Anda di halaman 1dari 10

KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT

SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mineral logam merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang

mempunyai peranan penting sebagai penopang perekonomian Indonesia. Salah

satu mineral logam yang banyak dimanfaatkan dalam industri kimia adalah nikel.

Nikel merupakan logam berwarna perak keputihan yang mempunyai kemampuan

untuk menahan terjadinya korosi dan proses oksidasi. Kegunaan nikel dapat

digolongkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu produksi nickel steel (46%), non

ferrous alloys/superalloys (34%), electroplating (14%), dan kegunaan lainnya,

seperti produksi koin, baterai, dan katalis (6%) (Kuck, 2012). Logam nikel dapat

diperoleh dari 2 (dua) jenis batuan nikel, yaitu nikel sulfida dan nikel laterit.

Sampai saat ini, nikel sulfida masih digunakan oleh industri sebagai bahan baku

proses recovery nikel, meskipun total cadangan nikel dunia didominasi oleh jenis

laterit, yaitu mencapai 72% dari total cadangan nikel di dunia (Dalvi, 2004).

Setiap tahunnya, kebutuhan nikel dunia mengalami peningkatan yang cukup pesat.

Akan tetapi, permasalahan yang akan dihadapi di masa mendatang adalah jumlah

cadangan nikel sulfida yang semakin menipis. Oleh karena itu, pemanfaatan nikel

laterit sebagai bahan baku produksi nikel harus dilakukan, meskipun kandungan

nikel dalam nikel laterit lebih rendah daripada nikel sulfida.

Dalvi (2004) mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara

terbesar keempat di dunia yang mempunyai cadangan bijih nikel laterit, yaitu

1
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sebesar 1.576 Mt atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Berdasarkan data

tersebut, Indonesia memiliki potensi yang besar sebagai salah satu produsen nikel

terbesar di dunia. Namun pada kenyataannya, pemerintah Indonesia masih belum

dapat memanfaatkan potensi ini dengan maksimal. Sampai saat ini, Indonesia

hanya memiliki 2 (dua) perusahaan besar yang sudah aktif mengolah nikel laterit

menjadi produk turunannya, yaitu PT. Vale yang memproduksi nickel matte dan

PT. Antam yang memproduksi ferronickel.

Regulasi pengolahan nikel laterit saat ini diatur oleh pemerintah melalui

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 8 Tahun 2015.

Peraturan tersebut mengatur tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui

kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Untuk komoditas

nikel, proses pengolahan bijih dilakukan sampai memenuhi batas minimum

pengolahan dan pemurnian mineral logam sebesar ≥ 93% logam nikel untuk

proses pelindihan (leaching), sedangkan proses peleburan nikel harus memenuhi

batas minimum sebesar ≥ 70% Ni untuk nickel matte, ≥ 10% Ni untuk FeNi, dan

≥ 4% untuk Nickel Pig Iron (NPI) (Kementerian ESDM, 2015). Adanya peraturan

ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas mineral nikel,

sehingga nikel laterit Indonesia dapat termanfaatkan secara maksimal serta

memberikan efek positif terhadap perekonomian dan sosial Indonesia.

Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah bagaimana

mengolah sumber daya mineral tersebut secara efektif dan efisien, sehingga batas

minimum kandungan logam yang telah diatur dalam peraturan menteri tersebut

dapat terpenuhi. Proses pengolahan batuan nikel laterit dapat dilakukan dengan

2
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menggunakan proses hidrometalurgi dan proses pirometalurgi. Proses

hidrometalurgi merupakan proses pengolahan mineral yang dilakukan pada suhu

yang relatif rendah dengan cara pelindihan menggunakan larutan kimia,

sedangkan proses pirometalurgi merupakan proses pengolahan mineral yang

dilakukan pada suhu yang tinggi (Kyle, 2010). Meskipun proses tersebut masih

dilakukan oleh seluruh industri pengolah nikel sampai saat ini, kedua proses

tersebut masih memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, seperti residu

larutan kimia pada proses hidrometalurgi yang mencemari lingkungan dan polusi

udara yang ditimbulkan pada proses pirometalurgi. Hal ini menyebabkan

penelitian mengenai proses pengolahan mineral secara modern banyak dilakukan

untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada proses pengolahan mineral

secara konvensional.

Proses hidrometalurgi dengan menggunakan mikroorganisme atau biasa

disebut bioleaching merupakan proses pengolahan mineral modern dengan

melibatkan mikroorganisme, yaitu jamur dan bakteri, sehingga dapat

mengekstraksi logam yang terkandung dalam batuan mineral. Proses ini

diharapkan dapat diaplikasikan dalam skala industri di masa mendatang karena

memberikan banyak keuntungan, seperti ramah lingkungan, modal dan biaya

operasional rendah, kebutuhan energi rendah, dan berpotensi untuk mengekstrak

mineral dari low dan high grade ore (Simate, 2008). Sampai saat ini, proses

bioleaching mineral masih berada dalam tahap penelitian di mana data/informasi

terkait tentang proses ini masih harus digali lebih lanjut. Penelitian yang akan

dilakukan ini bertujuan untuk menyempurnakan data/informasi tersebut dan akan

3
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

difokuskan pada tahap awal sebelum penelitian proses bioleaching mineral

dilakukan, yaitu mempelajari mekanisme proses leaching nikel laterit Indonesia

dengan menggunakan asam organik sebagai leachant pada kondisi atmosfer.

Penggunaan asam organik murni dipandang perlu untuk dipelajari terlebih dahulu

sebelum penelitian proses bioleaching nikel laterit Indonesia dilakukan. Asam

organik digunakan dalam proses leaching karena asam organik merupakan asam

yang dapat diproduksi oleh mikroorganisme (jamur) melalui proses fermentasi.

Asam sitrat merupakan salah satu contoh asam organik yang dapat

diproduksi oleh mikroorganime dengan cara fermentasi jamur Aspergillus niger.

Pada penelitian ini, asam sitrat murni digunakan sebagai leachant, sedangkan bijih

nikel laterit yang digunakan berasal dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara.

Karakteristik dan kandungan mineral yang terdapat dalam nikel laterit akan

berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya sebagai akibat adanya

perbedaan kondisi struktur geologi dan iklim Indonesia yang lembab (Shofi,

2003). Hal inilah yang menyebabkan setiap penelitian terkait proses leaching

mineral dengan menggunakan nikel laterit yang berbeda akan menghasilkan hasil

penelitian yang berbeda pula. Hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi besar dalam proses pengolahan sumber daya mineral

Indonesia, sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia dapat terjadi

dengan memanfaatkan sumber daya mineral Indonesia secara bijaksana.

4
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1.2. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang proses leaching nikel laterit bukanlah topik penelitian

yang baru untuk dipelajari. Sejak beberapa dekade yang lalu, beberapa peneliti

sudah mempelajari proses ini dengan menggunakan berbagai macam metode dan

parameter untuk memaksimalkan hasil recovery nikel. Beberapa parameter yang

telah dilakukan adalah penggunaan berbagai macam jenis asam, yaitu asam-asam

inorganik (asam sulfat, asam klorida, dan asam nitrat) dan asam-asam organik

(asam sitrat, asam oksalat, dan lainnya) penggunaan suhu operasi dan konsentrasi

asam yang beragam.

Setiap nikel laterit dari suatu wilayah akan mengandung komposisi dan

struktur kristal yang berbeda sebagai akibat dari adanya perbedaan struktur

geologi dan iklim pada setiap wilayah tersebut. Hal ini juga akan mengakibatkan

proses leaching nikel laterit dengan bahan baku yang berbeda akan memperoleh

hasil penelitian yang berbeda pula. Salah satu yang menyebabkan perbedaan hasil

tersebut adalah kandungan magnesium dan aluminium pada sampel nikel laterit.

Kandungan magnesium dan aluminium yang tinggi akan mempengaruhi proses

leaching nikel laterit karena jumlah asam yang dibutuhkan untuk proses leaching

akan lebih banyak (Kusuma, 2012; Simate, 2010). Pada penelitian ini, jenis nikel

laterit yang digunakan adalah jenis limonit yang berasal dari Pomalaa, Sulawesi

Tenggara, Indonesia. Kadar nikel yang terkandung dalam nikel laterit Pomalaa

sebesar 2,73%, di mana kadar logam lain seperti magnesium dan aluminium

sebesar 9,78% dan 2,54% secara berurutan. Penelitian proses leaching dengan

menggunakan nikel laterit dari Indonesia pernah dilakukan oleh Astuti, dkk (2014,

5
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2015). Pada penelitiannya, Astuti, dkk. menggunakan nikel laterit jenis limonit

asal Halmahera dan jenis saprolit asal Sulawesi. Komposisi kandungan nikel,

magnesium, dan aluminium pada sampel jenis limonit asal Halmahera secara

berurutan adalah 1,73%, 7,32%, dan 1,82%, sedangkan pada sampel jenis saprolit

asal Sulawesi, komposisi ketiga kandungan tersebut secara berurutan adalah

1,76%, 8,44%, dan 2,04%.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi berlangsungnya proses

leaching adalah suhu operasi. Penggunaan suhu operasi dalam proses leaching

harus berada di bawah titik didih asam yang digunakan. Penggunaan suhu operasi

di atas 80oC dalam penelitian tentang proses leaching nikel laterit pernah

dilakukan oleh Girgin, dkk. (2011) dengan menggunakan asam sulfat sebagai

leachant. Penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti, dkk. (2014, 2015) dengan

menggunakan asam sitrat sebagai leachant belum mempelajari penggunaan suhu

operasi seperti yang dilakukan pada penelitian Girgin, dkk (2011). Suhu operasi

tertinggi yang digunakan pada penelitian tersebut sebesar 60oC. Besarnya nilai

suhu operasi yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan proses leaching yang

terjadi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arrhenius di mana persamaan tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu operasi yang digunakan, maka nilai

kecepatan reaksi akan meningkat (Fogler, 2006). Oleh karena itu, peneliti akan

mempelajari pengaruh suhu dengan tujuan untuk mengetahui nilai tetapan energi

aktivasi yang akan berguna untuk meningkatkan skala operasi proses leaching.

Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan penggunaan suhu operasi di atas

60oC, yaitu pada suhu 85oC.

6
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Faktor lain yang mempengaruhi proses leaching nikel laterit adalah

penambahan senyawa lain yang dapat meningkatkan hasil recovery nikel dan

bertindak sebagai oksidator. Nikel tergolong sebagai senyawa multivalent,

sehingga penambahan senyawa seperti hidrogen peroksida dapat bertindak

sebagai oksidator dan mengoksidasi logam nikel yang tekandung dalam sampel

nikel laterit menjadi ion Ni2+. Hal ini akan mengakibatkan proses pelarutan nikel

akan meningkat dalam asam (Randhawa, dkk, 2015). Penggunaan hidrogen

peroksida dalam proses ekstraksi nikel banyak dilakukan pada penelitian-

penelitian terkait proses recovery nikel dari baterai Ni-Cd atau spent catalyst

(Szymczycha-Madeja, 2011; Rabah, 2004; Rudnik dan Nikiel, 2007). Namun,

dalam penelitian proses leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sitrat,

penggunaan hidrogen peroksida sebagai oksidator belum pernah dilakukan. Oleh

karena itu, peneliti akan mempelajari bagaimana pengaruh penggunaan hidrogen

peroksida dalam proses leaching nikel laterit Pomalaa.

Penyusunan model matematis dan evaluasi tetapan yang terkait dalam

proses leaching nikel laterit juga akan menjadi objek studi penelitian. Hal ini perlu

untuk dilakukan karena model matematis dan tetapan parameter yang terkait akan

berguna apabila hasil penelitian ini diaplikasikan dalam skala industri. Selama ini,

semua penelitian mengenai proses leaching, seperti penelitian yang dilakukan

oleh Thubakgale, dkk. (2012), Agacayak dan Zedef (2012), Astuti, dkk. (2015)

menggunakan model matematis shrinking core, diadaptasi dari hasil penelitian

Yagi dan Kunii (1955, 1961) yang terdapat dalam buku teks Chemical Reaction

Engineering (Levenspiel, 1999), sebagai model matematis yang paling sesuai

7
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dengan proses leaching. Akan tetapi, Liddell (2005) mengungkapkan

“kecurigaan/ketidakcocokan” penggunaan model shrinking core dalam proses

hidrometalurgi, khususnya pada asumsi yang diterapkan dan kevalidan model ini

untuk sistem cair-padat. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk menyusun model

matematis untuk proses leaching nikel laterit yang sesuai dengan hasil penelitian

dan mengevaluasi tetapan yang terkait.

Pada penelitian ini, hal baru yang akan menjadi objek studi adalah

penggunaan nikel laterit jenis limonit dari Pomalaa, penggunaan suhu operasi

85oC pada proses leaching nikel laterit Pomalaa dengan menggunakan asam sitrat

sebagai leachant, penggunaan hidrogen peroksida dalam proses leaching, dan

penyusunan model matematis yang sesuai dengan data penelitian dan mekanisme

proses leaching nikel laterit Pomalaa.

1.3. Batasan Penelitian

Studi penelitian ini akan mengarah pada penggunaan asam sitrat sebagai

leachant dalam proses leaching nikel laterit Pomalaa. Hasil studi penelitian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai mekanisme proses leaching

dengan menggunakan asam sitrat. Selain itu, penelitian ini juga akan mempelajari

beberapa kondisi operasi yang mempengaruhi proses leaching nikel laterit

Pomalaa, seperti konsentrasi asam sitrat, konsentrasi hidrogen peroksida, suhu,

dan ukuran partikel. Batasan nilai setiap kondisi operasi yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

8
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1. Batasan Nilai Setiap Kondisi Operasi yang Digunakan dalam Penelitian

Kondisi Operasi Batasan Nilai

Konsentrasi asam sitrat, M 0,1 – 2

Konsentrasi hidrogen peroksida, %v/v 0–5

Suhu operasi, oC 30 - 85

Ukuran partikel, mesh -60+200

Peneliti juga akan menyusun model matematis yang sesuai dengan hasil penelitian

dan mengevaluasi beberapa parameter terkait. Hal ini akan berguna apabila hasil

penelitian ini diaplikasikan dalam skala industri.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Menentukan beberapa kondisi operasi (konsentrasi asam sitrat, konsentrasi

hidrogen peroksida, dan suhu) yang optimum pada proses leaching nikel

laterit Pomalaa.

b. Menyusun model matematis dan mengevaluasi nilai dari tetapan yang

terkait pada proses leaching nikel laterit Pomalaa.

9
KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT POMALAA DENGAN MENGGUNAKAN ASAM SITRAT
SEBAGAI LEACHANT
KEVIN CLEARY WANTA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

proses leaching nikel laterit dan menyempurnakan informasi yang telah ada

pada penelitian sebelumnya.

b. Bagi bangsa dan negara

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah Indonesia

dalam rangka pemanfaatan sumber daya mineral, khususnya nikel laterit dan

dapat diaplikasikan dalam skala industri, sehingga perekonomian dan

kesejahteraan rakyat Indonesia dapat meningkat.

10

Anda mungkin juga menyukai