DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
2019
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah karena alhamdulillah atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas yaitu membuat makalah untuk
matakuliah Filsafat Pendidikan. Makalah ini bertujuan untuk menginformasikan
kepada seluruh pembaca mengenai materi “Filsafat Pendidikan Empirisme dan
Filsafat Pendidikan Positivisme”.
Kendala yang penulis hadapi dalam menulis makalah ini yaitu, penulis
kesulitan dalam mencari referensi dan sumber bacaan. Terima kasih penulis
ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membuat buku tentang materi ini karena
telah memudahkan penulis untuk melancarkan penulisan ini.
Harapan penulis setelah membuat makalah ini, diharapkan para pembaca
mampu memahami pengetahuan mengenai materi ini.
Kelompok 2
2
Daftar Isi
BAB 1: PENDAHULUAN.....................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
BAB 2: PEMBAHASAN........................................................................................5
2.1 Filsafat Pendidikan Empirisme..........................................................................5
2.2 Filsafat Pendidikan Positivisme.........................................................................9
BAB 3: PENUTUP...............................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................13
3.2 Saran.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Abdul Rozak dan Isep Z.A., Filsafat umum, hlm. 111.
4
BAB 2
PEMBAHASAN
2
Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran dalam Filsafat dan Etika, hlm. 89.
3
Herabudin, IAD, Bandung: Personal Press, 2009.
5
melampaui batas-batas itu, usaha pembaruan akan rusak dan menghasilkan
yang sebaliknya.
6
Dalam Fase Metafisik, yang hanya merupakan bentuk lain dari dari
yang pertama, rasio mengandaikan bukan hal yang supernatural, melainkan
kekuataan-kekuataan abstrak, hal-hal yang benar-benar nyata melekat pada
semua benda (abstraksi-abstraksi yang dipersonifikasikan), dan yang mampu
menghasilkan semua gejala. Paul Jhonson mengemukakan bahwa tahap
metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif. Tahap ini
ditandai dengan satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi, yang
dapat ditemukan dengan akal budi.
5
Ibid, hlm. 86.
7
hasil tindakan langsung dari seorang dewa angina atau tuhan yang agung.
Dalam tahap metafisik, gejala yang sama dapat dijelaskan sebagai manifestasi
dari suatu hukum alam yang tidak dapat diubah. Dalam tahap positif, angina
topan akan dijelaskan sebagai hasil dari suatu kombinasi tertentu dan
tekanan-tekanan udara, kecepatan angin, kelembapan, serta semua variabel
yang dapat diukur, yang berubah terus-menerus dan berinteraksi sehingga
menghasilkan angin topan.
8
Pandangan dan penemuan ilmiah manusia mengenai alam jagat raya ini
telah mendorong lahirnya filsafat pendidikan berbasis positivisme.
Pendidikan yang diarahkan pada suatu tujuan yang realistik. Masyarakat
harus menyadari sepenuhnya bahwa kehidupan tidak bergantung pada mitos
dan berbagai legenda karena semua itu akan membuat masyarakat terlihat
bodoh. Kehidupan bergantung pada kebutuhan yang nyata, pasti, dan rasional.
Oleh karena itu, masyarakat harus melihat pengetahuan dengan memperdalam
pendidikan yang empiris dan realistis. Pendidikan harus berbasis pada
penelitian dan kebenaran yang pasti.
9
yang sama dengan cara berlainan tentang dunia dan manusia. Oleh karena itu,
ajaran Hobbes merupakan sistem materialisme yang pertama dalam sejarah
modern. Sebagai penganut empirisme, Hobbes berpendapat bahwa
pengenalan atau pengetahuan diperoleh karena pengalaman. Pengalaman
adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-
asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu
pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya
pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.
10
1. adanya suatu sistem gagasan dalam pikiran
2. Persesuaian antara gagasan dan benda-benda yang sebenarnya
3. Adanya keyakinan tentang persesuaian
Gagasan dalam pikiran manusia adalah ide yang terdapat dalam alat
piker yang disebut dengan akal atau otak. Tidak ada seorang pun yang dapat
menggambarkan bentuk konkret dari akal. Gagasan muncul dari adanya
realitas, sedangkan realitas yang dapat dijumpai manusia ada dua macam
yaitu:
1. Pengetahuan sains
2. Pengetahuan filsafat
3. Pengetahuan mistik
6
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 67
11
penghayatannya. Lalu, pengetahuan dari keduanya diperkuat oleh
pengalaman, baik pengalaman rasional maupun pengalaman intuisional.7
7
Ibid.
8
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Teori Pendidikan Pelaku Sosial
Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000, hlm. 1.
12
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14