OLEH :
F1B1 17 053
JURUSAN FISIKA
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang LOGIKA, ETIKA
DAN ESTETIKA DALAM FILSAFAT ILMU
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya kritik dan saran dari pembaca dan teman-teman semua
demi kesempurnaan tugas ini. Semoga apa yang terdapat dan tertera
dalam makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta
wawasan bagi para pembaca, teman-teman dan khususnya bagi
penulis. Amin..
Daftar isi
KATA PENGANTAR...........................................................................i
Daftar isi................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................7
2.1 FILSAFAT...................................................................................7
2.1.1 Pengertian Filsafat.................................................................7
3.1 Logika........................................................................................30
3.1.9 Logika silogisme..................................................................48
3.2 Etika..........................................................................................49
3.3 Estetika.......................................................................................68
4.1 Kesimpulan.............................................................................158
4.2 Saran.......................................................................................158
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................159
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,
dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta
mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang
filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan
pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia
secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie,
1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great
mother of the sciences).
Posisi estetika tak berbeda dari atau tak perlu dibeda-bedakan dengan
wilayah-wilayah studi filsafat yang lainnya, entah itu epistemology,
etika dan sebagainya. Demikian juga dengan cabang-cabang keilmuan
yang lain. Ia tidak lebih utama, tidak lebih superior dari yang lain,
biasa-biasa saja. Masalahnya adalah tidak ada satu ilmu pun, termasuk
estetika pada khususnya dan filsafat pada umumnya, yang mampu
menjadi ilmu dengan posisi “tersendiri”, seberapa tinggi atau rendah
pun status yang diberikan oleh komunitas akademik terhadap
keberadaan ilmu tersebut. Tidak ada satu ilmu yang “tersendiri”, yang
posisinya terisolasi dari ilmu-ilmu yang lainnya. Apalagi untuk masa
tiga dasawarsa terakhir ini sekat-sekat ketat yang memberi batas yang
tegas antara satu ilmu dengan ilmu yang lain sudah runtuh, atau sudah
waktunya untuk diruntuhkan. Inilah yang disebut oleh Clifford Geertz
sebagai gejala Blurred Genre, yakni ketika kita dengan background
keilmuan apapun mengadopsi sebuah lingua franca yang sama. Karya-
karya Sigmund Freud atau Jacques Lacan, untuk sekedar contoh, tidak
lagi dibaca oleh psikoanalisis semata, tetapi oleh kita semua. Juga
Roland Barthes, karyanya tidak cuma dibaca oleh kalangan kritikus
sastra, tapi oleh lebih banyak lagi orang. Merembes keluar dari sekat-
sekat disipliner yang kaku. Ahli ilmu politik, filsuf, linguis, kritikus
seni, arsitek, psikolog, atau sosiolog tidak lagi peduli pada sekat-sekat
tersebut, lalu sama-sama membaca Jacques Derrida atau Pierre
Bourdieu. Ini yang disebut tadi sebagai lingua franca. Begitu pula
halnya dengan estetika, ia telah kehilangan sekat-sekatnya, batas-batas
yang dahulu telah membuatnya menjadi sebuah ruang yang esoterik.
Ia menyebar, membaur dengan disiplin-disiplin yang lain. Kalau ia
sudah menyebar seperti itu, berarti ia bisa ada dimana saja dan kapan
saja, seperti coca cola. Itu juga sekaligus berarti bahwa estetika tidak
lagi punya posisi yang penting, apalagi yanng “tersendiri”. Tetntu saja
estetika pernah dan, pada ruang lingkup tertentu, masih memiliki
prestise tertentu. Itu kalau kita pahami estetika bukan melulu sebagai
bidang filsafat, melainkan lebih sebagai seperangkat prinsip normatif
yang meminjam istilah Pierre Bourdieu, mendisposisikan praktik-
praktik berkesenian. Jadi, secara lebih restricted, pengertian estetika
yang terakhir ini adalah estetika sebagai sesuatu yang dijadikan
landasan normatif untuk menilai karya seni. Karena dalam pergaulan
keseni(man)an, yang dimaksud dengan estetika cenderung seperti itu.
Bukan filsafat estetika, melainkan hanya sebagai alat untuk
mengevaluasi, membuat hierarki, dan semacamnya. Misalnya dengan
dalih estetika, seorang seniman bisa berbuat apa saja dan produknya
tetap disebut sebagai karya seni. Seorang perupa meletakkan beberapa
keranjang sampah disebuah galeri, dan itu disebut karya seni instalasi
oleh kritikus. Seorang penyair menuliskan sebaris kalimat, “Bulan di
atas kuburan,” dan itu disebut sebagai puisi, yang bahkan pernah
menimbulkan perdebatan tafsir yang prestisius di tingkat elit kritikus
sastra. Di sini estetika tidak lebih sebagai modal simbolik yang
diinfestasikan sebagai pemarkah kelas sosial seniman atau kritikus
seni. Dalam hubungannya dengan praktik kritik seni, sampai sejauh
ini estetika pun lebih cenderung diperlakukan oleh para kritikus
sebagai prinsip-prinsip normatif yang meregulasi apa dan bagaimana
(berke)seni(an), dengan standarisasi-standarisasi atau semacamnya.
Seorang kritikus membuat penilaian atas sebuah karya seni dengan
legitimaasi paham-paham estetis tertentu, misalnya. Maka tidak heran
kalau keranjang-keranjang sampah yang dicontohkan di atas disebut
sebagai karya seni hanya lantaran ia menjadi bagian dari komunitas
wacana tertentu, sementara perabot dapur ibu-ibu petani jawa tidak
pernah sekalipun dihargai seperti itu, lalu karya seni X dinilai lebih
baik, lebih sublim, lebih menukik, lebih indah, lebih menyentuh, dan
sebagainya, dibandingkan dengan yang lain. Oleh karena itu, andai
kata ada orang berbicara perkara estetika, kita perlu segera
menegaskan posisi pemahamannya : estetika dalam pengertian yang
bagaimana ?
1.2 Rumusan Masalah
2.1 FILSAFAT
2.1.1 Pengertian Filsafat
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang
pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras
(592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih
terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 =
c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan).
Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata
oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat
diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia
merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam
semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat
kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk
mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The
Liang Gie, 1999).
Filsafat Ilmu
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu
alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek
yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang
penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu
alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan
terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan
disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara
benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita.
Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih
teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu
terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak
akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian
elementer lainnya.
Ø definisi sinonim,
Ø definisi simbolik,
Ø definisi etimologik,
Ø definisi semantik,
Ø definisi stipulatif,
Ø dan definisi denotatif.
Ø Definisi Esensial.
Ø Definisi Deskriptif.
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi
ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh
pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu
pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta,
dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan
tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal
yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau
tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada
penghapusan ketakajegan dan kesalahan
Ø Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari
obyek tersebut ? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ?( Landasan
ontologism )
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara
mutlak ( theodicae ) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia
( antropologi metafisik ) dan alam ( kosmologi ).
2. Kebenaran ( truth )
a. Kebenaran koherensi
b. Kebenaran korespondensi
c. Kebenaran performatif
d. Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang
spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e. Kebenaran proposisi
3. Konfirmasi
4. Logika inferensi
Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri
tetapi membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara
kerja ilmu. Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam
filsafat ilmu. Kedudukan filsafat ilmu dalam lingkungan fisafat secara
keseluruhan adalah :
A. Asas-Asas Pemikiran
Asas adalah pangkal atau asal dari mana sesuatu itu muncul dan
dimengerti. Maka “Asas Pemikiran” adalah pengetahuan di mana
pengetahuan lain muncul dan dimengerti. Asas bagi kelurusan berpikir
mutlak, ia adalah dasar daripada pengetahuan dan ilmu. Asas
pemikiran ini dapat dibedakan menjadi :
Ia adalah dasar dari semua pikiran dan bahkan asas pemikiran yang
lain. Prinsip ini mengatakan sesuatu itu adalah dia sendiri bukan
lainnya. Bila diberi perumusan akan berbunyi : “Bila proposisi itu
benar maka benarlah ia”.
C. Pembagian Logika
2. Logika Modern tumbuh dan dimulai dari abad XIII, mulai abad
ini ditemukan sistem baru, metode baru yang berlainan dengan system
logika Aristoteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus
lulus manemukan metode baru logika yang disebut Ars magna.
Petrus Hispanus 1210 - 1278)
Roger Bacon 1214-1292
Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode
logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan
semacam aljabar pengertian.
William Ocham (1295 - 1349)
Aristoteles
Leibniz
Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe
alam semesta.
Poespoprojo
Olson
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada
revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam
dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah
landasan material yang konsisten.
Euklides
Euklides melakukan hal yang sama untuk dasar-dasar geoemetri;
Archimides untuk dasar-dasar mekanika; Ptolomeus dari Alexandria
kemudian menemukan astronomi dan geografi; dan Galen untuk
anatomi.
Hegel
Petrus Hispanus
Francis Bacon
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada
revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam
dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah
landasan material yang konsisten.
Theoprastus
John Venn
1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir
secara tepat dan lurus sebelum mendapat pengaruh-pengaruh dari luar,
yakni keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif. Yang mana logika alamiah manusia ini ada sejak manusia
dilahirkan. Dan dapat disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini
sifatnya masih murni.
2. Logika Ilmiah
Lain halnya dengan logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi
ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam
setiap pemikiran. Dengan adanya pertolongan logika ilmiah inilah
akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah
dan lebih aman.
Logika ilmiah ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan
kesesatan atau setidaknya dapat dikurangi. Sasaran dari logika ilmiah
ini adalah untuk memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal
budi.
3.1.9 Logika silogisme
3.2 Etika
Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata
Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya
cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan
harus dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat
sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat
relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya
berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah.
Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal,
menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang
tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang
dilarang, tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan
memunyai dua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan
sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang
mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu).
2. Etika Normatif
Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan
ukuran atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai
perbuatan. Etika ini dapat menjelaskan tentang nilai-nilai yang
seharusnya dilakukan serta memungkinkan manusia untuk mengukur
tentang apa yang terajdi.
Etika normatif menagandung dua bagian besar, yaitu: pertama
membahas tentang teori nilai (theory of value) dan teori keharusan
(theory of obligation). Kedua, membahas tentang etika teologis dan
etika deontelogis. Teori nilai mempersoalkan tentang sifat kebaikan,
sedangkan teorin keharusan membahas tingkah laaku. Sedangkan
etika teolog berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan
oleh konsekuensinya. Adapun deontologis berpendapat bahwa
moralitas suatu tindakan ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi
dorongan dari tindakan itu, atau ditetukan oleh sifat-sifat hakikinya
atau oleh keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan
prinsip-prinsip tertentu. (Muhammad In’am Esha, 2010)
Ciri khas etika filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan
baik-buruk, benar-salah, tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat
mempunyai suatu kedudukan tersendiri. Ada banyak cabang filsafat,
seperti filsafat alam, filsafat sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum,
dan filsafat agama. Sepintas lalu rupanya etika filsafat juga
menyelidiki suatu bidang tertentu, sama halnya seperti cabang-cabang
filsafat yang disebut tadi. Semua cabang filsafat berbicara tentang
yang ada, sedangkan etika filsafat membahas yang harus dilakukan.
Karena itu etika filsafat tidak jarang juga disebut praktis karena
cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku manusia, dengan
yang harus atau tidak boleh dilakukan manusia.
Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah
dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam
konteks filsafat yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk
dengan kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan
ilmu, tetapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu emperis,
artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya
tidak pernah meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis, karena
seluruhna berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman inderawi)
yaitu apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu
emperis berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil
merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum
itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan
dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi gejala-gejala
konkret. Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang konkret,
kadang-kadang malah tentang hal-hal yang amat konkret, tetapi ia
tidak berhenti di situ.
1.Etika
Etika secar etimologi berasal dari kata Yunani ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Secara terminology etika adalah cabang
filsafat yang membicararkan tingkah laku atau perbuatan manusia
dalam hubungannya dengan baik buruk. Yanng dapat dinilai baik
buruknya adalah sikap manusia yang menyangkut perbuatan, tingkah
laku, gerakan-gerakan, kata-kata dan sebagainya. Adapun motif,
watak , suara hati sulit untuk dinilai. Perbuatan atau tingkah laku yang
dikerjakan dengan kesadaran sajalah yang dapat nilai, sedangkan yang
dikerjakan dengan tidak sadar tidak dapat dinilai baik buruk.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi menjadi etika deskriptif dan
etika normatife. Etika deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan,
menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak
mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika.
Adapun etika normatif sudah memberikan penialaian yang baik dan
yang buruk, yang harus dikrjakan dan yang tidak harus dikerjakan.
Etika Normatif dapat dibagi menjadi dua yaitu etika umum dan etika
khusus. Etika Umum membicrakan prinsip-prinsip umum, seperti
apakah nilai, motivasi suatu perbuatan, suara hati, dan sebagainya.
Etika Khusus adalah pelaksanaan prinsip-prinsip umum, seperti etika
pergaulan, etika dalam pekerjaan, dan sebagainya. (sunoto, 1982,
hllm. 6)
2.Moral
Moral berasal dari kata latin mos jamaknya mores yyang berarti
adat atau cara hidup. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam
penilain sehari-hari ada sedikti perbedaan. Moral dan atau Moralitas
dipakai untuk perbuatan yang sednag dinilai. Adapun etika dipakai
untuk pengkajian system yang ada.
3. Norma
Norma adalah alat tukang kayu atau tukang batu yang berupa
segitiga . Kemudian Norma adalah sebuah Ukuran. Pada
perkembangannya norma diartikan garis pengarah atau suatu
peraturan. Misalnya dalam suatu masyarakat pasti berlaku norma
umum, yaitu norma sopana-santun, norma hokum,dan norma moral.
4. Kesusilaan
Menurut filsuf Herbert Spencer, pengertian kesusilaan dapat
berubah, di antar bangsa berbagai pengertian kesusilaan sama sekali
berbeda-beda. Pada zaman Negara militer, kebajikan keprajuritan
yang dihormati, sedang pada zaman Negara industri hal itu dihanggap
hina. Hal ini disebabkan kemakmuran yang dialami pada jaman
industri bukan didasarkan atas perampasan dan penaklukan,
melainkan atas kekuatan berprodoksi. Libniz seorang filsuf pada
jaman modern berpendapat bahwa kesusilaan adalah hasil suatu
“menjadi” yang terjadi didalam jiwa. Perkembangan dari nafsu
alamiah yang gelap sampai kepadakehendak yang sadar, yang berarti
sampai kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan
aktivitas jiwa sendirian. Segala perbuatan kehendak telah terkandung
sebagai benih didalam nafsu alamiah yang gelap.
1.Naturalisme
Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan
dengan menurut panggilan natur (fitrah) dari kejadian manusia itu
sendiri. Perbuatan yang baik (susila) menurut aliran ini ialah
perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan natur manusia. Baik
mengenai fitrah lahir maupun mengenai fitrah batin. Kalau lebih
memberatkan pada fitrah lahirnya dinamakan aliran etika maerialisme.
Tetapi pada aliran mnaturalisme ini faktor lahir batin itu sema
beratnya sebab kedua-duanya adalah fitrah (natur) manusia.
2.Hendonisme
Hedonisme adalah doktrin etis yang memandang kesengangan
sebagai kebaikan yang paling utama dan kewajiban seseorang ialah
mencari mencari kesenangan sebagai tujuan hidupnya. Menurut
hendonisme yang dipandang sebagai perbuatan baik adalah perbuatan-
perbuatan yang mendatangkan kelezatan atau rasa nikmat. Aliran
hedonisme memiliki dua cabang yaitu hedonisme egoistik dan
hedonisme universilatik.
3.Idealisme
Pokok-pokok pandangan idealisme adalah:
4.Humanisme
Humanisme memandang suatu yang baik ialah yang sesuai dengan
kodrat manusia yaitu kemanusiannya.dalam tindakan kongkret
tentulah manusia kongkret pula yang ikur menjadi ukuran, sehingga
pikiran, rasa, situasi seluruhnya akan ikut menentukan baik buruknya
tindakan kongkret itu. Penentuan dari baik buruk tindakan yang
kongkret adalah kata hati orang yang bertindak.
5.Perfectioisme
Dari tokoh filsuf Yunani (Plato dan Aristoteles) bersepakat dalam satu
aliran, yakni perfectionisme. Teori perfectionisme dari Plato dan
Aristoteles menetapkan dalam kaitan dengan pengembangan
berbeagai kemampuan manusia. Kebahagian hanya bernilai jika
kemampuan-kemampuan kita berfungsi dengan baik. Sumber
kebahagian tertinggi terdapat pada fungsi sebenarnya dari kemampuan
intelektual.
6.Theologis
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’Qub, pengertian Etika theologis ialah
aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya
perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan, segala perbuatan
yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang
dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan buruk, yang sudah dijelaskan
dalam kitab suci.
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis.
Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan
setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua,
etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu
banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Revisionisme
Sintesis
Diaparalelisme
3.3 Estetika
1.Periode Klasik (dogmatik)
2.Periode Skolastik
3.Periode Renaisance
4.Periode Aufklarung
5.Periode Idealis
6.Periode Romantik
7.Periode Positifistik
8.Periode Kontemporer
1. Bersifat metafisik
Keindahan adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan.
Keindahan itu mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi
adalah keindahan Tuhan.
2. Bersifat objektifistik
3. Bersifat fungsional
Socrates: 468-399SM
Plato: 427-347SM.
Seni
Seniman
Sastrawan
Penyair
Seni
B. Periode Skolastik
D. Periode Aufklarung
E. Periode Idealis
1. Immanuel Kant:1724-1804
Pengalaman Estetik.
Kebenaran dan keindahan menurut Hegel adalah satu dan dari hal
yang sama. Bedanya hanya terletak pada kebenaran adalah idea itu
sendiri dan adanya ada dan pada idea itu sendiri dan dapat difikirkan.
Manifestasinya keluar, tidak hanya kebenaaran saja, tetapi juga
keindahan.
Aliran inidirintis oleh J.J Rousseau yang hidup pada pertengahan abad
ke-XVIII. Rousseau bertitik tolak pada suatu pandangan dasar, yaitu
bahwa alam murni itu baik dan ndah sehingga segala sesuatu yang
dekat pada alam murni juga baik dan indah (Dick Hartoko, 1984)
G. Periode Positifistik.
Dalam periode ini estetika dipelajari secara empiris dan ilmiah yang
berdasarkan pengalaman-pengalaman riil yang nyata dalam
kehudupan sehari-hari. Estetika dibahas dalam hubungannya dengan
ilmu lain,misalnya psikilogi dan matematika.Para filsuf yang
membahas estetika diantaranya Fehner,George Birkhof, A.Moles dan
Edward Bullough .
2.A.Moles
3.Edward Bullough
H. Periode Kontemporer.
2. Realisme
4. Ekspresionisme
5. Naturalisme
Pandangan estetika naturalisme para filosof Amerika lebih
menekankan pada ketenangan hidup untuk kelangsungan budaya
manusia.
6. Marxisme
7. Eksistensialisme
Pandangan mengenai kekuatan otonomi sebagai kualitas obyektif
yang ada dalam dirinya sendiri telah dicetuskan oleh para filosof
Eksistensialisme.
NILAI ESTETIK
Pada prinsipnya masalah estetika selalu bertumpu pada dua hal, yaitu
keindahan dan seni,tetapi dari kedua hal tersebut berkaitan dengan
masalah nilai, pengalaman estetis dan pencipta seni (seniman).
Keindahan dan seni merupakan dua hal yang saling berhubungan.
Salah satu bentuk perwujudan keindahan adalah dalam bentuk karya
seni.
Para ahli seni yang berpendapat, bahwa seni tidak selalu indah
menunjuk karya-karya seni kontemporer dewasa ini (lukisan dan
patung) menampilkan gambar-gambar kotor bahkan menjijikkan dan
menunjuk pula pada karya manusia purba yang menampilkan wujud
yang kadangkala menyeramkan. Mereka berpendapat bahwa seni
bukan produk keindahan, tetapi produk problem seniman.
5. Aliran Esensi,
1. kekudusan (holiness)
yaitu kebaikan yang sekaligus merupakan kebenaran. Maksudnya
yang memiliki kepercayaan maka sesuatu yang dianggap kudus atau
suci pastilah merupakan suatu kebaikan yang dikejar dan sekaligus
diyakini sebagai kebenaran.
2. Kebaikan (goodness)
3. Kebenaran (thruth)
4. Keindahan (beauty)
1. Nilai Instrumental
Yaitu nilai yang berfungsi sebagai suasana atau alat untuk mencapai
sesuatu hal lain, termasuk sesuatu nilai apapun yang lain. Ragam nilai
ini pada umumnya terdapat pada benda.
2. Nilai Inheren
Yaitu nilai yang umumnya hanya melekat pada benda yang mampu
secara langsung dan sekaligus menimbulkan sesuatu pengalaman yang
berharga atau baik, seperti kepuasan.
3. Nilai Kontributif
Yaitu nilai dari sesuatu hal atau pengalaman sebagai bagian dari
keseluruhan menyumbang pada keberhargaan dari keseluruhan itu.
4. Nilai Intrinsik
Yaitu nilai dari suatu pengalaman yang bersifat baik atau patut
dimiliki sebagai tujuan tersendiri dan untuk pengalaman itu sendiri
(The Liang gie, 1978:170).
Nilai estetis sebagai salah satu jenis nilai manusiawi (nilai religius,
nilai etis, nilai intelektual) menurut The Liang Gie, tersusun dari
sejumlah nilai yang dalam estetika dikenal sebagai kategori-kategori
keindahan atau kategori-kategori estetis. Pada umumnya filsuf
membedakan adanya tiga pasang, yaitu :
2. Charming Orange : menarik
3. Comic (komis) : kuning
4. Humoris : hijau
5. Tragis : biru (tragis)
6. Ungu sublime : (agung)
PENGALAMAN ESTETIK
Teori Lipps ini dalam buku E.F Carritt (The Theory of Beauty)
dirumuskan sebagai kesenangan estetis adalah suatu kenikmatan dari
kegiatan kita sendiri didalam suatu benda. Pernyataan ini yang
kelihatannya merupakan suatu pertentangan dalam kata-kata,
sebagaimana diterangkan berarti bahwa kita menikmati diri kita
sendiri bilamana diobjektifkan atau menikmati suatu benda sejauh kita
hidup di dalamnya (The Liang Gie, 1976;54).
FILSAFAT SENI
Seni sebagai hasil kreasi akal budi dan rasa manusia menciptakan
sesuatu yang baru mempunyai bentuk dan corak yang beraneka
ragam. Aliran-aliran dalam seni ini biasanya untuk seni lukis,
diantaranya :
1. Aliran Naturalisme
2. Aliran Ekspressionisme
Aliran ini bermaksud mengungkapkan perasaan-perasaan dan
penderitaan batin yang timbul dari pengalaman diluar, yang
ditanggapi tidak hanya dengan panca indra tetapi juga dengan jiwa.
Seniman Belanda, Vincent van Goh (1853-1890),dianggap sebagai
pelopor aliran ekspresionisme bahkan dia dianggap sebagai bapak seni
lukis modern. Tema lukisannya yang awal banyak melukiskan
kesibukan pekerja-pekerja tambang kasar dengan segala suka
dukanya. Ia lebih menitik beratkan watak, menangkap kesan secara
langsung, kemudian diungkapkannya dengan warna berat.
3. Aliran Impressionisme
4. Aliran Romantisme
5. Aliran Realisme
Aliran ini tumbuh di Perancis pada tahun 1850an. Realisme
melukiskan kenyataan hidup pada jaman itu dan biasanya
memperhatikan kaum malang di dalam masyarakat dan tidak pernah
menyembunyikan kesusahan. Pelopor realisme adalah Gustave
Courbet, seorang yang sederhana penduduk Ornans di Perancis timur.
Courbet(1819-1877) menentang aliran klassisisme yang dianggapnya
penuh dengan kepalsuan dan mengecam kelompok romantisme karena
mencampurbaurkan doktrin politik dengan doktrin seni sehingga
mengabaikan segi seni demi tercapainya tujuan politik bagi seniman.
6. Aliran Kubisme
Aliran ini lahir di Jerman pada tahun 1916, dengan maksud sebagai
reaksi atas kekejaman perang dunia pertama yang berakibat
keputusasaan pada seniman-seniman Jerman, khususnya dan
kemudian menjalar ke Perancis, bahkan sampai ke Amerika. Aliran ini
mengetengahkan lukisan yang bersifat kekanak-kanakan. Kadang-
kadang lucu dan menggelikan, bombastis, naif, tetapi mengandung
keindahan kanak-kanak yang murni. Pelopor aliran ini adalah Picasso.
8. Aliran Surealisme
Aliran ini muncul pada tahun 1924. aliran ini mengawinkan dunia
yang tidak nyata dengan dunia nyata. Teori dan tekhnik dari
psychoanalitis Freud telah menjadi dasar tekhnik dasar pengungkapan
aliran ini, yaitu :
D. Nilai Seni
Karya Seni yang mengandung makna inilah yang disebut seni bernilai.
Nilai-nilai tersebut :
1. Nilai Kehidupan
3. Nilai Keindahan
5. Nilai Kepribadian
Seni merupakan hasil kreasi akal budi dan rasa manusia yang hidup
sepanjang masa dan dikagumi oleh manusia yang tidak terbatas pada
ruang dan waktu. Sifat dasar seni itu adalah
Sekali suatu karya seni telah selesai diciptakan sebagai suatu relitas
baru, karya itu akan tetap langgeng sepanjang zaman walaupun
seniman penciptanya sudah tidak ada lagi.
F. Kritik Seni
Kritik seni adalah suatu kegiatan yang ditujukan kepada satu karya
seni tertentu (atau paling banyak kepada sekumpulan karya seni yang
tergolong dalam style yang sama, misalnya sejumlah patung yang
dibuat oleh seorang seniman saat itu). Jadi hasil kritik itu tidak bisa
berlaku umum untuk karya-karya seni lainnya dari orang yang sama,
apalagi dari seniman lainnya. Kini para ahli estetik umumnya sepaham
bahwa peranan kritik seni bukanlah untuk memberi nilai A, B, C dan
D atau angka 1 sampai 10 terhadap sesuatu karya seni seperti halnya
memeriksa kertas ujian, melainkan memperbesar pemahaman,
meningkatkan apresiasi atau membuka mata dari publik terhadap
sesuatu yang bermutu yang mungkin terluput dari pengamatan
mereka. Dalam hubungan ini maka kritik seni dapatlah dipandang
sebagai penerapan dari estetik terhadap karya seni satu per satu. Untuk
menjadi ahli kritik seni yang baik sehingga dapat memberikan tafsiran
yang tepat dan penilaian yang beralasan kuat, seseorang harus
memilliki pengetahuan filsafat seni dan mungkin juga cabang-cabang
estetik lainnya (The Liang Gie:1976,32).
Hal ini nampak dalam perilaku mereka yang menghiasi wajah ataupun
tubuhnya dengan goresan-goresan berwarna hitam dan putih (tolak
bala) bila mereka akan melakukan pekerjaan yang dipandang
mempunyai makna, maksud dan tujuan yang dianggap mulia. Mereka
juga menghias senjatanya bila akan berburu dengan maksud dan
tujuan memberikan kekuatan magis pada senjatanya itu agar hasil
buruannya dapat bermanfaat bagi keluarganya. Dalam upacara
keagamaan mereka membuat sesaji, berdoa, berpakaian dan menghias
diri, bernyanyi, menari dan memukul gendang.Hal ini menunjukkan
bahwa estetika lahir karena pemenuhan kebutuhan kerohanian.
Estetika tradisonal ini dalam perkembangannya tidak sama antar suku
dan daerah, ada yang punah, ada yang mengalami pembauran dan ada
yang mengalami perubahan.
B. Batik
Batik sebagai karya seni termasuk seni indah dan seni berguna
yang didalamnya sarat kandungan makna filosofi. Hal ini terdapat
pada Seni batik klasik dan tradisional. Dikatakan dengan istilah
“klasik” karena batik merupakan suatu karya yang bernilai seni tinggi,
berkadar keindahan dan langgeng, artinya tidak akan luntur sepanjang
masa. Sedangkan pengertian “tradisional” bahwa batik dikerjakan
dengan cara-cara dan kebiasaan yang berlangsung secara turun
temurun.
Batik sebagai salah satu karya seni budaya bangsa Indonesia telah
mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu.
Perkembangan yang terjadi membuktikan bahwa batik sangat dinamis
dapat menyesuaikan dirinya baik dalam dimensi ruang, waktu, dan
bentuk. Dimensi ruang adalah dimensi yang berkaitan dengan wilayah
persebaran batik di Nusantara yang akhirnya menghasulkan sebuah
gaya kedaerahan misalnya batik Jambi, batik Bengkulu, batik
Yogyakarta, batik Pekalongan. Dimensi waktu adalah dimensi yang
berkaitan dengan perkembangan dari masa lalu sampai sekarang.
Sedangkan dimensi bentuk terinspirasi dan diilhami oleh motif-motif
tradisional, terciptalah motif-motif yang indah tanpa kehilangan
makna filosofinya, misalnya Sekar Jagat, Udan Liris dan Tambal.
Pada waktu batik tradisional diciptakan tidak lepas dari pengaruh adat
istiadat, kebudayaan daerah maupun pendatang, kepercayaan serta
budaya dalam agama. Pengaruh budaya Hindu terlihat pada
motif meru, sawat, gurda, dan semen yang merupakan simbol-simbol
dalam kepercayaan Hindu. Pengaruh budaya Islam terlihat adanya
perubahan, dimana tidak ada bentuk binatang dan lambang dewa-
dewa. Meskipun unsur simbolisme jaman Hindu tetap ada, tetapi
sudah distilir, sehingga menjadi unsur dekoratif. Pengaruh Tionghoa,
batik dengan motif Lok Chan dan Encim. Pengaruh dari India dengan
motif Cinde, Belanda dengan motif Buketan dan Jepang dengan motif
Hokokai. Sedangkan Pengaruh adat terlihat pada batik tulis Irian Jaya
dengan ragam hias suku Asmat. Pengaruh adat juga terlihat pada batik
tulis Kalimantan Timur dengan ragam hias lambang perdamaian suku
Dayak Bahau dan ragam hias Tongkonan Toraja, Sulawesi Selatan.
Berbicara masalah batik klasik dan tradisional tidak lepas dari makna
simbolik. Menurut Ernst Cassirer, manusia adalah animal
symbolicum, (Cassirer, 1987 : 40) makhluk yang dapat mengerti dan
menggunakan simbol-simbol (tanda-tanda). Manusia juga dapat
menciptakan dan memahami makna dari simbol-simbol itu, sehingga
dapat dipakai sebagai norma, penuntun (petunjuk) ke arah tingkah
laku dan perbuatan yang baik.
b. Motif
Senthe
Sido Luhur.
1). Kawung
Bila ditinjau menurut gambaran buah aren atau kolang kaling, maka
motif Kawung mempunyai makna simbolis sebagai berikut : pohon
aren sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dari batang, daun,
ijuk, nira, buah, secara keseluruhan dapat dimanfaatkan bagi
kehidupan manusia. Hal ini mengingatkan agar manusia dalam
hidupnya dapat berdaya guna bagi bangsa dan negaranya seperti
pohon aren.
3). Truntum
Motif Truntum merupakan simbolisasi istri yang bijaksana. Motif ini
juga dipakai oleh kedua orang tua dari kedua mempelai pada waktu
upacara adat pernikahan anaknya. Hal ini bermakna sebagai orang tua
berkewajiban untuk menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru
berumah trangga yang banyak liku-likunya. Dalam pengertian yang
lain, motif batik tradisional dengan ragam hias Truntum merupakan
lambang cinta yang bersemi kembali. (Nian S. Djumena, 1986 : 57).
4). Semen
Kehidupan berasal empat unsur yaitu: bumi, air, api, dan angin yang
memberikan watak dasar pada hidup itu sendiri. Bila jalan hidupnya
sesat, pada hidup yang akan datang berada di dunia bawah atau
lembah kesengsaraan. Sebaliknya jika jalan hidupnya penuh dengan
kebaikan akan masuk ke dunia atas (kemuliaan). Kesimpulan ornamen
penyusun motif Semen adalah bahwa hidup tidak mudah, sengsara
atau mulia tergantung dari perbuatan dan pengendalian hidup manusia
itu sendiri. Batik dengan ragam hias tumbuhan seperti motif Semen
Remeng, cirinya: latar belakang berwarna hitam. Batik Semen dengan
latar belakang putih disebut batik Semen latar putih. Remeng berarti
samar-samar dengan kata lain keadaan diantara terang dan gelap.
Maksud dari Semen Remeng adalah pemakai diharapkan mampu
melihat atau membedakan yang terang dan yang gelap atau yang baik
dan yang buruk (Depdikbud, 1995: 167).
5). Tambal
6). Tritik
Motif ini dipakai oleh anak gadis kalangan Ningrat yang sudah tetesan
dan terapan tetapi belum dewasa (Nian S.Djumeno,1986:75). Dengan
memakai motif ini maka harus berhati-hati dalam mengarungi
kehidupan remaja dan bisa membawa diri dalam hidup pergaulan yang
penuh dengan liku-likunya, jangan sampai terpelosok ke dalam
pergaulan yang sesat.
Motif ini dulu hanya boleh dimiliki dan dipakai oleh kalangan Ningrat
dan merupakan lambang kehidupan seseorang. Kain ini dianggap
sakral dan merupakan pusaka turun temurun (Nian
S.Djumeno,1990:104). Motif ini sekarang sudah tidak menjadi milik
Ningrat lagi, tetapi sudah menjadi milik masyarakat. Motif ini
biasanya dipakai sebagai busana pengantin dengan dandanan paes
agen
8). Udan Liris
Motif ini artinya hujan gerimis atau hujan rintik-rintik. Motif ini
tersusun atas :
9). Mega Mendhung
10). Kapal Kandas
2. Warna putih
1. Ornamen Garuda
2. Ornamen Meru
Naga atau ular besar di dalam mitos, mempunyai kekuatan yang luar
biasa dan sakti. Ornamen ini biasanya digambarkan dengan bentuk
kepala raksasa yang aneh memakai mahkota, badannya berupa ular
yang berkaki dan kadang-kadang bersayap. Bentuk lain berupa
gambaran dua buah ornamen naga yang disusun berhadapan atau
bertolak arah secara simetris. Ornamen naga juga merupakan bentuk-
bentuk khayalan dan banyak dijumpai pada motif batik Semen.
5. Ornamen Burung
e. Fungsi Batik
1. Busana
2. Upacara adat/tradisi
3. Interior
4. Cenderamata
C. Candi
warna.
(Djelantik,1999: 195).
D. Seni Musik
Seni musik pada jaman dahulu lahir dengan hasrat orang pada waktu
itu ingin memiliki bahasa khas, yang berlainan dengan bahasa tutur,
untuk komunikasi dengan dunia supranatural, atau alam para arwah
leluhur. Kata-kata ini tepat karena sebagai seni yang berlainan dari
bahasa, musik ternyata mampu mengungkapkan pengalaman batin
yang tak mungkin dideskripsikan. Musik mampu menuntun orang ke
arah kebersamaan, atau komunikasi berbagai perasaan dan
pengalaman hidup, sehingga dapat disebut sebagai suatu bentuk
tingkah laku sosial dan mempersatukan kelompok lewat suatu cara
simbolik dan dapat diingat-ingat, sehingga dapat diulang-ulang dan
dirasakan bersama (Suhardjo Parto, 1983:11).
E. Wayang
b. wayang golek
c.wayang klitik
d. wayang orang
e. wayang topeng
f. wayang beber
g. wayang ukur
Wayang kulit dalam arti lahir sebagai tontonan, dapat menjadi wayang
purwo dalam arti bathin, yang berisi tuntunan. Hal ini dibedakan
karena fungsi kelir sebagai latar depan atau sebagai latar belakang.
Wayang kulit dalam artian lahir yaitu kulit yang diprada dengan
warna-warni. Kelir merupakan tempat Dalang dan menjadi latar
belakang boneka kulit yang warna-warni itu dan menjadi tontonan di
siang hari serta penonton bebas berkomentar.
F. Seni Tari
Kamaladevi, seorang ahli tari dari India berpendapat bahwa seni tari
berlandaskan pada insting manusia, dan materi dasar dari tari adalah
gerak dan ritme. Tari dapat dikatakan sebagai insting, suatu desakan
emosi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk berekspresi yaitu
gerakan-gerakan luar yang ritmis dan lama-kelamaan nampak
mengarah kepada bentuk-bentuk tertentu (Iyus Rusliana, 1986:10).
Sedangkam menurut Soedarsono, ahli tari Indonesia, mendefinisikan
tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis yang
indah (Soedarsono, 1972:4). Dalam definisi ini, Soedarsono memakai
gerak dan ritme sebagai substansi dasar, tetapi gerak-gerak itu
bukanlah tari apabila gerak-gerak itu adalah gerak-gerak sehari-hari
atau natural. Gerak-gerak ritmis itu distilir supaya indah.Istilah indah
bukan hanya berarti bagus, tetapi dapat memberi kepuasan kepada
orang lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa gerak-gerak ritmis yang
indah itu merupakan pancaran jiwa manusia.
Di dalam tari Jawa, tari mempunyai tiga unsur pokok yang saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, yaitu :
3. Tari kreasi baru, yaitu seni tari yang mempunyai sifat bebas
dalam berkreasi dan memadukan gerak-gerak tari tradisional dan tari
klasik dengan irama musik yang bebas pula.
G. Upacara Adat
3. Fungsi Kesenangan
4. Funsi Pendidikan
5. Fungsi Komunikatif
2. Estetika India
5. Estetika Arab
A. Estetika India
1. Natyasastra :
Pengalaman Estetis
1). Mencipta kemiripan/ekspresi
B. Estetika Tiongkok
Seniman
Menurut Hsieh Ho, yang hidup di akhir abad ke-V Masehi, ada 6
prinsip dasar bagi seniman.
Keramik di jaman dinasti Han terbuat dari jenis tanah kaolin, yang
berbentuk:
1. Bejana : sebagai tempat untuk abu jenazah,air suci dan ada yang
khusus untuk hiasan
Jadi pemikiran-pemikiran estetika cina dari dulu sampai saat ini tetap
tunduk dan taan kepada ide-ide kuno yang meminta kepada seni untuk
merefleksikan transendentasi jiwa dan mengungkapkan tuntutan-
tuntutan yang lebih tinggi dari jiwa (Abdul Kadir, 1974: 43-44)
C. Estetika Jepang
1. Kehampaan (kekosongan)
2. Asimitris
D. Estetika Mesir
Tari perut merupakan seni tari yang sangat terkenal dan berasal dari
Mesir. Dalam bidang seni lukis, pewarnaan dengan menggunakan lilin
(pernis bening) sudah digunakan pada jaman Mesir kuno, yang
mempunyai kualitas tahan lama.
E. Estetika Islam
Islam dan seni tidak ada hubungan. Islam sebagai agama adalah tata
hubungan manusia dengan Tuhan dalam beribadat yang diperlukan
kekhusyukkan dan takwa. Seni merupakan bidang kebudayaan.
Agama dan kebudayaan, membentuk din Islam. Jadi, meskipun seni
tidak masuk agama islam, namun ia tetap bagian dalam diin Islam,
karena ia merupakan bidang kebudayaan Islam.
Bagi Islam, seni dan moral berjalan sejajar. Seni itu halal sejauh
mengandung nilai moral religius dan haram bila mendatangkan nilai
mudhorot. Seni yang baik, seperti halnya rejeki maka manusia wajib
menikmatinya. Lewat seni yang diajarkan oleh Islam, manusia dapat
mengambil hikmahnya karena di dalam seni Islam terkandung ajaran
bagaimana manusia itu harus bertingkah laku yang baik dan
mensyukuri karunia Allah untuk lebih dekat dengan-Nya.
Islam tidak menganut paham "seni untuk seni", tetapi seni untuk
mengabdi kepada agama. Hal ini nampak dalam hasil karya seni
yang bernafaskan Islam, seperti halnya kaligrafi, seni musik dan
arsitektur. Contohnya di dalam seni arsitektur masjid. Masjid
dibangun untuk tempat beribadah. Masjid tidak hanya indah ,
misalnya dengan permadani yang tebal,mimbar yang bagus, cat yang
selaras, tulisan ayat-ayat suci al-Qur'an yang indah pada dinding dan
tiang masjid. Memperindah masjid dikehendaki, tetapi tidak
memegahkannya, masjid tidak kenal perabot, dindingnya tidak
digantungi dengan gambar atau lukisan.Seni patung/pahat yang
menggunakan objek makluk bernyawa tidak dibenarkan oleh agama
Islam. Bermegah-megah dengan masjid dilarang, karena hal itu
melewati batas.
Seniman
4.1 Kesimpulan
dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika.
Logika adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan
premis-premis secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan logis
matematis. Etika merupakan bagian filsafat yang membicarakan
problem nilai-nilai dalam kaitanya dengan baik atau buruknya
tindakan manusia secara individu maupun dalam masyarakat.
Sementara estetika sering diidentikkan dengan filsafat seni yang
dalam pengkajiannya diutamakan membahas dimensi keindahan dan
nilai rasa baik dalam karya seni, seni itu sendiri, maupun pemikiran-
pemikiran tentang seni dan karya seni.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat
tinggal yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak;
perasaan, sikap, cara berpikir.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana,
estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa
terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya.
4.2 Saran
filsafat llmu yang terdiri dari kawasan- kawasan kajian seperti
logika, etika dan estetika dan diharapkan tetap digunakan dalam
kehidupan agar tetap menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu.
DAFTAR PUSTAKA