Anda di halaman 1dari 16

ETIKA IMMANUEL KANT : IMPLEMENTASI METODOLOGI DALAM

PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah “Filsafat Ilmu : Topik-Topik
Epistimologi”

Dosen Pengampu :

Prof.Dr.H. Sangkot Sirait, M.Ag

Disusun Oleh

Sabila Gozzani Putri

NIM.22204031003

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

DESEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya kepada
kita terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Filsafat Ilmu : Topik-Topik Epistemologi. Kemudian shalawat beserta
salam kita sampaikan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang memberikan pedoman
hidup kepada kita yakni Al-Quran dan Hadist untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu : Topik-Topik Epistemologi
dalam program Pascasarjana Pendidikan Islam Anak Usia Dini di Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. H.
Sangkot Sirait, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu : Topik-Topik
Epistemologi dan kepada segenap pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan


laporan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
demi kesempurnaan laporan makalah ini.

Yogyakarta, 4 Desember 2022

Sabila Gozzani

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................3

A. Selayang Pandang Immanuel Kant ..............................................................3


B. Etika Immanuel Kant ...................................................................................4
C. Etika dalam Pandangan Islam ......................................................................7
D. Implementasi Etika dalam Pendidikan Islam ...............................................8

BAB III PENUTUP ........................................................................................12

A. Kesimpulan ................................................................................................12
B. Saran ..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan bukanlah sebuah pengetahuan yang datang begitu saja, akan
tetapi ilmu pengetahuan merupakan suatu cara berpikir seseorang dengan begitu
mendalam mengenai suatu objek yang khas dengan menggunakan pendekatan tertentu
sehingga menghasilkan sebuah pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan
secara terbuka dan dapat dikaji serta diuji oleh siapapun. Ilmu merupakan salah satu
buah pemikiran manusia dalam menjawab segala permasalahan dalam kehidupan. Ilmu
dasar yang perlu dikaji manusia adalah ilmu etika.
Etika merupakan simbol dari kedamaian jiwa manusia. Etika merupakan filsafat
mendasar mengenai ajaran-ajaran dan padangan-pandangan moral. Etika mengajarkan
manusia agar dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab dengan perlbagai ajaran
moral. Sejarah etika banyak ditulis hampir setiap filsuf dunia sejak zaman sebelum
masehi hingga saat ini. Zaman ke zaman masalah moral manusia semakin kompleks.
Masalah tersebut ditimbulkan karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologo, seni, dan perubahan sosio kultural dalam masayarakat. Etika dipandang
sebagai alat orientasi bagi manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat
fundamental. Salah satu filsuf etika yang terkenal adalah Immanuel Kant.
Sistem etika pada umumnya adalah penekanan pada hasil dari perbuatan. Baik
buruknya perbuatan tergantung pada konsekuensinya, namun hal ini berbeda dengan
pemikiran Immanuel Kant. Sistem etika yang digagas Kant tidak mengukur baik
tidaknya suatu perbuatan melalui hasilnya, melainkan semata-mata berdasarkan
maksud pelau dalam melakukan perbuatan tersebut. Sistem ini tidak menyoroti tujuan
yang dipilih bagi perbuatan atau keputusannya, melainkan semata-mata wajib tidaknya
perbuatan dan keputusan tersebut. Teori Kant disebut juga deontologi, dari kata deo
berati apa yang harus dilakukan, kewajiban. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis
ingin membahas filsafat etika menurut immanuel kant dan implementasinya dalam
pendidikan islam.

1
2

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana etika menurut Immanuel Kant ?
2. Bagaimana etika menurut pandangan Islam ?
3. Bagaimana Implementasi etika dalam pendidikan Islam ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui etika menurut Immanuel Kant
2. Untuk mengetahui pandangan etika dalam Islam
3. Untuk mengetahun implementasi etika dalam pendidikan Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Selayang Pandang Immanuel Kant


Immanul Kant adalah seorang filsuf dari daerah Barat. Kant lahir di Konigsberg,
kota kecil yang berada di Prussia Timur, pada tanggal 22 April 1724. Kant lahir dari
keluarga yang taat bergama. Ia seorang yang tekun dalam menjalankan agamanya,
bahkan Kant sangat ingin mengetahui hal-hal dasar mengenai agamanya. Kehidupan
keluarga Kant sangat sederhana. Pekerjaan orang tua Kant adalah pembuat dan penjual
alat-alat dari kulit untuk keperluan menunggang kuda. Keluarganya termasuk aliran
Pietisme1, sebuah sekte Protestan Lutheran seperti kaum Quakers dan Methodis awal.
Orientasi etika Pietisme sangat kental dan tiadanya dogma teologis menjadi sebuah ciri
khas Kant dan menjadi faktor determinan filsafatnya. Aliran Pietisme ini merupakan
aliran dalam agama yang menghendaki suatu ketaatan yang mendalam bagi para
pemeluknya. Hal ini yang menjadi sebabnya Kant memiliki keyakinan dan kepercayaan
yang besar terhadap Tuhannya.
Kant lahir sebagai anak keempat. Pada umur delapan tahun Kant memulai
pendidikan formalnya di Collegium Friedericianum. Sekolah yang memiliki semangat
Pietisme. Sikap Kant disekolah merupakan sosok anak yang disiplin dan keras. Saat
memasukin usia dewasa, Kant berkuliah di Universitas. Pada masa ini Kant mula-mula
mempelajari teologi namun setelah sekian lama Kant mulai berpindah dan tertarik
mempelajari filsafat. Kant merupakan mahasiswa Part-time. Ia belajar sembari bekerja.
Kant bekerja sebagai tutor di beberapa keluarga bangsawan dan menjadi
instruktur/dosen privat. Ia mendalami profesi ini selama lima belas tahun dengan
mengajar dan menulis metafisika, logika, etika, matematika, dan ilmu pengetahuan
alam. Dalam mengajar, Kant merupakan sosok guru yang amat mahir membuat situasi
kelas menjadi hidup. Terdapat beberapa karya-karya Immanuel Kant yang tekenal,
diantaranya :
1. Kritik der Reinen Vernunft (Kritik atas Budi Murni)
2. Kritik der Praktischen Vernunft (Kritik atas Budi Praktis)
3. Kritik der Urteilskarft (Kritik atas Daya Pertimbangan)

1
Syaifal Dinata, 2021, Epistemologi Kristisme Immanuel Kant, Kanz Philosophia, Vol.7,No.2, Hlm.221

3
4

B. Etika Immanuel Kant


Etika berasal dari kata ethos yang memiliki arti adat kebiasaan, watak, atau
kelakuan manusia.2 Etika bukanlah sebuah pengajaran melainkan sebuah ilmu. Etika
merupakan ilmu mengenai kesusilaan (norma).3 Secara etismologis, kata etika sama
halnya dengan filsafat moral. Kata moral berasal dari kata Latin “mos” – “moris” yang
memiliki makna adat kebiasaan. Istilah Etika seringkali digunakan untuk menyebut
ilmu dan prinsip mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku manusia sebagai
manusia.4 Sedang istilah moral digunakan untuk menyebut aturan dan norma yang lebih
nyata bagi baik-buruknya perilaku manusia. Objek dari filsafat etika dalah “tindakan
manusia sebagai manusia”. Tindakan dalam hal ini bukan mengenai perilaku manusia
saat makan, minum dan lain sebagainya, melainkan tindakan manusia yang memiliki
khas. Tindakan moral merupakan sebuah tindakan yang akibatnya akan berdampak
pada penentuan kualitas watak sang pelaku.5 Hakikat moralitas menurut Immanuel
Kant adalah kesadaran akan sebuah kewajiban. Kewajiban yang mutlak. Secara
sederhana Kant menilai bahwa seseorang tidak dinilai sebagai orang baik karena ia
berhasil menjadi orang yang bahagia melainkan karena ia dapat menyelesaikan
kewajiban yang dimilikinya (tanggung jawab).
Dalam Grundlegung, Kant berkata bahwa “Ancient Greek philosophy was
divided into three sciences; physics, ethics, and logic. Filsafat yunanti terbagi menjadi
tiga bagian yakni, fisika, etika dan logika.6 Logika bersifat formal dan a priori sebab
tidak membutuhkan pengalaman. Logika bergelut dengan pemahaman dan rasio itu
sendiri, fisika sibuk dengan hukum-hukum alam, sedangkan etika berurusan dengan
hukum-hukum tindakan moral. Niat yang ada dalam hati manusia menjadi dasar dari
sebuah tindakan. Niat ini tidak dapat diketahui oleh orang lain karena indera manusia
tidak dapat sampai untuk mengkap niat tersebut. dalam bukunya yang berjudul
Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan) Kant membuat perbedaan antara
legalitas dan moralitas. Legalitas berasal dari kata Latin Lex yang bermakna hukum
atau aturan. Legalitas dipahami Kant sebagai kesesuaian dan ketidaksesuaian.
Moralitas adalah keseuaian dikap dan perilaku seseorang dengan norma bathiniya,

2
J.Sudarminata, Etika Umum; Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif,
Yogyakarta : Kanisius,2013, Hlm.3
3
De Vos, Pengantar Etika, Terj. Soejono Soemargono, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, ), Hlm.3
4
J.Sudarminata, Etika Umum; Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif,
Yogyakarta : Kanisius,2013, Hlm. 4-5
5
Ibid......Hlm. 4
6
Setya Widyawati, Simpul Pemikiran Etika-Immanuel Kant, Surakarta: Isi Press, 2016, Hlm. 40
5

yakni mengenai pandangan manusia mengenai kewajibannya. Menurut Kant sah dalam
pandangan hukum belum berati sah menurut moral. Moralitas akan tercapai apabila kita
telah menaati hukum lahiriah. Artinya moralitas akan tercapai bukan kareana menaati
hukum karena membawa keuntungan atau takut dengan saknsi yang akan diterima
namun moralitas terwujud apabila manusia menyadari menaati hukum adalah
kewajiban yang harus dilaksanakannya. Moralitas dibedakan menjadi dua, yakni
moralitas heteronom dan moralitas otonom.
a. Moralitas heteronom merupakan suatu kewajiban yang ditaati bukan karena
kewajiban itu sendiri, melainkan ada sesuatu yang berasal dari luar dirinya.
b. Moralitas otonom merupakan kesadaran manusia akan kewajiban yang
harus ditaati sebagai suatu yang dihendaki. Dalam hal ini manusia menaati
hukum bukan takut karena hukuman akan tetapi sebagai kewajiban sendiri
karena mengandung nilai kebaikan

Etika Immanuel Kant dikategorikan dalam etika deontologis.7 Deontologi


merupakan suatu cabang etika. Deontologi dalam kamus filsafat merupakan etika yang
berdasarkan konsep mengenai kewajiban. Deontologi merupakan aliran filsafat yang
menilai setiap perbuatan manusia dan memandang bahwa kewajiban moral dapat
diketahui dengan naluri. Kant memandang bahwa perbuatan moral dapat dilihat dari
kata hati. Bagi Kant melakukan kewajiban merupakan norma perbuatan baik. Kant
berpendapat bahwa etika bukanlah urusan nalar murni yang bersifat akal karena jika
seseorang menggunakan nalarnya dalam merumuskan etika maka seseorang tersebut
tidak akan sampai kepada inti dari etika. Kant menyatakan bahawa etika adalah urusan
nalar praktis, artinya pada dasarnya nilai-nilai moral itu telah tertanam dalam diri
manusia sebagai sebuah kewajiban. Kecenderungan untuk melakukan suatu
perbuatan,perilaku dan tindakan baik sebenarnya telah ada pada diri manusia. Manusia
hanya meneruskan kecenderungan diri dalam setiap perilaku yang dilakukannya. 8 etika
deontologi sangat menekankan pentingnya motivasi dan kemauan baik dalam diri
perilaku.9

7
Dalam filsafat terdapat tiga macam jenis etika. Etika hedonistik, utilitarian, dan deontologis, M.Amin
Abdullah, Antara al Ghozali dan Kant-Filsafat Etika Islam, Yogyakarta,2002, Hlm. 16
8
Ibid....Hlm. 18
9
K.Bertens, Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 2013), Hlm.198
6

Wujud dari kehendak baik seseorang adalah saat seseorang telah mau
menjalankan kewajiban. Hal tersebut menegaskan bahwa beruntung atau tidaknya
langkah tersebut tidak lagi menjadi permasalahan dalam dirinya, karena pada dasarnya
tindakan tersebut merupakan karena adanya dorongan dalam hari nurani seseorang.
Dengan demikan menurut Kant kewajiban adalah suatu keharusan tindaka yang hormat
kepada hukum. Nyaman atau tidak, senang atau tidak senang, cocok atau tidak,
seseorang harus melakukan tindakan tersebut. suatu tindakan dikatakan baik bukan
berati hasil akhir dari tindakan tersebut adalah baik, melainkan tindakan tindakan
tersebut dikatakan baik karena kepatuhan terhadap perintah hati nurani dan hukum
moral yang berlaku. Salah satu kebaikan di dunia ini adalah memiliki kemauan yang
baik, yakni kemauan untuk mengikuti hukum moral dan membuang jauh-jauh sifat
pamrih.
Deontologi Kant memberi pemahaman bahwa nilai moral selalu didasarkan
pada apa yang ada dalam perbuatan itu sendiri bukan karena suatu hal yang berada
diluar.10 Kant benar-benar melepaskan moralitas dari konsekuensi tindakan. Artinya
dalam suatu tindakan tentunya ada akibat dari suatu tindakan tersebut, maka akibat
tersebut tidak boleh menjadi pertimbangan. Manusia baru memiliki sikap moral yang
sungguh-sungguh apabila mematuhi kewajiban moralnya karena sikap hormat terhadap
hukum moral. Contohnya ia tidak berbohong bukan karena akibat dari tindakannya
akan menguntungkan bagi dirinya, melainkan karena berbohong merupakan sebuah
tindakan yang bertentangan dengan hukum moral. Tujuan filsafat etika moral menurut
Kant adalah untuk menetapkan dasar palung dalam guna menentukan keabsahan dalam
peraturan-peraturan moral. Kant berusahan menjelskan bahwa dasar yang paling dalam
bukan terletak pada kegunaan atau nilai nilai lain, melainkan pada akal budi murni.
Kajian etika menurut Immanuel Kant terdapat dua macam imperatif tindakan.
Pertama imperatif hipotesis, kedua imperatif kategoris. Imperatif merupakan sebuah
kata yang mengungkapkan perintah atau keharusan juga merupakan larangan untuk
melakukan suatu perbuatan.11
1. Imperatif Hipotesis
Imperatif hipotesis merupakan tindakan yang memberi tahu kita
mengenai perilaku atau tindakan apa yang harus kita lakukan jika kita ingin

10
Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu Teori dan Aplikasi, Jakarta: Referensi,2012,Hlm. 207
11
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, edisi keempay, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama,2008) Hlm. 91
7

menyenangkan keinginan-keinginan dalam diri. Perintah bersyarat yang


mengatakan bahwa suatu tindakan diperkukan sebagai jalan untuk
tercapainya suatu hal lain. Sifat dari imperatif hipotesis tidak mutlak,
melainkan hanya akan berlaku jika seseorang menghendaki sebuah tujuan.
2. Imperatif Kategoris
Imperatif kategoris merupakan perintah yang memberitahu bahwa
manusia sebagai makhluk moral dan memberi tahu apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia. Imperatif kategoris merupakan suatu hal yang
merupakan keharusan objektif, bukan perintah karena keterpaksaan.
Imperatif kategoris menekankan suatu tindakan tanpa syarat apapun.
Perintah ini bersifat mutlak sehingga menjadikan perbuatan yang
diwajibkannya baik dalam arti moral. Perbuatan baik tersebut niat hati
nurani bukan karena akibat baik.
C. Etika dalam Pandangan Islam
Pada umumnya etika identik dengan moral, meskipun memiliki kesamaan
terkait dengan baik dan buruknya tindakan manusia. Etika dan moral memiliki
perbedaan pengertian. Secara singkat moral merupakan nilai baik dan buruk dari setiap
perbuatan manusia, sedangkan etika adalah ilmu yang mempelajari tentang baik dan
buruk. Dapat diartikan etika berfungsi sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk (ethic
atau ‘ilm al-akhlaq) dan moral (akhlaq) merupakan praktik dari etika.12 Filsafat etika
yang berkembang di belahan dunia barat dikelompokan menjadi tiga bagian; etika
hedonistik, utilitarian, dan deontologis. Hedonisme mengarahkan etika kepada
keperluan untuk menghasilkan kesengan manusia dengan sebanyak-banyaknya. Etika
utiltaristik mengoreksi etika sebelumnya dengan menambahkan bahwa kebahagiaan
merupakan hasil dari suatu etika baik adalah kebahagiaan bagi sebanyak orang bukan
hanya individual saja. etika deontologis memandang bahwa sumber perbuatan baik
adalah rasa kewajiban.
Setelah membahas sedikit mengenai etika yang berkembang di dunia,
selanjutnya penulis akan memabahas etika dalam pandangan islam. Perumusan etika
dalam sejarah Islam dilakukan oleh berbagai pemikir dari berbagai cabang pemikiran.
Islam setuju dengan pendapat dari teori tentang etika yang bersifat fitri. Semua manusia
pada hakikatnya memiliki pengetahuan fitri mengenai baik dan buruk. Disinilah letak

12
Hlm.7
8

bertemunya filsafat Islam dengan pandangan filsafat Yunani era socrates dab plato serta
Kant dari masa modern. Moralitas dalam Islam didasarkan kepada keadilan, artinya
menempatkan segala sesuatu tepat pada porsinya. Jika etika diartikan sebagai kumpulan
peraturan sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles, maka etika dalam
pandangan Islam dapat diartikan dengan akhlak.
Dalam Islam yang menjadi hukum tolak ukur suatu etika adalah al Qur’an. Al
Qur’an merupakan ketetapan mutlak yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Etika
dalam Islam merupakan seperangkat nilai yang tak terhingga dan luhur yang tidak
hanya memuat sikap dan perilaku yang baku, yaitu berupa hubungan antara manusia
dengan Tuhan (iman), tetapi juga ekspresi hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
alam semesta sudut makanan yang bersejarah. Moralitas sebagai kodrat akan sangat
bergantung pada pemahaman dan pengalaman beragama. Jadi Islam memerintahkan
manusia untuk menjunjung tinggi moralitas sebagai alam mewujudkan perdamaian,
kejujuran dan keadilan. Etika dalam Islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu
pandangan dan perilaku manusia dalam hubungan sosial semata-mata dan mengabdi
kepada Tuhan tanpa syarat.
D. Implimentasi Etika dalam Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh setiap manusia untuk
mengembangkan keilmuan dan pengetahuan yang dimiliki agar dapat memperbaiki
kualitas hidup manusia. Pendidikan diharapkan memiliki konsep pendidikan
yangtertatat dan memiliki etika. Agar nilai pendidikan dapat optimal diperlukan sebuah
aturan sebagai pengendali proses terjadinya kegiatan pendidikan yakni etika akademis.
Etika akademus berisi mengenai nilai-nilai sosial dan budaya yang telah disepakati
masyarakat sebagai norma yang harus dipatuhi bersama. Pendidikan islam memiliki
peran penting dalam pembentukan etika akademis. Pendidikan Islam yang
berlandaskan Al Qur’an dan Hadis mengatur hubungan manusia dengan manusia,
manusia dengan dirinya sendiri sehingga dapat menjamin keselerasan, keseimbangan,
keserasian dalam hidup menuju kebahagian lahir dan batin.13 Banyak pakar pendidikan
yang menyetujui mengenai pentingnya peningkatan pendidikan etika atau akhlak dalam
jalur pendidikan formal. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya Islam tentu akan
sangat baik apabila pendidikan etika dan akhlak bagi siswa digali dari etika.

13
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara2012), Hlm.87
9

Pendidikan diharapkan memberikan solusi terhadap persoalan yang terjadi


dalam masyarakat. Menyiapkan bangsa dengan generasi yang berkualitas secara
profesional dan keilmuwan tentu tidak dapat dipisahkan dengan generasi yang memiliki
akhlak mulia, amanah, bertanggung jawan dan beriman kepada Tuhan. Etika memiliki
makna kata yang banya, diantaranya adalah; akhlak, moral, adab, sopan santun dan budi
pekerti. Etika merupakan konspe utama dalam pembentukan kompetensi peserta didik,
khususnya dadlam bidang kepribadian. Kemampuan kognitif dan psikomotorik tidak
akan memberi manfaat bagi masyarakat apabila tidak diikuti dengan kompetensi
dibidang etika dan kepribadian. Kesuksesan dan keberhasilan pendidikan dipengaruhi
oleh pelaksanaan etika yang berjalan sesuai porosnya antara pendidik dan peserta didik.
Adapun etika yang berkaitan dengan peserta didik dan pendidik dalam pendidikan
Islam adalah sebagai berikut :

1. Etika peserta didik


Peserta didik merupakan seorang individu yang berkembang baik secara
fisik atau psikis untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga
pendidikan. Peserta didik merupakan seorang yang mencari dan
memerlukan pengetahuan (ilmu), bimbingan dan pengarahan.14 Ibnu
Jama’ah berpendapat bahwa etika peserta didik terbagi kepada tiga macam,
pertama terkait dengan dirinya sendiri yakni membersihkan hati, niat yang
ikhlas, zuhud, sederhana, kedua terkait dengan pendidik yakni patuh dan
tunduk secara utuh, menghormati, memuliakan, melayani kebutuhan
pendidik dan menerima segala yang diberikan pendidik, ketiga terkait
dengan pelajaran yakni berpegang teguh kepada pendapat pendidik
senantiasa mempelajarinya tanpa henti, mempraktikkan apa yang dipelajari
dan berproses secara bertahap dalam menempuh suatu ilmu. Imam Ghazali
merumuskan kurang lebih terdapat sbelas kode etika peserta didik yang peru
dipatuhi dan dilaksanakan oleh peserta didik, diantaranya adalah;
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah,
dalam kesehariannya peserta didik dituntut untuk mensucikan
jiwanya dari akhlak buruk dan watak tidak baik

14
Syafaruddin,Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat,(Jakarta: Hijri Pustaka
Utama,2014),Hlm.46
10

b. Mengurangi kecenderungan terhadap hal duniawia


c. Bersikap tawadhu’ dengan meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidik
d. Menjaga fikiran dan dari pertentangan yang timbul dari berbagai
aliran sehingga fikiran dapat fokus dalam belajar
e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk akhirat maupun
dunia
f. Belajar dengan bertahap. Memulai pelajaran yang mudah menuju
pelajaran yang sukar
g. Mempelajari keilmuan secara tuntas kemudian beralih pada ilmu
berikutnay sehingga dapat memiliki pengetahuan yang mendalam
h. Memprioritaskan ilmu diniyah (agama) sebelum memasuki ilmu
duniawi
i. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yakni
ilmu yang dapat membahagiakan, menyejahterakan dan memberi
keselamatan dunia akhirat
j. Peserta didik harus tunduk kepada nasehat yang diberikan oleh
pendidik.
2. Etika pendidik
Pendidik adalah orang yang bertaggung hawab terhadap perkembangan
peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi yang
dimiliki leh peserta didik baik dari segi afektif, kognitif, psikomotorik.
Imam Ghazali berpendapat bahwa tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawa hati anak
didik untuk taqarrub kepada Allah. Hal ini relevan dengan tujuan
pendidikan Islam yang pertama yakni upaya mendekatkan diri kepadaNya.
Pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat membedakan dirinya
dengan orang lain. Melalui ciri khas yang dimiliki maka hal tersebut akan
menyatu dalam kepribadiannya kemudian akan teraktualisasi melalui
seluruh perkataan dan perbuatan yang dilakukan dalam kegiatan mengajar.15
Masyarakat mempercayai bahwa seorang pendidik merupakan orang
yang memiliki standar kualitas mendorong mereka berposisi menjadi guru

15
Syafaruddin, dkk, Sosiologi Pendidikan,(Medan: Perdana Publishing,2016) Hlm.21
11

atau pendidik sebagau petugas masyarakat. Masyarakat berfikir bahwa


pendidik merupakan orang yang memiliki kompetensi normatif
kependidikan, selain memeiliki bakat, kecerdasan dan kecakapan, guru
memiliki iktikad baik.16 Tugas pendidik dalam bidang kemasyarakatan tidak
terbatas. Pendidik pada dasarnya memiliki peran penring dalam menentukan
arah dan kekuatan perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik
dari ketauladanan etika yang mereka laksanakan. Karakteristik pendidik
muslim dalam tatanan praktikal terbagi menjadi beberapa bentuk;
a. Memiliki watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan,
tingkah laku, dan pola pikirnya
b. Mimiliki sifat ikhlas. Melaksanakan tugas semata-mata
mengharapkan ridho dari Allah dan menegakkan kebenaran
c. Memiliki kesabaran dalam mengajarkan berbagai pengetahuan
kepada peserta didik
d. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya
e. Senantiasa membekali dir dengan ilmu dan memiliki kesediaan diri
untuk terus mendalami dan mengkaji ilmu lebih lanjut
f. Menggunakan metode belajar yang bervariasi, sesuai dengan
prinsip-prnsip penggunaan metode pendidikan
g. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak,
dan profesional dalam menjalankan tugasnya
h. Mengetahui dan memahami psikis peserta didik
i. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang
dapar memperngaruhi jiwa, keyakinan atau pola pikir peserta didik
j. Bersikap adil terhadap semua peserta didiknya.

16
Mahmud, Sosiologi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia,2012),Hlm.140
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Etika merupakan ilmu mengenai kesusilaan atau norma. Etika Immanuel Kant
dikategorikan dalam etika deontologi. Deontologi merupakan etika yang berdasarkan
konsep mengenai kewajiban. Kanr memandang bahwa perbuatan moral dapar dilihat
melalui kata hati. Pada dasarnya setiap manusia yang terlahir memiliki nilai-nilai moral
dasar yang telah tertanam dalam dirinya, kecenderungan untuk melakukan perbuatan
baik telah ada dalam diri manusia. Manusia hanya meneruska kecenderungan diri dalam
setiap perilaku yang diperbuat. Kajian etika menurut Immanuel Kant terdapat dua
macam imperatif tindakan. Pertama imperatif hipotesis dan yang kedua imperatif
kategoris.
Etika dalam pandangan islam identik dengan moral. Etika dan moral memiliki
kesamaan yakni terkait dengan baik dan uruknya suatu tindakan manusia. Filsafat etika
yang berkembang dibelahan dunia barat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hedonisme,
utilitarian, dan deontologis. Islam sepakat dengan pendapat teori tentang etika yang
bersifat fitri yang artinya setiap manusia pada hakikatnya memiliki pengetahuan
mengenai baik dan benar, moralitas dalam Islam dilandasajab kepada keadilan. Dalam
Islam yang menjadi hukum tolak ukur suatu etika adalah Al Qur’an.
Penerapan etika dalam pendidikan Islam merupakan sarana menanamkan
moralitas kepada dunia pendidikan. Etika memiliki makna kata yanng banyak
diantaranya dalah akhlak, moral, adab dan sopan santun serta budi pekerti. Etika dalam
pendidikan Islam mengajarkan pendidik maupun peserta didik berperilaku sesuai
aturan dan norma yang berlaku. Etika dalam pendidikan Islam digunakan sebagai alat
untuk mempersiapkan bangsa dengan generasi yang berkualitas dan memiliki akhlak
mulia, amanah, bertanggung jawab serta beriman kepada Tuhan.
B. SARAN
Penulis menyadari banyak kekurangan dari makalah ini disebabkan
keterbatasan pengetahuan pemakalah sehingga pemakalah berharap agar pembaca
menambah referensi sehingga mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi mengenai
filsafat etika Immanuel Kant dan Implikasinya terhadap pendidikan Islam

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M.Amin.2002.Antara al Ghazali dan Kant-Filsafat Etika Islam.


Yogyakarta

Bertens K. 2013.Etika. Yogyakarta.Kanisius

Daradjat, Zakiah.2012.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara2012

Dinata Syaiful.2021.Epistimologi Kritisme Immanuel Kant-Kanz Philosphia,


Vol.7,No.2

Fautanu Idzam.2017.Filsafat Ilmu Teori dan Aplikasi.Jakarta: Referensi

Kridalaksana Harimurti.2008.Kamus Linguistik, edisi keempay.Jakarta.PT


Gramedia Pustaka Utama

Mahmud.2012.Sosiologi Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia,2012

Sudarminata,J. 2013. Etika Umum; Kajian tentang Beberapa Masalah dan Teori Etika
Normatif.Yogyakarta. Kanisius

Syafaruddin, dkk.2016.Sosiologi Pendidikan.Medan. Perdana Publishing

Syafaruddin. 2014. Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat.


Jakarta. Hijri Pustaka Utama

Vos De. Pengantar Etika, Terj. Soesono Soemargono.Yogyakarta. Tiara Wacana


Yogya

Widyawati Setyawati.2016.Simpul Pemikiran Etika-Immanuel Kant, Surakarta: Isi Press

13

Anda mungkin juga menyukai