Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayahnya yang telah
membantu kami untuk menyelesaikan makalah kami dengan tepat waktu. Dan terima kasih
disampaikan Nuriyadin, M.Fil.I yang telah membimbing kami dalam proses penyelesaian
makalah ini.

Dalam proses pengerjaan makalah ini banyak sekali rintangan dan kesulitan ada diantara
kami. Namun, atas dukungan dan bantuan dari pengajar, teman-teman, dan semua pihak yang
membantu pada akhirnya makalah tentang nilai-nilai budaya sebagai karakter masyarakat
pada studi Filsafat Sejarah dapat terselesaikan dengan baik.

Kami selaku pemakalah meminta maaf sebesar-besarnya apabila ada salah tulisan
maupun kata yang kurang berkenan dalam makalah kami. Karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan. Disamping itu pula kami berharap makalah ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca yang ingin mempelajari dan mengetahui tema yang
tercantum dalam makalah ini serta bagi pemakalah lain sebagai referensi dengan tema yang
sama.

Sekian dari kami sebagai pemakalah apabila ada kata dan kalimat yang menyinggung
hati kami memohon maaf sebesar-besarnya dan makalah ini dapat memberi manfaat
sebagaimana mestinya. Semoga bermanfaat.

Surabaya, 15 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1

Bab II Pembahasan 2
2.1 Aliran-aliran Filsafat Sejarah 2
2.2 Teori-teori Filsafat Sejarah yang berkembang 2

Bab III Penutup 12


3.1 Kesimpulan 12

Daftar Pustaka 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sejarah karena manusia berada dalam sejarah sebagai
pelaku sejarah. Sebagai makhluk yang memiliki sejarah, ada saat dimana manusia
mempertanyakan sejarahnya. Manusia mempunyai daya kekuatan atau daya kemampuan
untuk tumbuh dan berkembang. Kesadaran manusia terhadap sejarah sudah dimulai sejak
manusia mempertanyakan sejarah itu sendiri, dimulai pada Yunani Kuno atau bahkan
sebelum periode Yunani Kuno manusia sudah mempertanyakan sejarahnya.
Melalui kesadaran sejarah tersebut manusia bisa memahami atau bahkan
merumuskan gerak sejarah sesuai dengan interpretasinya. Dalam hal ini manusia mulai
mendalami prosesi fenomena gerak sejarah dengan membentuk aliran-aliran dari masa
klasik hingga masa sekarang dalam hal ini yang dimaksudkan adalah aliran dalam filsafat
sejarah seperti idealisme, matrealisme, kritiisme. Dari aliran-aliran tersebut memunculkan
teori-teori filsafat sejarah untuk mendukung paham-paham dari aliran-aliran tersebut.
Makalah ini disusun untuk membahas aliran-aliran dalam filsafat sejarah disertai dengan
teori-teori yang dipakai dalam filsafat sejarah untuk lebih jelaskan akan kami paparkan
pada bagian pembahasan.

B. Rumusan Masalah

1) Apa saja aliran-aliran filsafat sejarah?


2) Apa saja teori-teori filsafat sejarah yang berkembang?

C. Tujuan

1) Mengetahui aliran-aliran filsafat sejarah.


2) Mengetahui teori-teori filsafat sejarah yang berkembang.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aliran-Aliran Filsafat Sejarah


Adapun beberapa aliran dalam filsafat sejarah, diantaranya aliran idealisme,
materialisme, dan kritisme.
1. Idealisme

Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang mempuyai pandangan bahwa


hakekat segala sesuatu ada paada tataran ide. Realitas yang berwujud sebenarnya
lebih dulu ada dalam realitas ide dan pikiran bukan pada hal-hal yang bersifat materi.
Namun meskipun demikian idealisme tidak mengingkari adanya materi. Menurut
pandangan idealisme materi merupakan bagian luar dari apa yag disebut hakekat
terdalam yaitu akal atau ruh, sehingga materi merupakan bungkus luar dari hakekat,
pikiran, akal, budi, ruh atau nilai.

Pemikiran idealise selalu identik dengan Plato (427-327 SM) mengingat Plato
merupakan bapak filsafat idealisme atau pencetus filsafat idealisme. Ia adalah seorang
ahli filsafat yag mendasarkan pada keyakinan metafisik bahwa ada eksistensi dari
“yang ada” (idea) yang tidak berubah, tetap dan bersifat umum universal. Menurutya
hakekat segala sesuatu yang ada dibalik materi itu adalah ide. Ide bersifat kekal,
immaterial dan tidak berubah. Dalam hal ini walaupun materi hancur namun ide tidak
akan ikut musnah. Dalam mencari suatu kebenaran Plato berpendapat bahwa
kebenaran tidak dapat ditemukan dalam dunia nyata, sebab dunia nyata bersifat tidak
permanen dan selalu mengalami perubahan. Hal ini diartikan bahwa dunia materi
bukanlah dunia yang sebenarnya, namun hanyalah ilusi semata yang dihasilkan oleh
panca indra1. Pandangan filosofis idealisme dapat dilihat pada cabang-cabang filsafat
yakni ontologi (realitas akal pikiran), epistemologi (kebenaran sebagai ide dan
gagasan), dan aksiologi (nilai-nilai dari dunia ide).

2. Materialisme
Aliran materialisme merupakan suatu paham yang menekankan pada materi
atau sistem pemikiran yang meyakini materi adalah satu-satunya keberadaan yang
mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Materialisme juga berarti
1
Rusdi, Filsafat Idealisme Implikasinya dalam Pendidikan. Jurnal Dinamika Ilmu, Vol.13. No.2, Desember
2013. Hlm, 238.

2
faham atau aliran yang menganggap bahwa di dunia ini tidak ada selain materi
atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Pada abad pertama masehi, aliran
materialisme belum ada respon serius. Pada abad pertengahan juga masih
dianggap asing. Kemudian pada zaman Aufklarung atau pencerahan , materialisme
mendapat respon penting di Eropa Barat.
Pada abad ke-19 pertengahan, aliran materialisme berkembang dan tumbuh
subur di Barat sebab dengan faham materialisme orang-orang merasa mempunyai
harapan besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. 2 Pada abad ke-19,
materialisme ditampilkan oleh beberapa tokoh seperti Jacob Moleschott, Ludwig
Bucchner, Friedrich Lange, dan Ernst Haechal serta Friedrich Engels dengan teori
materialisme dialektis. Karl Marx seorang filsuf dari Jerman memiliki pandangan
tuk memunculkan materialisme historis yang menafsirkan masyarakat adalah
dasar sejarah dan ekonomi dipandang sebagai dasar kehidupan masyarakat.3
Materialisme mengacu pada pandangan Karl Mark, menurutnya materialisme
adalah teori mengatakan bahwa atom materi berada sendiri dan bergerak
menjadikan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal dan kesadaran
termasuk dalam segala proses fisikal yang dapat disederhanakan menjadi unsur
fisik. Hal tersebut lebih mangacu pada materialisme tradisional, sedangkan
materialisme modern mengatakan bahwa alam itu merupakan kesatuan materiil
yang tak terbatas.4 Adapun cabang-cabang aliran materialisme dalam pandangan
Karl Marx diantaranya, materialis dialektika dan historis. Cabang-cabang tersebut
akan menimbulkan beberapa teori-teori mengenai materialisme itu sendiri.
3. Kritisme

Tokoh utama aliran kritisme adalah Immanuel Kant yang lahir pada tahun
1724 M di Konisbergen, Prusia, Jerman. Aliran ini merupakan aliran yang muncul
akibat reaksi dari adanya ketegangan antara rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme telah gagal dalam membangun transendensi Tuhan atas alam,
sedangkan empirisme pun juga gagal dalam membuktikan eksistensi alam yang
diyakini berbeda dari pikiran dan empirisme justru kehilangan jati dirinya dalam
skeptisisme. Isi utama dari kritisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori
pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-

2
Setia Budhi Wilardjo, “Aliran-aliran dalam Filsafat Ilmu berkaitan dengan Ekonomi”, Jurnal Unimus,
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang, hal 1
3
Philipus Pada Sulistya, Materialisme, file:///C:/Users/hp/Downloads/MATERIALISME.doc-dikonversi.pdf
diakeses senin, 18 November 2019. Hal 4.
4
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Mitologisampai Teofilosofis (Bandung:
Pustaka Setia, 2008). 363.

3
pertanyaan mendasar yang timbul pada pikiran Immanuel Kant. Pertanyaan tersebut
meliputi: 1. Apa yang dapat saya ketahui?, 2. Apa yang harus saya ketahui?, 3. Apa
yang boleh saya harapkan?. Kemudian Kritisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek bukan pada
objek.
2. Penegasan tetang keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui
realitas atau hakekat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya.
3. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas
perpaduan antara peranan unsure apriori yang berasal dari rasio serta berupa
ruang dan waktu dari peraan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa
ruang dan waktu dari perann unsure aposteriori yag berasal dari pengalaman
yang berupa materi5.

Immanuel Kant berpendapat bahwa pengenalan manusia merupakan sintesis


antara unsur-unsur apriori dan unsur aposteriori. Kant tidak menentang adanya akal
murni ia hanya menunjukkan bahwa akal murni itu terbatas. Akal murni
menghasilkan pengetahuan tanpa dasar indrawi atau independen dari alat pancaindra.
Pengetahuan indrawi tidak dapat menjangkau hakikat objek, tidak sampai pada
kebenaran umum. Adapun kebenaran umum harus bebas dari pengalaman, dengan arti
harus jelas dan pasti dengan sendirinya6.

Dalam ilmu sejarah filsafat sejarah kritis meneliti dan lebih mengarahkan
kepada masalah-masalah tentang bagaimana masa silam itu dapat dilukiskan,
digambarkan atau direkontruksikan kembali7.

2.2 Teori-Teori Filsafat Sejarah yang berkembang


Dari aliran-aliran tersebut memunculkan teori-teori filsafat sejarah untuk mendukung
paham-paham dari aliran-aliran tersebut.
1. Idealisme
a. Idealisme subjektif ( Immaterialisme)

Jenis idealisme ini juga dinamakan mentalisme atau fenomenalisme. Jenis ini
sangat tidak dapat dipertahankan karena paling banyak mendapat tantangan. Seorang
idealis subjektif berpendirian bahwa akal jiwa dan persepsi-persepsinya atau ide-
idenya merupakan segala yang ada. Objek pengalaman bukan benda material, objek
Pengalaman adalah persepsi. Benda-benda seperti bangunan dan pohon pohonan itu
ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.

5
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Mitologisampai Teofilosofis (Bandung:
Pustaka Setia, 2008). Hlm,282- 283.
6
Ibid., 277.
7
A.Daliman, Pengantar Filsafat Sejarah (Yogyakarta: Penerbit Ombak,2012). Hlm, 43.

4
Seorang idealis subjektif tidak mengingkari adanya Apa yang dinamakan alam
yang riil. Permasalahannya adalah bukan pada adanya benda-benda itu akan tetapi
Bagaimana alam itu di interpretasikan. Alam tidak berdiri sendiri dan bebas dari orang
yang mengetahuinya. Bahwa dunia luar itu ada menurut seorang idealis subjektif
mempunyai arti yang sangat khusus yakni bahwa kata ada dipakai dalam arti yang
sangat berlainan dari arti yang biasa dipakai. Bagi seorang idealis subjektif apa yang
ada adalah akal dan ide-idenya dan yang riil adalah akal yang sadar atau perseepsi
yang dilakukan oleh akal tersebut.

Idealisme subjektif diwakili oleh George Berkeley (1685-1753), seorang filosof


dari Irlandia. Iya lebih suka filsafatnya dengan immaterialisme. Menurutnya, tanya
akal dan ide-idenya yang ada. Iya mengatakan bahwa ide itu ada dan ia dipersepsikan
oleh suatu akal. Baginya, Ide adalah “esse est perzipi” (ada berarti dipersepsikan).
Tetapi akan itu sendiri tidak perlu dipersepsikan agar dapat berada. Akal adalah yang
melakukan persepsi. segala yang riil adalah akal yang sadar atau suatu persepsi atau
ide yang dimiliki oleh akal tersebut. Jika dikatakan bahwa benda-benda itu ada ketika
benda-benda itu tidak terlihat dan jika percaya kepada wujud yang terdiri dari dunia
luar. Berkeley menjawab bahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah real
disebabkan oleh akal yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi adalah pencipta
dan pengatur alam. Tuhan menentukan urutan dan susunan ide-ide.

b. Idealisme obyektif

Banyak filosof idealis, dari Plato,melalui Hegel sampai filsafat masa ini menolak
subjektivisme yang ekstrem atau mentalisme, dan menolak juga pandangan bahwa
dunia luar itu adalah buatan manusia. Mereka berpendapat bahwa peraturan dan bentuk
dunia begitu juga pengetahuan adalah ditentukan oleh watak dunia sendiri. Akal
menemukan peraturan alam. Mereka itu idealis dalam memberi interpretasi kepada
alam sebagai suatu bidang yang dapat dipahami yang bentuk sistematiknya
menunjukkan susunan yang rasional dan nilai. Jika dikatakan bahwa watak yang
sebenarnya dari alam adalah bersifat mental maka Artinya bahwa alam itu suatu
susunan yang meliputi segala-galanya, dan wataknya yang pokok adalah akal.

Plato menamakan realitas yang fundamental dengan nama ide, tetapi baginya, tidak
seperti Berkeley, hal tersebut tidak berarti bahwa ide itu untuk berada harus Bersandar
kepada suatu akal, apakah itu akal manusia atau akal Tuhan. Plato percaya bahwa di

5
belakang alam perubahan atau alam empiris, alam fenomena yang kita lihat atau kita
rasakan, terdapat dalam ideal, yaitu alam esensi, form, atau ide.

Menurut Plato, Dunia dibagi dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia
penglihatan, suara dan benda-benda Individual. Dunia seperti itu yakni yang konkrit
temporal dan rusak, bukanlah dunia yang sesungguhnya melainkan dunia penampakan
saja. Kedua, terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, Ide, universal atau
esensi yang abadi. Konsep manusia mengandung realitas yang lebih besar daripada
yang dimiliki orang seseorang. Kita mengenal benda-benda individual karena
mengetahui konsep-konsep dari contoh-contoh abadi.

Bidang yang kedua di atas mencakup contoh, bentuk (form) atau jenis (type) yang
berguna sebagai ukuran untuk benda-benda yang dipersepsikan dengan indera kita.
Ide-ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda
individual adalah copy atau bayangan dari ide-ide tersebut. Walaupun realitas itu
bersifat immaterial, Plato tidak mengatakan bahwa tak ada orang yang riil kecuali akal
dan pengalaman-pengalamannya. Ide-ide yang tidak berubah atau essensi yang
sifatnya riil, diketahui manusia dengan perantaraan akal. Jiwa manusia adalah essensi
immaterial, dikurung dalam badan manusia untuk sementara waktu. Dunia materi
berubah, jika dipengaruhi rasa indra, hanya akan memberikan opini dan bukan
pengetahuan.

Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian alam


tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala sesuatu, dan mereka menghubungkan
kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak
(absolute mind). Hegel (1770-1831) memaparkan satu dari sistem-sistem yang terbaik
dalam idealisme monistik atau mutlak (absolute). Pikiran adalah essensi dari alam dan
alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Alam dalah proses pikiran yang
memudar. Alam adalah Akal yang Mutlak (absolute reason) yang mengekpresikan
dirinya dalam bentuk luar. Oleh karena itu maka hukum-hukum pikiran merupakan
hukum-hukum realitas. Sejarah adalah cara zat Mutlak (Absolute) itu menjelma dalam
waktu dan pengalaman manusia. Oleh karena alam itu satu, dan bersifat mempunyai
maksud serta berpikir, maka alam itu harus berwatak pikiran. Jika kita memikirkan
tentang keseluruhan tata tertib dunia, yakni tertib yang mencakup in-organik, organik,
tahap-tahap keberadaan yang spiritual, dalam suatu cara tertib yang mencakup segala

6
galanya, pada waktu itulah kita membicarakan tentang yang Mutlak, Jiwa yang Mutlak
atau Tuhan.

Kelompok idealis obyektif ini tidak mengingkari adanya realitas luar atau realitas
obyektif. Mereka percaya bahwa sikap mereka adalah satu-satunya sifat yang bersifat
adil kepada segi obyektif dari pengalaman, oleh karena mereka menemukan dalam
alam prinsip: tata tertib, akal dan maksud yang sama seperti yang ditemukan manusia
dalam dirinya sendiri. Terdapat suatu akal yang memiliki maksud di alam ini. Mereka
percaya bahwa hal itu ditemukan bukan sekadar difahami dalam alam. Alam telah ada
sebelum jiwa individual (saya) dan akan tetap sesudah saya; alam juga sudah ada
sebelum kelompok manusia ada. Tetapi adanya arti dalam dunia, mengandung arti
bahwa ada sesuatu seperti akal atau pikiran di tengah-tengah idealitas. Tata tertib
realitas yang sangat berarti seperti itu diberikan kepada manusia agar ia memikirkan
dan berpartisipasi di dalamnya. Keyakinan terhadap arti dan pemikiran dalam struktur
dunia adalah intuisi dasar yang menjadi asas idealisme.

c. Idealisme Personal

Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik dan idealisme


monistik. Bagi seorang personalis, yang dimaksud dengan realitas dasar itu bukan
pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus, melainkan seseorang atau
jiwa (seorang pemikir). Realitas tersebut termasuk personalitas yang sadar. Bagi
kelompok personalis alam adalah tata tertib yang obyektif, walaupun begitu alam
tidaklah berdiri sendiri.

Edgar Sefield Brighmand (1884-1953), Rudolf Herman Lotze (1817-1881) dan


Borden P Bowner (1847-1910) menekan pada pendapat yang yang mengatakan bahwa
alam adalah tata tertib yang obyektif, walaupun begitu alam tidak berada sendiri,
manusia dapat mengatasi alam jika ia mengadakan interpretasi terhadap alam ini.
Kemudian sains mengatasi materialnya melalui teori-teorinya. Alam arti dan alam nilai
menjangkau lebih jauh daripada alam semesta sebagai penjelasan terakhirnya. Menurut
brighman yang dimaksud dengan realitas adalah masyarakat perseorangan yang juga
mencakup Zat yang tidak diciptakan dan orang-orang yang diciptakan Tuhan dalam
masyarakat manusia.

2. Materalisme

7
Pemikiran Karl Marx dipengaruhi oleh filsafat klasik Jerman, sosialisme
Perancis, dan ekonomi Inggris, sehingga Marx dan Engels mempertahankan
materialisme yang diambil dari Feurbach dan menjadikan teori filsafatnya. Metode
pendekatannya tuk memahami dan memperlajari gejala alam diambil dari sistem
dialektika Hegel, sehingga lahir materialisme dialektik yang dikembangkan
menjadi materialisme historis. Kemudian pada pandangan Karl Marx, materialisme
akan dipaparankan beberapa aliran yang memunculkan teori mengenai
materialisme, diantaranya materialisme historis dan materialisme dialektis.
a. Materalisme Dialektika
Perkembangan sejarah manusia dan masyarakatpun tunduk dan
mempunyai watak materialistik dialektis sehingga jika teori ini diterapkan
pada gejala masyarakat, timbullah materialisme historis. Materialisme
dialektik timbul karena perjuangan sosial akibat Revolusi Industri. Menurut
Materialisme, yang ada didunia ini, tidak ada sesuatu selain benda dalam
gerak, benda tidak akan dapat bergerak, kecuali dalam ruang dan waktu. Tiada
tempat bagi Tuhan diduniaini. Oleh karena itu materialisme dialektika
merupakan buah dari teori gerak dan perkembangan. Dialektika Marx diambil
dari pemikiran Hegel yang mana Marx dan Engels menolak idealisme Hegel,
tapi mereka menerima hampir seluruh metodologi filsafatnya. Perbedaan
dialektika Hegel dengan Marx terletak pada dasar filsafatnya yang mana
filsafat Hegel berdasarkan sifat idealis, sedangkan filsafat Marx berdasarkan
materialisme.
Menurut Hegel, dunia selalu dalam proses perkembangan, proses
perkembangan tersebut bersifat dialektis yang mana perkembangan tersebut
berlangsung melalui beberapa tahap. Segala perkembangan baik dalam benda
maupun ide terjadi dengan cara mengalahkan kontradiksi. Sedangkan menurut
Marx dalam memandang ide yang tak lain dari dunia materiil direfleksikan
oleh pikiran manusia dan diterjemahkan dalam bentuk pemikiran. Sehingga
Marx menyatakan bahwa dialektika Hegel berjalan dikepalannya yang
menggambarkan dialektika idea, sedangkan Marx menjadikannya dialektika
materi. Bagi Hegel, alam merupakan buah hasil roh, namun bagi Marx dan
Eangels adalah segala sesuatu bersifat rohani merupakan buah hasil dari
materi.

8
Prinsip materialisme dialektika memandang alam semesta bukan tumpukan
yang terdiri dari segala sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah-pisah, tapi
menjadi satu keseluruhan yang saling berhubungan. Alam ini bukan suatu
yang diam tapi selalu bergerak terus-menerus dan berkembang.8
b. Materialisme Historis
Materialisme historis merupakan pandangan ekonomi terhadap sejarah.
Kata historis ditempatkan Marx dengan maksud untuk menjelaskan berbagai
tingkat perkembangan ekonomi masyarakat yang terjadi sepanjang zaman.
Sedangkan materialisme yang dimaksud Marx adalah mengacu pada
pengertian benda sebagai kenyataan yang pokok. Marx tetap konsekuen
memakai kata historical materialisme untuk menunjukkan sikapnya yang
bertentangan dengan filsafat idealism.9
Materialisme Historis menjungkirbalikkan sejarah kaum penguasa,
bahwa rakyat jelatalah aktor utama di dalam perubahan sejarah. Kalaupun ada
figur-figur pemimpin, ia tidak lain adalah pengejawantahan dari kelas-kelas
yang ada di dalam masyarakat. Materialisme Historis tidak menyangkal peran
individu di dalam sejarah, tetapi meletakkannya dalam konteks kondisi
masyarakat yang ada saat itu, dalam hubungannya yang dialektis. Sehingga
Kelas sosial menurut Marx merupakan gejala khas yang terdapat pada
masyarakat pascafeodal. Marx kemudian menyebut di dalam struktur kelas ada
perbedaan, yakni kelas atas (kaum pemilik dan alat-alat industri) dan kelas
bawah (kaum proletar, buruh). Dalam masyarakat kapitalis Marx menyebutkan
ada tiga kelas sosial, yaitu: (1) kaum buruh, yaitu mereka yang hidup dari
upah (2) kaum pemilik modal (yang hidup dari laba) dan (3) para tuan tanah
(yang hidup dari rente tanah). Hubungan antar kelas ini menurut Marx ditandai
oleh hubungan eksploitasi, pengisapan, dan hubungan kekuasaan (antara yang
berkuasa dan yang dikuasai). Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan
dalam teori kelas, yaitu: (1) Besarnya peran struktural dibanding kesadaran
dan moralitas. Implikasinya bukan perubahan sikap yang mengakhiri konflik,
tetapi perubahan struktur ekonomi. (2) adanya pertentangan kepentingan kelas
pemilik dan kelas buruh. Implikasinya mereka mengambil sikap dasar yang
8
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Mitologisampai Teofilosofis (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), 369-371.
9
Irzum Farihah, “Filsafat Matrealisme Karl Marx (Epistimologi Dialectical And Historical Matrealism)”,
Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Vol. 3, No. 2, Desember 2015, hal 441.

9
berbeda dalam perubahan sosial. Kelas buruh cenderung progresif dan
revolusioner, sementara kelas pemilik modal cenderung bersikap
mempertahankan status quo menentang segala bentuk perubahan dalam
struktur kekuasaan. (3) setiap kemajuan dalam masyarakat hanya akan dapat
dicapai melalui gerakan revolusioner. Semua itu pemikiran Karl Marx
bermuara pada tujuan akhir yang dicitacitakannya, yakni “masayarakat tanpa
kelas”.10
3. Kritisme
1. Kritik atas Rasio Murni

Menurut kant, baik rasionalisme maupun empirisme, kedua-duanya


berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan
paduan antara sintesis dari unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.

Kant sangat mengagumi empirisme hume yang bersifat radikal dan


konsekuen, tetapi ia tidak dapat menyetujui skeptisisme yang dianut hume
dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak dapat
mencapai kepastian. Menurut kant ada tiga tahap pengenalan, yaitu:

a) Pada taraf indra


Menurut kant, unsur apriori itu sudah terdapat pada taraf indra.
Dalam pengetahuan indrawi ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu,
dan keduanya berakar dalam struktur subjek sendiri. Terkadang ada realita
yang terlepas dari subjek, yang hanya bisa dikenal dengan gejala-gejalanya
saja.
b) Pada taraf akal budi
Pengenalan akal budi juga merupakan antara bentuk dengan materi.
Materi adalah data-data indrawi dan bentuk adalah apriori, yang terdapat
pada akal budi. Bentuk apriori ini dinamakan kant dengan istilah
“kategori”.11
c) Pada taraf rasio
Rasio membentuk argumentasi dengan dipimpin oleh tiga ide, yaitu:
jiwa, dunia, dan allah. Ide menurut kant adalah cita-cita yang menjamin

10
Ibid, 443
11
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Mitologisampai Teofilosofis (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), 285.

10
kesatuan terakhir dalam bidang gejala psikis (jiwa), kejadian jasmani
(dunia), dan segala-galanya yang ada (allah). Ketigsa ide ini mengatur
agumentasi dalam pengalaman.12
2. Kritik atas Rasio Praktis

Rasio praktis adalah rasio yang mengatakan apa yang harus kita
lakukan; atau dengan kata lain, rasio yang memberikan perintah kepada
kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah
yang mutlak (imperatif kategori). Terdapat tiga postulat dari rasio praktis,
yaitu: kebebasan kehendak, inmoralitas jiwa, dan adanya allah.

Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoretis harus diandaikan atas
dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang ketiga postulat tersebut, kita semua
tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat dinamakan
oleh kant sebagai kepercayaan.13

3. Kritik atas Daya Pertimbangan

Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik atas rasio
praktis” ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan
mutlak di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku
manusia. Maksudnya kritik ini adalah mengerti kedua persesuaian kedua
lapangan ini dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).

Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Finalitas yang bersifat


subjektif yaitu manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri.
Sedangkan finalitas yang bersifat objektif yaitu keselarasan satu sama lain dari
benda-benda alam.

Kritisisme kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam


pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substansial dari
sesuatu itu. Rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak
membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan melulu tolok
ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional.14

12
Ibid, 286.
13
Ibid, 287.
14
Ibid, 288.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Dalam filsafat sejarah ada beberapa aliran yang terkait, namun dalam makalah ini
yang dicantumkan meliputi aliran materialisme dalam pemikiran Karl Marx,
Idealisme dalam pemikiran Plato, dan Kritisisme dalam pemikiran Imanuel Kant.
2. Dari aliran-aliran tersebut memunculkan teori-teori filsafat sejarah untuk
mendukung paham-paham dari aliran-aliran tersebut.Teori-teori filsafat sejarah
yang berkembang diantaranya dalam aliran materialisme terdapat teori
materialisme dialektika dan materialisme historis, kemudian dalam aliran
idealisme terdapat teoris idealisme subjektif, objektif, dan personal. Dan dalam
aliran kritisime terdapat beberapa kritik meliputi kritik rasio murni, kritik rasio
praktis, dan kritik daya pertimbangan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Daliman, A. Pengantar Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak,2012.


Farihah, Irzum “Filsafat Matrealisme Karl Marx (Epistimologi Dialectical And Historical
Matrealism)”, Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Vol. 3, No. 2,
Desember 2015.
Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum Dari Mitologi sampai
Teofolosofi. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Munir, Misnal. Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2014.

Philipus Pada Sulistya, Materialisme, file:///C:/Users/hp/Downloads/MATERIALISME.doc-


dikonversi.pdf diakeses senin, 18 November 2019.

Rusdi, Filsafat Idealisme Implikasinya dalam Pendidikan. Jurnal Dinamika Ilmu, Vol.13.
No.2, Desember 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai