Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HAKIKAT KRITISISME DAN POSITIVISME DALAM FILSAFAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Al-Qur’an dan Hadist

Dosen Pengampu: Dr. Moh. Haris Balady, S.E, M.M.

Disusun oleh:

Kelompok 7

1. Dwi Husniati (E20192278)


2. Suharti (E20192286)
3. Linda Nurul Farawansah (E20192288)
4. Ivalia (E20192294)
5. Siti Nurul Qomariah (E20192297)
6. Wardatun Nafisah (E20192321)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI JEMBER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
2020

KATA PENGANTAR

1
Ucapan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyelesaian makalah ini terutama kepada dosen Filsafat Umum yaitu Bapak Dr. Moh. Haris
Balady, S.E, M.M. selaku dosen yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dalam
terselesaikannya makalah ini.
Kami sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
banyak kekurangan-kekurangannya. Maka dari itu kami mengharap kritik serta saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Untuk menambah
ilmu tambahan.

Jember, 20 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................5

1. Kritisisme (Filsafat Berbasis Kritik)..............................................................5


A. Pengertin..................................................................................................5
B. Immanuel Kant.........................................................................................6
2. Positivisme (filsafat demi Pengetahuan Ilmiah)............................................12
A. Pengertian................................................................................................12
B. Aguste Comte...........................................................................................15

BAB III PENUTUP...................................................................................................16

A. Kesimpulan....................................................................................................16
B. Saran..............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat adalah sebuah ilmu pengetahuan dimana logika, metode, dan sistem digunakan
untuk  mengkaji masalah umum sampai mendasar mengenai berbagai jenis persoalan.
Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki
kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik
terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme yang mana kedua faham tersebut
berlawanan.
positivisme pertama kali dikemukakan oleh Auguste Comte. Menurut Comte,
postivisme merupakan kajian ilmiah dan suatubtingkatan dalam perkembangan pikiran
manusia. Pikiran berkembang melalui tahap-tahap teologis, metafisika, dan positivis,
yangdibedakan terutama oleh metode-metode eksplanasinya. Pada tahap teologis, berbicara
dalam konteks entitas supranatural seperti roh-roh dan Tuhan. Pada tahap metafisika,
eksplanasi dijelaskan dalam konsep yang abstrak, kekuatan-kekuatan personifikasi dalam
alam seperti hukum moral.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian dari kritisisme?
2. Bagaimana kritisisme menurut Imanuel Kant?
3. Menjelaskan pengertia positivisme?
4. Bagaimana positivism menurut Aguste comte?

C. Tujuan
1. Untuk memenuhu tugas mata kuliah Filsafat Umum.
2. Untuk mengetahui pengertian dari kritisisme.
3. Untuk mengetahui pengertian kritisisme menurut Immanuel Kant.
4. Untuk mengtahui pengertian positivisme.
5. Untuk mengetahui pengertian dari positivism menurut Aguste Comte.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kritisisme (Filsafat Berbasis Kritik)


A. Pengertian Kritisisme
Kritisisme berasal dari kata kritika yang merupakan kata kerja dari krinein yang artinya
memeriksa dengan teliti menguji, dan membedakan. Adapun pengertian lebih lengkap
mengenai kritisisme ialah suatu pengetahuan yang memeriksa dengan teliti, apakah suatu
pengetahuan yang di dapat sesuai dengan realita kehidupan atau tidak. Selain itu, kritisisme
juga dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menyelidiki batasan-batasan kemampuan
rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
Sebagai sebuah hasil pemikiran, tentunya kritisisme memiliki ciri-ciri khusus yang
membedakannya dengan hasil pemikiran yang lain diantaranya ialah menganggap bahwa
objek pengenalan berpusat pada subjek, Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio
manusia dalam mengetahui realita atau hakikat sesuatu karena sebenarnya rasio hanya
mampu menjangkau gejala atau fenomenanya saja, kemudian menjelaskan bahwa
pengenalan manusia atas segala sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur
anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur
apesteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.
Kritisisme merupakan bagian dari filsafat modern. Secara garis besar kritisisme
merupakan teori yang dihasilkan dari sintesis antara rasionalisme dan empirisme. Aliran ini
berpendapat bahwa kebenaran itu tidak perlu diuji sebab sudah memiliki batasan-batasan
tersendiri antara rasionalisme dan empirisme.sme adalah filsafat yang memulai
perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya.
Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham
Empirisme. Yang mana kedua faham tersebut berlawanan, Adapun pengertian secara
perinci adalah sebagai berikut:
Faham Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan
melalui pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Paham ini menjadi
salah satu bagian dari renaissance atau pencerahan dimana timbul perlawanan terhadap
gereja yang menyebar ajaran dengan dogma-dogma yang tidak bisa diterima oleh logika.

5
Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung tinggi akal sebagai sumber dari segala
pembenaran. Segala sesuatu harus diukur dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik
tolak pandangan ini didasarkan kepada logika matematika. Pandangan ini sangat popular
pada abad 17. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (1596-1650), Benedictus de Spinoza
– biasa dikenal: Barukh Spinoza (1632-1677), G.W. Leibniz (1646-1716), Blaise Pascal
(1623-1662).
Faham Empirisisme adalah pencarian kebenaran melalui pembuktian-pembukitan
indrawi. Kebenaran belum dapat dikatakan kebenaran apabila tidak bisa dibuktikan secara
indrawi, yaitu dilihat, didengar dan dirasa. Francis Bacon (1561-1624) seorang filsuf
Empirisme pada awal abad Pencerahan menulis dalam salah satu karyanya Novum
Organum: Segala kebenaran hanya diperoleh secara induktif, yaitu melalui pengalamn dan
pikiran yang didasarkan atas empiris, dan melalui kesimpulan dari hal yang khusus kepada
hal yang umum. Empirisisme muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap superioritas
akal. Paham ini bertolak belakang dengan Rasionalisme yang mengutamakan akal. Tokoh-
tokohnya adalah John Locke (1632-1704); George Berkeley (1685-1753); David Hume
(1711-1776). Kebenaran dalam Empirisme harus dibuktikan dengan pengalaman. Peranan
pengalaman menjadi tumpuan untuk memverifikasi sesuatu yang dianggap benar.
Kebenaran jenis ini juga telah mempengaruhi manusia sampai sekarang ini, khususnya
dalam bidang Hukum dan HAM.
B. Immanuel Kant
1. Biografi
Immanuel Kant dilahirkan pada tahun 1724 di Königsberg dari pasangan Johann Georg
Kant, seorang ahli pembuat baju zirah (baju besi), dan Anna Regina Kant.Ayahnya
kemudian dikenal sebagai ahli perdagangan, namun di tahun 1730-1740, perdangangan di
Königsberg mengalami kemerosotan.Hal ini memengaruhi bisnis ayahnya dan membuat
keluarga mereka hidup dalam kesulitan.Ibunya meninggal saat Kant berumur 13 tahun,
sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun. Pendidikan dasarnya
ditempuh Kant di Saint George’s Hospital School, kemudian dilanjutkan ke Collegium
Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietist.
Keluarga Kant memang penganut agama Pietist, yaitu agama di jerman yang
mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Pada tahun 1740,

6
Kant menempuh pendidikan di University of Königsberg dan mempelajari tentang filosofi,
matematika, dan ilmu alam. Untuk meneruskan pendidikannya, dia bekerja sebagai guru
privat selama tujuh tahun dan pada masa itu, Kant mempublikasikan beberapa naskah yang
berkaitan dengan pertanyaan ilmiah. Pada tahun 1755-1770, Kant bekerja
sebagai dosen sambil terus mempublikasikan beberapa naskah ilmiah dengan berbagai
macam topik. Gelar profesor didapatkan Kant di Königsberg pada tahun 1770.
Immanuel Kant dikenal sebagai tokoh kritisisme. Filsafat kritis yang ditampilkannya
bertujuan untuk menjembatani pertentangan antara kaum Rasionalisme dengan kaum
Empirisme. Menurut kant, pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum Rasionalisme tercermin
dalam putusan yang bersifat analitik-apriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat
sudah termasuk dengan sendirinya kedalam subyek. Memang mengandung kepastian dan
berlaku umum, tetapi tidak memberikan sesuatu yang baru. Sedangkan yang dihasilkan oleh
kaum Empirisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat sintetik-aposteriori, yaitu suatu
bentuk putusan dimana predikat belum termasuk kedalam subyek. Meski demikian, sifat
sintetik-apesteriori ini memberikan pengetahuan yang baru, namun sifatnya tidak tetap,
sangat bergantung pada ruang dan waktu. Kebenaran disini sangat bersifat subyektif.

2. Pemikiran Immanuel Kant


Perkembangan pemikiran kant mengalami empat periode;
a. Periode pertama ialah ketika ia masih dipengaruhi oleh Leibniz Wolf, yaitu samapi
tahun 1760. Periode ini sering disebut periode rasionalistik
b. Periode kedua berlangsung antara tahun 1760 – 1770, yang ditandai dengan semangat
skeptisisme. Periode ini sering disebut periode empiristik
c. Periode ketiga dimulai dari inaugural dissertation-nya pada tahun 1770. Periode ini bisa
dikenal sebagai tahap kritik.
d. Periode keempat berlangsung antara tahun 1790 sampai tahun 1804. Pada periode ini
Kant mengalihkan perhatiannya pada masalah religi dan problem-problem sosial. Karya
Kant yang terpenting pada periode keempat adalah Religion within the Limits of Pure
Reason (1794) dan sebuah kumpulan esei berjudulEternal Peace (1795).

7
3. Ciri-ciri aliran kritisisme yang dipelopori oleh Kant
a. Mengangap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
b. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia utuk mengetahui realitas atau
hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejala atau fenomenanya saja.
c. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperole atas perpaduan antara
peran unsur apriori yang berasal dari rasio yang berupa ruang dan waktu, serta peran
unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

4. Pemikiran Kritis Immanuel Kant


Kant dikenal sebagai tokoh kritisisme, filsafat kritis ini diajukan untuk menjembatani
pertentangan antara teori rasionalisme dan empirisisme. Karena menurut Kant, rasionalisme
maupun empirisisme memiliki kelemahan dan belum mampu membimbing pencarian
manusia untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum dan terbukti dengan
jelas.
Pendirian aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang, aliran
rasionalisme berpendirian bahwa rasio atau akal budi merupakan sumber pengenalan atau
pengetahuan, sedangkan aliran empirisme berpendirian sebaliknya bahwa pengalaman yang
menjadi sumber tersebut. Di sinilah Kant berusaha untuk mendamaikan pertentangan aliran
rasionalisme dengan empirisme. Dalam filsafat kritisnya Kant berpendapat bahwa peranan
akal budi dapat tampak dalam pengetahuan apriori, baik yang analitis maupun yang sintetis.
Di samping itu peranan pengalaman empiris pun tampak jelas dalam pengetahuan
aposteriori. Sehingga keduanya perlu disatukan dan tidak dapat mengunggulkan salah satu
darinya dengan meninggalkan yang lain.
Kritik Kant terhadap teori rasionalisme adalah pada pengetahuan yang dihasilkan dari
pemikiran kaum rasionalisme ini merupakan sebuah putusan yang bersifat analitik-apriori,
yakni suatu bentuk putusan yang predikatnya sudah termasuk ke dalam subjek dengan
sendirinya. Putusan ini memang mengandung suatu kepastian dan berlaku umum.
Sedangkan terhadap teori empirisisme Kant menyatakan bahwa putusan yang diambil oleh
kaum empirisisme itu bersifat sintetik-aposteriori, yakni suatu bentuk putusan yang
predikatnya belum termasuk ke dalam subyek dan sifatnya tidak tetap.

8
Berangkat dari kelemahan kedua teori tersebut, Kant memadukan keduanya menjadi
sebuah putusan yang bersifat sintetik-apriori, yakni suatu bentuk putusan yang bersifat
umum, universal dan pasti. Dan untuk memperolehnya Kant menunjuk tiga tahapan yang
harus dilewati. Dalam tiga tahapan inilah dapat dipahami alasan Kant dalam menyatukan
rasionya Descartes dan pengalamannya Hume, karena tahapan ini berurutan dan tidak dapat
ditinggalkan salah satunya. Dan tiga tahapan yang dimaksudkan oleh Kant untuk dapat
memperoleh pengetahuan yang bersifat sintetik-apriori, adalah: 
a. Bidang Indrawi
Peranan subyek lebih menonjol, namun harus ada dua bentuk murni yaitu ruang dan
waktu yag dapat diterapkan pada pegalaman. Hasil yang diterapkan pada ruang dan
waktu merupakan fenomena konkrit. Namun pengetahuan yang diperoleh indrawi ini
selalu berubah-ubah, tergantung pada subyek yang mengalami dan situasi yang
melingkupinya.
b. Bidang Akal
Apa yang telah diperoleh melalui bidang indrawi tersebut, untuk memperoleh
pengetahuan yang bersifat objektif-universal. Haruslah dituangkan ke bidang akal.
Disini terkandung 4 bentuk kategori:
 Kategori kuantitas, terdiri atas; singular (kesatuan), partikulir (sebagian), dan
universal (umum).
 Kategori kualitas, terdiri atas; realitas (kenyataan), negasi (pengingkaran), dan
limitasi (batas-batas).
 Kategori relasi, terdiri atas; categories (tidak bersyarat), hypothetis (sebab dan
akibat), disjunctive (saling meniadakan).
 Kategori modalitas, terdiri atas; mungkin/tidak, ada/tiada, keperluan/kebetulan.1
c. Bidang Rasio
Pengetahuan yang telah diperoleh akal itu baru dapat dikatakan sebagai putusan
sintetik-apriori, setelah dikaitkan 3 macam ide, yaitu; Allah (ide teologis), jiwa (ide
psikologis), dan dunia (ide kosmologis).
Namun ketiga macam ide itu sendiri tidak dapat dicapai oleh akal pikiran
manusia. Ketiga ide ini hanya merupakan petunjuk untuk menetapkan kesatuan

1 Abdur Rozak dan Isep Zainal Arifin,Filsafat Umum, Gema Media Pustakama, Bandung, 2002:282

9
pengetahuan. Selain itu Immanual kant juga mengangkat aliran Aufk Larung ke puncak
perkembangannya sekaligus mengantar keruntuhannya. Pendapatnya adalah;
1) Ajarannya tentang pengetahuan, ialah pendapat-pendapat yang sintesis dengan suatu
pertanyaan; bagaimana mungkin orang dapat menetapkan pendapat yang apriori
(terlepas dari pengalaman) tentang suatu objek dengan mempergunakan logika?
2) Ajarannya tentang kesusilaan, adalah bertentangan dengan ajaran etika atau
kesusilaan dari aufk larung (rasa senang atau kenikmatan dan faedah). Maka ajaran
etikanya berprinsip bahwa segala sesuatu hanya tergantung pada kehendak atau
suasana yang menjadi dasar perbuatan-perbuatan kita. Perbuatan baik dari sudut
susila adalah berdasarkan keinsafan kewajiban dengan pengertian bahwa setiap
perbuatan kita bisa menjadi hukum umum yang berlaku. Asas pokok kesusilaan
adalah imperatif kategoris, artinya suatu imperatif atau perintah dari dalam diri kita
yang memerintahkan kepada kita tanpa memandang sebab dan akibatnya, cara
berbuatnya, dsb. Berbuat baik adalah berbuat dengan berpangkal pada hukum
kesusilaan yang dibuat oleh diri kita sendiri seara otonom karena menghormati
hukum kesusilaan.
3) Ajarannya tentang kesenian, rasa estetis itu khususnya berupa suatu rasa senang atau
nikmat yang bercampur dengan perasaan tak senang. Dapat mengikat menjadi
perasaan luhur yang berlebih-lebihan yang dapat membuat kita merasa luhur atau
mulia.  
Adapun karya Kant yang terpenting adalah “Kritik der Reinen Vernunft” 1781.
Dalam bukunya ini ia membatasi pengetahuan manusia, atau dengan kata lain apa yang
bisa diketahui manusia.
Kant sebenarnya hanya meneruskan perjuangan Thomas Aquinas yang pernah
melakukannya. Immanuel Kant sendiri mulanya sangat beregang teguh dengan
rasionalisme, secara dia adalah seorang Jerman, namun dia tersadarkan akan empirisme
dari bukunya David Hume (filsuf Inggris). Dan sejak itulah Immanuel Kant merasa
rasionalisme dan empirisme bisa digabungkan dan merupakan sebuah bagian yang dapat
melengkapi satu sama lain.

10
Kritisisme Rasionalis Jerman yang diajarkan Immanuel Kant adalah
metodeloginya yang dikenal dengan metode induksi, dari partkular data-data terkecil
baru mencapai kesimpulan universal.
Dengan kritisisme Immanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu
sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-
masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang
menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu
dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju
dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia "itu sendiri",
namun hanya dunia itu seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua orang". Namun,
menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia
tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah, ruang dan waktu yang
tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan
waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan.
Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses
yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Immanuel Kant juga beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa
menentukan Fenomena saja. Fenomena itu sendiri adalah sesuatu yang tampak yang
hanya menunjukkan fisiknya saja. Seperti Benda pada dirinya, bukan isinya atau idenya.
seperti ada ungkapan "The Think in itself". Sama halnya dengan Manusia hanya bisa
melihat Manusia lain secara penampakannya saja atau fisiknya saja, tetapi tidak bisa
melihat ide manusia tersebut. Inderawi hanya bisa melihat Fenomena (fisik) tapi tidak
bisa melihat Nomena (Dunia ide abstrak- Plato).
Immanuel Kant memang cenderung mendapatkan "ilham" atau terinmspirasi dari
Plato, tapi tidak semuanya, dia "menyempurnakannya" dengan menggabungkan dengan
Pengalaman Empirisme ajaran Aristoteles. Plato beranggapan Fenomena yang
membentuk Nomena, Ide di atas segalanya, Ide yang membentuk sebuah yang nyata,
seperti halnya Tuhan menciptakan Manusia.
Immanuel Kant terinspirasi dari Plato terlihat dari teori 3 postulat "buatan".
Sesuatu yang kita percaya, namun sulit dibuktikan.

11
a) Free Will, Kehend Kehendak yang bebas
b) Keabadian Jiwa, Immortaolitas Jiwa (warisan Plato. Manusia mati, tetapi Jiwa tak
pernah Mati, makanya ide bersifat abstrak dan di atas segalanya)
c) Tuhan, merupakan sesuatu yang kita percaya dan yakini akan keadaanya, akan tetapi
sulit untuk mebuktikan kenampakan fisiknya.
5. Epistemologi Kant, Membangun dari Bawah
Filsafat Kant berusaha mengatasi dua aliran tersebut dengan menunjukkan unsur-unsur
mana dalam pikiran manusia yang berasal dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang
terdapat dalam akal. Kant menyebut perdebatan itu antinomy,  seakan kedua belah pihak
merasa benar sendiri, sehingga tidak sempat memberi peluang untuk munculnya alternatif
ketiga yang barangkali lebih menyejukkan dan konstruktif. Mendapatkan inspirasi
dari “Copernican Revolution”, Kant mengubah wajah filsafat secara radikal, dimana ia
memberikan filsafatnya, Kant tidak mulai dengan penyeledikan atas benda-benda yang
memungkinkan mengetahui benda-benda sebagai objek. Lahirnya pengetahuan karena
manusia dengan akalnya aktif mengkonstruksi gejala-gejala yang dapat ia tangkap.
Kant mengatakan: Akal tidak boleh bertindak seperti seroang mahasiswa yang Cuma
puas dengan mendengarkan keterangan-keterangan yang telah dipilihkan oleh dosennnya,
tapi hendaknya ia bertindak seperti hakim yang bertugas menyelidiki perkara dan memaksa
para saksi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri telah rumuskan dan
persiapkan sebelumnya. Upaya Kant ini dikenal dengan kritisisme atau filsafat kritis, suatu
nama yang diberikannya sendiri. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalannya
dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan kritik atas rasio murni, lalu kritik atas rasio
praktis, dan terakhir adalah kritik atas daya pertimbangan.

2. Positivisme (filsafat demi pengetahuan ilmiah )


A. Pengertian
Positivisme berasal dari kata positivism (inggris) atau positivus, ponere (latin) yang
berarti meletakkan. Positivisme Adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang
positif. Dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan, bagi positivisme, sesuatu yang
diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan. Positivisme merupakan aliran filsafat yang
menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak

12
aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua
didasarkan pada data empiris.
Tokoh utama dalam aliran positivisme ini adalah August Comte (1798–1857 M). Ia
berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Dengan eksperimen itulah
diharapkan kekeliruan indera dapat dikoreksi. Indera tidak cukup mengatakan api panas,
matahari panas, sekarang panas, tetapi memerlukan ukuranukuran yang jelas. Misalnya,
panas diukur dengan derajat, jauh di ukur dengan meteran dan sebagainya. Dari sini dapat
dipahami bahwa pada dasarnya positivisme bukan suatu aliran yang memiliki khas sendiri,
melain kan hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama.
Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya
eksperimen dan ukuran ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme
plus rasionalisme.
Berkaitan dengan perkembangan pemikiran manusia, menurut August Comte
perkembangan tersebut melalui tiga zaman/tahap, yaitu:
1. Tahap teologis, suatu tahap atau zaman dimana manusia percaya bahwa di
belakang gejalagejala alam, terdapat kuasakuasa adikodrati yang mengatur fungsi
dan gerak gejalagejala tersebut. Tahap ini dibagi lagi atas tiga periode:
a. Periode animisme, (bendabenda dianggap berjiwa), misalnya percaya pada keris,
batu ajaib yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
b. Periode politeisme, yaitu manusia percaya pada banyak dewa, misalnya percaya
adanya dewa hujan, dewa cinta, dan lainlain.
c. Periode monoteisme, yaitu manusia percaya pada satu Allah sebagai Yang Maha
Kuasa.
2. Tahap metafisis, yaitu suatu tahap di mana kekuatan adikodrati diganti dengan
ketentuanketentuan abstrak atau konsepkonsep. Misalnya, pada tahap ini tidak lagi
percaya pada kekuatan batu ajaib tetapi men coba menjawab apa sih sebenarnya
batu ajaib itu.
3. Tahap positivis, yaitu suatu tahap di mana orang tidak lagi mencapai pengetahuan
tentang yang mutlak baik teologis maupun metafisis. Orang ber usaha mendapatkan
hukumhukum dari faktafakta yang diperoleh dari pengamatan dan akalnya. Dalam

13
tahap terakhir inilah nampak bahwa aliran positivisme merupakan perpaduan
empirisme plus rasionalisme. Tahap ini disebut juga tahap Ilmiah. Sebagaimana
contoh di atas tentang batu ajaib, maka pada tahap ini mencoba mencari, meneliti,
meng eksperimen apa yang terkandung di dalam batu ajaib tersebut sehingga bisa
menyembuhkan ber bagai macam penyakit.
Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut di atas menurut Comte, tidak
hanya berlaku bagi per kembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi
per orangan. Misalnya sebagai kanakkanak seorang teologis, sebagai pemuda menjadi
metafisis, dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang positivis. Pengikut positivisme di
Inggris banyak sekali, di antaranya John Stuart Mill (1806 – 1873 M). Sistem ini juga
dipergunakannya untuk segala ilmu, baik untuk logika, ilmu jiwa maupun
kesusilaan.sekali, di antaranya John Stuart Mill (1806 – 1873 M).20 Sistem ini juga
dipergunakannya untuk segala ilmu, baik untuk logika, ilmu jiwa maupun kesusilaan.

B. Auguste Comte
Auguste comte (Nama panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte; lahir
di Montpellier, Prancis, 19 Januari 1798 – meninggal di Paris, Prancis, 5
September 1857 pada umur 59 tahun)  adalah seorang filsuf Prancis yang dikenal karena
memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip
positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu
pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh
kebenaran. Comte juga merupakan Tokoh yang pertama menciptakan istilah sosiologi,
sehingga ia mendapat julukan sebagai Bapak Sosiologi Dunia.
Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari negara Prancis.
Setelah bersekolah disana, ia melanjutkan pendidikannya di École Polytechnique di Paris.
École Polytechnique saat itu terkenal dengan kesetiaannya kepada idealis republikanisme
dan filosofi proses. Pada tahun 1816, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi.
Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di
Montpellier.
Tak lama kemudian, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara
agama Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia

14
terpaksa meninggalkan Paris. Kemudian pada bulan Agustus 1817 dia menjadi murid
sekaligus sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian
membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte
meninggalkan Saint-Simon karena lagi-lagi ia merasa ada ketidakcocokan dalam
hubungannya.
Saat itu, Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya: meneliti tentang
filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama Plan de
travaux scientifiques nécessaires pour réorganiser la société (1822) (Indonesia: Rencana
studi ilmiah untuk pengaturan kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi
akademis sehingga menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian
mulai bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya.
Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan,
kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa,
tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, dan
ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai
dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat di antara
pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya
yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic.
Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang
tetap platonis. Setelah Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama
setelahnya, Comte menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique
positive (1851 - 1854).
Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du
Père Lachaise.

15
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
 Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam
pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substansial dari sesuatu itu.
Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran,
karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan
melulu tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidak-real”,
yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
 Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan
berdasarkan sains. Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit
perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan
sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang perlu di tambah dan diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan inspirasi dari para
pembaca dalam hal membantu menyempurnakan makalah ini. Untuk terakhir kalinya penulis
berharap agar dengan hadirnya makalh ini akan memberikan sebuah perubahan khususnya
dunia pendidikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdur dan Isep Zainal Arifin. 2002. Filsafat Umum, Bandung: Gema Media
Pustakama.
Pustakawan, Adi. 2013. Filsafat Umum Kritisme Immanuel Kant.

http://adipustakawan01.blogspot.com/2013/06/kritisisme-imanuel-kant-tokoh-
filsafat.html

https://geladeri.com/2018/08/10/aliran-filsafat-kritisisme-immanuel-kant-1724-1804-m/

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2012/11/05/kritisisme-kant-perpaduan-antara-
rasionalisme-dan-empirisisme/

file:///C:/Users/user/Documents/filsafat%20umum%20sem-3/pengantar%20filsafat.pdf

file:///C:/Users/user/Documents/filsafat%20umum%20sem-3/Filsafat%20ilmu.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Auguste_Comte

17
1. Suharti
https://www.youtube.com/watch?v=ttO2OyGntoM
2. Wardatun Nafisah
ps://www.youtube.com/watch?v=QXpgL0XkUko
3. Dwi Husniati
https://www.youtube.com/watch?v=z8ID1YJRTRA
4. Siti Nurul Qomariah
https://www.youtube.com/watch?v=LwXX-gAl8nQ
5. Linda Nurul Farawansah
https://www.youtube.com/watch?v=DlRo0-ufNE4
6. Ivalia
https://www.youtube.com/watch?v=Q-uFgqv_3qc

18
Pembagian materi

 Suharti 5 dan 6
 Wardatun Nafisah 7, 8 (sebagian) dan 12
 Dwi Husniati 8 (sebagian), 9, 10, 11
 Siti Nurul Qomariah 12 (sebagian), 13
 Linda Nurul Farawansah 13 (sebagian), 14
 Ivalia 14, 15

19

Anda mungkin juga menyukai