Anda di halaman 1dari 15

PENERAPAN KEPEMIMPINAN

Ki Hajar Dewantara
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran kewiraushaan
Guru : Isa Darmawan S.Pd.,M.Si.,M.M

Disusun Oleh :
Nama : Ika Novita Sari
NIS:

KOMPETENSI PROGRAM KEPERAWATAN


SEKOLAH MENENGAN KEJURUAN SIERE CENDEKIA
TAHUN AJARAN 2017/2018

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala


rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai .
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
Bapak Isa Darmawan,S,Pd.,M.Si.,M.M selaku guru pelajaran
kewirausahaan yang telah memberikan dukungan dan bantuan berupa
pemikiran, bimbingan dan motivasi.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya.
Saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena
itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 2017
Penulis,

(Ika Novita Sari )

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR......................................................................................................... II

DAFTAR ISI.................................................................................................................... III

BAB I............................................................................................................................ IV

PENDAHULUAN............................................................................................................ IV

A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................IV
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................V

BAB II........................................................................................................................... VI

PEMBAHASAN.............................................................................................................. VI

A. BIOGRAFI PRESIDEN B.J. HABIBIE..................................................................................VI


B. PENERAPAN KEPEMIMPINAN B.J .HABIBIE.....................................................................VII
C. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PADA MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN HABIBIE.................................IX
D. BERAKHIRNYA MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE...........................................................X
E. PERBEDAAN MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO & B.J. HABIBIE.........................................XII

BAB III........................................................................................................................ XIV

PENUTUP.................................................................................................................... XIV

A. KESIMPULAN...................................................................................................... XIV
B. SARAN................................................................................................................ XIV

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh dan pelopor pendidikan di
Indonesia, yang mendirikan Perguruan Taman Siswa di tahun 1922.
Di dalam mengelola perguruan tersebut, Ki Hajar memiliki moto
dalam bahasa jawa yang berbunyi: Ing ngarso sung tulodho, ing
madaya mangun karsa, tut wuri handayani.Moto tersebut terjemahan
langsungnya adalah “di depan memberikan teladan, di tengah
menggerakkan, di belakang memberikan dorongan”. Moto tersebut
pada mulanya ditujukan untuk menjadi pedoman untuk membangun
kultur positif antara guru dan murid, namun dalam perkembangannya
konsep tersebut digunakan menjadi konsep kepemimpinan, yang khas
dan asli Indonesia.

Seorang pemimpin sejati memandang orang lain sebagai


“manusia” yang harus dihargai karena sifat kemanusiaannya. Seorang
pemimpin sejati “nguwongake”, memanusiakan manusia. Kaya-
miskin, besar-kecil, tinggi-pendek, manajer-karyawan hanyalah
variasi. Hakekatnya tetap manusia. Seorang pemimpin sejati
menghormati orang yang ‘memimpin’ dan menghormati pula orang
yang ‘dipimpin’. Memimpin-dipimpin adalah alami, bahkan tidak bisa
dihindari. Sudah kodrat manusia untuk memimpin, dan kodrat pula
untuk dipimpin. Untuk itulah dikotomi atasan-bawahan sebenarnya
kurang tepat, karena yang sebenarnya ada hanyalah perbedaan peran.

iv
Dikotomi atasan bawahan menimbulkan efek berkuasa-tidak berkuasa,
atau setidak-tidaknya mengutamakan tingkatan kekuasaan. Inilah yang
kurang tepat.

Pendekatan yang lebih alami adalah menempatkan manusia pada


perannya masing-masing, dimana semuanya sama pentingnya.
Seorang pemimpinpun demikian, harus mampu berperan pada tempat
dimana ia berada, pada saat di depan, di tengah, maupun di belakang.
“Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani”. Secara harfiah dapat diartikan sebagai berikut : “Di
depan memberikan contoh, di tengah membangun semangat, di
belakang memberi dorongan”. Konsep yang sudah berumur puluhan
tahun ini ternyata masih releven diterapkan dalam gaya kepemimpinan
saat ini.

B. Rumusan Masalah
1”??
2. Apa saja konsep yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara ?
3. Apa ?

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889


dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari
lingkungan keluarga Pakualaman, putra dari GPH Soerjaningrat, dan
cucu dari Pakualam III dan dibesarkan di lingkungan keluarga kraton
Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara bersekolah di Europeesche Lagere School
(ELS) pada saat itu merupakan sekolah dasar pada zaman penjajahan
Belanda di Indonesia. Setelah lulus dari ELS, kemudian beliau
bersekolah di STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) sekolah untuk
pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia
Belanda, saat ini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Namun ia tidak dapat tamat di sekolah tersebut karena sakit.
Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai penulis dan wartawan
diberbagai surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De
Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan
Poesara. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat
antikolonial.
Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi sosial dan politik.
Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi
propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai
pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

vi
Kongres pertama Boedi Oetomo di Yogyakarta juga diorganisasi
olehnya.
Ki Hajar Dewantara juga menjadi anggota organisasi Insulinde,
suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indonesia yang
memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas
pengaruh Ernest Douwes Dekker. Kemudian Douwes Dekker
mendirikan Indische Partij, beliau diajak juga.
Ketika pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan
sumbangan dari pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari
Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi dari kalangan nasionalis,
termasuk Ki Hajar Dewantara. Kemudian ia menulis Satu untuk
Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga (Een voor Allen maar Ook
Allen voor Een).

C. Konsep Ki Hajar Dewantara

Konsepnya yang sangat terkenal adalah: ing ngarso sung tulodo,


ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Pertama, Ing Ngarso Sung Tulodo. Ngarso artinya di depan
sedangkan tulodo maknanya contoh. Makna dari ajaran ini adalah
bahwa sebagai pemimpin pada top level management dimanapun,
seorang pemimpin seyogiyanya memberi contoh yang baik. Apabila
seorang pemimpin mampu berbuat seperti ini maka sesungguhnya
tidak ada hambatan sedikitpun untuk dapat dilaksanakan konsep
semacam ini. Sebab seorang pemimpin selalu berada di depan
memberi contoh atau teladan.

vii
Kedua, Ing Madyo Mangun Karso. Madyo artinya tengah, mangun
artinya membentuk sesuai keperluannya, sedangkan karso artinya
kehendak. Siapapun pemimpin itu, dia adalah middle manager artinya
apabila mau berfikir dan bertindak konsisten, siapa pun pemimpin itu
pasti punya atasan. Dengan demikian sebagai pemimpin kalau ingin
berhasil dianjurkan untuk dapat membentuk, memperhatikan,
memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan serta
bawahan secara seimbang.
Artinya, seorang pemimpin harus mampu menjadi penyelaras,
penyeimbang, dan sekaligus menyenangkan semuapihak. Dengan
demikian, kearifan seorang pemimpin akan mudah terlihat saat
menjalankan konsep ini.

Ketiga, Tut Wuri Handayani. Tut Wuri artinya di belakang,


sedangkan handayani artinya memberi kekuatan. Konsep seperti ini
sangat tepat dilaksanakan dalam sebuah organisasi. Sebagai pemimpin
kita harus mampu mengasuh bawahan dengan baik bukan
memanjakan tetapi justru memberikan arahan dan rasa aman. Dengan
cara ini tentu saja diharapkan akan memberikan hasil maksimal
terhadap tujuan sebuah organisasi.

D. Jasa-Jasa Ki Hajar Dewantara

1. Ki Hajar Dewantara Aktif Membangkitkan Semangat


antikolonial Melalui Tulisan-tulisannya
Setelah Ki Hajar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS
(Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA
(Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit.

viii
Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara
lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem
Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong
penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan
patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi
pembacanya.

“Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik


sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi
pembacanya”

2. Aktif dalam Organisasi Sosial dan Politik


Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, Ki Hajar Dewantara
juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia
aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan
menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai
pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
“Ki Hajar Dewantara aktif mensosialisasikan dan menggugah
kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam berbangsa dan bernegara”

3. Mendirikan Indische Partij bertujuan mencapai Indonesia


merdeka
Bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr.
Cipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische
Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia)
pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia
merdeka. Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk

ix
memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda.
Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral
Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak
pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya
adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa
nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang
pemerintah kolonial Belanda.
“Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat
membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan
untuk menentang pemerintah kolonial Belanda”

4. Membentuk Komite Bumipoetra


Setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij,
Ki Hajar Dewantara pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada
November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari
Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda.
Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah
Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri
Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat
jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
“Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah
Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri
Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat
jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut”

5. Ki Hajar Dewantara mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik


Eens Nederlander Was dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een

x
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat
tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku
Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu
untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku
Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr.
Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan


menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita
sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran
itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si
inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina


mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan
penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang
menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama
ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi
suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun”.

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui


Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses
pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah
hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi
seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau
Bangka.

xi
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan
seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan
yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap
tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada
pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman
internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto
Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda. Namun mereka
menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa
memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya
mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai
bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah
pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia
mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat
perjuangan meraih kemerdekaan.

6. Mendirikan Sebuah Perguruan yang Bercorak Nasional


(Tamansiswa)
Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan
seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak
nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan
Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat
menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar
mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan.

xii
“Ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional,
Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional
Tamansiswa) pada 3 Juli 1922”

7. Ki Hajar Dewantara gigih memperjuangkan Hak

Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman


Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan
mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi
dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu
kemudian dicabut.
“dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi
sekolah liar yang dikeluarkan oleh kolonial Belanda akhirnya dicabut”

xiii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepemimpinan adalah seni dan ilmu untuk mempengaruhi orang
lain untuk mencapai tujuan bersama.Dalam mencapai tujuan bersama
seorang pemimpin harus menjalankan amanah sesuai yang diharapkan
oleh para anggotanya. Begitupun para anggotanya harus dapat
berkoordinasi dan mendukung segala jenis program yang ditetapkan
oleh pemimpinnya dalam mencapai suatu tujuan untuk kepentingan
bersama.

E. Saran
Jadilah orang yang tegas dan disiplin, rasional tapi juga tulus, mempunyai
kualitas-kualitas dan ciri-ciri sebagai pemimpin yang efektif; seperti berintegritas,
beretika, mempunyai visi dan misi yang jelas, berani membuat
tindakan/keputusan, berani menempuh resiko, memberikan rewards dan
punishment, membawa dan melakukan perubahan, memenuhi target yang
diharapkan, dan bertanggung-jawab dan akuntabel atas keputusannya, serta masih
banyak lagi kualitas lainnya.

xiv
DAFTAR PUSTAKA
Hamlin, R. 2007. Developing effective leadership behaviours: the value of
evidence based management. Business Leadership Review IV:IV October 2007,
UK

xv

Anda mungkin juga menyukai