Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang LOGIKA, ETIKA DAN ESTETIKA
DALAM FILSAFAT ILMU
Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an
dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya kritik dan saran dari pembaca dan teman-teman semua demi
kesempurnaan tugas ini. Semoga apa yang terdapat dan tertera dalam
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta
wawasan bagi para pembaca, teman-teman dan khususnya bagi penulis.
Amin..
ii
Daftar isi
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
Daftar isi..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................7
2.1 FILSAFAT.....................................................................................................7
2.1.1 Pengertian Filsafat...................................................................................7
3.1 Logika...........................................................................................................30
iii
3.1.7 Logika kontingensial.............................................................................47
3.1.9 Logika silogisme....................................................................................48
3.2 Etika.............................................................................................................49
3.3 Estetika.........................................................................................................68
4.1 Kesimpulan................................................................................................158
4.2 Saran..........................................................................................................158
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................159
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan
sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran
teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari,
ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani
Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi
terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
1
pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh
karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985),
bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-
menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat
benar-tidaknya dapat ditentukan.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,
dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi
perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang
mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat
Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan
bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-
batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab
itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai
ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
2
oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat
bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang
dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa
ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak
dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip
ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997),
bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena
terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu
dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati
sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya
argumentasinya tidak salah.
3
Posisi estetika tak berbeda dari atau tak perlu dibeda-bedakan dengan
wilayah-wilayah studi filsafat yang lainnya, entah itu epistemology, etika
dan sebagainya. Demikian juga dengan cabang-cabang keilmuan yang
lain. Ia tidak lebih utama, tidak lebih superior dari yang lain, biasa-biasa
saja. Masalahnya adalah tidak ada satu ilmu pun, termasuk estetika pada
khususnya dan filsafat pada umumnya, yang mampu menjadi ilmu dengan
posisi “tersendiri”, seberapa tinggi atau rendah pun status yang diberikan
oleh komunitas akademik terhadap keberadaan ilmu tersebut. Tidak ada
satu ilmu yang “tersendiri”, yang posisinya terisolasi dari ilmu-ilmu yang
lainnya. Apalagi untuk masa tiga dasawarsa terakhir ini sekat-sekat ketat
yang memberi batas yang tegas antara satu ilmu dengan ilmu yang lain
sudah runtuh, atau sudah waktunya untuk diruntuhkan. Inilah yang disebut
oleh Clifford Geertz sebagai gejala Blurred Genre, yakni ketika kita
dengan background keilmuan apapun mengadopsi sebuah lingua franca
yang sama. Karya-karya Sigmund Freud atau Jacques Lacan, untuk
sekedar contoh, tidak lagi dibaca oleh psikoanalisis semata, tetapi oleh
kita semua. Juga Roland Barthes, karyanya tidak cuma dibaca oleh
kalangan kritikus sastra, tapi oleh lebih banyak lagi orang. Merembes
keluar dari sekat-sekat disipliner yang kaku. Ahli ilmu politik, filsuf, linguis,
kritikus seni, arsitek, psikolog, atau sosiolog tidak lagi peduli pada sekat-
sekat tersebut, lalu sama-sama membaca Jacques Derrida atau Pierre
Bourdieu. Ini yang disebut tadi sebagai lingua franca. Begitu pula halnya
dengan estetika, ia telah kehilangan sekat-sekatnya, batas-batas yang
dahulu telah membuatnya menjadi sebuah ruang yang esoterik. Ia
menyebar, membaur dengan disiplin-disiplin yang lain. Kalau ia sudah
menyebar seperti itu, berarti ia bisa ada dimana saja dan kapan saja,
seperti coca cola. Itu juga sekaligus berarti bahwa estetika tidak lagi
punya posisi yang penting, apalagi yanng “tersendiri”. Tetntu saja estetika
pernah dan, pada ruang lingkup tertentu, masih memiliki prestise tertentu.
Itu kalau kita pahami estetika bukan melulu sebagai bidang filsafat,
melainkan lebih sebagai seperangkat prinsip normatif yang meminjam
4
istilah Pierre Bourdieu, mendisposisikan praktik-praktik berkesenian. Jadi,
secara lebih restricted, pengertian estetika yang terakhir ini adalah
estetika sebagai sesuatu yang dijadikan landasan normatif untuk menilai
karya seni. Karena dalam pergaulan keseni(man)an, yang dimaksud
dengan estetika cenderung seperti itu. Bukan filsafat estetika, melainkan
hanya sebagai alat untuk mengevaluasi, membuat hierarki, dan
semacamnya. Misalnya dengan dalih estetika, seorang seniman bisa
berbuat apa saja dan produknya tetap disebut sebagai karya seni.
Seorang perupa meletakkan beberapa keranjang sampah disebuah galeri,
dan itu disebut karya seni instalasi oleh kritikus. Seorang penyair
menuliskan sebaris kalimat, “Bulan di atas kuburan,” dan itu disebut
sebagai puisi, yang bahkan pernah menimbulkan perdebatan tafsir yang
prestisius di tingkat elit kritikus sastra. Di sini estetika tidak lebih sebagai
modal simbolik yang diinfestasikan sebagai pemarkah kelas sosial
seniman atau kritikus seni. Dalam hubungannya dengan praktik kritik seni,
sampai sejauh ini estetika pun lebih cenderung diperlakukan oleh para
kritikus sebagai prinsip-prinsip normatif yang meregulasi apa dan
bagaimana (berke)seni(an), dengan standarisasi-standarisasi atau
semacamnya. Seorang kritikus membuat penilaian atas sebuah karya seni
dengan legitimaasi paham-paham estetis tertentu, misalnya. Maka tidak
heran kalau keranjang-keranjang sampah yang dicontohkan di atas
disebut sebagai karya seni hanya lantaran ia menjadi bagian dari
komunitas wacana tertentu, sementara perabot dapur ibu-ibu petani jawa
tidak pernah sekalipun dihargai seperti itu, lalu karya seni X dinilai lebih
baik, lebih sublim, lebih menukik, lebih indah, lebih menyentuh, dan
sebagainya, dibandingkan dengan yang lain. Oleh karena itu, andai kata
ada orang berbicara perkara estetika, kita perlu segera menegaskan
posisi pemahamannya : estetika dalam pengertian yang bagaimana ?
5
1.2 Rumusan Masalah
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FILSAFAT
2.1.1 Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar
katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut
pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti
cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu
ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja,
melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan
intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan
kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang
pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras
(592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal
dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2.
Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya
kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai
Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf
7
yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam
perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu
penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya,
unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Filsafat Ilmu
8
dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu
itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa
meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan
menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan
ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai
teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
9
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran
mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
10
dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk
refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur
tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk
mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait
dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan
proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas
teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam
ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang
mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting
mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang
ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan
gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang
diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas
“campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu
memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang
dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa
pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-
elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian
pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu
pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan
dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa
gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil
terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana
dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh
landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk
dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu
11
pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu
Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta
energi yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam
The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa
sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia
fisik serta kimia nuklir.
12
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu
pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya
yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi
para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu
alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.
1) Definisi Nominalis
Ø definisi sinonim,
Ø definisi simbolik,
Ø definisi etimologik,
Ø definisi semantik,
Ø definisi stipulatif,
2) Definisi Realis
Definisi Realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh
sesuatu istilah.Jadi, bukan sekadar menjelaskan istilah, tetapi
menjelaskan isi yang dikandung oleh suatu istilah.
13
Ø Definisi Esensial.
Ø Definisi Deskriptif.
14
Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm) berasal dari
kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu
berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.Namun ilmu memiliki
ruang lingkup yang berbeda dengan science(sains).Sains hanya dibatasi
pada bidang-bidang empirisme – positiviesme sedangkan ilmu
melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan
metafisika [2]. Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas
dari filsafat. Tugas filsafat ilmu adalah menunjukkan bagaimana
“pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.Will Duran dalam
bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti
pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.
Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya
ilmu.Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan
keilmuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari
pengembangannya sebagai filsafat.
Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu Menurut
para ahli :
15
Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi metode-
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya
upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
4) Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and
the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan
dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
16
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu
apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan
menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan;
di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat
disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk
teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan
dan kesalahan
Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mencoba pertama-
tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan
ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-
metode penggantian dan perhitungan, peranggapan - peranggapan
metafisis, dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya
dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
17
berusaha memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang
serta hubungan-hubungan yang dipunyai kegiatan ilmiah. Sumbangan
tersebut bisa berbentuk
Ø Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut ? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap
manusia yang membuahkan pengetahuan ?( Landasan ontologism )
18
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / profesional ?
( Landasan aksiologis ).
Objek dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek
material dan objek formal :
19
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak
( theodicae ) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia ( antropologi
metafisik ) dan alam ( kosmologi ).
20
2. Objek Formal filsafat
21
§ Apakah persoalan kausalitas ( hubungan sebab-akibat yang berlaku
dalam ilmu ke-alam-an juga berlaku juga bagi ilmu-ilmu sosial maupun
humaniora ).
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena
itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat
secara keseluruhan, yakni :
22
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 )
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan
dengan :
23
Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang
merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia.
2. Kebenaran ( truth )
a. Kebenaran koherensi
b. Kebenaran korespondensi
24
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya
sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan
dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta
dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini,
yang sifatnya spesifik
c. Kebenaran performatif
d. Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik
dan memiliki kegunaan praktis.
e. Kebenaran proposisi
25
regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai
pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya
keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan
mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3. Konfirmasi
4. Logika inferensi
26
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri( 1982 : 46 – 49 ) menjelaskan
bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan
kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan
logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu
logika induksi dan logika deduksi.
Ø Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1)
meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
27
Persamaan filsafat ilmu dan ilmu lainnya, baik sejarah ilmu, sosiologi
ilmu dan psikologi ilmu adalah sebagai berikut :
Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi
membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja ilmu.
Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat ilmu.
Kedudukan filsafat ilmu dalam lingkungan fisafat secara keseluruhan
adalah :
28
2) filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan
dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan denganmetodologi
( Beerling, 1985; 4 ). Hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan
lebih erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia.Ilmu-ilmu manusia
seringkali lebih jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.[8]
Secara garis besar perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu – ilmu lain,
baik sejarah ilmu, psikologi ilmu maupun sosiologi ilmu adalah :
29
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara histories.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan
agama tidak ada pertentangan.
3.1 Logika
30
Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah
berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika
adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran
adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan
baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah
diketahui (Premis) yang nanti akan diturunkan kesimpulan.
A. Asas-Asas Pemikiran
Asas adalah pangkal atau asal dari mana sesuatu itu muncul dan
dimengerti. Maka “Asas Pemikiran” adalah pengetahuan di mana
pengetahuan lain muncul dan dimengerti. Asas bagi kelurusan berpikir
mutlak, ia adalah dasar daripada pengetahuan dan ilmu. Asas pemikiran
ini dapat dibedakan menjadi :
Ia adalah dasar dari semua pikiran dan bahkan asas pemikiran yang lain.
Prinsip ini mengatakan sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainnya. Bila
31
diberi perumusan akan berbunyi : “Bila proposisi itu benar maka benarlah
ia”.
32
Jadi : semua logam jika dipanaskan memuai
C. Pembagian Logika
Dilihat dari metodenya logika tradisional (mantiq Al- Qodim) dan logika
modern (mantiq Al- Hadits).
33
1. Logika Tradisional adalah logika Aristoteles dan logika daripada
logokus yang lebih, tetapi masih mengikuti system loigika aristoteles.
2. Logika Modern tumbuh dan dimulai dari abad XIII, mulai abad ini
ditemukan sistem baru, metode baru yang berlainan dengan system logika
Aristoteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus lulus manemukan metode
baru logika yang disebut Ars magna.
Jika dilihat dari obyeknya logika formal (mantiq As-suwari) dan logika
material (mantiq Al- Maddi).
34
dengan analitica , yang secara khusus meneliti
berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisiyang benar,
dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat
dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika
Aristoteles adalah silogisme.
Kaum Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut
merintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles,
Theoprostus dan Kaum Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh
bangsa Arab dan kaum muslimin pada abad II Hijriyah. Logika menjadi
bagian yang menarik perhatian dalam perkembangan kebudayaan Islam.
Namun juga mendapat reaksi yang berbeda-beda, sebagai contoh Ibnu
Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari logika, Al-
Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan Jumhur Ulama
membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya.
Filosof Al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus
dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh Al-Farabi.
35
Pada abad XIII sampai dengan abad XV muncul Petrus Hispanus,
Roger Bacon, Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham menyusun logika yang
sangat berbeda dengan logika Aristoteles yang kemudian kita kenal
sebagai logika modern. Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars
Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan
kebenaran - kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan metoda
induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz
menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta
memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika Transendental
yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi
batas pengalaman. Selain itu George Boole (yang mengembangkan
aljabar Boolean), Bertrand Russel, dan G. Frege tercatat sebagai tokoh-
tokoh yang berjasa dalam mengembangkan Logika Modern. Pada abad 9
hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De
Interpretatione,Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih
digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha
mengadakan sistematisasi logika.
Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:
Petrus Hispanus 1210 - 1278)
Roger Bacon 1214-1292
Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika
baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan
semacam aljabar pengertian.
William Ocham (1295 - 1349)
36
induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum.
J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada
pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.
Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik
seperti:
· Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar
berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan
menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
· George Boole (1815-1864)
· John Venn (1834-1923)
· Gottlob Frege (1848 - 1925)
Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika
Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi
logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil
Peirce (Peirce’s Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum
mengenai tanda (general theory of signs).
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-
1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan
karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur
William Russel (1872 - 1970).
Sebagai salah satu cabang filsafat, maka logika dapat dibagi menjadi [10]:
37
apa yang sekarang disebut logika formal ialah ilmu yang mengandung
kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.
38
Tokoh Logika Dan Pemikirannya
Aristoteles
Raymundus Lullus
Leibniz
39
melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan
lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antar term yang terkenal
dengan sebutan sirkel-Euler.
Thales
Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe
alam semesta.
40
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah
mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga
telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.
Poespoprojo
Olson
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada
revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam
41
dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah
landasan material yang konsisten.
Euklides
Hegel
Petrus Hispanus
Francis Bacon
Cristian Wolff
42
Cristian Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran-ajaran Leibniz,
namun di samping itu ia juga cukup gigih mengembangkan logika-
matematik system filsafat yang terkait dengan berbagai lapangan
pengetahuan dengan mempergunakan sarana metode deduktif seperti
yang dipakai dalam matematik.
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada
revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam
dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah
landasan material yang konsisten.
Theoprastus
Al-Farabi
43
komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru
sehingga menjadi delapan bagian.
John Venn
44
mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri
dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Menurut Louis O. Kattsoff,
logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari
suatu perangkat bahan tertentu dan kadang-kadang logika didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan.
Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti
kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa
yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah?
Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang
penyimpulan.
45
dalam penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik, yang
tidak bersangkutan dengan argumen.
Pengertian ilmu logika secara umum adalah ilmu yang mempelajari
aturan-aturan berpikir benar. Jadi dalam logika kita mempelajari
bagaimana sistematika atau aturan-aturan berpikir benar. Subjek inti ilmu
logika adalah definisi dan argumentasi. Yang selanjutnya dikembangkan
dalam bentuk silogisme.
46
atau tidak dalam menggunakan aturan-aturan itu, sering berlatih, dan
tentu saja punya tekad dalam kebenaran.
Kegunaan dari kita belajar logika adalah daya analisis kita semakin
bertambah dan dimana apabila ada suatu masalah, kita dapat mengambil
keputusan dengan benar. Disamping itu belajar logika juga sangat
bermanfaat dalam manajemen waktu, dan juga logika merupakan dasar
ilmu psikologi yang paling mendasar. Intinya dengan belajar logika
kemampuan berpikir dan daya analisis kita semakin berkembang.
1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir
secara tepat dan lurus sebelum mendapat pengaruh-pengaruh dari luar,
yakni keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif. Yang mana logika alamiah manusia ini ada sejak manusia
dilahirkan. Dan dapat disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini sifatnya
masih murni.
2. Logika Ilmiah
Lain halnya dengan logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu
khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap
47
pemikiran. Dengan adanya pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat
bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.
Logika ilmiah ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan
kesesatan atau setidaknya dapat dikurangi. Sasaran dari logika ilmiah ini
adalah untuk memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi.
Makna yang logis dari suatu konstruksi realitas sosial harus secara
internal menyatu di dalam realitas terkonstruksi itu sendiri. Integrasi logika
ini diakui (kebenarannya:penulis) bukan saja pada interrelasi elemen-
elemen kultural yang tertentu saja yang kita temui di dalam bentuk
proposisi verbal, seperti pernyataan tertulis, akan tetapi berlaku untuk
elemen-elemen kultural nonverbal seperti halnya acara-acara dan musik,
dan juga bahkan berlaku untuk relasi antar elemen kultural dari kelas-
kelas yang berbeda-beda seperti sebuah organisasi keluarga spesifik,
48
sebuah gaya budaya/kebudayaan, type kepribadian spesifik, dan aturan
dan ketentuan hukum legal tertentu . menurut suriasumantri (2009:46)
bahwa “suatu penarikan kesimpulan dianggap sahih (valid) kalau cara
penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana secara luas logika dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih”.
3.1.9 Logika silogisme
49
• Semua manusia adalah binatang (Premis minor)
• Oleh karenanya, semua manusia akan mati (Simpulan)
3.2 Etika
50
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem
nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua,
etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik
kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang
baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis
menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di sini
sama artinya dengan filsafat moral
51
Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata
Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup
tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus
dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya
berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun
dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung
pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi
lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah. Moralitas merupakan suatu
fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan
manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik
dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidak
pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan
alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan
moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan
sesuatu).
52
3.2.2 Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk
memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika
manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan
badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia
berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu
dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk
untuk selama-lamanya di akhirat.
53
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina memberi
petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap bahan-bahan atau sumber
yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu etika.
54
3.2.3 Etika Sebagai Ciri Khas Filsafat
55
kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia
seharusnya berbuat atau bertindak.
2. Etika Normatif
Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran
atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan.
56
Etika ini dapat menjelaskan tentang nilai-nilai yang seharusnya dilakukan
serta memungkinkan manusia untuk mengukur tentang apa yang terajdi.
Etika normatif menagandung dua bagian besar, yaitu: pertama
membahas tentang teori nilai (theory of value) dan teori keharusan (theory
of obligation). Kedua, membahas tentang etika teologis dan etika
deontelogis. Teori nilai mempersoalkan tentang sifat kebaikan, sedangkan
teorin keharusan membahas tingkah laaku. Sedangkan etika teolog
berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh
konsekuensinya. Adapun deontologis berpendapat bahwa moralitas suatu
tindakan ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi dorongan dari
tindakan itu, atau ditetukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh
keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-
prinsip tertentu. (Muhammad In’am Esha, 2010)
Ciri khas etika filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan
baik-buruk, benar-salah, tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat
mempunyai suatu kedudukan tersendiri. Ada banyak cabang filsafat,
seperti filsafat alam, filsafat sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum, dan
filsafat agama. Sepintas lalu rupanya etika filsafat juga menyelidiki suatu
bidang tertentu, sama halnya seperti cabang-cabang filsafat yang disebut
tadi. Semua cabang filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan etika
filsafat membahas yang harus dilakukan. Karena itu etika filsafat tidak
jarang juga disebut praktis karena cabang ini langsung berhubungan
dengan perilaku manusia, dengan yang harus atau tidak boleh dilakukan
manusia.
57
yang bagus itu hanya sekedar hasil nyontek, jadi hasil sebuah perbuatan
yang tidak baik (M. Yatim Abdullah: 2006).
Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah
dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks
filsafat yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan
kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi
sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang
didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah
meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis, karena seluruhna
berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman inderawi) yaitu apa yang
dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu emperis berasal dari
observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hukum-
hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan
berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika
filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat
58
berbicara juga tentang yang konkret, kadang-kadang malah tentang hal-
hal yang amat konkret, tetapi ia tidak berhenti di situ.
59
Di kalangan orang-orang kebanyakan, sering kali etika filsafat tidak
mempunyai nama harum. Tidak jarang ia dituduh mengawang-awang
saja, karena membahas hal-hal yang abstrak dan kurang releven untuk
hidup sehari-hari. Banyak uraian etika filsafat dianggap tidak jauh dari
kenyataan sesungguhnya. Itulah hakikat filsafat mengenai etika. Disini
tidak perlu diselidiki sampai dimana prasangka itu mengandung
kebenaran. Tetapi setidak-tidaknya tentang etika sebagai cabang
filsafat dengan mudah dapat disebut dan disetujui relevansinya bagi
banyak persoalan yang dihadapi umat manusia.
1.Etika
Etika secar etimologi berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Secara terminology etika adalah cabang filsafat
yang membicararkan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan baik buruk. Yanng dapat dinilai baik buruknya
adalah sikap manusia yang menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan-
60
gerakan, kata-kata dan sebagainya. Adapun motif, watak , suara hati sulit
untuk dinilai. Perbuatan atau tingkah laku yang dikerjakan dengan
kesadaran sajalah yang dapat nilai, sedangkan yang dikerjakan dengan
tidak sadar tidak dapat dinilai baik buruk.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi menjadi etika deskriptif dan
etika normatife. Etika deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan,
menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak mengajarkan
bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika. Adapun etika
normatif sudah memberikan penialaian yang baik dan yang buruk, yang
harus dikrjakan dan yang tidak harus dikerjakan. Etika Normatif dapat
dibagi menjadi dua yaitu etika umum dan etika khusus. Etika Umum
membicrakan prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu
perbuatan, suara hati, dan sebagainya. Etika Khusus adalah pelaksanaan
prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan, dan
sebagainya. (sunoto, 1982, hllm. 6)
2.Moral
Moral berasal dari kata latin mos jamaknya mores yyang berarti adat
atau cara hidup. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam penilain
sehari-hari ada sedikti perbedaan. Moral dan atau Moralitas dipakai untuk
perbuatan yang sednag dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian
system yang ada.
Frans Magnis Suseno (1987) membedakan antara moral dan etika. Ajaran
moral adalah ajaran, wejangan, khotbah, peratran lisan atau tulisan
tentang bagaimana manusia harus hidup dan dan bertindak agar ia
menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah
pelbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan
guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan para bijak. Etika
bukan tambahan bagi ajaran Moral, tetapi filsafat atau pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu
dab bukan sebuah ajaran. Jadi, Etika dan ajaran moral tidak berada di
61
tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bukan
etika melainkan ajaran moral. Etika mau mengerti ajaran moral tertentu,
atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab terhadap
dengan pelbagai ajaran moral. (Frans Magnis Suseno, 1987, hlm. 14)
3. Norma
Norma adalah alat tukang kayu atau tukang batu yang berupa
segitiga . Kemudian Norma adalah sebuah Ukuran. Pada
perkembangannya norma diartikan garis pengarah atau suatu peraturan.
Misalnya dalam suatu masyarakat pasti berlaku norma umum, yaitu norma
sopana-santun, norma hokum,dan norma moral.
4. Kesusilaan
Menurut filsuf Herbert Spencer, pengertian kesusilaan dapat berubah,
di antar bangsa berbagai pengertian kesusilaan sama sekali berbeda-
beda. Pada zaman Negara militer, kebajikan keprajuritan yang dihormati,
sedang pada zaman Negara industri hal itu dihanggap hina. Hal ini
disebabkan kemakmuran yang dialami pada jaman industri bukan
didasarkan atas perampasan dan penaklukan, melainkan atas kekuatan
berprodoksi. Libniz seorang filsuf pada jaman modern berpendapat bahwa
kesusilaan adalah hasil suatu “menjadi” yang terjadi didalam jiwa.
Perkembangan dari nafsu alamiah yang gelap sampai kepadakehendak
yang sadar, yang berarti sampai kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh
lengkap, disebabkan aktivitas jiwa sendirian. Segala perbuatan kehendak
telah terkandung sebagai benih didalam nafsu alamiah yang gelap.
62
berbicara tentang kehendak yang baik dan jahat. Kehandak baik ialah jika
perbuatan kehendak mewujudkan suatu bagian dari perkembangan yang
sesuai dengan gagasan yang jelas dan actual. Kehendak jahat jika
perbuatan kehendak diikat oleh gagasan yang tidak jelas.
1.Naturalisme
Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan dengan
menurut panggilan natur (fitrah) dari kejadian manusia itu sendiri.
Perbuatan yang baik (susila) menurut aliran ini ialah perbuatan-perbuatan
yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir maupun
mengenai fitrah batin. Kalau lebih memberatkan pada fitrah lahirnya
dinamakan aliran etika maerialisme. Tetapi pada aliran mnaturalisme ini
faktor lahir batin itu sema beratnya sebab kedua-duanya adalah fitrah
(natur) manusia.
2.Hendonisme
63
Hedonisme adalah doktrin etis yang memandang kesengangan sebagai
kebaikan yang paling utama dan kewajiban seseorang ialah mencari
mencari kesenangan sebagai tujuan hidupnya. Menurut hendonisme yang
dipandang sebagai perbuatan baik adalah perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan kelezatan atau rasa nikmat. Aliran hedonisme memiliki dua
cabang yaitu hedonisme egoistik dan hedonisme universilatik.
3.Idealisme
Pokok-pokok pandangan idealisme adalah:
3.Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang
menyempurnakan yaitu “rasa kewajiban”
4.Humanisme
64
Humanisme memandang suatu yang baik ialah yang sesuai dengan
kodrat manusia yaitu kemanusiannya.dalam tindakan kongkret tentulah
manusia kongkret pula yang ikur menjadi ukuran, sehingga pikiran, rasa,
situasi seluruhnya akan ikut menentukan baik buruknya tindakan kongkret
itu. Penentuan dari baik buruk tindakan yang kongkret adalah kata hati
orang yang bertindak.
5.Perfectioisme
Dari tokoh filsuf Yunani (Plato dan Aristoteles) bersepakat dalam satu
aliran, yakni perfectionisme. Teori perfectionisme dari Plato dan
Aristoteles menetapkan dalam kaitan dengan pengembangan berbeagai
kemampuan manusia. Kebahagian hanya bernilai jika kemampuan-
kemampuan kita berfungsi dengan baik. Sumber kebahagian tertinggi
terdapat pada fungsi sebenarnya dari kemampuan intelektual.
6.Theologis
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’Qub, pengertian Etika theologis ialah aliran ini
berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan
manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan, segala perbuatan yang
diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang
oleh Tuhan itulah perbuatan buruk, yang sudah dijelaskan dalam kitab
suci.
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama
dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis
merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur
di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat
dimengerti setelah memahami etika secara umum.
65
dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik
tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta
memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap
Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga
oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika
teologisKristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum,
yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya
sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia,
dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah swt.
Revisionisme
Sintesis
66
Diaparalelisme
67
tidak benar atau salah. Seseorang harus megetahui seluruh fakta yang
relevan sebelum ia melakukan penilaian moral (yang berkenaan dengan
fakta-fakta itu: penulis). Dari sini tampak jelas bahwa membangun serta
menunjukkan fakta-fakta dan membuat penilaian moral terhadap fakta-
fakta itu merupakan dua pekerjaan yang berbeda sama sekali. Menurut
kaharu dan b. Uno (2009:213) bahwa “etika memang tidak termasuk
dalam kawasan ilmudan teknologi yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat
disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan dan
teknologi”.
68
karena manusia merupakan homo ethicus dalam arti makhluk yang
cenderung bertatakrama.
3.3 Estetika
69
Estetika atau yang sering didengar sebuah keindahan mempunyai
banyak makna dan arti, setiap orang mempunyai pengertian yang berbeda
antara satu dan yang lainnya mengenai arti dan makna estetika. Sebab,
setiap orang mempunyai penilaian dan kriteria keindahan yang berbeda-
beda. Berikut pengertian estetika dan lingkupnya dapat dicermati di bawah
ini :
70
7. Estetika adalah fisafat yang membahas esensi dari totalitas
kehidupan estetik dan artisrtik yang sejalan dengnan zaman (Agus
Sachari, Estetika Terapan, 1989).
1.Periode Klasik (dogmatik)
2.Periode Skolastik
3.Periode Renaisance
4.Periode Aufklarung
5.Periode Idealis
6.Periode Romantik
7.Periode Positifistik
8.Periode Kontemporer
71
Dalam periode ini para folosof yang membahas estetika diantaranya
adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Dari ketiga filosof ini dapat
dikatakan bahwa Socrates sebagai perintis, Plato yang meletakkan dasar-
dasar estetika dan Aristoteles yang meneruskan ajaran-ajaran Plato.
1. Bersifat metafisik
Keindahan adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan.
Keindahan itu mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi adalah
keindahan Tuhan.
2. Bersifat objektifistik
3. Bersifat fungsional
Socrates: 468-399SM
72
Jalan pikiran yang dipergunakan Socrates dalam mencari hakekat
keindahan ialah dengan menggunakan cara dialog. Socrates menamakan
metodenya ”maeutika tehnic (seni kebidanan)” yang berusaha
menolong mengeluarkan pengertian-pemgertian atau kebenaran.
Socrates mencoba mencari pengertian umum dengan jalan dioalog.
Plato: 427-347SM.
73
Dalam fase kedua, maka kecintaan terhadap norma moral secara
konkrit ini berkembang menjadi kecintaan akan norma moral secara
absolut yang berupa ajaran-ajaran tentang kesusilaan/bagaimana
seharusnya manusia bertingkah laku yang baik.
Seni
74
hubungan antara seni dan pendidikan telah diungkapkan dalam bukunya
Republik, tetapi ketika timbul lagi dalam Laws, tidak ada lagi sugesti untuk
mengutuknya. Malah sebaliknya disini Plato secara tegas menguatkan
keterangan hubungan satu sama lainnya. Musik, tarian dan nyanyan koor
sangat terpuji karena nilai pendidikannya, dan tanpa banyak kesusahan
lagi seni kini menjadi guru utama kehidupan. Pembalikan yang sangat
tajam konsep Plato ini disebabkan adanya hubungan harmonis antara
seni dan kehidupan, sebagai akibatnya dia membukakan pintu perhatian
adanya kemampuan mendidik pada retorik dan adanya sintesis dalam
instruksi dan kesenangan, yang kemudian mewataki teori paedagogik
seni. Konsekueninya tentang konsepsi seni sebagai gabungan antara
yang baik, benar dan yang indah (Abdul Kadir, 1974:10).
Seniman
Sastrawan
75
gaya bahasa yang indah disebabkan oleh karena pengaruh seorang
dewa,si pembicara itu sedang kemasukan roch seorang dewa.Disini Plato
secara implisit menyinggung teori ”partisipasi”,seorang sastrawan dapat
menulis dan berdendang dengan indah sekali karena ia ӊmbil
bagian”dalam pandangan dan alam para dewa,ia seolah-olah diangkat
diluar dirinya sendiri(ekstasis),diatas awan,dialam idea-idea ,melihat
keadaan yang sebenarnya (Dick Hartoko,1983:31-32).
Penyair
Syair-syair yang indah itu bukan karya manusia, tetapi adalah syair
surgawi dan ciptaan Tuhan.Parapenyair tersebut hanyalah merupakan
penafsir Tuhan.Lewat teori ”partisipasi”maka seorang penyair yang rendah
martabatnya dapat membawakan nyanyian-nyanyian yang terindah.Para
penyair memiliki ”kekuatan misterius”yang bersifat Illahiah.Seniman tidak
lagi mengimitasi ,tetapi sebaliknya ia memperoleh inspirasi yang
karenanya merupakan bagian dari Illahi(Abdul Kadir,1976:7).
76
Seni
B. Periode Skolastik
Munurut Thomas Aquinas, hal-hal yang cacat (tidak utuh, tidak sempurna)
adalah jelek, sedangkan hal-hal yang berwarna cemerlang atau terang
adalah indah. Tiga unsur keindahan itu oleh para ahli modern disebut
kesatuan, perimbangan dan kejelasan.
77
C. Periode Renaissance
Pada periode ini masalah seni menjadi titik perhatian. Uraian mengenaai
estetika secara luas ditulis oleh Massilimo Visimo, sedangkan penulis-
penulis lainnya banyak mengulas teori-teori seni. Leon Batista dan Albert
Durer dalam bidang seni rupa,Giosefe Zarlino dan Wincenzo Galilei dalam
bidang musik,serta Lodovia Castelvetro dalam bidang puisi.
D. Periode Aufklarung
78
Pengaruh Empirisme Bacon nampak dalam hal imajinasi rasa estetis atau
cita rasa. Hal ini terlihat dalam pendapat Edmund Burke dan Lord Kaimes.
Menurut Edmud Burke (1729-1798) masalah selera itu tidak dapat
dijadikan hakim dalam keindahan (Wajiz Anwar, 1980). Sedangkan Lord
Kaimes dalam karyanya Elements of Criticism yang terbit pada tahun
1961 sependapat dengan Burke. Keindahan adalah sesuatu yang dapat
menyenangkan selera. Dia mengemukakan suatu titik tolak baru, bahwa
pengalaman mengenai suatu emosi walaupun sangat pedih seperti emosi
takut atau kesengsaraan adalah menyenangkan. Emosi yang
menyedihkan adalah menyenangkan bila direnungkan. Perang, bencana
alam adalah menyedihkan, tetapi menyenangkan bila kita melihatnya
dipanggung sandiwara atau dalam seni film. Kejadian yang paling dahsyat
dan mengerikan justru paling mengesankan dan menggembirakan bila
diingat. Keindahahan ialah menyenangkan. Oleh karena itu keindahan
ditentukan oleh selera semata-mata.
E. Periode Idealis
79
bidang ilmu jiwa, yang sebelumnya telah dirintis oleh rationalime dan
empirisme.
1. Immanuel Kant:1724-1804
80
Keindahan yang semata-mata tergantung (pulchritudo adhaerens)
membutuhkan konsep demikian serta penyempurnaan benda itu sesuai
dengan konsepnya (keindahan bersyarat), yang tergantung pada konsep-
konsep yang berasal juga dari sebuah konsep yang mempunyai tujuan
tertentu.
81
terhadap selera juga murni, sedangkan sebuah penilaian tentang selera
yang terkait pada sebuah obyek ,yang mempunyai tujuan inti tertentu.
82
apa yang diakui sebagai objek pemuasan darurat yang tidak berkonsep
(Wadjiz Anwar,1980:23).
Pengalaman Estetik.
83
2. Hegel ; 1770-1831.
84
kerja praktek dan penguasaan keterampilan menampilkan sesuatu. Jika
genius harus dapat menampilkan sesuatu yang original, maka artinya
sama saja dengan menampilkan yang obyektif. Agar bisa original dan
obyektif, maka yang bersangkutan harus memiliki kebebasan dalam
mencipta. Kebebasan itu ditunjukkan oleh kamampunanya
mengobyektifikasi imajinasinya lewat medium dan teknik yang serasi,
yang akan membawanya kepada tujuan yang ingin dicapai. Mencipta
karya seni dan menghayatinya dalam medium seperti itu boleh dilihat
sebagai upaya agar tidak terjadi ”pengendapan” perasaan. Yang inderawi
itu harus menjadi wadah obyektifikasi roh. Seni mengacu kepada
perasaan, disamping kepada imajinasi (Humar Sahman, 1993:189-190).
Kebenaran dan keindahan menurut Hegel adalah satu dan dari hal yang
sama. Bedanya hanya terletak pada kebenaran adalah idea itu sendiri dan
adanya ada dan pada idea itu sendiri dan dapat difikirkan. Manifestasinya
keluar, tidak hanya kebenaaran saja, tetapi juga keindahan.
F. Periode Romantik
Aliran inidirintis oleh J.J Rousseau yang hidup pada pertengahan abad ke-
XVIII. Rousseau bertitik tolak pada suatu pandangan dasar, yaitu
bahwa alam murni itu baik dan ndah sehingga segala sesuatu yang dekat
pada alam murni juga baik dan indah (Dick Hartoko, 1984)
85
teori dan guru. Asal, emosi yang spontan diluapkan maka hasilnya pasti
indah.
Salah seorang filsuf besar pada periode ini adalah Arthur Schopenhauer
dan Nietzche. Menurut Schopenhauer, hakekat yang terdalam dari
kenyataan adalah kehendak (karsa). Dalam diri manusia, kehendak yang
bersifat itu tidak dapat dipuaskan. Sebagai akibatnya manusia mengalami
kesengsaraan. Untuk mengatasi keadaan itu, tersedia dua jalan yaitu jalan
etis dan estetis. Jalan etis yaitu dengan berbuat dan bertingkah laku baik
sedangkan jalan estetis, dengan menikmati kesenian khusususnya musik.
Tetapi musik hanya dapat dinikmati dan melupakan kesengsaraan yang
sementara.
Jika kehendak itu memilukan atau kehendak untuk hidup itu menyedihkan,
maka seni adalah hiburan yang terbaik dan merupakan tempat istirahat
yang terjamin. Disatu pihaj, seni membangkitkan kekuatan dan
menghilangkan rasa lelah, tetapi dipihak lain ia juga mendatangkan
semangat keindahan yang menghapuskan krisis-krisis dalam hidup.
G. Periode Positifistik.
Dalam periode ini estetika dipelajari secara empiris dan ilmiah yang
berdasarkan pengalaman-pengalaman riil yang nyata dalam kehudupan
sehari-hari. Estetika dibahas dalam hubungannya dengan ilmu
lain,misalnya psikilogi dan matematika.Para filsuf yang membahas
estetika diantaranya Fehner,George Birkhof, A.Moles dan Edward
Bullough .
86
1. Gustaf T.Fecner (1801-1887 )
2.A.Moles
3.Edward Bullough
87
batin dalam mencipta seni.Dorongan batin ini mencakup semua dinamika
kejiwaan yang tidak bersifat intelektualistis, misalnya hasrat untuk meniru,
kecenderungan untuk memamerkan, kesediaan untuk menyenangkan
pihak lain, keinginan bermain-main, pemanfaatan energi yang berlebihan
dan peluapan perasaan yang ada dalam diri setiap orang.Dalam
periode positifistis ini, walaupun pembahasan estetika sudah bersifat
ilmiah, tetapi bukan berarti bahwa pendekatan secara filsafati sudah tidak
dipergunakan lagi.
H. Periode Kontemporer.
88
2. Realisme
4. Ekspresionisme
89
Estetikus Benedetto Croce (1866-1952) telah meninggalkan pengaruh
besar pada abad ke 20 ini. Pandangannya ditulis dalam
bukunya Aesthetics as Science of Expression and Generale Linguistic
(1902).
5. Naturalisme
6. Marxisme
90
Marxisme telah memberikan pengaruh kepada para estetikus terutama di
negara-negara sosialis dan komunis. Prinsip dasar estetikanya ialah seni
dan semua kegitan manusia yang tertinggi merupakan budaya "super
struktur" yang ditetapkan oleh kondisi sejarah masyarakat, terutama
kondisi ekonomi.
7. Eksistensialisme
NILAI ESTETIK
91
nilai-nilai yang lain. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang
tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetis.
Pada prinsipnya masalah estetika selalu bertumpu pada dua hal, yaitu
keindahan dan seni,tetapi dari kedua hal tersebut berkaitan dengan
masalah nilai, pengalaman estetis dan pencipta seni (seniman).
Keindahan dan seni merupakan dua hal yang saling berhubungan. Salah
satu bentuk perwujudan keindahan adalah dalam bentuk karya seni.
Para ahli seni yang berpendapat, bahwa seni tidak selalu indah menunjuk
karya-karya seni kontemporer dewasa ini (lukisan dan patung)
menampilkan gambar-gambar kotor bahkan menjijikkan dan menunjuk
pula pada karya manusia purba yang menampilkan wujud yang
kadangkala menyeramkan. Mereka berpendapat bahwa seni bukan
produk keindahan, tetapi produk problem seniman.
92
1. Aliran objektifisme, mengatakan bahwa nilai itu terletak pada objek itu
sendiri, sama sekali lepas atau tidak tergantung dari keinginan subjek atau
kesukaan manusia. Nilai itu sudah ada sebelum orang itu menilai. Jadi
nilai itu adanya absolut. (Parmono, 1991:9). Salah seorang tokoh dari
aliran ini adalah Plato, yang mengatakan bahwa nilai merupakan dunia
yang tetap dan ternyata, nilai berada di dalam dunia konsep, dunia ide.
Sedangkan Prof. E.C Spoulding mengatakan bahwa : nilai-nilai adalah
"subsistens" yang berexistensi dalam ruang dan waktu, karena subsisten
nilai-nilai itu bebas dari keinginan dan kesukaan manusia (Parmono,
1991:10).
93
Aliran Pragmatisme, Sesuatu itu bernilai apabila dapat memberikan
manfaat atau kegunaan, misalnya lembu. Bagi seorang petani lembu
mempunyai fungsi sebagai teman bekerja mengerjakan sawah dan
ladangnya. Bagi seorang pedagang, lembu merupakan aset dalam bidang
ekonomi. Dan bagi umat beragama Hindhu, lembu menjadi binatang
kendaraan dewa Wisnu yang dikeramatkan.
5. Aliran Esensi,
1. kekudusan (holiness)
2. Kebaikan (goodness)
94
diulang-ulang melakukannya untuk memperbesar atau melangsungkan
terus perasaan senang yang diperoleh.
3. Kebenaran (thruth)
4. Keindahan (beauty)
Dari jenis-jenis nilai tersebut, ternyata nilai mempunyai ragam nilai yang
menurut The Liang Gie dalam bukunya Dari Administrasi ke Filsafat dapat
diklasifikasikan menjadi :
95
1. Nilai Instrumental
Yaitu nilai yang berfungsi sebagai suasana atau alat untuk mencapai
sesuatu hal lain, termasuk sesuatu nilai apapun yang lain. Ragam nilai ini
pada umumnya terdapat pada benda.
2. Nilai Inheren
Yaitu nilai yang umumnya hanya melekat pada benda yang mampu
secara langsung dan sekaligus menimbulkan sesuatu pengalaman yang
berharga atau baik, seperti kepuasan.
3. Nilai Kontributif
Yaitu nilai dari sesuatu hal atau pengalaman sebagai bagian dari
keseluruhan menyumbang pada keberhargaan dari keseluruhan itu.
4. Nilai Intrinsik
Yaitu nilai dari suatu pengalaman yang bersifat baik atau patut dimiliki
sebagai tujuan tersendiri dan untuk pengalaman itu sendiri (The Liang gie,
1978:170).
Nilai estetis sebagai salah satu jenis nilai manusiawi (nilai religius, nilai
etis, nilai intelektual) menurut The Liang Gie, tersusun dari sejumlah nilai
yang dalam estetika dikenal sebagai kategori-kategori keindahan atau
kategori-kategori estetis. Pada umumnya filsuf membedakan adanya tiga
pasang, yaitu :
96
akhirnya Kaplan menambahkan kecabulan (obscenity) sebagai suatu
kategori estetis. (The Liang Gie, 1978:169).
1. Merah : murni indah
2. Charming Orange : menarik
3. Comic (komis) : kuning
4. Humoris : hijau
5. Tragis : biru (tragis)
6. Ungu sublime : (agung)
Kategori yang agung baru disebut-sebut oleh para ahli keindahan dalam
abad ke-18. Berlainan dengan kategori yang murni indah, kategori yang
agung diakui membangkitkan pada orang yang mengamatinya suatu
perasaan takjub karena sifat-sifatnya yang impressive, majestic,
glorius (keren mengesankan, megah hebat, meriah gemilang), dan
bahkan kadang-kadang dahsyat. Kebanyakan ahli estetika berpendapat
bahwa kategori yang agung dan kategori yang indah dapat ada secara
bersamaan. Tetapi tokoh pemikir Inggris, Edmund Burke (172-1797)
97
menyatakan bahwa kedua kategori itu saling menyisihkan dan
berlawanan.
Teori-teori humor
98
1). Teori keunggulan menekankan bahwa inti humor ialah rasa lebih
baik, lebih tinggi, atau lebih sempurna pada seseorang dalam menghadapi
sesuatu keadaan yang mengandung kekurangan atau kelemahan.
Menurut teori ini, seseorang akan tertawa bilamana mendadak
memperoleh perasaan unggul karena dihadapkan pada pihak lain yang
melakukan kekeliruan atau mengalami hal tak menguntungkan. Teori ini
dapat dipakai untuk menerangkan mengapa para penonton tertawa
terbahak-bahak melihat badut sirkus yang terbentur tiang, jatuh
tersandung, melakukan aneka kekeliruan, atau perilakunya menunjukkan
berbagai ketololan.
99
telah tumbuh dalam diri seseorang. Dalam impian, ide-ide yang terlarang
dapat diserongkan atau diselubungi, sedang dalam kelakar orang bisa
menyelipkan kecaman, cacian, atau pelepasan diri dari apa saja secara
tidak begitu keras dan langsung.
100
bertentangan dengan sifat-sifat indah. Oleh karena itu, dapatlah
dimengerti kalau belakangan ini ada produser film yang menyajikan tokoh-
tokoh jelek atau seniman yang menciptakan sesuatu karya seni
menjijikkan yang tergolong pada kategori yang jelek.
101
Kedua pendapat tersebut di atas menunjukkan perhatian yang besar
pada objek, di mana keindahan didapatkan karena suatu objek
memiliki karakter tertentu sehingga layak untuk dinyatakan sebagai
indah.
102
bahwa terdapat dua transformasi yang menjadi penyebab hal tersebut
di atas, yaitu revolusi Galileo yang menggantikan kosmologi
Renaissance dengan sains yang bersifat universal, serta transformasi
kedua yang berlangsung pada tahun 1800 yang semakin
memantapkan sains sebagai satu-satunya cara melakukan interpretasi
terhadap realitas. Karena itu estetika yang digunakan dalam arsitektur
menjadi estetika yang bersifat matematis. Proporsi yang matematis
dan geometri mendominasi konsep estetika pada masa tersebut.
103
Perkembangan filsafat fenomenologi pada masa awal abad
kedua puluh yang mengkritisi pendekatan matematis dari modernisme
kemudian membawa suatu pendekatan baru dalam estetika. Dalam
fenomenologi, perhatian lebih diarahkan kepada keberadaan subjek
yang mempersepsi objek dari pada kepada objek itu sendiri. Dengan
kata lain hal ini dapat dikatakan sebagai membuka kemungkinan
adanya subjektivitas. Hal ini menimbulkan kesadaran akan adanya
konteks ruang dan waktu, bahwa pengamat dari tempat yang berbeda
akan memiliki standar penilaian yang berbeda, dan begitu pula dengan
pengamat dari konteks waktu yang berbeda. Pemikiran inilah yang
kemudian akan berkembang menjadi postmodernisme. Terbukanya
kemungkinan untuk bersifat subjektif memberi jalan bagi keberagaman
dalam estetika, dan memberikan banyak pengaruh pada arsitektur.
104
dipergunakan sebagai sarana untuk menunjukkan identitas. Ide ini
bukanlah ide baru, karena arsitektur pada masa sebelum masa
Arsitektur Modern juga telah banyak menggunakannya, akan tetapi
yang terjadi pada postmodernisme adalah pluralisme yang berlebihan
karena setiap individu berusaha untuk memiliki jati diri sendiri (Piliang,
1998).
PENGALAMAN ESTETIK
105
3. Pengalaman estetis adalah suatu pengalaman yang utuh dalam
dirinya sendiri tanpa berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya, bersifat
tidak berkepentingan (disinterested) dari pengamatan yang bersangkutan.
Pengalaman tersebut adalah pencerapan itu sendiri dan merupakan nilai
intrinsik.
106
benda itu, menjelajahi secara khayal bentuk dari benda tersebut dan dari
kegiatan itu menikmati sesuatu yang menyenangkan.
Teori Lipps ini dalam buku E.F Carritt (The Theory of Beauty) dirumuskan
sebagai kesenangan estetis adalah suatu kenikmatan dari kegiatan kita
sendiri didalam suatu benda. Pernyataan ini yang kelihatannya
merupakan suatu pertentangan dalam kata-kata, sebagaimana
diterangkan berarti bahwa kita menikmati diri kita sendiri bilamana
diobjektifkan atau menikmati suatu benda sejauh kita hidup di dalamnya
(The Liang Gie, 1976;54).
107
3. Sikap melibatkan diri: apabila seseorang mempersamakan nasipnya
dengan nasip seseorang yang ada dalam buku novel yang baru saja ia
baca atau fim yang baru saja ia tonton.
FILSAFAT SENI
108
2. Seni sebagai kegiatan manusia atau (human activities) dilawankan
dengan kerajinan (craft). Ciri-ciri yang membedakan art dan craft ialah
bahwa sni bersifat perlambang dan menciptakan realita baru, sedangkan
kerajinan merupakan pekerjaan rutin yang disesuaikan dengan kegunaan
praktis.
4. Seni sebagai seni indah ( fine art) dilawankan dengan seni berguna
(useful art). Seni indah dinyatakan sebagai seni yang terutama bertalian
dengan pembikinan benda-benda dengan kepentingan estetis, sehingga
berbeda dari seni berguna atau terapan yang maksudnya untuk
kefaedahan.
109
2. Teori Kegunaan (Theory of Utility)
Teori Magis dan Religi tentang lahirnya seni antara lain mengungkapkan
bahwa kehadiran seni adalah untuk mendapatkan tenaga-tenaga gaib
untuk keperluan berburu dan sebagainya. Pendapat ini disampaikan oleh
Salmon Reinoch.
Seni sebagai hasil kreasi akal budi dan rasa manusia menciptakan
sesuatu yang baru mempunyai bentuk dan corak yang beraneka ragam.
Aliran-aliran dalam seni ini biasanya untuk seni lukis, diantaranya :
1. Aliran Naturalisme
110
yang dilukiskan sebuah pohon kelapa, maka lukisan tersebut berusaha
menggambarkan secara persis pohon kelapa yang ada di alam dengan
susunan, perbandingan, perspektif, tekstur, pewarnaan dan lain-lainnya
disamakan setepat mungkin sesuai dengan pandangan mata ketika
melihat pohon kelapa tersebut apa adanya (Nooryan Bahari, 2008:119).
2. Aliran Ekspressionisme
3. Aliran Impressionisme
111
mempengaruhi banyangan dan pewarnaan. Secara otomatis, mereka
memperhatikan keberadaan dan gerakan cahaya. Lambat laun mereka
monomersatukan cahaya, dan menomerduakan unsur-unsur yang lain
( Nooryan Bahari, 2008:120-121).
4. Aliran Romantisme
5. Aliran Realisme
112
kesusahan. Pelopor realisme adalah Gustave Courbet, seorang yang
sederhana penduduk Ornans di Perancis timur. Courbet(1819-1877)
menentang aliran klassisisme yang dianggapnya penuh dengan
kepalsuan dan mengecam kelompok romantisme karena
mencampurbaurkan doktrin politik dengan doktrin seni sehingga
mengabaikan segi seni demi tercapainya tujuan politik bagi seniman.
6. Aliran Kubisme
7. Aliran Dadaisme
Aliran ini lahir di Jerman pada tahun 1916, dengan maksud sebagai reaksi
atas kekejaman perang dunia pertama yang berakibat keputusasaan pada
seniman-seniman Jerman, khususnya dan kemudian menjalar ke
Perancis, bahkan sampai ke Amerika. Aliran ini mengetengahkan lukisan
yang bersifat kekanak-kanakan. Kadang-kadang lucu dan menggelikan,
bombastis, naif, tetapi mengandung keindahan kanak-kanak yang murni.
Pelopor aliran ini adalah Picasso.
113
8. Aliran Surealisme
Aliran ini muncul pada tahun 1924. aliran ini mengawinkan dunia yang
tidak nyata dengan dunia nyata. Teori dan tekhnik dari psychoanalitis
Freud telah menjadi dasar tekhnik dasar pengungkapan aliran ini, yaitu :
D. Nilai Seni
Karya Seni yang mengandung makna inilah yang disebut seni bernilai.
Nilai-nilai tersebut :
114
1. Nilai Kehidupan
2. Nilai Pengetahuan
3. Nilai Keindahan
5. Nilai Kepribadian
115
Perlunya watak atau karakteristik tertentu yang dapat membedakan yang
satu dengan yang lain. Artinya sebuah karya seni seharusnya memiliki
gaya (style) tersendiri yang didukung oleh unsur-unsur atau ciri-ciri
tertentu yang tersusun secara keseluruhan dan bersifat tetap, misalnya
dalam hal seni bangunan (arsitektur). Gaya arsitektur rumah adat
Minangkabau akan berbeda dengan gaya arsitektur rumah adat Toraja.
Seni merupakan hasil kreasi akal budi dan rasa manusia yang hidup
sepanjang masa dan dikagumi oleh manusia yang tidak terbatas pada
ruang dan waktu. Sifat dasar seni itu adalah
116
Seni senantiasa dilakukan oleh seseorang individu tertentu dan hasilnya
juga merupakan suatu individualitas tertentu yang khas.
Sekali suatu karya seni telah selesai diciptakan sebagai suatu relitas baru,
karya itu akan tetap langgeng sepanjang zaman walaupun seniman
penciptanya sudah tidak ada lagi.
F. Kritik Seni
Kritik seni adalah suatu kegiatan yang ditujukan kepada satu karya
seni tertentu (atau paling banyak kepada sekumpulan karya seni yang
117
tergolong dalam style yang sama, misalnya sejumlah patung yang dibuat
oleh seorang seniman saat itu). Jadi hasil kritik itu tidak bisa berlaku
umum untuk karya-karya seni lainnya dari orang yang sama, apalagi dari
seniman lainnya. Kini para ahli estetik umumnya sepaham bahwa peranan
kritik seni bukanlah untuk memberi nilai A, B, C dan D atau angka 1
sampai 10 terhadap sesuatu karya seni seperti halnya memeriksa kertas
ujian, melainkan memperbesar pemahaman, meningkatkan apresiasi atau
membuka mata dari publik terhadap sesuatu yang bermutu yang mungkin
terluput dari pengamatan mereka. Dalam hubungan ini maka kritik seni
dapatlah dipandang sebagai penerapan dari estetik terhadap karya seni
satu per satu. Untuk menjadi ahli kritik seni yang baik sehingga dapat
memberikan tafsiran yang tepat dan penilaian yang beralasan kuat,
seseorang harus memilliki pengetahuan filsafat seni dan mungkin juga
cabang-cabang estetik lainnya (The Liang Gie:1976,32).
Hal ini nampak dalam perilaku mereka yang menghiasi wajah ataupun
tubuhnya dengan goresan-goresan berwarna hitam dan putih (tolak bala)
bila mereka akan melakukan pekerjaan yang dipandang mempunyai
makna, maksud dan tujuan yang dianggap mulia. Mereka juga menghias
118
senjatanya bila akan berburu dengan maksud dan tujuan memberikan
kekuatan magis pada senjatanya itu agar hasil buruannya dapat
bermanfaat bagi keluarganya. Dalam upacara keagamaan mereka
membuat sesaji, berdoa, berpakaian dan menghias diri, bernyanyi, menari
dan memukul gendang.Hal ini menunjukkan bahwa estetika lahir karena
pemenuhan kebutuhan kerohanian. Estetika tradisonal ini dalam
perkembangannya tidak sama antar suku dan daerah, ada yang punah,
ada yang mengalami pembauran dan ada yang mengalami perubahan.
A. Ragam Hias
Dalam ragam hias itu biasanya menggunakan motif ; fauna, flora, alam
semesta, dan manusia atau gabungan dari unsur-unsur itu.
119
Di dalam unsur-unsur itu terkandung makna/ajaran bagaimana manusia
itu seharusnya berbuat dan bertingkah laku yang baik agar selamat di
dunia dan di akhirat.
120
B. Batik
Batik sebagai karya seni termasuk seni indah dan seni berguna yang
didalamnya sarat kandungan makna filosofi. Hal ini terdapat pada Seni
batik klasik dan tradisional. Dikatakan dengan istilah “klasik” karena batik
merupakan suatu karya yang bernilai seni tinggi, berkadar keindahan dan
langgeng, artinya tidak akan luntur sepanjang masa. Sedangkan
pengertian “tradisional” bahwa batik dikerjakan dengan cara-cara dan
kebiasaan yang berlangsung secara turun temurun.
Batik sebagai salah satu karya seni budaya bangsa Indonesia telah
mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu.
Perkembangan yang terjadi membuktikan bahwa batik sangat dinamis
dapat menyesuaikan dirinya baik dalam dimensi ruang, waktu, dan
bentuk. Dimensi ruang adalah dimensi yang berkaitan dengan wilayah
persebaran batik di Nusantara yang akhirnya menghasulkan sebuah gaya
kedaerahan misalnya batik Jambi, batik Bengkulu, batik Yogyakarta, batik
Pekalongan. Dimensi waktu adalah dimensi yang berkaitan dengan
perkembangan dari masa lalu sampai sekarang. Sedangkan dimensi
bentuk terinspirasi dan diilhami oleh motif-motif tradisional, terciptalah
motif-motif yang indah tanpa kehilangan makna filosofinya, misalnya
Sekar Jagat, Udan Liris dan Tambal.
121
Pada waktu batik tradisional diciptakan tidak lepas dari pengaruh adat
istiadat, kebudayaan daerah maupun pendatang, kepercayaan serta
budaya dalam agama. Pengaruh budaya Hindu terlihat pada motif meru,
sawat, gurda, dan semen yang merupakan simbol-simbol dalam
kepercayaan Hindu. Pengaruh budaya Islam terlihat adanya perubahan,
dimana tidak ada bentuk binatang dan lambang dewa-dewa. Meskipun
unsur simbolisme jaman Hindu tetap ada, tetapi sudah distilir, sehingga
menjadi unsur dekoratif. Pengaruh Tionghoa, batik dengan motif Lok Chan
dan Encim. Pengaruh dari India dengan motif Cinde, Belanda dengan
motif Buketan dan Jepang dengan motif Hokokai. Sedangkan Pengaruh
adat terlihat pada batik tulis Irian Jaya dengan ragam hias suku Asmat.
Pengaruh adat juga terlihat pada batik tulis Kalimantan Timur dengan
ragam hias lambang perdamaian suku Dayak Bahau dan ragam hias
Tongkonan Toraja, Sulawesi Selatan.
Berbicara masalah batik klasik dan tradisional tidak lepas dari makna
simbolik. Menurut Ernst Cassirer, manusia adalah animal
symbolicum, (Cassirer, 1987 : 40) makhluk yang dapat mengerti dan
menggunakan simbol-simbol (tanda-tanda). Manusia juga dapat
menciptakan dan memahami makna dari simbol-simbol itu, sehingga
dapat dipakai sebagai norma, penuntun (petunjuk) ke arah tingkah laku
dan perbuatan yang baik.
Batik sebagai karya seni, mengandung makna filosofi yang menarik untuk
diteliti baik dari segi proses,motif,warna,ornament,fungsi dan nilai dari
sehelai batik yang sarat akan kandungan makna simbolik.
a. Proses
122
b. Motif
Senthe
Sido Luhur.
1). Kawung
Bila ditinjau menurut gambaran buah aren atau kolang kaling, maka motif
Kawung mempunyai makna simbolis sebagai berikut : pohon aren sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia dari batang, daun, ijuk, nira, buah,
secara keseluruhan dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Hal ini
mengingatkan agar manusia dalam hidupnya dapat berdaya guna bagi
bangsa dan negaranya seperti pohon aren.
123
Motif Kawung mempunyai makna simbolis yang dalam, agar pemakai
motif tersebut menjadi manusia unggul dan kehidupannya bermanfaat dan
bermakna.
3). Truntum
Motif Truntum merupakan simbolisasi istri yang bijaksana. Motif ini juga
dipakai oleh kedua orang tua dari kedua mempelai pada waktu upacara
adat pernikahan anaknya. Hal ini bermakna sebagai orang tua
berkewajiban untuk menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru
berumah trangga yang banyak liku-likunya. Dalam pengertian yang lain,
motif batik tradisional dengan ragam hias Truntum merupakan lambang
cinta yang bersemi kembali. (Nian S. Djumena, 1986 : 57).
4). Semen
124
Kehidupan berasal empat unsur yaitu: bumi, air, api, dan angin yang
memberikan watak dasar pada hidup itu sendiri. Bila jalan hidupnya sesat,
pada hidup yang akan datang berada di dunia bawah atau lembah
kesengsaraan. Sebaliknya jika jalan hidupnya penuh dengan kebaikan
akan masuk ke dunia atas (kemuliaan). Kesimpulan ornamen penyusun
motif Semen adalah bahwa hidup tidak mudah, sengsara atau mulia
tergantung dari perbuatan dan pengendalian hidup manusia itu sendiri.
Batik dengan ragam hias tumbuhan seperti motif Semen Remeng, cirinya:
latar belakang berwarna hitam. Batik Semen dengan latar belakang putih
disebut batik Semen latar putih. Remeng berarti samar-samar dengan
kata lain keadaan diantara terang dan gelap. Maksud dari Semen Remeng
adalah pemakai diharapkan mampu melihat atau membedakan yang
terang dan yang gelap atau yang baik dan yang buruk (Depdikbud, 1995:
167).
Diantara motif-motif batik tradisional yang ada dan dipakai oleh golongan
masyarakat luas adalah motif batik Semen Rama dan Ratu Ratih. Motif
ini merupakan simbolisasi istri yang baik, yang melambangkan kesetiaan
seorang istri kepada suami (Nian S.Djumeno,1986:12). Apapun
kedudukan seorang istri, di dalam kehidupan rumah tangga yang menjadi
kepala rumah tangga adalah suami. Istri harus taat dan setia kepada
norma yang ada dalam kehidupan rumah tangga, tidak dibenarkan terlalu
menuntut.
5). Tambal
Motif batik Tambal sebagai simbolisasi wanita karier. Motif ini dipakai oleh
Ni Sedah Mirah sebagai busana kerja (jarik).Dia bekerka sebagai pegawai
pamong praja yang rajin,tertib,cekatan,disiplin,cerdas dan selalu dapat
menyelesaikan tuganya dengan baik. Motif batik ini juga mempunyai
makna menambah atau memperbaiki sesuatu yang kurang. Kekurangan
125
itu harus ditutup (ditambal). Ragam hias ini juga mempunyai nilai mitos,
yaitu dianggap dapat menolak bahaya dan digunakan sebagai selimut
orang yang sakit (Nian S.Djumeno,1986:26). Dengan menggunakan motif
ini, memberikan sugesti kepada orang yang sakit supaya cepat sembuh.
6). Tritik
Motif ini dipakai oleh anak gadis kalangan Ningrat yang sudah tetesan dan
terapan tetapi belum dewasa (Nian S.Djumeno,1986:75). Dengan
memakai motif ini maka harus berhati-hati dalam mengarungi kehidupan
remaja dan bisa membawa diri dalam hidup pergaulan yang penuh
dengan liku-likunya, jangan sampai terpelosok ke dalam pergaulan yang
sesat.
Motif ini dulu hanya boleh dimiliki dan dipakai oleh kalangan Ningrat dan
merupakan lambang kehidupan seseorang. Kain ini dianggap sakral dan
merupakan pusaka turun temurun (Nian S.Djumeno,1990:104). Motif ini
sekarang sudah tidak menjadi milik Ningrat lagi, tetapi sudah menjadi milik
masyarakat. Motif ini biasanya dipakai sebagai busana pengantin dengan
dandanan paes agen
8). Udan Liris
Motif ini artinya hujan gerimis atau hujan rintik-rintik. Motif ini tersusun atas
:
126
5. Tritis, melambangkan adanya ketabahan hati
Dalam hal ini motif batik Udan Liris diartikan sebagai pengharapan agar si
pemakai dapat selamat sejahtera, tabah, berprakarsa dalam menunaikan
kewajiban demi kepentingan nusa dan bangsa (Mari S.
Condronegoro,1995:21).
9). Mega Mendhung
10). Kapal Kandas
c. Warna Batik
127
Warna batik mempunyai arti simbolis, bahkan dianggap mempunyai
kekuatan magis dan sakral. Warna itu adalah :
2. Warna putih
128
8. Warna hijau merupakan lambang ketentraman dan ramah tamah,
kesuburan, harapan.
1. Ornamen Garuda
129
Burung garuda adalah sejenis burung rajawali raksasa yang gagah
perkasa, di dalam mitos merupakan makhluk khayal yang ajaib. Di dalam
ornamen motif kadang-kadang digambarkan bentuk badannya seperti
manusia, kepalanya seperti burung raksasa, dan mempunyai sayap.
130
lagi sebagai bentuk garuda, tetapi lebih menyerupai bentuk-bentuk
burung, binatang, atau tumbuhan yang lebih abstrak.
2. Ornamen Meru
131
Ornamen Lidah Api dalam motif batik biasanya digambarkan sebagai
deretan nyala api. Ornamen ini kadang-kadang untuk hiasan pinggir atau
batas antara bidang yang bermotif dengan bidang yang tidak bermotif.
Ornamen Lidah Api juga disebut
ornamen cemukiran atau modang. Bentuk lain bisa juga berupa deretan
ujung lidah api dan diantaranya membentuk
seperti blumbangan memanjang. Bentuk ornamen lidah api ditinjau dari
makna simboliknya berarti kesaktian atau ambisi.
Naga atau ular besar di dalam mitos, mempunyai kekuatan yang luar
biasa dan sakti. Ornamen ini biasanya digambarkan dengan bentuk
kepala raksasa yang aneh memakai mahkota, badannya berupa ular yang
berkaki dan kadang-kadang bersayap. Bentuk lain berupa gambaran dua
buah ornamen naga yang disusun berhadapan atau bertolak arah secara
simetris. Ornamen naga juga merupakan bentuk-bentuk khayalan dan
banyak dijumpai pada motif batik Semen.
5. Ornamen Burung
132
ragam hias pada batik ditampilkan dengan ekor yang mekar dengan bulu
merapat satu sama lain (Hamzuri, 2000 : 156). Dapat juga berbentuk
seperti burung phoenix dengan bulu ekor dan sayap panjang dan
bergelombang, kadang-kadang terdapat bulu di kepala
berbentuk jambul. Burung phonix hanya dikenal di Cina. Burung ini
dipandang sebagai burung surga, juga sebagai lambang dunia atas atau
langit. Bentuk lain berupa burung khayal dan aneh, misalnya : burung
dengan kepala naga, burung berkepala dua dan mempunyai jengger atau
bentuk burung yang badannya melingkar. Ornamen burung banyak
terdapat pada motif batik Semen tradisional.
e. Fungsi Batik
1. Busana
2. Upacara adat/tradisi
133
harapan bagaimana hidup bahagia, sejahtera dan selamat di dunia dan
akhirat.
3. Interior
Interior yang menggunakan motif batik mempunyai pesona dan daya tarik
yang banyak diminati, baik di rumah pribadi, kantor maupun hotel-hotel
berbintang.
4. Cenderamata
C. Candi
134
merupakan gambaran dari kehidupan alam roh hanya terdapat sedikit
hiasan, sedangkan pada atap candi yang merupakan simbol dari alam
dewata hanya terdapat satu macam hiasan, yaitu hiasan mahkota atau
gentha.
Keindahan Simbolik :
warna.
135
5. Bhawa, artinya keindahan daya pesona yang muncul
(Djelantik,1999: 195).
D. Seni Musik
Seni musik pada jaman dahulu lahir dengan hasrat orang pada waktu itu
ingin memiliki bahasa khas, yang berlainan dengan bahasa tutur, untuk
komunikasi dengan dunia supranatural, atau alam para arwah leluhur.
Kata-kata ini tepat karena sebagai seni yang berlainan dari bahasa, musik
ternyata mampu mengungkapkan pengalaman batin yang tak mungkin
dideskripsikan. Musik mampu menuntun orang ke arah kebersamaan,
atau komunikasi berbagai perasaan dan pengalaman hidup, sehingga
dapat disebut sebagai suatu bentuk tingkah laku sosial dan
mempersatukan kelompok lewat suatu cara simbolik dan dapat diingat-
ingat, sehingga dapat diulang-ulang dan dirasakan bersama (Suhardjo
Parto, 1983:11).
3. Lagu-lagu luhur, yaitu lagu-lagu cinta alam, Tuhan dan hidup yang
baik.
136
E. Wayang
a. wayang kulit/purwo
b. wayang golek
c.wayang klitik
d. wayang orang
e. wayang topeng
f. wayang beber
g. wayang ukur
Wayang kulit dalam arti lahir sebagai tontonan, dapat menjadi wayang
purwo dalam arti bathin, yang berisi tuntunan. Hal ini dibedakan karena
fungsi kelir sebagai latar depan atau sebagai latar belakang.
Wayang kulit dalam artian lahir yaitu kulit yang diprada dengan warna-
warni. Kelir merupakan tempat Dalang dan menjadi latar belakang boneka
kulit yang warna-warni itu dan menjadi tontonan di siang hari serta
penonton bebas berkomentar.
137
Salah satu senjata yang ampuh dalam dunia pewayangan adalah :Layang
Kalimasada merupakan Serat (tulisan) yang sakti dan disakralkan. Dalam
lakon Baratayudha, Pandhawa yang memiliki layang Kalimasada
(mungkin Kalimah Syahadat (dan disimpan di Udheng Prabu Darmo
Kusumo.
F. Seni Tari
Menurut John Martin, seorang ahli tari dari Amerika memberikan tekanan
bahwa gerak betul-betul merupakan substansi baku dari tari (Soedarsono,
1972:2). Gerak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dan
pengalaman emosional dari kehidupan manusia. Seni tari pada dasarnya
merupakan ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan dalam gerak-gerak
yang ritmis.
Kamaladevi, seorang ahli tari dari India berpendapat bahwa seni tari
berlandaskan pada insting manusia, dan materi dasar dari tari adalah
gerak dan ritme. Tari dapat dikatakan sebagai insting, suatu desakan
emosi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk berekspresi yaitu
gerakan-gerakan luar yang ritmis dan lama-kelamaan nampak mengarah
kepada bentuk-bentuk tertentu (Iyus Rusliana, 1986:10). Sedangkam
menurut Soedarsono, ahli tari Indonesia, mendefinisikan tari adalah
ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah (Soedarsono,
1972:4). Dalam definisi ini, Soedarsono memakai gerak dan ritme sebagai
substansi dasar, tetapi gerak-gerak itu bukanlah tari apabila gerak-gerak
itu adalah gerak-gerak sehari-hari atau natural. Gerak-gerak ritmis itu
distilir supaya indah.Istilah indah bukan hanya berarti bagus, tetapi dapat
memberi kepuasan kepada orang lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
gerak-gerak ritmis yang indah itu merupakan pancaran jiwa manusia.
138
Di dalam tari Jawa, tari mempunyai tiga unsur pokok yang saling berkaitan
dan tidak dapat dipisahkan, yaitu :
2. Wirama, yakni wiraga tari tersebut diiringi suara gamelan atau musik
dan tersusun menurut ragam irama lagu gendhing.
3. Tari kreasi baru, yaitu seni tari yang mempunyai sifat bebas dalam
berkreasi dan memadukan gerak-gerak tari tradisional dan tari klasik
dengan irama musik yang bebas pula.
G. Upacara Adat
139
Di Indonesia adat di tiap-tiap daerah tidak sama. Hal ini disebabkan
kebudayaan dan sifat-sifat dari tiap-tiap kelompok masyarakat tersebut
berbeda-beda. Adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang
nyata, cara hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan
masyarakat tempat adat itu berlaku. Dalam hal ini tidak mungkin dibuat
suatu adat yang baru, bila adat tersebut bertentangan dengan
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
140
ritual itu tujuannya semuanya sama ,yaitu agar nanti menjadi keluarga
bahagia ,lahir dan bathin.
141
2. Fungsi Kesenangan
3. Funsi Pendidikan
142
sering mendapatkan pendidikan secara tidak langsung karena di
dalam setiap karya seni pasti ada pesan/makna yang sampaikan.
Disadari atau tidak rangsangan-rangsangan yang ditimbulkan oleh
seni merupakan alat pendidikan bagi seseorang. Seni bermanfaat
untuk membimbing dan mendidik mental dan tingkah laku
seseorang supaya berubah kepada kondisi yang lebih baik-maju
dari sebelumnya. Disinilah seni harus disadari menumbukan
pengalaman estetika dan etika.
4. Fungsi Komunikatif
143
Bentuk estetika ini bahkan masih mempengaruhi selera kita hingga
saat ini, terutama di peradaban barat. Di Yunani kuno, estetika
sangat terkait dengan anatomi yang proporsional. Plato, salah satu
filsuf terkenal dari Yunani, percaya bahwa sebuah yang indah
sangat terkait dengan proporsi, harmoni, dan kesatuan pada objek
yang diamati.
2. Estetika India
4. Estetika Afrika
144
5. Estetika Arab
145
estetika di era modern. Menurut Sircello, estetika merupakan konsep yang
berfokus pada keindahan, cinta, dan keagungan. Bahkan menurut
Sircello, estetika sebenarnya sangat terkait dengan cinta sebagai dasar
dari parameter estetika.
146
Akankah perdebatan estetika malah dijawab oleh teknologi yang mampu
mempelajari manusia? Atau jaman akan terus berubah dan selalu muncul
definisi keindahan baru yang tercipta melalui interaksi manusia dengan
lingkungannya? Siapa yang tahu.
A. Estetika India
1. Natyasastra :
147
spiritual ,yang ditarik oleh penonton dari pertunjukan itu, dari tingkah laku
si aktor, dan selanjutnya.pengertian tentang imitasi keadaan spirituil yang
dinamakan sebagai "rasa"oleh penonton, bagi Sankuka adalah lain dari
semua bentuk kesadaran. Seekor kuda yang diimitasi oleh seorangpelukis
kataya, bagi yang melihatnya tampak bukan asli dan bukan palsu, sekedar
sebagai image, dan setiap penilaian baik tentang realitasnya atau tentang
tidak realitasnya, sama sekali tidak dapat diterima.
148
Pengalaman Estetis
1). Mencipta kemiripan/ekspresi
B. Estetika Tiongkok
149
mengajarkan hubungan antara manusia dengan masyarakat. Berdasarkan
kepercayaan ini konsep estetika Tiongkok bersifat naturalisme. Segala
sesuatu harus bercermin pada alam, termasuk hukum-hukumnya.
Seniman
Menurut Hsieh Ho, yang hidup di akhir abad ke-V Masehi, ada 6 prinsip
dasar bagi seniman.
150
Para seniman tradisional di Cina (Tiongkok) kebanyakan pelukis dan
sastrawan. Ia mempunyai kedudukan dan kewibawaan yang besar di
masyarakat dan berdaulat penuh terhadap hasil karya seninya. Ia juga
mengembangkan seni kaligrafi kearah seni lukis dengan rasa cinta
terhadap alam. Unsur-unsur utama estetika cina dalam seni rupa adalah:
Keramik di jaman dinasti Han terbuat dari jenis tanah kaolin, yang
berbentuk:
1. Bejana : sebagai tempat untuk abu jenazah,air suci dan ada yang
khusus untuk hiasan
Etika dan estetika selalu berkaitan dan merupakan subyek dari peraturan-
peraturan konstan dalam kehidupan yang bersifat alami. Dalam tahun
1924, Kaisar Ts'ai Yuan Pei (1867-1940) didalam bukunya berjudul
151
"Elemen Filsafat" (Chih Hsuah Kangyao) , menyodorkan sebuah teori
tentang seni sebagai suatu substitusi agama. Pertanyaannya, apakah tak
mungkin bagi seseorang yang telah menyingkirkan diri dari agama, pada
akhirnya dia akan menemukan suatu kenikmatan hidup dari kesenangan
kepada keindahan? Pertanyaan ini dijawab oleh Hsú Ching-yu, dalam
bukunya yang berjudul "Filsafat tentang yang indah" ( Mei-ti chih- hsueh).
Menurut Fung Tung Sien, memandang seni sebagai jiwa manusia hidup
dan sebagai manivestasi kemajuan manusia menuju dunia yang lebih
sempurna, lebih baik dan lebih indah.
Jadi pemikiran-pemikiran estetika cina dari dulu sampai saat ini tetap
tunduk dan taan kepada ide-ide kuno yang meminta kepada seni untuk
merefleksikan transendentasi jiwa dan mengungkapkan tuntutan-tuntutan
yang lebih tinggi dari jiwa (Abdul Kadir, 1974: 43-44)
C. Estetika Jepang
152
Kebudayaan menikmati alam dikenal dengan nama "furyu" . Mereka yang
tidak mempunyai naluri furyu digolongkan sebagai orang yang sangat
tidak berbudaya. Naluri ini tidak hanya bersifat estetis, tetapi juga
mengandung makna religius.
Hasil karya seni di Jepang bersifat naturalis (mencotoh alam), karena itu
bangsa Jepang ingin selalu dekat, hidup selaras dan serasi dengan alam.
1. Kehampaan (kekosongan)
konsep estetika di Jepang dapat dilihat dari sudut perbandingan Barat dan
Timur mengenai kehampaan. Salah satu dasar pemikiran Barat ialah
bahwa yang kosong (hampa) dianggap tidak menarik. Hanya yang
"berisi' atau "penuh' yang menarik. Kehampaan (kekosongan) dianggap
bisa menampilkan sesuatu. Kekosongan itu dapat diisi informasi yang lain,
153
dan mungkin lebih dari itu, tidak hanya sekedar informasi. Kekosongan
(kehampaan) bersifat positif dan dinamis.
2. Asimitris
Masuknya aliran Zen dari Budhisme ke Jepang pada akhir abad ke-11
terjadi perubahan-perubahan sesuai dengan kepribadian masyarakat
setempat. Zennisme yang lebih cocok dengan kepribadian rakyat Jepang
membangkitkan kecenderungan masyarakat kembali ke agama aslinya,
154
yakni Shinto. Pada tahun 1868, Shinto dijadikan agama resmi Jepang.
Tanpa meninggalkan Budhisme, kebudayaan Jepang menjadi perkawinan
antara agama Buda dan Shinto disebut "Ryobo-Shinto" yang mengandung
pengaruh besar dari aliran Zen. Berdasarkan Sintese ini berkembanglah
esteika Jepang yang sampai dengan masa industrialisasi modern masih
sangat menonjolkan ciri khasnya, yaitu:
D. Estetika Mesir
155
alam kepecayaan bangsa Mesir, memberi bentuk dan corak yang tertentu
dalam pertumbuhan kebudayaan mereka. Sekalipun pada masa
keruntuhan kerajaan Mesir, bangsa Persi telah datang menaklukkan
lembah Nil dan kemudian berpindah tangan pada bangsa Romawi, namun
kepercayaan kepada dewa-dewa itu masih tetap merupkan satu-
satunanya agama resmi dari bangsa mesir. Dalam abad ke 2 dan 3
masehi, agama nasrani telah meluan dalam lingkungan keluarga kerajaan.
Sudah banyak orang yang memeluk agam aitu namun bangsa mesir
masih tetap dengan kepercayaab mereka, walaupn mereka di bawah
jajahan bangsa romawi. Bangsa Mesir kono semenjak jaman pra sejarah
sudah mengenal dan memuja dewa alam. Diantara dewa-dewa yang
terbesar dan pernah mempunyai kedudukan yang tertinggi dalam
kepercayaan rakyat adalah Dewa Ra atau Re dan Dewa Osiris.
156
c) Piramida : merupakan lambang kebesaran seni Mesir purbakala
yang sampai sekarang masih tetap dikagumi, karena bentuknya yang
sangat besar .Bentuk bangun segi banyak piramid dipandang sebagai
bentuk bangun segi banyak yang unik dan dianggap sakral.
Sphinx ; manusia singa.
Tari perut merupakan seni tari yang sangat terkenal dan berasal dari
Mesir. Dalam bidang seni lukis, pewarnaan dengan menggunakan lilin
(pernis bening) sudah digunakan pada jaman Mesir kuno, yang
mempunyai kualitas tahan lama.
E. Estetika Islam
157
Ada persepsi bahwa menikmati keindahan itu akan merusak keimanan
atau menyebabkan terperosok terhadap kesombongan yang dibenci Allah
dan seluruh manusia. Hal ini tidak benar karena di dalam sebuah hadist,
Ibnnu Mas'ud meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :
"innallaaha jamiilun yyuhibbul jamaal, yang artinya sesungguhnya Allah
Maha Indah dan Dia menyukai keindahan". Keindahan yang sempurna
hanya ada pada Allah.
158
berasal dari Tuhan, maka berikutnya adalah : cinta pada manifestasi
tentang keindahan hakiki yang disuguhkan oleh seniman (artis) yang
sempurna, akan membawa manusia kepada Tuhan (Abdul Kadir,
1974:56).
Islam dan seni tidak ada hubungan. Islam sebagai agama adalah tata
hubungan manusia dengan Tuhan dalam beribadat yang diperlukan
kekhusyukkan dan takwa. Seni merupakan bidang kebudayaan. Agama
dan kebudayaan, membentuk din Islam. Jadi, meskipun seni tidak masuk
agama islam, namun ia tetap bagian dalam diin Islam, karena ia
merupakan bidang kebudayaan Islam.
Bagi Islam, seni dan moral berjalan sejajar. Seni itu halal sejauh
mengandung nilai moral religius dan haram bila mendatangkan nilai
mudhorot. Seni yang baik, seperti halnya rejeki maka manusia wajib
menikmatinya. Lewat seni yang diajarkan oleh Islam, manusia dapat
mengambil hikmahnya karena di dalam seni Islam terkandung ajaran
bagaimana manusia itu harus bertingkah laku yang baik dan mensyukuri
karunia Allah untuk lebih dekat dengan-Nya.
Islam tidak menganut paham "seni untuk seni", tetapi seni untuk mengabdi
kepada agama. Hal ini nampak dalam hasil karya seni yang bernafaskan
Islam, seperti halnya kaligrafi, seni musik dan arsitektur. Contohnya di
dalam seni arsitektur masjid. Masjid dibangun untuk tempat beribadah.
Masjid tidak hanya indah , misalnya dengan permadani yang tebal,mimbar
yang bagus, cat yang selaras, tulisan ayat-ayat suci al-Qur'an yang indah
pada dinding dan tiang masjid. Memperindah masjid dikehendaki, tetapi
tidak memegahkannya, masjid tidak kenal perabot, dindingnya tidak
digantungi dengan gambar atau lukisan.Seni patung/pahat yang
menggunakan objek makluk bernyawa tidak dibenarkan oleh agama
159
Islam. Bermegah-megah dengan masjid dilarang, karena hal itu melewati
batas.
Seniman
160
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika. Logika
adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis-premis
secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan logis matematis. Etika
merupakan bagian filsafat yang membicarakan problem nilai-nilai dalam
kaitanya dengan baik atau buruknya tindakan manusia secara individu
maupun dalam masyarakat. Sementara estetika sering diidentikkan
dengan filsafat seni yang dalam pengkajiannya diutamakan membahas
dimensi keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni, seni itu sendiri,
maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan
dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal
yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan,
sikap, cara berpikir.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana,
estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa
terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya.
4.2 Saran
filsafat llmu yang terdiri dari kawasan- kawasan kajian seperti
logika, etika dan estetika dan diharapkan tetap digunakan dalam
kehidupan agar tetap menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu.
161
DAFTAR PUSTAKA
Yogyakarta: Kanisius.
4. Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat
pendidikan.http://filsafat.kompasiana.com/2012/03/07/dimensi-
aksiologi-dalam-filsafat-pendidikan/ (diaksese tanggal 7 maret
2012)
6. kaharu, usman dan hamzah b. Uno. 2004 filsafat ilmu (suatu
162
163