Dosen Pembimbing
Dr. Muhammad Adlan Nawawi, M.Hum
Disusun Oleh:
2020
0
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Nama Immanuel Kant bagi peselancar filsafat terdengar begitu elegan dan
penting dalam dunia filsafat. Konsep filsafat moralnya memberi banyak
kemungkinan untuk kritik dan pembahasan. J.B. Schneewind, seorang profesor
filsafat di New York mengemukakan beberapa alasan mengapa harus mempelajari
filsafat moral melalui pemikiran Kant.
Schneewind menjelaskan bahwa ada tiga alasan mengapa karya Kant menjadi
teks yang penting bagi para pelajar politik, hukum, ekonomi, dan ilmu sosial
lainnya. Yang pertama, Kant merupakan filosof modern yang memaparkan cara
baru dalam memahami filsafat moral. Hal ini bergantung pada sejarah pemikiran
barat yang hadir dan lama diterima oleh masyarakat Barat di era sebelum Kant
berhasil merumuskan metafisika moral. Tesis utama Kant ialah bahwa manusia
merupakan makhluk moral, dan oleh sebab itu Kant percaya bahwa melalui
berbagai pengamatan empiris maka pendasaran moral dapat dijelaskan secara
rasional. Kant mengemukakan salah satu cara terbaik untuk menganalisis
proposisi moralitas manusia melalui pengamatan atas detail formula yang
menyusun moralitas.
Alasan kedua ialah karena Kant telah menuliskan magnum opus-nya yang
berjudul The Groundwork of Metaphysics of Moral, Critique of Practical Reason,
serta Critique of Pure Reason yang merupakan karya filsafat metafisika moral
terbesar di zaman modern. Di dalam ketiga buku tersebut, Kant memaparkan
berbagai kriteria filsafat moral dan bagaimana moralitas dapat diketahui oleh
manusia melalui rasionya. Karya-karya di atas menjadi rujukan karya-karya besar
dari berbagai filosof dan peneliti di bidang ilmu lainnya.
Alasa ketiga dari Schneewind ialah bahwa karya Kant merupakan karya
revolusioner pada zamannya. Kant berusaha mengubah konsepsi moral yang hadir
selama masanya, dan juga pada masa sebelumnya. Demikian pula, Kant memberi
pengertian tegas mengenai bagaimana rasio manusia bekerja, utamanya dalam
1
pilihan moral. Moralitas dalam filsafat Kant telah jauh dari unsur-unsur teologis
dan dogmatis.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sosok filosof Immanuel Kant dianggap sebagai tokoh
pencerah?
2. Pemikiran filsafat Immanuel Kant seperti apa yang mampu mengubah
masyarakat pada masanya?
3. Apa aitu romantisme dalam kajian filsafat?
4. Seperti apa proyek pencerahan Immanuel Kant?
3. TUJUAN
1. Mengenal biografi filosof Immanuel Kant
2. Menegenal filsafat Immanuel Kant
3. Menegenal romantisme dalam kajian filsafat
4. Mengetahui pencerahan menurut Immanuel Kant
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika (Bandung: Yayasan Piara, 1997), 77
2
Pietist merupakan salah satu aliran dalam agama Protestan, ia merupakan gerakan yang semula
berasal dari aliran gereja Lutheran di Jerman pada bad ke-17, yang menekankan ajarannya pada
kehidupan agama formal yang ortodoks. Baca lebih lanjut Paul Strathern, 90 Menit Bersama Kant,
5.
3
Mudji Sutrisno, Para Filsuf Penentu Gerak Zaman (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 64.
3
di sebuah sekolah lokal, tapi lamarannya ditolak, hingga ia akhirnya terpaksa
meninggalkan bangku kuliah sebelum sempat meraih gelar sarjana. Selama
sembilan tahun berikutnya, Kant membiayai dirinya sendiri dengan memberikan
les pada keluarga-keluarga kaya di sekitar wilayah pedesaan.4
Kant bangkit kembali dan sukses meraih gelar doctor Pada tahun 1755, ketika
berusia 31 tahun, Kant berhasil meraih gelar sarjana dari Universitas Konigsberg
berkat kebaikan hati seorang dermawan Pietist. Di usia tersebut bisa dikatakan
terlambat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan, dan seperti halnya yang akan kita
lihat, Kant memang termasuk filsuf yang perkembangannya terlambat.
Setelah mendapatkan gelarnya, Kant memperoleh jabatan di universitas
sebagai seorang privatdozent (dosen yunior). Jabatan ini dipegangnya selama lima
belas tahun, sebuah jabatan akademis yang tidak mengenal bayaran yang pantas.
Kant memberikan kuliah dalam bidang matematika dan fisika, serta menerbitkan
sejumlah risalah dalam berbagai persoalan ilmu pengetahuan. Selain itu, Kant
juga mulai memberikan kuliah-kuliah dalam bidang filsafat. Dari caranya
berbicara, orang segera melek betapa Kant telah melakukan perjalanan yang
begitu jauh melalui wilayah-wilayah etika dan epistimologi yang penuh bahaya,
bahkan melampaui Utima Thule (jarak terjauh) logika, hingga memasuki wilayah
yang begitu jauh dari peradaban seperti metafisika.
Selama sebelas tahun Kant tidak mempublikasikan apa pun, namun ia tetap
tekun menggarap filsafatnya. Selama itu pula ia menjalani kehidupan yang betul-
betul sangat teratur. Keteratuan inilah yang membuat Kant menjadi sebuah
legenda. Seperti yang diungkapkan oleh Heine, “Bangun pagi, minum kopi,
menulis, memberikan kuliah, makan malam, jalan-jalan sore adalah kegiatan Kant
yang masing-masing mempunyai jadwalnya sendiri. Dengan jaket abu-abu dan
tongkat di tangannya, Immanuel Kant muncul dari balik pintu rumahnya dan
berjalan ke arah sebuah jalan setapak yang dihiasi pohon-pohon linden (sejenis
pohon dari genus Tilia). Inilah yang disebut dengan “The Philosopher’s Walk”,
dan semua orang tahu persis bahwa saat itu jarum jam menunjukkan angka
4
M. Amin Abdhullah, Antara al-Ghozali dan Kant; Filsafat Etika Islam, terj. Hamzah (Bandung:
Mizan, 2002), 33.
4
setengah empat tepat. Ia selalu menggunakan waktu tersebut untuk berjalan-jalan
di musim apa pun. Ketika cuacanya sedang mendung, maka pelayannya yang tua,
Lampe, akan tampak berjalan di belakang Kant dengan mengempit payung,
sebagai sebuah lambing kebijaksanaan”.5
Pada tahun 1796 kesehatan Kant mulai menurun. Ia mengalami gangguan
kesehatan, hingga ia menjadi sering sakit-sakitan. Kant hampir buta, hampir
kehilangan kekuatan fisik dan intelektualnya. Hingga pada akhirnya membuatnya
lupa dan pikun pada teman-temannya. Bahkan Kant tidak mampu lagi melengkapi
kalimat latin sederhana. Hingga pada akhirnya di tahun 1804 tanggal 12 Februari
Kant meninggal dunia dalam usia 80 tahun. Kant dimakamkan di katedral. Hingga
pada tahun 1924 tepat peringatan 200 tahun kelahiran Kant yang tersisa hanyalah
tulang-tulang belulangnya. Ketika saat itu terdapat perang dunia kedua yang
membuatnya porak-poranda, kuburan Kant menjadi rusak akibat perang tersebut.
Seorang yang tak dikenal membongkar peti batunya kuburan Kant dan
membawanya kabur. Hingga saat ini yang tertinggal hanyalah sebuah batu
nisannya yang bertuliskan “ Langit berbintang di atas saya, hukum moral di
batinku.”6
5
Henry D. Aiken, Abad Ideologi, terj. Sigit Djatmiko (Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, 2002), 20.
6
Paul Strathern, 90 Menit Bersama Kant, (Jakarta: Erlangga, 2001), 49.
5
rasionalisme dengan empirisme semakin berlanjut. Masing-masing berebut
otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai
sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau
empiris?
Kant mencoba menyelesaikan persoalan di atas. Pada awalnya, Kant
mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh empirisme Hume.
Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia
mengetahui bahwa dalam empirisme terkandung skeptisisme. Untuk itu ia
tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal, manusia akan dapat
mencapai kebenaran. Akhirnya, Kant mengakui peranan akal dan pengalaman
empiris, kemudian dicobanya dengan mengadakan sintesis. Menurut Kant,
walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi
adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung terbang harus
mempunyai sayap (rasio) dan udara (empiris).
Jadi metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan
diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya
persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-
batasnya karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima
kenyataanya.7
7
Asmoro Achmadi. Filsafat Umum. (Jakarta: RAJAWALI PERS, 2013), hal.118
6
3. Pengetahuan Pada Taraf Indra
Unsur apriori memainkan peranan bentuk dan unsur aposteriori
memainkan peranan materi. Menurut Kant, unsur apriori itu sudah terdapat
pada taraf indra. Ia berpendapat dalam pengetahuan indrawi selalu ada dua
bentuk apriori, yaitu ruang kosong, di mana benda-benda di letakkan; ruang
tidak merupakan “ruang dalam dirinya” (ruang an sich). Waktu bukan
merupakan suatu arus tetap, di mana pengindraan-pengindraan bisa
ditempatkan. Kedua-duannya berakar dalam struktur subyek sendiri
Pendirian tentang pengenalan indrawi ini mempunyai implikasi yang
penting. Memang ada suatu realitas, terlepas dari subyek. Kant berkata bahwa
memang ada das ding an sich (benda-dalam-dirinya) akan tetapi, das ding an
sich selalu tinggal suatu X yang tidak dikenal. Kita hanya mengenal gejala-
geajala, yang selalu merupakan sintetis antara hal-hal yang datang dari luar
dengan bentuk ruang dan waktu.8
Setelah obyek indra dijelaskan menurut kategori-kategori barulah
objek yang diamati menjadi objek dalam pengertian sebenarnya. Sekarang
barulah kita dapat bicara tentang “mobil”, orang yang menyanyi, dan lain-
lain.9
7
Asas-asas akal budi, yakni logika. Logika di sini bukanlah logika formal
yang mengabstraksikan obyek-obyek sampai lepas dari isi empirisnya,
melainkan “logika transendental” yang meskipun sama a priorinya namun
tetap menjaga kaitannya dengan obyek empiris. Dengan kata lain, logika
transendental memusatkan diri pada asas-asas a priori pikiran kita atas objek
sejauh menentukan pemahaman kita, dan bukan pada asas-asas a priori yang
lepas dari objek. Logika transendental inilah yang menurut Kant merupakan
forma a priori dalam akal budi. Bagaimana unsur a priori dalam akal budi ini
melakukan tugasnya?
Berpikir adalah membuat putusan. Dalam putusan, menurut Kant, terjadi
sintesis antara data indrawi dan unsur-unsur a priori akal budi. Unsur-unsur a
priori akal budi itu disebut Kant “kategori-kategori” Tanpa sintesis itu, kita
bisa mengindra penampakan, tetapi tidak mengetahuinya. Dengan kata lain,
kategori-kategori itu merupakan syarat a priori pengrtahuan kita.10
8
jiwa, dan adanya Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas.
Menerima ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias
kepercayaan.
C. SEJARAH ROMANTISME
Romantisisme berawal dari akhir abad 18 di Eropa Barat. Gerakan artistik
ini adalah aliran seni yang berawal dari sastra dan merambah hingga ke
gerakan intelektual secara umum.
Istilah Romantisisme pertama kali digunakan di Jerman pada akhir 1700-
an oleh para kritikus August dan Friedrich Schlegal yang menulis buku kritik
berjudul romantische Poesie (puisi romantik). Penyair Inggris William
Wordsworth menjadi suara utama gerakan romantisisme di tahun 1815-an.
Wordsworth miliki gagasan utama bahwa puisi harus menjadi luapan
spontan perasaan yang kuat. Melawan tatanan sosial, kepercayaan setempat,
dan nilai-nilai yang mapan Romantisisme menjadi gerakan seni yang
dominan di seluruh Eropa pada tahun 1820-an.
Sejarah romantisisme dipengaruhi oleh datangnya revolusi industri yang
mulai meninggalkan kealamian dunia dan destruktif terhadap lingkungan.
Banyak seniman yang menolak praktik-praktik industrialisasi yang kurang
memperhatikan dampak negatifnya terhadap alam.
Meskipun belum dikategorikan sebagai seni modern, romantisisme telah
melawan gerakan seni klasik yang telah mapan sebelumnya. Romantisisme
sudah mulai mengeksplorasi bentuk estetis lain yang tidak hanya mencari
keindahan suatu objek belaka. Romantisisme menggali nilai luhur yang agung
dari suatu subjek, sebagai pengganti kecantikan dan keindahan fisik.
1. Ciri-Ciri Aliran Romantisisme
Romantisisme tidak dapat diidentifikasi dengan suatu gaya, teknik,
atau sikap yang tunggal, namun memiliki ciri umum yang seragam. Ciri
tersebut adalah:
a. Imajinatif.
9
Meskipun tetap realistis (tidak ada fantasi), adegan yang digunakan
pada romantisisme cenderung tampak teatrikal dan bukan
pemandangan sehari-hari, untuk menciptakan adegan tersebut
diperlukan daya imajinasi yang tinggi.
b. Subjektif. Penciptaan seni dianggap sebagai ekspresi diri seniman.
c. Menggunakan intensitas emosional yang tinggi.
d. Pencitraan atau suasana memiliki kualitas dream-like (seperti mimpi).
e. Menggambarkan perasaan kuat yang tidak harfiah atau menggunakan
perumpaan dan simbol.
10
Contoh karya aliran romantisisme: The Second of May 1808 oleh
Fransisco Goya, wikipedia.com
Lukisan ini adalah salah satu contoh sejarah yang dilukiskan oleh
Fransisco Goya. Goya menyaksikan sendiri pendudukan Perancis di
Spanyol pada tahun 1808. Upaya untuk menurunkan kerajaan Spanyol dari
Madrid memicu pemberontakan yang luas. Pemberontakan itu terjadi pada
1-2 Mei 1808.
Goya mengabadikan peristiwa tersebut dengan lukisan yang
mereka adegan tanpa menyaksikannya secara langsung. Ia hanya
mengetahui informasi tersebut, lalu menggambarkan dengan imajinasinya.
Lukisan ini adalah salah satu contoh bagaimana para seniman romantik
bekerja dengan imajinasi tinggi dan mempresentasikannya dengan cara
yang dramatis melalui adegan peperangan yang sengit.
2. J.M.W Turner
Joseph Mallord William Turner adalah seniman asal Inggris
yang dikenal dengan pewarnaan ekspresif, pemandangan imajinatif
dan gambar dramatis. Sehingga dapat dengan mudah diketahui bahwa
ia adalah seniman beraliran romantisisme. Lukisan Turner yang paling
terkenal adalah lukisan pemandangan lautanya. Turner lahir di Maiden
11
Lane, Covent Garden, London, di keluarga kelas menengah rendah
yang sederhana. Dia tinggal di London sepanjang hayatnya,
mempertahankan aksen kampungnya dan tetap bersikap rendah hati di
masa tenarnya.
Turner belajar di Royal Academy of Arts dari tahun 1789.
Selama belajar disana, dia juga menjabat sebagai juru gambar arsitek
(drafter). Ia membuka galeri sendiri pada tahun 1804 dan menjadi
profesor di Royal Academy pada tahun 1807 dan mengajar sampai
tahun 1828. Ia gemar melakukan perjalanan keliling Eropa dari tahun
1802 dan pulang membawa banyak sketsa pemandangan di
perjalanannya.
12
Cahaya bulan yang kontras tidak dapat ditandingi oleh cahaya
halus lentera yang berkedip-kedip. Turner seakan ingin menekankan
bahwa kekuatan alam tidak dapat ditandingi oleh manusia.
Ombak yang tampak tidak tenang memberikan tensi lebih pada
suasana lukisan. Tidak hanya itu, di background lukisan terdapat siluet
batu karang yang ditakuti oleh para nelayan di masa itu, karena berbahaya
dan kerap memakan korban terutama di setting malam hari yang gelap.
13
Wanderer Above the Sea of Fog (Pengelana di atas Lautan Kabut)
oleh Caspar David Friedrich, wikipedia.com
11
Romanticism, Repositori Universitas Hawaii. Diakses tanggal 19 Juni 2020.
14
D. IMMANUEL KANT DAN PROYEK PENCERAHAN
Sejarah pemikiran dan filsafat Barat kerap menganggap Immanuel Kant
sebagai puncak dari era Pencerahan yang terjadi di Eropa pada abad ke-18.
Era Pencerahan sendiri merupakan puncak dari gelombang perubahan besar
Revolusi (dalam bidang sains), Renesans (seni dan filsafat), dan Reformasi
(agama) yang terjadi pada abad ke-15 dan ke-16.12
Dalam sebuah artikelnya berjudul Was ist Aufklärung? (Apa Itu Pencerahan?),
Immanuel Kant, salah seorang tokoh penting Pencerahan, memberikan
definisi yang cukup jelas. Menurutnya pencerahan adalah:
keluarnya manusia dari ketidakmatangan yang diciptakannya sendiri.
Sedangkan ketidakmatangan adalah ketidakmampuan seseorang untuk
menggunakan akal-pikirannya tanpa bantuan orang lain. Ketidakmatangan
semacam ini terjadi bukan karena kurangnya daya pikir, tapi karena
kurangnya determinasi dan keberanian untuk menggunakan pemahaman
sendiri. Motto pencerahan, dengan demikian, adalah Sapere aude! Beranilah
menggunakan pemahaman sendiri! (Kant, What is Enlightenment?, 1990).
Dari definisi ini, kita melihat bahwa Kant menganggap pencerahan bukan
semata-mata kondisi intelektual di mana seseorang merasa terbebaskan untuk
berpikir dan bertindak, tapi yang terpenting adalah bahwa pencerahan itu
berarti kematangan berpikir dan sanggup untuk melakukannya sendiri tanpa
bantuan orang lain.
12
https://www.qureta.com/post/ibn-rushd-kant-dan-proyek-pencerahan-islam diakses 18 Juni
2020
15
Dengan Bahasa lain Immanuel Kant menjelaskan bahwa pencerahan
adalah pembebasan manusia dari ketidakdewasaan yaitu masyarakat bisa
membebaskan diri dari perbudakan intelektual setelah berabad-abad pulas dalam
pengawasan diri. Ketidakdewasaan adalah ketidakmampuan untuk menggunakan
pemahaman sendiri tanpa bimbingan dari yang lain. Kesalahan itu terletak pada
manusia yang tidak mau memanfaatkan akalnya, sehingga lahirlah semboyan
Beranilah berpikir. Setelah memberikan analisis yang cermat dari penyebab
mengapa pengawasan terjadi, Kant mengusulkan persyaratan untuk menuju
pencerahan. Dia ingin masyarakat untuk berpikir bebas, bertindak bijaksana dan
akan diperlakukan sesuai dengan martabat mereka .
Manusia Pencerahan bukanlah manusia yang bisa dikendalikan oleh
dogma-dogma yang bersumber dari otoritas religius, melainkan manusia yang
bebas dan otonom. Ia adalah makhluk yang mampu memberikan makna bagi
sejarah kehidupan. Selain itu ia adalah makhluk yang memberikan ruang bagi
perkembangannya sendiri dalam hal karsa, cipta, dan rasa. Ia diajarkan pula
bagaimana harus hidup dan bagaimana harus mengembangkan dunianya.
Yang dimaksud “bantuan orang lain” di sini adalah penggunaan otoritas luar
secara berlebihan sehingga menghalangi seseorang untuk berpikir secara
independen. Inti dari pencerahan bukanlah pemikiran itu sendiri, tapi
bagaimana seseorang berani untuk menggunakan akal-pikirannya (sapere
aude!). Seperti bisa dilihat, selain menekankan pada kata “keluarnya”
(ausgang), Kant juga memberikan penekanan pada “ketidakmatangan”
(unmündigkeit) dan “determinasi dan keberanian” (entschließung und mut),
yang merefleksikan dua karakter berbeda dari sifat manusia.
Semangat pencerahan, seperti digambarkan oleh para ensiklopedis
Perancis, adalah semangat rasionalitas dan ilmu pengetahuan murni.
Penggunaan akal bebas ditekankan sebesar-besarnya yang oleh Kant
kemudian diberikan prasyarat tambahan, yakni keberanian.
Menurut kami, prasyarat tambahan ini lebih penting dari kualitas akal-pikiran
sendiri. Tanpa keberanian, akal-pikiran menjadi kurang berguna karena ia
akan menjadi agen pelestari dari otoritas pemikiran “lain” di masa silam.
16
Dalam pencerahan, yang lebih penting adalah bagaimana manusia mampu
memelihara independensi akal-pikirannya dan mampu mengontrol dirinya dari
pengaruh-pengaruh pemikiran yang datang dari luar nalarnya. Pengaruh
pemikiran luar tak hanya sebatas pandangan atau ide partikular saja, tapi juga
--dan ini saya kira yang lebih penting-- sistem pemikiran yang melembaga
dalam institusi-institusi publik seperti negara dan agama.
17
BAB III
PENUTUP
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20