisit mencoba meletakkan
ilmu-ilmu alam sebagai norma dan penelitian ilmiah sebagai kegiatan
pengetahuan yang sahih.8 Konstruksi berpikir demikian semakin radikal dan
memuncak pada positivisme Auguste Comte yang menekankan pengetahuan
inderawi tidak hanya sebagai norma tetapi justru menjadi satu satunya norma bagi
kegiatan pengetahuan.

Oleh karena itu, tampilnya positivisme sebagai respon konstruktif terhadap


pemikiran Kant tentang “apa yang dapat diselidiki hanyalah fenomena-fenomena
belaka”, selain membawa dampak atas terjadinya lagi pergeseran pendulum
7
Hartnack, Kant’s Theory of Knowledge …, h. 85.
8
Franki Budi Hardiman, “Ilmu-ilmu Sosial dalam Diskursus Modernisme dan PascaModernisme”,
Jurnal Ulumul Qur’an, (No.1, Vol. IV, Thn. 1994), hal 2.

8
paradigma manusia modern menuju objek juga membawa dampak atas
berakhirnya diskursus epistemologi itu sendiri dan dimulainya diskursus filsafat
ilmu yang memusatkan diri pada penelitian metodolog.9

BAB III

9
Irfan Noor, “Teori Ilmu Pengetahuan Kant Dan Implikasinya Terhadap Batas Ilmu”, Ilmu
Ushuluddin, (Vol. 9, No. 1 Thn. 2010), hal 56.

9
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam kerangka sejarah filsafat Barat, Immanuel Kant hidup dalam masa
dimana ilmu-ilmu alam yang dirintis Newton mencapai puncak pamor
tertingginya. Di ranah dunia filsafat berkembang dua aliran pemikiran yang secara
terus-menerus berkutat dalam perbedaan, yaitu rasionalisme ala Leibniz-Wolff
dan empirisme, terutama yang dikembangkan oleh David Hume. Posisi Kant,
dalam pertentangan ini, bukan semata-mata mengambil-alih dan memadukan dua
aliran pemikiran itu kepada satu sistem. Bagi Kant, mengikuti salah satu aliran
pemikiran di atas bukanlah menyelesaikan masalah. Kedua-duanya dianggap
keliru; kekeliruan rasionalisme adalah pengabaiannya atas posisi penting
pengalaman dan lebih mementingkan rasio, pengertian dan aspek-aspek statis.
Sedangkan empirisisme lebih mementingkan pengalaman dan aspek-aspek
dinamis, tetapi tidak memiliki konsep untuk menggambarkan pengalaman. Maka
dari itu, dia memunculkan pemikiran baru yang dinamai dengan filsafat
kritisisme.

2. Filsafat kritisisme merupakan penggabungan antara rasionalisme dan


empirisme. Aliran kritisisme ini dikenal pula sebagai kritisisme Kant, karena Kant
sebagai penggagas pertama kali yang mengkritik dan menganalisis kedua macam
sumber pengetahuan itu dan menggabungkan keduanya . Intinya, kritisisme di sini
adalah jembatan penghubung antara kaum rasionalisme dan empirisme. Filsafat
kritisisme yang diciptakan oleh Immanuel Kant yaitu, hubungan antara rasio dan
pengalaman menjadi harmonis, sehingga pengetahuan yang benar bukan hanya
apriorinya saja tetapi juga aposteriori, bukan hanya para rasio melainkan juga
pada hasil indrawi. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan  immanuel Kant
tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika.

3. Menurut Kant, terdapat tiga tingkatan dalam proses pengetahuan manusia.


Tingkat pertama dan terendah adalah pencerapan inderawi (sinneswahrnemung).
Tingkat berikutnya atau kedua adalah tingkat rasio (verstand). Terakhir atau
ketiga adalah tingkat tertinggi dalam proses pengetahuan, yaitu adalah tingkat
akal-budi atau intelek (vernunft).

10
B. Saran

Sudah menjadi keharusan untuk memahami dan mempelajar filsafat kritisisme


Immanuel Kant. Dengan mempelajarinya kita akan paham bahwasannya
pemikiran Kant sangatlah krtitis dalam berfilsafat ataupun dalam mengemukakan
permasalahan kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

11
Dinata, Syaiful. "EPISTIMOLOGI KRITISISME IMMANUEL KANT." Kanz
Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism 7.2 (2021):
217-236.
Noor Irfan. TEORI PENGETAHUAN IMMANUEL KANT DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP BATAS ILMU, Jurmal Ilmu Ushuluddin,
Januari 2010 Vol. 9, No. 1
Hudin Amin Nurul. “Kritisisme Kant dan Studi Agama”. Jurnal Kaca Jurusan
Ushuluddin STAI AL FITHRAH, Volume 9, Nomor (2 Agustus 2019)

12

Anda mungkin juga menyukai