Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang LOGIKA, ETIKA DAN ESTETIKA
DALAM FILSAFAT ILMU
Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an
dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas . Kami mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua kami yang selalu memberi nasehat serta dukungan
dalam menjalankan tugas-tugas serta kewajiban yang harus ditaati di dalam
kampus. Dan kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah ini yang telah membimbing kami dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya kritik dan saran dari pembaca dan teman-teman semua demi
kesempurnaan tugas ini. Semoga apa yang terdapat dan tertera dalam
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan
bagi para pembaca, teman-teman dan khususnya bagi penulis. Amin..
ii
Daftar isi
2.1.6 Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain. .......... 27
iii
3.1.8 Logika sentensial .................................................................................. 48
3.2 Etika............................................................................................................ 49
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan
sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran
teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari,
ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani
Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-
pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
1
pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh
karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa
ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin
dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-
tidaknya dapat ditentukan.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,
dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi
perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang
mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel
kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat
merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang
lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon
(dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-
ilmu (the great mother of the sciences).
2
oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa
filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia
sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini
tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat
tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan
dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu
kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan
persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak
mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat
memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak
salah.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa, Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk
berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
3
Posisi estetika tak berbeda dari atau tak perlu dibeda-bedakan dengan
wilayah-wilayah studi filsafat yang lainnya, entah itu epistemology, etika dan
sebagainya. Demikian juga dengan cabang-cabang keilmuan yang lain. Ia
tidak lebih utama, tidak lebih superior dari yang lain, biasa-biasa saja.
Masalahnya adalah tidak ada satu ilmu pun, termasuk estetika pada
khususnya dan filsafat pada umumnya, yang mampu menjadi ilmu dengan
posisi “tersendiri”, seberapa tinggi atau rendah pun status yang diberikan
oleh komunitas akademik terhadap keberadaan ilmu tersebut. Tidak ada
satu ilmu yang “tersendiri”, yang posisinya terisolasi dari ilmu-ilmu yang
lainnya. Apalagi untuk masa tiga dasawarsa terakhir ini sekat-sekat ketat
yang memberi batas yang tegas antara satu ilmu dengan ilmu yang lain
sudah runtuh, atau sudah waktunya untuk diruntuhkan. Inilah yang disebut
oleh Clifford Geertz sebagai gejala Blurred Genre, yakni ketika kita dengan
background keilmuan apapun mengadopsi sebuah lingua franca yang
sama. Karya-karya Sigmund Freud atau Jacques Lacan, untuk sekedar
contoh, tidak lagi dibaca oleh psikoanalisis semata, tetapi oleh kita semua.
Juga Roland Barthes, karyanya tidak cuma dibaca oleh kalangan kritikus
sastra, tapi oleh lebih banyak lagi orang. Merembes keluar dari sekat-sekat
disipliner yang kaku. Ahli ilmu politik, filsuf, linguis, kritikus seni, arsitek,
psikolog, atau sosiolog tidak lagi peduli pada sekat-sekat tersebut, lalu
sama-sama membaca Jacques Derrida atau Pierre Bourdieu. Ini yang
disebut tadi sebagai lingua franca. Begitu pula halnya dengan estetika, ia
telah kehilangan sekat-sekatnya, batas-batas yang dahulu telah
membuatnya menjadi sebuah ruang yang esoterik. Ia menyebar, membaur
dengan disiplin-disiplin yang lain. Kalau ia sudah menyebar seperti itu,
berarti ia bisa ada dimana saja dan kapan saja, seperti coca cola. Itu juga
sekaligus berarti bahwa estetika tidak lagi punya posisi yang penting,
apalagi yanng “tersendiri”. Tetntu saja estetika pernah dan, pada ruang
lingkup tertentu, masih memiliki prestise tertentu. Itu kalau kita pahami
estetika bukan melulu sebagai bidang filsafat, melainkan lebih sebagai
seperangkat prinsip normatif yang meminjam istilah Pierre Bourdieu,
4
mendisposisikan praktik-praktik berkesenian. Jadi, secara lebih restricted,
pengertian estetika yang terakhir ini adalah estetika sebagai sesuatu yang
dijadikan landasan normatif untuk menilai karya seni. Karena dalam
pergaulan keseni(man)an, yang dimaksud dengan estetika cenderung
seperti itu. Bukan filsafat estetika, melainkan hanya sebagai alat untuk
mengevaluasi, membuat hierarki, dan semacamnya. Misalnya dengan dalih
estetika, seorang seniman bisa berbuat apa saja dan produknya tetap
disebut sebagai karya seni. Seorang perupa meletakkan beberapa
keranjang sampah disebuah galeri, dan itu disebut karya seni instalasi oleh
kritikus. Seorang penyair menuliskan sebaris kalimat, “Bulan di atas
kuburan,” dan itu disebut sebagai puisi, yang bahkan pernah menimbulkan
perdebatan tafsir yang prestisius di tingkat elit kritikus sastra. Di sini estetika
tidak lebih sebagai modal simbolik yang diinfestasikan sebagai pemarkah
kelas sosial seniman atau kritikus seni. Dalam hubungannya dengan praktik
kritik seni, sampai sejauh ini estetika pun lebih cenderung diperlakukan oleh
para kritikus sebagai prinsip-prinsip normatif yang meregulasi apa dan
bagaimana (berke)seni(an), dengan standarisasi-standarisasi atau
semacamnya. Seorang kritikus membuat penilaian atas sebuah karya seni
dengan legitimaasi paham-paham estetis tertentu, misalnya. Maka tidak
heran kalau keranjang-keranjang sampah yang dicontohkan di atas disebut
sebagai karya seni hanya lantaran ia menjadi bagian dari komunitas
wacana tertentu, sementara perabot dapur ibu-ibu petani jawa tidak pernah
sekalipun dihargai seperti itu, lalu karya seni X dinilai lebih baik, lebih
sublim, lebih menukik, lebih indah, lebih menyentuh, dan sebagainya,
dibandingkan dengan yang lain. Oleh karena itu, andai kata ada orang
berbicara perkara estetika, kita perlu segera menegaskan posisi
pemahamannya : estetika dalam pengertian yang bagaimana ?
5
1.2 Rumusan Masalah
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FILSAFAT
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar
katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut
pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta
kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas
sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi
pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual,
pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan
dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497
S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan
dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras
menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan
yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai
Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf
7
yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan
Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan
terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya
dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada
tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala
alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin
kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara
memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk.
(1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri.
Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
Filsafat Ilmu
8
berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa
meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan
menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan
ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai
teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
9
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento
Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu,
kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu,
simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi
penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat
ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan
metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran
ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga
seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan
intelektualnya.
10
kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan
kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses
alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan
ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam
ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang
mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting
mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang
ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan
gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang
diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas
“campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu
memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang
dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa
pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-
elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian
pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu
pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan
dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa
gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil
terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana
dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh
landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk
dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu
pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu
Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.
11
yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana
dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The
Liang Gie, 1999).
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta
energi yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam
The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa
sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik
serta kimia nuklir.
12
Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu
1) Definisi Nominalis
Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang
lebih umum dimengerti. Jadi, sekadar menjelaskan kata sebagai tanda,
bukan menjelaskan hal yang ditandai.Definisi nominalis terutama dipakai
pada permulaan sesuatu pembicaraan atau diskusi.
Ø definisi sinonim,
Ø definisi simbolik,
Ø definisi etimologik,
Ø definisi semantik,
Ø definisi stipulatif,
2) Definisi Realis
Definisi Realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu
istilah.Jadi, bukan sekadar menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang
dikandung oleh suatu istilah.
Ø Definisi Esensial.
13
mewujudkan esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara
menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia.
Ø Definisi Deskriptif.
Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm) berasal dari kata alima yang
artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda
dengan science yang berasal dari kata scire.Namun ilmu memiliki ruang
lingkup yang berbeda dengan science(sains).Sains hanya dibatasi pada
bidang-bidang empirisme – positiviesme sedangkan ilmu melampuinya
dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika [2]. Berbicara
14
mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat
ilmu adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu
sebagaimana adanya”.Will Duran dalam bukunya The story of
Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang
merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah
sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu.Filsafat yang memenangkan
tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun
ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat.
Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu Menurut
para ahli :
15
Filsafat Ilmu adalah sabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah
sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-
konsepnya dan peranggapan – peranggapannya, serta letaknya dalam
kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
4) Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and
the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.
Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah
dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode
ilmiah.
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan
dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu
apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun
teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai
landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu
landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri,
dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
16
7) Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts,
first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry
observational procedures, patens of argument, methods of representation
and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to
veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic,
practical methodology and metaphysics”.
Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mencoba pertama-
tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan
ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-
metode penggantian dan perhitungan, peranggapan - peranggapan
metafisis, dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya
dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
17
mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang memungkinkan ilmu itu
memberi pembenaran pada dirinya serta apa yang dianggapnya benar.
Ø Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut ? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap
manusia yang membuahkan pengetahuan ?( Landasan ontologism )
18
tertentu. Filsafat Ilmu, menurut Bahm, diperoleh dari pemecahan suatu
masalah keilmuan. Tidak ada masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada
solusi berarti tidak memperoleh metode yang tepat dalam memecahkan
masalah. Ada metode berarti ada sistematika ilmiah.
Objek dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek
material dan objek formal :
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (
theodicae ) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia ( antropologi
metafisik ) dan alam ( kosmologi ).
19
menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir
merupakan obyek material logika.
20
lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu.
Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu,
fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara
keseluruhan, yakni :
21
· Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan
pandangan dunia.
22
Ø Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
2. Kebenaran ( truth )
23
Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu,
yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran
performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi.
a. Kebenaran koherensi
b. Kebenaran korespondensi
c. Kebenaran performatif
d. Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan
memiliki kegunaan praktis.
24
e. Kebenaran proposisi
3. Konfirmasi
4. Logika inferensi
25
menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta.Fenomenologi Russel
menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta.Belief
pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum
ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian
berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Ø Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta
ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
26
Ø Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan
sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan
produk alasan praktis.
2.1.6 Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain.
Persamaan filsafat ilmu dan ilmu lainnya, baik sejarah ilmu, sosiologi
ilmu dan psikologi ilmu adalah sebagai berikut :
27
yang hendak dipecahkan dan metode yang akan digunakan. Filsafat
ilmu tidak berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan
serta cara penyelenggaraan ilmu dalam kenyatannya, melainkan
mempermasalahkan masalah metodologik, yakni mengenai azas-azas
serta alasan apakah yang menyebabkan ilmu dapat menyatakan bahwa ia
memperoleh pengetahuan ilmiah.[7]
Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi
membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja ilmu.
Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat ilmu.
Kedudukan filsafat ilmu dalam lingkungan fisafat secara keseluruhan
adalah :
2) filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan dalam
hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan denganmetodologi (
Beerling, 1985; 4 ). Hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan
lebih erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia.Ilmu-ilmu manusia
seringkali lebih jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.[8]
Secara garis besar perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu – ilmu lain,
baik sejarah ilmu, psikologi ilmu maupun sosiologi ilmu adalah :
28
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki
hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu lainnya hanya membahas
tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi
di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamia
dan non-alamia.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan
agama tidak ada pertentangan.
29
3.1 Logika
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. . Logika adalah salah
satu cabang filsafat. menurut The seperti yang dikutip ihsan (2010:123)
bahwa “berpikir adalah suatu proses, proses berpikir ini biasa di sebut nalar.
Dalam bernalar manusia melakukan proses berpikir ntuk berusaha tiba
pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan
lain yang telah diketahui”
30
ASAS-ASAS PEMIKIRAN, CARA MENDAPATKAN KEBENARAN, DAN
PEMBAGIAN LOGIKA
A. Asas-Asas Pemikiran
Asas adalah pangkal atau asal dari mana sesuatu itu muncul dan
dimengerti. Maka “Asas Pemikiran” adalah pengetahuan di mana
pengetahuan lain muncul dan dimengerti. Asas bagi kelurusan berpikir
mutlak, ia adalah dasar daripada pengetahuan dan ilmu. Asas pemikiran ini
dapat dibedakan menjadi :
Ia adalah dasar dari semua pikiran dan bahkan asas pemikiran yang lain.
Prinsip ini mengatakan sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainnya. Bila
diberi perumusan akan berbunyi : “Bila proposisi itu benar maka benarlah
ia”.
31
B. Cara Mendapatkan Kebenaran
Ada dua cara untuk mendapatkan kebenaran yaitu : melalui metode induksi
dan metode deduksi .
32
C. Pembagian Logika
Dilihat dari segi kualitasnya logika natiralis (mantiq Al-fikri) yaitu kecakapan
berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia. Kemampuan
berlogika naturalis pada tiap-tiap orang berbeda-beda tergantung dari
tingkatan pengatahuannya. Logika artifialis atau logika ilmiah (matiq Al-
suri) yang bertugas membantu mantiq Al-fitri. Mantiq ini memperhalus ,
mempertajam serta menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja
lebih teliti, efisien, mudah dan aman.
Dilihat dari metodenya logika tradisional (mantiq Al- Qodim) dan logika
modern (mantiq Al- Hadits).
2. Logika Modern tumbuh dan dimulai dari abad XIII, mulai abad ini
ditemukan sistem baru, metode baru yang berlainan dengan system logika
Aristoteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus lulus manemukan metode
baru logika yang disebut Ars magna.
Jika dilihat dari obyeknya logika formal (mantiq As-suwari) dan logika
material (mantiq Al- Maddi).
Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama
yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan
jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam
33
semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti
prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan
logika induktif.
Kaum Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut
merintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles,
Theoprostus dan Kaum Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh
bangsa Arab dan kaum muslimin pada abad II Hijriyah. Logika menjadi
bagian yang menarik perhatian dalam perkembangan kebudayaan Islam.
Namun juga mendapat reaksi yang berbeda-beda, sebagai contoh Ibnu
Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari logika, Al-
Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan Jumhur Ulama
34
membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya.
Filosof Al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus
dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh Al-Farabi.
Pada abad XIII sampai dengan abad XV muncul Petrus Hispanus, Roger
Bacon, Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham menyusun logika yang sangat
berbeda dengan logika Aristoteles yang kemudian kita kenal sebagai logika
modern. Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna,
semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan kebenaran -
kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan metoda induktif
dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika
aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian.
Emanuel Kant menemukan Logika Transendental yaitu logika yang
menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi batas pengalaman.
Selain itu George Boole (yang mengembangkan aljabar Boolean), Bertrand
Russel, dan G. Frege tercatat sebagai tokoh-tokoh yang berjasa dalam
mengembangkan Logika Modern. Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku
Aristoteles seperti De Interpretatione,Eisagoge oleh Porphyus dan karya
Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-
kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.
Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:
35
Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika
baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan
semacam aljabar pengertian.
William Ocham (1295 - 1349)
Sebagai salah satu cabang filsafat, maka logika dapat dibagi menjadi [10]:
36
1. Logika dalam sempit ialah digunakan sama arti sempit istilah
termasud searti dengan logika deduktif atau logika formal. Adapun yang
dimaksud dengan logika deduktif adalah logika yang mempelajari asaa-
asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang
menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangakal pikiran,
sehingga bersifat betul hanya berdsarkan bentuknya. Logika formal
mempelajari asaa-asas, aturan-aturan atau hokum-hukum yang harus
ditaati, agar dapat berpikir dengan benar sehingga dapat memperoleh
kebenaran. Logika formal dinamakan orang juga logika minor sedangkan
apa yang sekarang disebut logika formal ialah ilmu yang mengandung
kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.
37
7. Logika filsafati dapat dipandang sebagai suatu ragam atau bagian
logika yang berkaitan dengan pembahasan-pembahasan dalam bidang
filsafat.
Aristoteles
Raymundus Lullus
38
menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant
menemukan Logika Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-
bentuk pemikiran yang mengatasi batas pengalaman.
Leibniz
Thales
39
Air jugalah uap
Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam
semesta.
Poespoprojo
Olson
40
Marx dan Engels
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi
Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam dialektikanya, dan
menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah landasan material yang
konsisten.
Euklides
Hegel
Hegel, seorang tokoh dari sekolah filsafat idealis (borjuis) di Jerman, adalah
seorang guru besar yang pertama kali mentransformasikan ilmu logika,
seperti di sebutkan oleh Marx: “bentuk-bentuk umum gerakan dialektika
yang memiliki cara yang komprehensif dan sadar sepenuhnya.”
Petrus Hispanus
Francis Bacon
41
Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai
kalangan di barat. Sehingga kemudian perhatian lebih ditujukan pada
system induksi.
Cristian Wolff
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi
Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam dialektikanya, dan
menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah landasan material yang
konsisten.
Theoprastus
42
Al-Farabi
John Venn
43
yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi,
tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.
44
Selain itu logika modern (terutama logika perlambang) dengan berbagai
pengertian yang cermat, lambang yang abstrak dan aturan-aturan yang
diformalkan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja dapat
menangani perbincangan-perbincangan yang rumit dalam suatu bidang
ilmu, melainkan ternyata juga mempunyai penerapan. Misalnya dalam
penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik, yang tidak
bersangkutan dengan argumen.
Pengertian ilmu logika secara umum adalah ilmu yang mempelajari aturan-
aturan berpikir benar. Jadi dalam logika kita mempelajari bagaimana
sistematika atau aturan-aturan berpikir benar. Subjek inti ilmu logika adalah
definisi dan argumentasi. Yang selanjutnya dikembangkan dalam bentuk
silogisme.
45
Karena yang dipelajari dalam ilmu logika hanyalah berupa aturan-
aturan berpikir benar maka tidak otomatis seseorang yang belajar logika
akan menjadi orang yang selalu benar dalam berpikir. Itu semua tergantung
seperti apa dia menerapkan aturan-aturan berpikir itu, disiplin atau tidak
dalam menggunakan aturan-aturan itu, sering berlatih, dan tentu saja punya
tekad dalam kebenaran.
Kegunaan dari kita belajar logika adalah daya analisis kita semakin
bertambah dan dimana apabila ada suatu masalah, kita dapat mengambil
keputusan dengan benar. Disamping itu belajar logika juga sangat
bermanfaat dalam manajemen waktu, dan juga logika merupakan dasar
ilmu psikologi yang paling mendasar. Intinya dengan belajar logika
kemampuan berpikir dan daya analisis kita semakin berkembang.
1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir
secara tepat dan lurus sebelum mendapat pengaruh-pengaruh dari luar,
yakni keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif. Yang mana logika alamiah manusia ini ada sejak manusia
dilahirkan. Dan dapat disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini sifatnya
masih murni.
46
2. Logika Ilmiah
Lain halnya dengan logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu
khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap
pemikiran. Dengan adanya pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat
bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.
Logika ilmiah ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan
atau setidaknya dapat dikurangi. Sasaran dari logika ilmiah ini adalah untuk
memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi.
Makna yang logis dari suatu konstruksi realitas sosial harus secara
internal menyatu di dalam realitas terkonstruksi itu sendiri. Integrasi logika
ini diakui (kebenarannya:penulis) bukan saja pada interrelasi elemen-
elemen kultural yang tertentu saja yang kita temui di dalam bentuk proposisi
verbal, seperti pernyataan tertulis, akan tetapi berlaku untuk elemen-
47
elemen kultural nonverbal seperti halnya acara-acara dan musik, dan juga
bahkan berlaku untuk relasi antar elemen kultural dari kelas-kelas yang
berbeda-beda seperti sebuah organisasi keluarga spesifik, sebuah gaya
budaya/kebudayaan, type kepribadian spesifik, dan aturan dan ketentuan
hukum legal tertentu . menurut suriasumantri (2009:46) bahwa “suatu
penarikan kesimpulan dianggap sahih (valid) kalau cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika, dimana secara luas logika dapat didefinisikan
sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih”.
48
istilah yang juga ada pada proposisi kesimpulan dan ada pada proposisi
premis lainnya.
Contoh paling sederhana:
• Setiap binatang akan mati (Premis major)
• Semua manusia adalah binatang (Premis minor)
• Oleh karenanya, semua manusia akan mati (Simpulan)
3.2 Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal
yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan,
sikap, cara berpikir. dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan.
Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata
moral dari bahasa Latin yang artinya sama dengan etika. Menurut kaharu
dan b. Uno (2004:204) bahwa “ nilai itu sungguh sungguh ada dalam arti
bahwa ia praktis dan efektif didalam masyarakat. Nilai-nilai itu sungguh
49
sungguh satu realita dalam arti bahwa ia valid sebagai suatu cita-cita yang
benar yang berlawanan dengan cita-cita yang palsu atau besifat khayali”.
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya
etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti
kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran,
kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan
refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya
dengan filsafat moral
50
penjagaan sewaktu sadar. Adapun apa yang timbul bukan dengan
kehendak, dan dapat dijaga sebelumya maka ia bukan pokok dari persoalan
etika.
Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata
Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup
tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan,
etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku
dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam
kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada
kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi
lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah. Moralitas merupakan suatu
fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan
manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik
dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidak
pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan
alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan
moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan
sesuatu).
51
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat
dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk
memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika
manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan
badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia
berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu
52
dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk
untuk selama-lamanya di akhirat.
53
berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan
jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad
Tafsir: 2005)
54
utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah
laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban
manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat
atau bertindak.
2. Etika Normatif
Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran
atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan. Etika
55
ini dapat menjelaskan tentang nilai-nilai yang seharusnya dilakukan serta
memungkinkan manusia untuk mengukur tentang apa yang terajdi.
Etika normatif menagandung dua bagian besar, yaitu: pertama
membahas tentang teori nilai (theory of value) dan teori keharusan (theory
of obligation). Kedua, membahas tentang etika teologis dan etika
deontelogis. Teori nilai mempersoalkan tentang sifat kebaikan, sedangkan
teorin keharusan membahas tingkah laaku. Sedangkan etika teolog
berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh
konsekuensinya. Adapun deontologis berpendapat bahwa moralitas suatu
tindakan ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi dorongan dari
tindakan itu, atau ditetukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh
keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-
prinsip tertentu. (Muhammad In’am Esha, 2010)
Ciri khas etika filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan baik-
buruk, benar-salah, tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat mempunyai
suatu kedudukan tersendiri. Ada banyak cabang filsafat, seperti filsafat
alam, filsafat sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum, dan filsafat agama.
Sepintas lalu rupanya etika filsafat juga menyelidiki suatu bidang tertentu,
sama halnya seperti cabang-cabang filsafat yang disebut tadi. Semua
cabang filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan etika filsafat
membahas yang harus dilakukan. Karena itu etika filsafat tidak jarang juga
disebut praktis karena cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku
manusia, dengan yang harus atau tidak boleh dilakukan manusia.
56
3.2.4 Hakikat Etika Filsafat
Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah dikenal
sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks filsafat
yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan kematangan
yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia
tidak merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang didasarkan pada
fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu
itu bersifat emperis, karena seluruhna berlangsung dalam rangka emperis
(pengalaman inderawi) yaitu apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan
dirasakan. Ilmu emperis berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika
ia berhasil merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-
hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan
dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret.
Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang konkret, kadang-kadang
malah tentang hal-hal yang amat konkret, tetapi ia tidak berhenti di situ.
57
Pada awal sejarah timbulnya ilmu etika, terdapat pandangan bahwa
pengetahuan bener tentang bidang etika secara otomatis akan disusun oleh
perilaku yang benar juga. Itulah ajaran terkenal dari sokrates yang disebut
Intelektualisme Etis. Menurut sokrates orang yang mempunyai
pengetahuan tentang baik pasti akan melakukan kebaikan juga. Orang
yang berbuat jahat, dilakukan karena tidak ada pengetahuan mendalam
mengenai ilmu etika. Makanya ia berbuat jahat.
Etika filsafat juga bukan filsafat praktis dalam arti ia menyajikan resep-
resep yang siap pakai. Buku etika tidak berupa buku petunjuk yang dapat
dikonsultasikan untuk mengatasi kesulitan etika buruk yang sedang
dihadapi. Etika filsafat merupakan suatu refleksi tentang teman-teman yang
menyangkut perilaku. Dalam etika filsafat diharapkan semuah orang dapat
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, tanggung
jawab, nilai, norma, hak, kewajiban, dan keutamaan.
58
sehari-hari. Banyak uraian etika filsafat dianggap tidak jauh dari kenyataan
sesungguhnya. Itulah hakikat filsafat mengenai etika. Disini tidak perlu
diselidiki sampai dimana prasangka itu mengandung kebenaran. Tetapi
setidak-tidaknya tentang etika sebagai cabang filsafat dengan mudah
dapat disebut dan disetujui relevansinya bagi banyak persoalan yang
dihadapi umat manusia.
1.Etika
Etika secar etimologi berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Secara terminology etika adalah cabang filsafat yang
membicararkan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya
dengan baik buruk. Yanng dapat dinilai baik buruknya adalah sikap manusia
yang menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan-gerakan, kata-kata dan
sebagainya. Adapun motif, watak , suara hati sulit untuk dinilai. Perbuatan
atau tingkah laku yang dikerjakan dengan kesadaran sajalah yang dapat
59
nilai, sedangkan yang dikerjakan dengan tidak sadar tidak dapat dinilai baik
buruk.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi menjadi etika deskriptif dan etika
normatife. Etika deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan,
menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak mengajarkan
bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika. Adapun etika
normatif sudah memberikan penialaian yang baik dan yang buruk, yang
harus dikrjakan dan yang tidak harus dikerjakan. Etika Normatif dapat dibagi
menjadi dua yaitu etika umum dan etika khusus. Etika Umum
membicrakan prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu
perbuatan, suara hati, dan sebagainya. Etika Khusus adalah pelaksanaan
prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan, dan
sebagainya. (sunoto, 1982, hllm. 6)
2.Moral
Moral berasal dari kata latin mos jamaknya mores yyang berarti adat
atau cara hidup. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam penilain sehari-
hari ada sedikti perbedaan. Moral dan atau Moralitas dipakai untuk
perbuatan yang sednag dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian
system yang ada.
Frans Magnis Suseno (1987) membedakan antara moral dan etika. Ajaran
moral adalah ajaran, wejangan, khotbah, peratran lisan atau tulisan tentang
bagaimana manusia harus hidup dan dan bertindak agar ia menjadi
manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah pelbagai orang
dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, para
pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan para bijak. Etika bukan
tambahan bagi ajaran Moral, tetapi filsafat atau pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu
dab bukan sebuah ajaran. Jadi, Etika dan ajaran moral tidak berada di
tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bukan
etika melainkan ajaran moral. Etika mau mengerti ajaran moral tertentu,
60
atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab terhadap
dengan pelbagai ajaran moral. (Frans Magnis Suseno, 1987, hlm. 14)
3. Norma
Norma adalah alat tukang kayu atau tukang batu yang berupa segitiga .
Kemudian Norma adalah sebuah Ukuran. Pada perkembangannya norma
diartikan garis pengarah atau suatu peraturan. Misalnya dalam suatu
masyarakat pasti berlaku norma umum, yaitu norma sopana-santun, norma
hokum,dan norma moral.
4. Kesusilaan
Menurut filsuf Herbert Spencer, pengertian kesusilaan dapat berubah, di
antar bangsa berbagai pengertian kesusilaan sama sekali berbeda-beda.
Pada zaman Negara militer, kebajikan keprajuritan yang dihormati, sedang
pada zaman Negara industri hal itu dihanggap hina. Hal ini disebabkan
kemakmuran yang dialami pada jaman industri bukan didasarkan atas
perampasan dan penaklukan, melainkan atas kekuatan berprodoksi. Libniz
seorang filsuf pada jaman modern berpendapat bahwa kesusilaan adalah
hasil suatu “menjadi” yang terjadi didalam jiwa. Perkembangan dari nafsu
alamiah yang gelap sampai kepadakehendak yang sadar, yang berarti
sampai kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan
aktivitas jiwa sendirian. Segala perbuatan kehendak telah terkandung
sebagai benih didalam nafsu alamiah yang gelap.
61
sesuai dengan gagasan yang jelas dan actual. Kehendak jahat jika
perbuatan kehendak diikat oleh gagasan yang tidak jelas.
1.Naturalisme
Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan dengan
menurut panggilan natur (fitrah) dari kejadian manusia itu sendiri.
Perbuatan yang baik (susila) menurut aliran ini ialah perbuatan-perbuatan
yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir maupun
mengenai fitrah batin. Kalau lebih memberatkan pada fitrah lahirnya
dinamakan aliran etika maerialisme. Tetapi pada aliran mnaturalisme ini
faktor lahir batin itu sema beratnya sebab kedua-duanya adalah fitrah
(natur) manusia.
2.Hendonisme
Hedonisme adalah doktrin etis yang memandang kesengangan sebagai
kebaikan yang paling utama dan kewajiban seseorang ialah mencari
mencari kesenangan sebagai tujuan hidupnya. Menurut hendonisme yang
62
dipandang sebagai perbuatan baik adalah perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan kelezatan atau rasa nikmat. Aliran hedonisme memiliki dua
cabang yaitu hedonisme egoistik dan hedonisme universilatik.
3.Idealisme
Pokok-pokok pandangan idealisme adalah:
3.Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang
menyempurnakan yaitu “rasa kewajiban”
4.Humanisme
Humanisme memandang suatu yang baik ialah yang sesuai dengan kodrat
manusia yaitu kemanusiannya.dalam tindakan kongkret tentulah manusia
kongkret pula yang ikur menjadi ukuran, sehingga pikiran, rasa, situasi
63
seluruhnya akan ikut menentukan baik buruknya tindakan kongkret itu.
Penentuan dari baik buruk tindakan yang kongkret adalah kata hati orang
yang bertindak.
5.Perfectioisme
Dari tokoh filsuf Yunani (Plato dan Aristoteles) bersepakat dalam satu
aliran, yakni perfectionisme. Teori perfectionisme dari Plato dan Aristoteles
menetapkan dalam kaitan dengan pengembangan berbeagai kemampuan
manusia. Kebahagian hanya bernilai jika kemampuan-kemampuan kita
berfungsi dengan baik. Sumber kebahagian tertinggi terdapat pada fungsi
sebenarnya dari kemampuan intelektual.
6.Theologis
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’Qub, pengertian Etika theologis ialah aliran ini
berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan
manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan, segala perbuatan yang
diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang
oleh Tuhan itulah perbuatan buruk, yang sudah dijelaskan dalam kitab suci.
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama
dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis
merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur
di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti
setelah memahami etika secara umum.
64
transenden dan etika teosentris. Etika teologisKristen memiliki objek yang
sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi,
tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang
seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan
kehendak Allah swt.
Revisionisme
Sintesis
Diaparalelisme
65
sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api
yang sejajar.
66
merupakan dua pekerjaan yang berbeda sama sekali. Menurut kaharu dan
b. Uno (2009:213) bahwa “etika memang tidak termasuk dalam kawasan
ilmudan teknologi yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia
berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
67
Konstruksi realitas sosial tertentu dan makna yang direpresentasikan
dengannya akan sangat bergantung pada konteks kultural, tata makna
kultural, dan sistem nilai kultural dasar dari entitas budaya mana
pengkonstruksi berasal. Muatan etika yang melekat di dalam konstruksi
tersebut oleh karenanya juga akan sangat bergantung pada sistem budaya
pengkonstruksinya. Standard kepatutan di dalam setiap transaksi
komunikatif, oleh karenanya akan berragam menurut ragam budaya yang
melatarbelakangi komunikator yang terlibat, termasuk pengkonstruksi
realitas sosial politik melalui wacana tertulis di dalam opini media massa
cetak.
3.3 Estetika
68
1. Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan seni (Kattsoff, Element of Philosophy,
1953).
69
sejarah perkembangan estetika didasarkan pada sejarah perkembangan
estetika di Barat yang dimulai dari filsafat Yunani Kuno. Hal ini dikarenakan
estetika telah dibahas secara terperinci berabad-abad lamanya dan
dikembangkan dalam lingkungan Filsafat Barat. Hal ini bukan berarti di
Timur tidak ada pemikiran estetika.
2.Periode Skolastik
3.Periode Renaisance
4.Periode Aufklarung
5.Periode Idealis
6.Periode Romantik
7.Periode Positifistik
8.Periode Kontemporer
Dalam periode ini para folosof yang membahas estetika diantaranya adalah
Socrates, Plato dan Aristoteles. Dari ketiga filosof ini dapat dikatakan bahwa
Socrates sebagai perintis, Plato yang meletakkan dasar-dasar estetika dan
Aristoteles yang meneruskan ajaran-ajaran Plato.
70
1. Bersifat metafisik
Keindahan adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan.
Keindahan itu mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi adalah
keindahan Tuhan.
2. Bersifat objektifistik
3. Bersifat fungsional
Socrates: 468-399SM
71
keindahan itu? Disini Socrates mencoba merumuskan arti keindahan dari
jawaban-jawaban lawan dialognya.
Menurut Socrates, keindahan yang sejati itu ada di dalam jiwa (roch).
Raga hanya merupakan pembungkus keindahan. Keindahan bukan
merupakan sifat tertentu dari suatu benda, tetapi sesuatu yang ada dibalik
bendanya itu yang bersifat kejiwaan.
Plato: 427-347SM.
72
manusia sudah sampai pada fase yang ketiga ini maka akan mengantarkan
manusia pada fase yang keempat yaitu keindahan yang mutlak/absulut.
Seni
Seni yang baik menurut Plato adalah seni musik. Musik mempunyai
peranan yang penting dalam negara yaitu dapat mempengaruhi dalam
bidang moral dan politik. Di bidang moral, musik dapat memperhalus
perasaan manusia (musik yang sentimentil) dan dapat juga sebaliknya.
73
kesenangan, yang kemudian mewataki teori paedagogik seni.
Konsekueninya tentang konsepsi seni sebagai gabungan antara yang baik,
benar dan yang indah (Abdul Kadir, 1974:10).
Seniman
Sastrawan
74
Penyair
Syair-syair yang indah itu bukan karya manusia, tetapi adalah syair
surgawi dan ciptaan Tuhan.Parapenyair tersebut hanyalah merupakan
penafsir Tuhan.Lewat teori ”partisipasi”maka seorang penyair yang rendah
martabatnya dapat membawakan nyanyian-nyanyian yang terindah.Para
penyair memiliki ”kekuatan misterius”yang bersifat Illahiah.Seniman tidak
lagi mengimitasi ,tetapi sebaliknya ia memperoleh inspirasi yang karenanya
merupakan bagian dari Illahi(Abdul Kadir,1976:7).
Seni
75
B. Periode Skolastik
Munurut Thomas Aquinas, hal-hal yang cacat (tidak utuh, tidak sempurna)
adalah jelek, sedangkan hal-hal yang berwarna cemerlang atau terang
adalah indah. Tiga unsur keindahan itu oleh para ahli modern disebut
kesatuan, perimbangan dan kejelasan.
C. Periode Renaissance
76
Pada periode ini masalah seni menjadi titik perhatian. Uraian mengenaai
estetika secara luas ditulis oleh Massilimo Visimo, sedangkan penulis-
penulis lainnya banyak mengulas teori-teori seni. Leon Batista dan Albert
Durer dalam bidang seni rupa,Giosefe Zarlino dan Wincenzo Galilei dalam
bidang musik,serta Lodovia Castelvetro dalam bidang puisi.
D. Periode Aufklarung
Pengaruh Empirisme Bacon nampak dalam hal imajinasi rasa estetis atau
cita rasa. Hal ini terlihat dalam pendapat Edmund Burke dan Lord Kaimes.
Menurut Edmud Burke (1729-1798) masalah selera itu tidak dapat dijadikan
77
hakim dalam keindahan (Wajiz Anwar, 1980). Sedangkan Lord Kaimes
dalam karyanya Elements of Criticism yang terbit pada tahun 1961
sependapat dengan Burke. Keindahan adalah sesuatu yang dapat
menyenangkan selera. Dia mengemukakan suatu titik tolak baru, bahwa
pengalaman mengenai suatu emosi walaupun sangat pedih seperti emosi
takut atau kesengsaraan adalah menyenangkan. Emosi yang menyedihkan
adalah menyenangkan bila direnungkan. Perang, bencana alam
adalah menyedihkan, tetapi menyenangkan bila kita melihatnya
dipanggung sandiwara atau dalam seni film. Kejadian yang paling dahsyat
dan mengerikan justru paling mengesankan dan menggembirakan bila
diingat. Keindahahan ialah menyenangkan. Oleh karena itu keindahan
ditentukan oleh selera semata-mata.
E. Periode Idealis
1. Immanuel Kant:1724-1804
Pada ”nature di luar dirinya”, manusia mencari kebenaran dan pada “dirinya
di dalam nature”, manusia mencari kebaikan yang pertama. Kebaikan yang
78
pertama ini merupakan “pure reason” dan kebaikan yang kedua
merupakan “practical reason” (free will). Disamping itu, masih ada lagi yaitu
kemampuan untuk memberi keputusan (judgement) ialah yang membentuk
putusan tanpa pamrih dan menghasilkan kenikmatan tanpa keinginan.
Keindahan dalam seni mempunyai hubungan erat dengan kemampuan
manusia dalam menilai karya seni yang bersangkutan. Kemampuan ini
disebutnya dengan istilah “cita rasa” (taste).
79
Karena talent yang merupakan pusat produksi seorang artis yang
dibawanya sejak lahir itu sendiri sebagai bagian dari nature. Menurut
Immanuel Kant genius adalah talent, genius adalah disposisi mental yang
memang ada sejak lahir (ingenium) dan melaluinyalah alam (nature)
memberikan hukum-hukum seni. Bagi Immanuel Kant, genius seorang artis
tidak dapat sejajar dengan selera murni dan karenanya merupakan
preposisi sebuah konsep yang pasti tentang karyanya sejauh karya itu
mempunyai tujuan (Abdul Kadir, 1974:40).
80
Keindahan berwujud tanpa konsep, sebagai objek dari pemuasan hidup
yang mendesak.Keindahan merupakan suatu kesenangan yang
menyeluruh.
Putusan selera bersandar pada prinsip-prinsip dasar yang bebas dari daya
tarik dan emosi serta bebas dari konsep kesempurnaan.Hal ini berarti
bahwa keindahan ialah konsep tentang adanya tujuan pada objek, tetapi
tujuan itu tidak terwujud dengan tegas.
Pengalaman Estetik.
81
Bagi Immanuel Kant alam merupakan sumber utama bagi pengalaman
estetik(Dick Hartoko,1983,12-13).Immanuel Kant membedakan putusan
estetik dari putusan cognitif semata-mata disatu pihak dan putusan moral
dilain pihak.Pengalaman estetik itu tidak hanya ingin tahu (bersifat
cognitif), tetapi mengikut sertakan daya-daya lain dalam diri kita,seperti
misalnya kemauan, daya penilaian emosi,bahkan seluruh diri kita (Dick
Hartoko:1911,8).
2. Hegel ; 1770-1831.
82
materi)”, ”yang lucu” atau ”yang humor” (arti 'menang' atas nilai), ”yang
jelita” atau ”gracious” (nilai 'mengalahkan' arti), tentu saja semua itu dalam
batas keindahan itu sendiri, malahan yang sublim mempunyai unsur
tragisnya dan sebaliknya, yang lucu dan yang jelita, yang pertama dilihat
juga sebagai yang mewakili kepriaan, yang kedua kewanitaan (Mudji
sutrisno, 1993:48).
Kebenaran dan keindahan menurut Hegel adalah satu dan dari hal yang
sama. Bedanya hanya terletak pada kebenaran adalah idea itu sendiri dan
83
adanya ada dan pada idea itu sendiri dan dapat difikirkan. Manifestasinya
keluar, tidak hanya kebenaaran saja, tetapi juga keindahan.
F. Periode Romantik
Aliran inidirintis oleh J.J Rousseau yang hidup pada pertengahan abad ke-
XVIII. Rousseau bertitik tolak pada suatu pandangan dasar, yaitu
bahwa alam murni itu baik dan ndah sehingga segala sesuatu yang dekat
pada alam murni juga baik dan indah (Dick Hartoko, 1984)
Salah seorang filsuf besar pada periode ini adalah Arthur Schopenhauer
dan Nietzche. Menurut Schopenhauer, hakekat yang terdalam dari
kenyataan adalah kehendak (karsa). Dalam diri manusia, kehendak yang
bersifat itu tidak dapat dipuaskan. Sebagai akibatnya manusia mengalami
kesengsaraan. Untuk mengatasi keadaan itu, tersedia dua jalan yaitu jalan
etis dan estetis. Jalan etis yaitu dengan berbuat dan bertingkah laku baik
84
sedangkan jalan estetis, dengan menikmati kesenian khusususnya musik.
Tetapi musik hanya dapat dinikmati dan melupakan kesengsaraan yang
sementara.
Jika kehendak itu memilukan atau kehendak untuk hidup itu menyedihkan,
maka seni adalah hiburan yang terbaik dan merupakan tempat istirahat
yang terjamin. Disatu pihaj, seni membangkitkan kekuatan dan
menghilangkan rasa lelah, tetapi dipihak lain ia juga mendatangkan
semangat keindahan yang menghapuskan krisis-krisis dalam hidup.
G. Periode Positifistik.
Dalam periode ini estetika dipelajari secara empiris dan ilmiah yang
berdasarkan pengalaman-pengalaman riil yang nyata dalam kehudupan
sehari-hari. Estetika dibahas dalam hubungannya dengan ilmu
lain,misalnya psikilogi dan matematika.Para filsuf yang membahas estetika
diantaranya Fehner,George Birkhof, A.Moles dan Edward Bullough .
2.A.Moles
85
Percobaan-percobaanng dilakukan menunjukkan bahwa proses-proses
dalam otak manusia dipengaruhi oleh sifat-sifat struktural dari pola-pola
perangsang seperti misalnya :sesuatu yang baru, sesuatu yang rumit dan
sesuatu yang mengagetkan. Sifat-sifat yang merangsang ini dapat
dipandang sebagai unsur-unsur penyusun dari bentuk atau struktur seni.
3.Edward Bullough
H. Periode Kontemporer.
Dalam periode ini, muncul sejumlah pandangan estetika dalam waktu yang
relatif bersamaandan sampai kini masih banyak pengikutnya.Pandangan
estetika yang banyak ini (multi isme), tumbuh pada awal abad ke 19 dan
86
menjadi lebih semarak lagi pada abad ke 20. berikut ini tujuh pandangan
yang menonjol dalam periode ini.
Semboyan L'art pour L'art yang termashur ini pertama kali dipergunakan
oleh seorang filosof Victor Cousin (1792-1867). Pandangan ini
menganggap bahwa seni merupakan deklarasi artistik yang independen
sebagai suatu tanggung jawab professional. Seniman ditempatkan sebagai
suatu pribadi yang bebas dan terpisah dari kepentingan masyarakat. Tujuan
seni hanya untuk seni, tidak mengabdi kepada kepentingan politik,
ekonomi, sosial dan agama. Pandangan ini merupakan suatu reaksi
terhadap kondisi pada waktu itu untuk mengembalikan kemurnian status
seni.
2. Realisme
87
Estetikus terbesar yang termasuk dalam pandangan ini ialah Nikkolayevitch
Tolstoy (1982-1910). Di dalam karyanya yang terkenal what is art (1898)
Tolstoy mengulas persoalan seni dan keindahn secara lebih luas. Menurut
Tolstoy, dalam arti subyektif, apa yang dinamakan keindahan adalah apa
yang memberikan kita suatu kenikmatan atau kesenangan. Sedangkan
dalam arti obyektif, keindahan adalah sesuatu yang absolut dan sempurna,
karena kita menerima manifestasi dari kesempurnaan tersebut . Bagi
Tolstoy seni yang ialah seni yang dapat memindahakna perasaan arus
hidup manusia scara sama dan seirama. Nilai-nilai agama dianjurkan dalam
ekspresi seni, kaena persepsi keagamaan tidak lain adalah gejala pertama
dari manusia dengan dunia sekitarnya. Tolstoy telah membahas estetika
dari sudut kekristenan yang penuh kritik terhadap kepincangan sosial,
negara, gereja dan kebodohan kaum bangsawan (Hassan Sadily;1984).
4. Ekspresionisme
5. Naturalisme
88
Salah satu tokohnya George Santayana. Dia berpendapat bahwa nilai
keindahan terletak pada hasrat alami untuk mengalami keselarasan sosial
dan untuk merenungkan keindahan menciptakan moralitas, seni, puisi dan
agama, yang ada dalam imajinasi dan berusaha untuk mewujudkan secara
konkret dengan tindakan, kombinasi dari esensi-esensi dan semata-mata
ideal. Estetika berhubungan dengan penceraapan nilai-nilai. Keindahan
sebagai nilai intristik dan diobjektifkan, artinya sebagai kualitas yang ada
pada suatu benda.
6. Marxisme
7. Eksistensialisme
89
hal ini Satre telah memberikan jalan untuk adanya suatu konsep tentang
"kebenaran otentik" dari eksistensi seni.
NILAI ESTETIK
Pada prinsipnya masalah estetika selalu bertumpu pada dua hal, yaitu
keindahan dan seni,tetapi dari kedua hal tersebut berkaitan dengan
masalah nilai, pengalaman estetis dan pencipta seni (seniman). Keindahan
dan seni merupakan dua hal yang saling berhubungan. Salah satu bentuk
perwujudan keindahan adalah dalam bentuk karya seni.
Bagaimana hubungan keindahan dengan seni, telah dijawab oleh para filsuf
sepanjang zaman. Beberapa ahli berpendapat bahwa seni dan keindahan
tidak terpisahkan. Sedangkan yang lainnya berpendapat seni tidak selalu
harus indah atau bertujuan untuk keindahan. Pendapat bahwa seni tidak
terpisahkan dengan keindahan terutama oleh Baumgarten sebagai pelopor
ilmu estetika. Menurut Baumgarten, tujuan dari keindahan untuk
menyenangkan dan menimbulkan keinginan. Manifestasi keindahan
tertinggi tercermin pada alam, maka tujuan seni adalah keindahan dan
mencontoh alam.
90
Para ahli seni yang berpendapat, bahwa seni tidak selalu indah menunjuk
karya-karya seni kontemporer dewasa ini (lukisan dan patung)
menampilkan gambar-gambar kotor bahkan menjijikkan dan menunjuk pula
pada karya manusia purba yang menampilkan wujud yang kadangkala
menyeramkan. Mereka berpendapat bahwa seni bukan produk keindahan,
tetapi produk problem seniman.
1. Aliran objektifisme, mengatakan bahwa nilai itu terletak pada objek itu
sendiri, sama sekali lepas atau tidak tergantung dari keinginan subjek atau
kesukaan manusia. Nilai itu sudah ada sebelum orang itu menilai. Jadi nilai
itu adanya absolut. (Parmono, 1991:9). Salah seorang tokoh dari aliran ini
adalah Plato, yang mengatakan bahwa nilai merupakan dunia yang tetap
dan ternyata, nilai berada di dalam dunia konsep, dunia ide. Sedangkan
Prof. E.C Spoulding mengatakan bahwa : nilai-nilai adalah "subsistens"
yang berexistensi dalam ruang dan waktu, karena subsisten nilai-nilai itu
bebas dari keinginan dan kesukaan manusia (Parmono, 1991:10).
91
Dengan kedua aliran yang mempunyai sudut pandang yang
berbeda, dimana objektifisme mendasarkan pandangan pada objek yang
berdiri sendiri, terlepas dari pengaruh subjek, sedangkan subjektifisme
memfokuskan pada peranan dan pengaruh subjek semata.
5. Aliran Esensi,
92
C. Jenis dan Ragam Nilai
1. kekudusan (holiness)
2. Kebaikan (goodness)
3. Kebenaran (thruth)
4. Keindahan (beauty)
93
Dari empat jenis nilai yang diuraikan di atas, masing-masing mewujudkan
menjadi :
Dari jenis-jenis nilai tersebut, ternyata nilai mempunyai ragam nilai yang
menurut The Liang Gie dalam bukunya Dari Administrasi ke Filsafat dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Nilai Instrumental
Yaitu nilai yang berfungsi sebagai suasana atau alat untuk mencapai
sesuatu hal lain, termasuk sesuatu nilai apapun yang lain. Ragam nilai ini
pada umumnya terdapat pada benda.
2. Nilai Inheren
Yaitu nilai yang umumnya hanya melekat pada benda yang mampu secara
langsung dan sekaligus menimbulkan sesuatu pengalaman yang berharga
atau baik, seperti kepuasan.
3. Nilai Kontributif
Yaitu nilai dari sesuatu hal atau pengalaman sebagai bagian dari
keseluruhan menyumbang pada keberhargaan dari keseluruhan itu.
4. Nilai Intrinsik
94
Yaitu nilai dari suatu pengalaman yang bersifat baik atau patut dimiliki
sebagai tujuan tersendiri dan untuk pengalaman itu sendiri (The Liang gie,
1978:170).
Nilai estetis sebagai salah satu jenis nilai manusiawi (nilai religius, nilai etis,
nilai intelektual) menurut The Liang Gie, tersusun dari sejumlah nilai yang
dalam estetika dikenal sebagai kategori-kategori keindahan atau kategori-
kategori estetis. Pada umumnya filsuf membedakan adanya tiga pasang,
yaitu :
4. Humoris : hijau
95
Menurut Zeising kategori yang murni indah bersifat menyenangkan atau
menimbulkan perasaan senang pada orang. Kategoti yang menarik
membangkitkan antara lain kekaguman. Kategori yang komis dapat
menggelikan hati orang. Kategori yang humoristis dapat menimbulkan rasa
terhibur atau lucu. Kategori yang tragis mengakibatkan perasaan yang
sedih, sedang kategori yang agung membuat orang sangat terkesan karena
kemegahan atau kedahsyatan.
Kategori yang agung baru disebut-sebut oleh para ahli keindahan dalam
abad ke-18. Berlainan dengan kategori yang murni indah, kategori yang
agung diakui membangkitkan pada orang yang mengamatinya suatu
perasaan takjub karena sifat-sifatnya yang impressive, majestic,
glorius (keren mengesankan, megah hebat, meriah gemilang), dan bahkan
kadang-kadang dahsyat. Kebanyakan ahli estetika berpendapat bahwa
kategori yang agung dan kategori yang indah dapat ada secara bersamaan.
Tetapi tokoh pemikir Inggris, Edmund Burke (172-1797) menyatakan bahwa
kedua kategori itu saling menyisihkan dan berlawanan.
Teori-teori humor
96
(everything that appelas to man's disposition toward comic laughter). Para
ahli estetika kini telah mengembangkan berbagai teori humor untuk
menunjukkan dan menerangkan apa sesungguhnya yang terdapat pada
sesuatu hal yang membangkitkan gelak tertawa lucu pada orang-orang.
Dalam garis besarnya berbagai teori humor itu dapat digolongkan menjadi
tiga macam :
1). Teori keunggulan menekankan bahwa inti humor ialah rasa lebih baik,
lebih tinggi, atau lebih sempurna pada seseorang dalam menghadapi
sesuatu keadaan yang mengandung kekurangan atau kelemahan. Menurut
teori ini, seseorang akan tertawa bilamana mendadak memperoleh
perasaan unggul karena dihadapkan pada pihak lain yang melakukan
kekeliruan atau mengalami hal tak menguntungkan. Teori ini dapat dipakai
untuk menerangkan mengapa para penonton tertawa terbahak-bahak
melihat badut sirkus yang terbentur tiang, jatuh tersandung, melakukan
aneka kekeliruan, atau perilakunya menunjukkan berbagai ketololan.
97
3). Menurut teori pembebasan, inti dari humor ialah pembebasan atau
pelepasan dari kekangan yang terdapat pada diri seseorang. Karena
berbagai pembatasan dan larangan yang ditentukan oleh masyarakat,
dorongan-dorongan batin alamiah dalam diri seseorang mendapat
kekangan atau tekanan. Bilamana kekangan/tekanan itu dapat dilepaskan
atau dikendorkan oleh misalnya lelucon sex, sindiran jenaka, atau ucapan
nonsense, maka meledaklah perasaan orang dalam bentuk tawa.
Menurut Hans Eyeseck dan Glen Wilson, segenap humor dapat dibedakan
menjadi 4 ragam atau kategori, yaitu :
4. Humor berisi sesuatu lelucon sex yang bisa ditampilkan secara kasar
sekali atau amat halus.
98
Terakhir perlu dibahas tentang kategori yang jelek. Tampaknya memang
agak janggal bahwa salah satu kategori keindahan adalah kejelekan. Hal
yang jelek bersifat kontradiktif terhadap hal yang indah. Kejelekkan tidaklah
berarti kosongnya atau kurangnya ciri-ciri yang membuat sesuatu benda
disebut indah, melainkan mengacu pada sifat-sifat yang nyata-nyata
bertentangan dengan sifat indah. Misalnya kalau ketertiban pada sesuatu
hal dianggap menimbulkan perasaan senang sehingga hal itu dinyatakan
indah, maka hal yang jelek bukanlah kecilnya ketertiban melainkan suatu
keadaan yang amat kacau balau. Kejelekkan menimbulkan pada orang
perasaan muak dan mual. Hal yang jelek kini dianggap mempunyai nilai
estetis karena dapat membangkitkan sesuatu emosi tertentu yang negatif,
suatu nilai estetis yang negatif,yang bertentangan dengan sifat-sifat indah.
Oleh karena itu, dapatlah dimengerti kalau belakangan ini ada produser film
yang menyajikan tokoh-tokoh jelek atau seniman yang menciptakan
sesuatu karya seni menjijikkan yang tergolong pada kategori yang jelek.
99
lain adalah Aristoteles dan Immanuel Kant. Aristoteles dalam Poetics
menyatakan bahwa sesuatu dinyatakan indah karena mengikuti aturan-
aturan (order), dan memiliki magnitude atau memiliki daya tarik.
Immanuel Kant dalam The Critique of Judgement (1790) yang dikutip
oleh Porphyrios (1991) menyatakan bahwa suatu ide estetik adalah
representasi dari imajinasi yang digabungkan dengan konsep-konsep
tertentu. Kant menyatakan adanya dua jenis keindahan yaitu keindahan
natural dan keindahan dependen. Keindahan natural adalah keindahan
alam, yang indah dalam dirinya sendiri, sementara keindahan dependen
merupakan keindahan dari objek-objek ciptaan manusia yang dinilai
berdasarkan konsep atau kegunaan tertentu. Kedua pendapat tersebut
di atas menunjukkan perhatian yang besar pada objek, di mana
keindahan didapatkan karena suatu objek memiliki karakter tertentu
sehingga layak untuk dinyatakan sebagai indah.
100
memberikan kontribusi bagi standar estetika dalam arsitektur masa
Renaissance. Kebanyakan aturan-aturan yang berlaku pada masa
tersebut menyebutkan aturan proporsi dalam angka-angka. Golden
section merupakan salah satu aturan proporsi dalam angka yang
banyak digunakan dan dianggap sebagai representasi dari alam pada
sekitar abad ke-18.
101
Selain mendasarkan diri pada perhitungan rasional, Arsitektur
modern merupakan suatu bentuk arsitektur yang mengidekan suatu
universalitas dan objektivitas. Hal ini merupakan konsekuensi dari
konsep yang hanya didasarkan pada objek semata. Berdasarkan pada
objek dan meniadakan kemungkinan subjektif dengan meniadakan
faktor pengamat berarti mencari sesuatu yang objektif dan universal,
dapat dilihat hubungan erat antara Arsitektur Modern dengan arsitektur
masa Renaissance yang tumbuh dalam masa euforia terhadap sains
dan pemikiran rasional, yakni bersifat objektif dan universal.
102
yang sangat besar. Venturi mendukung penggunaan kompleksitas dan
kontradiksi dalam arsitektur dan mencanangkan slogan less is bore
yang merupakan penyerangannya terhadap slogan less is more dari
Arsitektur Modern. Dengan terbukanya subjektivitas, maka timbul
kecenderungan untuk memberikan identitas pada arsitektur, baik
berupa identitas pemilik ataupun identitas si arsitek. Akibat dari
kecenderungan ini, terjadilah fenomena berlomba-lomba untuk
membuat monumen-monumen yang dipergunakan untuk menunjukkan
jati diri. Pada titik ini terjadi tumpang-tindih antara estetika dengan
simbolisme, karena estetika dipergunakan sebagai sarana untuk
menunjukkan identitas. Ide ini bukanlah ide baru, karena arsitektur pada
masa sebelum masa Arsitektur Modern juga telah banyak
menggunakannya, akan tetapi yang terjadi pada postmodernisme
adalah pluralisme yang berlebihan karena setiap individu berusaha
untuk memiliki jati diri sendiri (Piliang, 1998).
PENGALAMAN ESTETIK
103
1. Pengalaman estetis terjadi karena adanya penyeimbangan antara
dorongan dorongan hati dalam menikmati karya seni.
Teori Jarak Psikis (psyhical distance) dari E. Bullough. Teori ini ditulis dalam
bukunya yang berjudul “Psyhical Distance as factor in Art and Aesthetic
Principle”. Bullough mempergunakan metode introspeksi dari psikologi
yakni pengamatan diri dengan jalan merenungkan pengalaman-
pengalaman sendiri. Bullough berpendapat bahwa untuk menumbuhkan
pengalaman yang berhubungan dengan seni, orang justru harus
menciptakan jarak psikis diantara dirinya dengan hal-hal apapun yang
dapat mempengaruhi dirinya itu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi diri
seseorang misalnya adalah segi-segi kegunaan dari sesuatu benda untuk
keperluan/tujuan orang itu. Kebutuhan dan tujuan praktis itu harus
104
dikeluarka agar perenungan dan tinjauan seseorang secara estetis
terhadap bendanya itu semata-mata menjadi mungkin.
Teori ini dikembangkan oleh Lipps di dalam bukunya Aesthetic yang terdiri
2 jilid. Dalam garis besarnya teori Lipps menyatakan bahwa kegiatan estetis
adalah kegiatan seseorang yang dari situ timbul suatu emosi estetis khas
yang terjadi karena perasaan itu menemukan suatu kepuasan atau
kesenangan yang disebabkan oleh bentuk objektif dari karya seni tersebut.
Nilai dari tanggapan objektif orang tergantung pada kwalitas objektif dari
benda estetis yang bersangkutan.
Teori Lipps ini dalam buku E.F Carritt (The Theory of Beauty) dirumuskan
sebagai kesenangan estetis adalah suatu kenikmatan dari kegiatan kita
sendiri didalam suatu benda. Pernyataan ini yang kelihatannya merupakan
suatu pertentangan dalam kata-kata, sebagaimana diterangkan berarti
bahwa kita menikmati diri kita sendiri bilamana diobjektifkan atau menikmati
suatu benda sejauh kita hidup di dalamnya (The Liang Gie, 1976;54).
105
1. Sikap Praktis: apabila seseorang mengamati pemandangan yang
indah dengan tujuan untuk kepentingan praktis, misalnya membangun
hotel, rumah makan dan lain-lain.
FILSAFAT SENI
Filsafat seni merupakan salah satu cabang dari rumpun estetik filsafati
yang khusus menelaah tentang seni. Lucius Garvin memberikan batasan
tentang filsafat seni sebagai "the branch of philosophy which deals with the
theory of art creation, art experience, and art criticism". (cabang filsafat yang
berhubungan dengan teori tentang penciptaan seni, pengalaman seni dan
kritik seni). Sedang definisi Joseph Brennan merumuskan sebagai "the
study of general principles of artistic creation and appreciation."
106
(penelaahan mengenai asas-asas umum dari penciptaan dan penghargaan
seni).
3. Seni sebagai karya seni (work of art atau artwork) dilawankan dengan
benda-benda alamiah. Karya seniadaalah merupakan produk dari kegiatan
manusia. Dalam artian yang seluas-luasnya seni meliputi setiap benda yang
dibuat manusia utnuk dilawankan dengan benda-benda alamiah.
4. Seni sebagai seni indah ( fine art) dilawankan dengan seni berguna
(useful art). Seni indah dinyatakan sebagai seni yang terutama bertalian
dengan pembikinan benda-benda dengan kepentingan estetis, sehingga
berbeda dari seni berguna atau terapan yang maksudnya untuk
kefaedahan.
107
sejarah estetika terdapat tiga teori tentang dorongan-dorongan manusia
menciptakan seni. Ketiga teori itu adalah :
Teori Magis dan Religi tentang lahirnya seni antara lain mengungkapkan
bahwa kehadiran seni adalah untuk mendapatkan tenaga-tenaga gaib
untuk keperluan berburu dan sebagainya. Pendapat ini disampaikan oleh
Salmon Reinoch.
108
Seni sebagai hasil kreasi akal budi dan rasa manusia menciptakan sesuatu
yang baru mempunyai bentuk dan corak yang beraneka ragam. Aliran-
aliran dalam seni ini biasanya untuk seni lukis, diantaranya :
1. Aliran Naturalisme
2. Aliran Ekspressionisme
3. Aliran Impressionisme
109
dengan cara melukis akademi yang selalu menggambar di studio. Jika ingin
melukis sapi di padang rumput, mereka mengambil sapi sebagai model dan
dibawa ke studio. Kelompok pembaharu mempunyai anggapan bahwa
alam sebagai guru yang terbaik, membuat mereka menghambur ke jalan-
jalannya, ke ladang, ke pinggir sungai untuk menggambar secara langsung.
Lantaran di luar matahari mulai menyengat, mereka menjadi blingsatan
karena kepanasan, sehingga mereka melukis dengan cepat baik karena
panas maupun karena perjalanan matahari dari timur ke barat
mempengaruhi banyangan dan pewarnaan. Secara otomatis, mereka
memperhatikan keberadaan dan gerakan cahaya. Lambat laun mereka
monomersatukan cahaya, dan menomerduakan unsur-unsur yang lain (
Nooryan Bahari, 2008:120-121).
4. Aliran Romantisme
110
melukiskan kejadian-kejadian yang dahsyat, kegemilangan sejarah serta
peristiwa yang sangat menggugah perasaan.
5. Aliran Realisme
6. Aliran Kubisme
Seni rupa yang kubistis, mempunyai wujud tang bersegi-segi dan berkesan
monumental, terutama untuk seniu patung. Bapak aliran kubisme adalah
Pablo Picasso dan G. Braque.
111
7. Aliran Dadaisme
Aliran ini lahir di Jerman pada tahun 1916, dengan maksud sebagai reaksi
atas kekejaman perang dunia pertama yang berakibat keputusasaan pada
seniman-seniman Jerman, khususnya dan kemudian menjalar ke Perancis,
bahkan sampai ke Amerika. Aliran ini mengetengahkan lukisan yang
bersifat kekanak-kanakan. Kadang-kadang lucu dan menggelikan,
bombastis, naif, tetapi mengandung keindahan kanak-kanak yang murni.
Pelopor aliran ini adalah Picasso.
8. Aliran Surealisme
Aliran ini muncul pada tahun 1924. aliran ini mengawinkan dunia yang tidak
nyata dengan dunia nyata. Teori dan tekhnik dari psychoanalitis Freud telah
menjadi dasar tekhnik dasar pengungkapan aliran ini, yaitu :
D. Nilai Seni
Karya seni sebagai hasil cipta manusia memiliki nilai untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Jika seni tidak bernilai maka seni tidak akan
112
diciptakan orang dan tidak mungkin berkembang hingga dewasa ini. Seni
tidak hanya menyajikan bentuk-bentuk yang dapat diserap indera manusia
semata, tetapi juga mengandung tujuan abstrak yang bersifat rohaniah,
yaitu suatu makna yang dapat memberi arti bagi manusia.
Karya Seni yang mengandung makna inilah yang disebut seni bernilai. Nilai-
nilai tersebut :
1. Nilai Kehidupan
2. Nilai Pengetahuan
3. Nilai Keindahan
113
4. Nilai Inderawi dan Nilai Bentuk
5. Nilai Kepribadian
Seni merupakan hasil kreasi akal budi dan rasa manusia yang hidup
sepanjang masa dan dikagumi oleh manusia yang tidak terbatas pada
ruang dan waktu. Sifat dasar seni itu adalah
114
1. Seni bersifat kreatif
Seni menyangkut perasaan manusia dan karena itu penilaiannya juga harus
memakai ukuran perasaan estetis.
Sekali suatu karya seni telah selesai diciptakan sebagai suatu relitas baru,
karya itu akan tetap langgeng sepanjang zaman walaupun seniman
penciptanya sudah tidak ada lagi.
F. Kritik Seni
Kritik seni termasuk dalam filsafat seni. Sifatnya memang dapat mendua,
yakni sebagai bidang pengetahuan dan sebagai proses kegiatan. Tapi
dalam arti umum sesungguhnya kritik adalah suatu penafsiran yang
115
beralasan dan penghargaan terhadap sesuatu hal berdasarkan
pengetahuan, ukuran baku dan cita rasa yang bertalian dengan hal itu dari
orang yang melakukannya. Jadi kritik lebih merupakan suatu perbuatan
yang bersifat pribadi, berdasarkan keyakinan subyektif dan cita rasa
perseorangan.
Kritik seni adalah suatu kegiatan yang ditujukan kepada satu karya seni
tertentu (atau paling banyak kepada sekumpulan karya seni yang tergolong
dalam style yang sama, misalnya sejumlah patung yang dibuat oleh
seorang seniman saat itu). Jadi hasil kritik itu tidak bisa berlaku umum untuk
karya-karya seni lainnya dari orang yang sama, apalagi dari seniman
lainnya. Kini para ahli estetik umumnya sepaham bahwa peranan kritik seni
bukanlah untuk memberi nilai A, B, C dan D atau angka 1 sampai 10
terhadap sesuatu karya seni seperti halnya memeriksa kertas ujian,
melainkan memperbesar pemahaman, meningkatkan apresiasi atau
membuka mata dari publik terhadap sesuatu yang bermutu yang mungkin
terluput dari pengamatan mereka. Dalam hubungan ini maka kritik seni
dapatlah dipandang sebagai penerapan dari estetik terhadap karya seni
satu per satu. Untuk menjadi ahli kritik seni yang baik sehingga dapat
memberikan tafsiran yang tepat dan penilaian yang beralasan kuat,
seseorang harus memilliki pengetahuan filsafat seni dan mungkin juga
cabang-cabang estetik lainnya (The Liang Gie:1976,32).
116
Walaupun masih sangat sederhana, hiasan itu tidak sekedar umsur
pelengkap/penghias belaka, tetapi mengandung unsur magis yamg
dianggap sakral.
Hal ini nampak dalam perilaku mereka yang menghiasi wajah ataupun
tubuhnya dengan goresan-goresan berwarna hitam dan putih (tolak bala)
bila mereka akan melakukan pekerjaan yang dipandang mempunyai
makna, maksud dan tujuan yang dianggap mulia. Mereka juga menghias
senjatanya bila akan berburu dengan maksud dan tujuan memberikan
kekuatan magis pada senjatanya itu agar hasil buruannya dapat bermanfaat
bagi keluarganya. Dalam upacara keagamaan mereka membuat sesaji,
berdoa, berpakaian dan menghias diri, bernyanyi, menari dan memukul
gendang.Hal ini menunjukkan bahwa estetika lahir karena pemenuhan
kebutuhan kerohanian. Estetika tradisonal ini dalam perkembangannya
tidak sama antar suku dan daerah, ada yang punah, ada yang mengalami
pembauran dan ada yang mengalami perubahan.
A. Ragam Hias
117
karena itu perlu dicari apa arti (makna) yang tersembunyi di dalamnya dan
untuk apa motif-motif itu dibuat. Dalam ragam hias tradisonal, terkandung
unsur-unsur filsafati yang tercermin dalam bentuknya yang indah dan
mengandung makna simbolis, religius, etis dan filosofis.
Dalam ragam hias itu biasanya menggunakan motif ; fauna, flora, alam
semesta, dan manusia atau gabungan dari unsur-unsur itu.
118
Oleh karena itu,ragam hias tradisional perlu dilestarikan, disamping itu,
kreasi baru dari para seniman juga wajib untuk ditingkatkan, karena
keduanya merupakan dua hal yang saling melengkapi dan akan berguna
untuk melestarikan seni budaya bangsa.
B. Batik
Batik sebagai karya seni termasuk seni indah dan seni berguna yang
didalamnya sarat kandungan makna filosofi. Hal ini terdapat pada Seni
batik klasik dan tradisional. Dikatakan dengan istilah “klasik” karena batik
merupakan suatu karya yang bernilai seni tinggi, berkadar keindahan dan
langgeng, artinya tidak akan luntur sepanjang masa. Sedangkan pengertian
“tradisional” bahwa batik dikerjakan dengan cara-cara dan kebiasaan yang
berlangsung secara turun temurun.
Batik sebagai salah satu karya seni budaya bangsa Indonesia telah
mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu.
Perkembangan yang terjadi membuktikan bahwa batik sangat dinamis
dapat menyesuaikan dirinya baik dalam dimensi ruang, waktu, dan bentuk.
Dimensi ruang adalah dimensi yang berkaitan dengan wilayah persebaran
batik di Nusantara yang akhirnya menghasulkan sebuah gaya kedaerahan
119
misalnya batik Jambi, batik Bengkulu, batik Yogyakarta, batik Pekalongan.
Dimensi waktu adalah dimensi yang berkaitan dengan perkembangan dari
masa lalu sampai sekarang. Sedangkan dimensi bentuk terinspirasi dan
diilhami oleh motif-motif tradisional, terciptalah motif-motif yang indah tanpa
kehilangan makna filosofinya, misalnya Sekar Jagat, Udan Liris dan
Tambal.
Pada waktu batik tradisional diciptakan tidak lepas dari pengaruh adat
istiadat, kebudayaan daerah maupun pendatang, kepercayaan serta
budaya dalam agama. Pengaruh budaya Hindu terlihat pada motif meru,
sawat, gurda, dan semen yang merupakan simbol-simbol dalam
kepercayaan Hindu. Pengaruh budaya Islam terlihat adanya perubahan,
dimana tidak ada bentuk binatang dan lambang dewa-dewa. Meskipun
unsur simbolisme jaman Hindu tetap ada, tetapi sudah distilir, sehingga
menjadi unsur dekoratif. Pengaruh Tionghoa, batik dengan motif Lok Chan
dan Encim. Pengaruh dari India dengan motif Cinde, Belanda dengan motif
Buketan dan Jepang dengan motif Hokokai. Sedangkan Pengaruh adat
terlihat pada batik tulis Irian Jaya dengan ragam hias suku Asmat. Pengaruh
adat juga terlihat pada batik tulis Kalimantan Timur dengan ragam hias
lambang perdamaian suku Dayak Bahau dan ragam hias Tongkonan
Toraja, Sulawesi Selatan.
Berbicara masalah batik klasik dan tradisional tidak lepas dari makna
simbolik. Menurut Ernst Cassirer, manusia adalah animal
symbolicum, (Cassirer, 1987 : 40) makhluk yang dapat mengerti dan
menggunakan simbol-simbol (tanda-tanda). Manusia juga dapat
menciptakan dan memahami makna dari simbol-simbol itu, sehingga dapat
dipakai sebagai norma, penuntun (petunjuk) ke arah tingkah laku dan
perbuatan yang baik.
120
Batik sebagai karya seni, mengandung makna filosofi yang menarik untuk
diteliti baik dari segi proses,motif,warna,ornament,fungsi dan nilai dari
sehelai batik yang sarat akan kandungan makna simbolik.
a. Proses
b. Motif
Senthe
Sido Luhur.
1). Kawung
121
Motif Kawung diilhami oleh pohon aren atau palem yang buahnya
berbentuk bulat lonjong berwarna putih jernih atau disebut kolang kaling.
Bila ditinjau menurut gambaran buah aren atau kolang kaling, maka motif
Kawung mempunyai makna simbolis sebagai berikut : pohon aren sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia dari batang, daun, ijuk, nira, buah,
secara keseluruhan dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Hal ini
mengingatkan agar manusia dalam hidupnya dapat berdaya guna bagi
bangsa dan negaranya seperti pohon aren.
Motif Kawung mempunyai makna simbolis yang dalam, agar pemakai motif
tersebut menjadi manusia unggul dan kehidupannya bermanfaat dan
bermakna.
3). Truntum
Motif Truntum merupakan simbolisasi istri yang bijaksana. Motif ini juga
dipakai oleh kedua orang tua dari kedua mempelai pada waktu upacara
adat pernikahan anaknya. Hal ini bermakna sebagai orang tua
berkewajiban untuk menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru
berumah trangga yang banyak liku-likunya. Dalam pengertian yang lain,
motif batik tradisional dengan ragam hias Truntum merupakan lambang
cinta yang bersemi kembali. (Nian S. Djumena, 1986 : 57).
4). Semen
122
Motif batik Semen mempunyai corak yang beraneka ragam. Semen dari
kata semi-semian, yang berarti berbagai macam tumbuhan dan suluran.
Pada motif ini sangat luas kemungkinannya dipadukan
dengan ornamen lainnya, antara lain: naga, burung, candi, gunung, lidah
api dan sawat atau sayap. Apabila ditinjau dan dirangkai secara
keseluruhan dalam bentuk motif Semen mempunyai makna bahwa hidup
manusia dikuasai (diwengku) oleh penguasa tertinggi.
Kehidupan berasal empat unsur yaitu: bumi, air, api, dan angin yang
memberikan watak dasar pada hidup itu sendiri. Bila jalan hidupnya sesat,
pada hidup yang akan datang berada di dunia bawah atau lembah
kesengsaraan. Sebaliknya jika jalan hidupnya penuh dengan kebaikan
akan masuk ke dunia atas (kemuliaan). Kesimpulan ornamen penyusun
motif Semen adalah bahwa hidup tidak mudah, sengsara atau mulia
tergantung dari perbuatan dan pengendalian hidup manusia itu sendiri.
Batik dengan ragam hias tumbuhan seperti motif Semen Remeng, cirinya:
latar belakang berwarna hitam. Batik Semen dengan latar belakang putih
disebut batik Semen latar putih. Remeng berarti samar-samar dengan kata
lain keadaan diantara terang dan gelap. Maksud dari Semen Remeng
adalah pemakai diharapkan mampu melihat atau membedakan yang terang
dan yang gelap atau yang baik dan yang buruk (Depdikbud, 1995: 167).
Diantara motif-motif batik tradisional yang ada dan dipakai oleh golongan
masyarakat luas adalah motif batik Semen Rama dan Ratu Ratih. Motif
ini merupakan simbolisasi istri yang baik, yang melambangkan kesetiaan
seorang istri kepada suami (Nian S.Djumeno,1986:12). Apapun kedudukan
seorang istri, di dalam kehidupan rumah tangga yang menjadi kepala rumah
tangga adalah suami. Istri harus taat dan setia kepada norma yang ada
dalam kehidupan rumah tangga, tidak dibenarkan terlalu menuntut.
5). Tambal
123
Motif batik Tambal sebagai simbolisasi wanita karier. Motif ini dipakai oleh
Ni Sedah Mirah sebagai busana kerja (jarik).Dia bekerka sebagai pegawai
pamong praja yang rajin,tertib,cekatan,disiplin,cerdas dan selalu dapat
menyelesaikan tuganya dengan baik. Motif batik ini juga mempunyai makna
menambah atau memperbaiki sesuatu yang kurang. Kekurangan itu harus
ditutup (ditambal). Ragam hias ini juga mempunyai nilai mitos, yaitu
dianggap dapat menolak bahaya dan digunakan sebagai selimut orang
yang sakit (Nian S.Djumeno,1986:26). Dengan menggunakan motif ini,
memberikan sugesti kepada orang yang sakit supaya cepat sembuh.
6). Tritik
Motif ini dipakai oleh anak gadis kalangan Ningrat yang sudah tetesan dan
terapan tetapi belum dewasa (Nian S.Djumeno,1986:75). Dengan memakai
motif ini maka harus berhati-hati dalam mengarungi kehidupan remaja dan
bisa membawa diri dalam hidup pergaulan yang penuh dengan liku-likunya,
jangan sampai terpelosok ke dalam pergaulan yang sesat.
Motif ini dulu hanya boleh dimiliki dan dipakai oleh kalangan Ningrat dan
merupakan lambang kehidupan seseorang. Kain ini dianggap sakral dan
merupakan pusaka turun temurun (Nian S.Djumeno,1990:104). Motif ini
sekarang sudah tidak menjadi milik Ningrat lagi, tetapi sudah menjadi milik
masyarakat. Motif ini biasanya dipakai sebagai busana pengantin dengan
dandanan paes agen
Motif ini artinya hujan gerimis atau hujan rintik-rintik. Motif ini tersusun atas
:
124
2. Setengah kawung, menggambarkan sesuatu yang berguna
Dalam hal ini motif batik Udan Liris diartikan sebagai pengharapan agar si
pemakai dapat selamat sejahtera, tabah, berprakarsa dalam menunaikan
kewajiban demi kepentingan nusa dan bangsa (Mari S.
Condronegoro,1995:21).
125
c. Warna Batik
2. Warna putih
126
7. Warna biru melambangkan kesetiaan.
11. Warna coklat adalah lambang tunas (Budhy Raharja, 1986 : 40).
“Meru melambangkan gunung atau tanah yang disebut juga bumi. Api atau
lidah api melambangkan nyala api yang disebut juga agni atau geni. Ular
atau naga melambangkan air atau banyu disebut juga tirta
(udhaka). Burung melambangkan angin atau maruta. Garuda atau lar
garuda melambangkan mahkota atau penguasa tertinggi, yaitu
penguasa jagad dan isinya (Sewan Susanto, 1980 : 212).”
127
1. Ornamen Garuda
128
Dalam perkembangannya, ornamen garuda mengalami banyak perubahan
dan sangat bervariasi. Seringkali dijumpai ornamennya bukan lagi sebagai
bentuk garuda, tetapi lebih menyerupai bentuk-bentuk burung, binatang,
atau tumbuhan yang lebih abstrak.
2. Ornamen Meru
129
Ornamen Lidah Api dalam motif batik biasanya digambarkan sebagai
deretan nyala api. Ornamen ini kadang-kadang untuk hiasan pinggir atau
batas antara bidang yang bermotif dengan bidang yang tidak bermotif.
Ornamen Lidah Api juga disebut ornamen cemukiran atau modang. Bentuk
lain bisa juga berupa deretan ujung lidah api dan diantaranya membentuk
seperti blumbangan memanjang. Bentuk ornamen lidah api ditinjau dari
makna simboliknya berarti kesaktian atau ambisi.
Naga atau ular besar di dalam mitos, mempunyai kekuatan yang luar biasa
dan sakti. Ornamen ini biasanya digambarkan dengan bentuk kepala
raksasa yang aneh memakai mahkota, badannya berupa ular yang berkaki
dan kadang-kadang bersayap. Bentuk lain berupa gambaran dua buah
ornamen naga yang disusun berhadapan atau bertolak arah secara
simetris. Ornamen naga juga merupakan bentuk-bentuk khayalan dan
banyak dijumpai pada motif batik Semen.
5. Ornamen Burung
130
merapat satu sama lain (Hamzuri, 2000 : 156). Dapat juga berbentuk seperti
burung phoenix dengan bulu ekor dan sayap panjang dan bergelombang,
kadang-kadang terdapat bulu di kepala berbentuk jambul. Burung phonix
hanya dikenal di Cina. Burung ini dipandang sebagai burung surga, juga
sebagai lambang dunia atas atau langit. Bentuk lain berupa burung khayal
dan aneh, misalnya : burung dengan kepala naga, burung berkepala dua
dan mempunyai jengger atau bentuk burung yang badannya melingkar.
Ornamen burung banyak terdapat pada motif batik Semen tradisional.
e. Fungsi Batik
1. Busana
2. Upacara adat/tradisi
131
3. Interior
Interior yang menggunakan motif batik mempunyai pesona dan daya tarik
yang banyak diminati, baik di rumah pribadi, kantor maupun hotel-hotel
berbintang.
4. Cenderamata
C. Candi
132
atap candi yang merupakan simbol dari alam dewata hanya terdapat satu
macam hiasan, yaitu hiasan mahkota atau gentha.
Keindahan Simbolik :
warna.
(Djelantik,1999: 195).
133
D. Seni Musik
Seni musik pada jaman dahulu lahir dengan hasrat orang pada waktu itu
ingin memiliki bahasa khas, yang berlainan dengan bahasa tutur, untuk
komunikasi dengan dunia supranatural, atau alam para arwah leluhur. Kata-
kata ini tepat karena sebagai seni yang berlainan dari bahasa, musik
ternyata mampu mengungkapkan pengalaman batin yang tak mungkin
dideskripsikan. Musik mampu menuntun orang ke arah kebersamaan, atau
komunikasi berbagai perasaan dan pengalaman hidup, sehingga dapat
disebut sebagai suatu bentuk tingkah laku sosial dan mempersatukan
kelompok lewat suatu cara simbolik dan dapat diingat-ingat, sehingga dapat
diulang-ulang dan dirasakan bersama (Suhardjo Parto, 1983:11).
3. Lagu-lagu luhur, yaitu lagu-lagu cinta alam, Tuhan dan hidup yang
baik.
E. Wayang
134
a. wayang kulit/purwo
b. wayang golek
c.wayang klitik
d. wayang orang
e. wayang topeng
f. wayang beber
g. wayang ukur
Wayang kulit dalam arti lahir sebagai tontonan, dapat menjadi wayang
purwo dalam arti bathin, yang berisi tuntunan. Hal ini dibedakan karena
fungsi kelir sebagai latar depan atau sebagai latar belakang.
Wayang kulit dalam artian lahir yaitu kulit yang diprada dengan warna-
warni. Kelir merupakan tempat Dalang dan menjadi latar belakang boneka
kulit yang warna-warni itu dan menjadi tontonan di siang hari serta penonton
bebas berkomentar.
Wayang Purwa dalam artian bathin merupakan tontonan dan tuntunan. Kelir
menjadi latar depan yang transparan dan menjadikan wayang kulit menjadi
bayang-bayang kehidupan. Dalang dan wayang ada di balik kelir.Kelir
diibaratkan sebagai hati nurani rakyat, yang perlu didengar dan ditanggapi
secara positip.
Salah satu senjata yang ampuh dalam dunia pewayangan adalah :Layang
Kalimasada merupakan Serat (tulisan) yang sakti dan disakralkan. Dalam
lakon Baratayudha, Pandhawa yang memiliki layang Kalimasada (mungkin
Kalimah Syahadat (dan disimpan di Udheng Prabu Darmo Kusumo.
F. Seni Tari
135
Hakekat seni tari adalah gerak, dan gerak itu ditempatkan pada perspektif
yang luas sebagai salah satu aspek kebudayaan.
Menurut John Martin, seorang ahli tari dari Amerika memberikan tekanan
bahwa gerak betul-betul merupakan substansi baku dari tari (Soedarsono,
1972:2). Gerak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dan
pengalaman emosional dari kehidupan manusia. Seni tari pada dasarnya
merupakan ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan dalam gerak-gerak
yang ritmis.
Kamaladevi, seorang ahli tari dari India berpendapat bahwa seni tari
berlandaskan pada insting manusia, dan materi dasar dari tari adalah gerak
dan ritme. Tari dapat dikatakan sebagai insting, suatu desakan emosi di
dalam diri kita yang mendorong kita untuk berekspresi yaitu gerakan-
gerakan luar yang ritmis dan lama-kelamaan nampak mengarah kepada
bentuk-bentuk tertentu (Iyus Rusliana, 1986:10). Sedangkam menurut
Soedarsono, ahli tari Indonesia, mendefinisikan tari adalah ekspresi jiwa
manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah (Soedarsono, 1972:4).
Dalam definisi ini, Soedarsono memakai gerak dan ritme sebagai substansi
dasar, tetapi gerak-gerak itu bukanlah tari apabila gerak-gerak itu adalah
gerak-gerak sehari-hari atau natural. Gerak-gerak ritmis itu distilir supaya
indah.Istilah indah bukan hanya berarti bagus, tetapi dapat memberi
kepuasan kepada orang lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa gerak-gerak
ritmis yang indah itu merupakan pancaran jiwa manusia.
Di dalam tari Jawa, tari mempunyai tiga unsur pokok yang saling berkaitan
dan tidak dapat dipisahkan, yaitu :
2. Wirama, yakni wiraga tari tersebut diiringi suara gamelan atau musik
dan tersusun menurut ragam irama lagu gendhing.
136
3. Wirasa, artinya wiraga yang berirama dan mengandung arti, maksud
dan rasa tertentu, yang diungkapkan secara simbolik atau perlambang.
2. Tari klasik, yaitu seni tari yang sudah ada di puncak kesempurnaan
dalam pola gerak seni tari tradisional.
3. Tari kreasi baru, yaitu seni tari yang mempunyai sifat bebas dalam
berkreasi dan memadukan gerak-gerak tari tradisional dan tari klasik
dengan irama musik yang bebas pula.
G. Upacara Adat
137
Menurut FD. Hellman, adat di Indonesia mempunyai 4 sifat umum yang
merupakan satu kesatuan,yaitu :
138
kehidupan mereka, bahkan seni menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam
kehidupan manusia. Nilai dapat di bedakan atas dua macam yaitu nilai
ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik ialah nilai yang di kejar
manusia demi sesuatu tujuan yang ada di luar kegiatananya,
sedangakan nilai instrinsik yaitu nilai yang di kejar manusia dari nilai itu
sendiri karena keberhargaan, keunggualan atau kebaikan yang terdapat
pada seni itu sendiri.
2. Fungsi Kesenangan
139
seseorang akan merasa terhibur jika mendengarkan musik, film yang
bagus, lukisan yang menyentuh perasaan. Dan semuanya kembali
kepada sejaauh mana apresiasi seseorang terhadap karya seni.
3. Funsi Pendidikan
140
4. Fungsi Komunikatif
2. Estetika India
141
Seni di India berkembang karena kepercayaan spiritual yang terwakili
melalui simbol. Budaya India pada jaman tersebut menganut falsafah
‘Satyam Shivam Sundaram’ dimana ‘Sundaram’ bermakna sebagai
nilai keindahan. Konsep utama dari estetika pada budaya india sangat
terkait pada rasa. Rasa merupakan perasaan kenikmatan yang
muncul dari penyusunan yang tepat dan kualitas dari materi
penyusun. Konsep ini lebih subjektif karena bergantung pada
preferensi masing-masing orang, berbeda dengan konsep estetika
Yunani yang melihat estetika berdasarkan proporsi ideal.
3. Estetika Cina
4. Estetika Afrika
5. Estetika Arab
142
abstrak yang jarang menampilkan wujud manusia. Pada budaya Arab,
estetika memiliki kaitan erat dengan posisi, ukuran, dan ketebalan.
Hal ini tercermin pada kreasi karikatur, lukisan, dan objek literatur
yang dihasilkan dari jazirah arab.
Guy Sircello, filsuf yang menjadi pionir di bidang filsafat analitis, merupakan
salah seorang filsuf yang mengembangkan teori tentang estetika di era
modern. Menurut Sircello, estetika merupakan konsep yang berfokus pada
keindahan, cinta, dan keagungan. Bahkan menurut Sircello, estetika
sebenarnya sangat terkait dengan cinta sebagai dasar dari parameter
estetika.
Mirip dengan pandangan dari Sircello, Gregory Loewen juga berteori bahwa
kunci dari estetika adalah interaksi antara subjek dengan objek. Karya seni
itu seperti media untuk menyampaikan identitas manusia ke dalam objek
duniawi. Sehingga manusia, sebagai subjek yang dimaksud, merupakan
143
bagian yang jauh lebih besar dibanding keberadaan mereka sendiri dalam
objek estetika.
A. Estetika India
1. Natyasastra :
144
Natyasastra merupakan karya sastra pertama tentang Estetika di India yang
ditulis pada abad ke-VI oleh Bharata, yaitu merupakan kitab tentang pentas
dan memandang seni drama sebagai seni yang bermutu tinggi.Disini
diuraikan tentang , "rasa" lahir dari manunggalnya situasi yang ditampilkan
bersama dengan reaksi dan keadaan batin para pelakunya yang senantiasa
berubah (Agus Sachari,1989:27).
145
segala bentuk dari ego, tetapi telah di "awamkan" dengan kata lain, drama
yang dipergelarkan atau puisi yang sedang di deklamasikan, mempunyayi
kemampuan untukmembangkitkan didalam diri penonton, dalam satu saat
tertentu , sesuatu yang melampaui egonya sendiri atau melampaui
perhatian-perhatian praktisnya yang didalam kehidupan sehari-hari disebut
dengan "suatu lapisan tebal dari kebabalan mental" dari yang membatasi
dan meredepkan kesadarannya.
2. Silpa sastra :
Pengalaman Estetis
146
rohani kita tersingkirkan, sehingga kita dapat melihat kenyataan dengan
suatu cakrawala yang meluas. Menurut Nayaka, hakekat rasa bukanlah
menirunya, melainkan melepaskan kenyataan dari keterikatan ego
seseorang dan menjadikannya pengalaman umum. Lewat penglaman
estetika rasa yang diwahyukan itu bukan persepsi akal budi, melainkan
suatu pengalaman yang penuh kebahagiaan, akhirnya kesadaran pribadi
melenyap, maka ia akan sampai pada Brahma Tertinggi (Agus
Sachari,1989:29).
B. Estetika Tiongkok
147
Seniman
Menurut Hsieh Ho, yang hidup di akhir abad ke-V Masehi, ada 6 prinsip
dasar bagi seniman.
148
Keramik di jaman dinasti Han terbuat dari jenis tanah kaolin, yang
berbentuk:
1. Bejana : sebagai tempat untuk abu jenazah,air suci dan ada yang
khusus untuk hiasan
Etika dan estetika selalu berkaitan dan merupakan subyek dari peraturan-
peraturan konstan dalam kehidupan yang bersifat alami. Dalam tahun 1924,
Kaisar Ts'ai Yuan Pei (1867-1940) didalam bukunya berjudul "Elemen
Filsafat" (Chih Hsuah Kangyao) , menyodorkan sebuah teori tentang seni
sebagai suatu substitusi agama. Pertanyaannya, apakah tak mungkin bagi
seseorang yang telah menyingkirkan diri dari agama, pada akhirnya dia
akan menemukan suatu kenikmatan hidup dari kesenangan kepada
keindahan? Pertanyaan ini dijawab oleh Hsú Ching-yu, dalam bukunya
yang berjudul "Filsafat tentang yang indah" ( Mei-ti chih- hsueh).
Menurut Fung Tung Sien, memandang seni sebagai jiwa manusia hidup
dan sebagai manivestasi kemajuan manusia menuju dunia yang lebih
sempurna, lebih baik dan lebih indah.
Jadi pemikiran-pemikiran estetika cina dari dulu sampai saat ini tetap
tunduk dan taan kepada ide-ide kuno yang meminta kepada seni untuk
149
merefleksikan transendentasi jiwa dan mengungkapkan tuntutan-tuntutan
yang lebih tinggi dari jiwa (Abdul Kadir, 1974: 43-44)
C. Estetika Jepang
150
keteraturan. Simetri dipandang menimbulkan kejenuhan dan kekakuan.
Oleh karena itu seniman Jepang menembusnya dengan gaya konvensional
yang dapat menerobos kekakuan dengan sentuhan warna yang lembut dan
halus. Pengaruh Zen Budha dalam bidang militer memungkinkan tinbulnya
kelompok baru yang dinamai "Samurai", dengan semangat Bushido.
Golongan Samurai ini dilambangkan sebagai bunga Sakura (bunga yang
dianggap terindah di Jepang) yang rela mati untuk mengabdi pada raja (
tuannya) walaupun di usia muda.
Hasil karya seni di Jepang bersifat naturalis (mencotoh alam), karena itu
bangsa Jepang ingin selalu dekat, hidup selaras dan serasi dengan alam.
1. Kehampaan (kekosongan)
konsep estetika di Jepang dapat dilihat dari sudut perbandingan Barat dan
Timur mengenai kehampaan. Salah satu dasar pemikiran Barat ialah bahwa
yang kosong (hampa) dianggap tidak menarik. Hanya yang "berisi' atau
"penuh' yang menarik. Kehampaan (kekosongan) dianggap bisa
menampilkan sesuatu. Kekosongan itu dapat diisi informasi yang lain, dan
mungkin lebih dari itu, tidak hanya sekedar informasi. Kekosongan
(kehampaan) bersifat positif dan dinamis.
151
2. Asimitris
Masuknya aliran Zen dari Budhisme ke Jepang pada akhir abad ke-11
terjadi perubahan-perubahan sesuai dengan kepribadian masyarakat
setempat. Zennisme yang lebih cocok dengan kepribadian rakyat Jepang
membangkitkan kecenderungan masyarakat kembali ke agama aslinya,
yakni Shinto. Pada tahun 1868, Shinto dijadikan agama resmi Jepang.
Tanpa meninggalkan Budhisme, kebudayaan Jepang menjadi perkawinan
antara agama Buda dan Shinto disebut "Ryobo-Shinto" yang mengandung
pengaruh besar dari aliran Zen. Berdasarkan Sintese ini berkembanglah
esteika Jepang yang sampai dengan masa industrialisasi modern masih
sangat menonjolkan ciri khasnya, yaitu:
152
b) Disiplin yang keras pada dirinya sendiri (pengaruh Shinto). Disiplin
yang sangat menonjol dalam kehidupansehari-hari, menyerap dalam
perwujudan kesenian, hingga merupakan unsur estetik yang khas Jepang
yait disiplin dalam goresan dan disiplin dalam kesederhanaan.
D. Estetika Mesir
153
mempunyai kedudukan yang tertinggi dalam kepercayaan rakyat adalah
Dewa Ra atau Re dan Dewa Osiris.
154
Sphinx ; manusia singa.
Tari perut merupakan seni tari yang sangat terkenal dan berasal dari Mesir.
Dalam bidang seni lukis, pewarnaan dengan menggunakan lilin (pernis
bening) sudah digunakan pada jaman Mesir kuno, yang mempunyai
kualitas tahan lama.
E. Estetika Islam
155
tahun 1106. Menurut al-Ghazzali, keindahan sesuatu benda terletak di
dalam perwujudan dari kesempurnaan, yang dapat dikenalai kembali dan
sesuai dengan sifat benda itu. Bagi al-Ghazalli "jiwa" (roh) , spirit, jantung,
pemikiran, cahaya yang dapat merasakan keindahan dalam dunia yang
lebih dalam (inner world), yaitu nilai-nilai spiritual, moral dan agama.
Konsep tentang pengertian hakiki ini memberikan suatu segi pemandangan
baru atas keindahan dan seni, yang dapat memuaskan hati. Sebuah lukisan
atau bangunan yang indah juga mengungkapkan tentang keindahan hakiki
pada diri si pelukis atau arsitekya. Keindahan hakiki ini terkandung dalam
tiga prinsip:
Islam dan seni tidak ada hubungan. Islam sebagai agama adalah tata
hubungan manusia dengan Tuhan dalam beribadat yang diperlukan
kekhusyukkan dan takwa. Seni merupakan bidang kebudayaan. Agama
dan kebudayaan, membentuk din Islam. Jadi, meskipun seni tidak masuk
156
agama islam, namun ia tetap bagian dalam diin Islam, karena ia merupakan
bidang kebudayaan Islam.
Bagi Islam, seni dan moral berjalan sejajar. Seni itu halal sejauh
mengandung nilai moral religius dan haram bila mendatangkan nilai
mudhorot. Seni yang baik, seperti halnya rejeki maka manusia wajib
menikmatinya. Lewat seni yang diajarkan oleh Islam, manusia dapat
mengambil hikmahnya karena di dalam seni Islam terkandung ajaran
bagaimana manusia itu harus bertingkah laku yang baik dan mensyukuri
karunia Allah untuk lebih dekat dengan-Nya.
Islam tidak menganut paham "seni untuk seni", tetapi seni untuk mengabdi
kepada agama. Hal ini nampak dalam hasil karya seni yang bernafaskan
Islam, seperti halnya kaligrafi, seni musik dan arsitektur. Contohnya di
dalam seni arsitektur masjid. Masjid dibangun untuk tempat beribadah.
Masjid tidak hanya indah , misalnya dengan permadani yang tebal,mimbar
yang bagus, cat yang selaras, tulisan ayat-ayat suci al-Qur'an yang indah
pada dinding dan tiang masjid. Memperindah masjid dikehendaki, tetapi
tidak memegahkannya, masjid tidak kenal perabot, dindingnya tidak
digantungi dengan gambar atau lukisan.Seni patung/pahat yang
menggunakan objek makluk bernyawa tidak dibenarkan oleh agama Islam.
Bermegah-megah dengan masjid dilarang, karena hal itu melewati batas.
Seniman
157
158
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika. Logika
adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis-premis
secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan logis matematis. Etika
merupakan bagian filsafat yang membicarakan problem nilai-nilai dalam
kaitanya dengan baik atau buruknya tindakan manusia secara individu
maupun dalam masyarakat. Sementara estetika sering diidentikkan dengan
filsafat seni yang dalam pengkajiannya diutamakan membahas dimensi
keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni, seni itu sendiri, maupun
pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal
yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan,
sikap, cara berpikir.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika
adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan
bagaimana seseorang bisa merasakannya.
4.2 Saran
filsafat llmu yang terdiri dari kawasan- kawasan kajian seperti logika,
etika dan estetika dan diharapkan tetap digunakan dalam kehidupan agar
tetap menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu.
159
DAFTAR PUSTAKA
160
161