Anda di halaman 1dari 38

Ki Hajar Dewantara

Metode histori pendekatan kualitatif

Disusunoleh:

Muhammad Mirza

X-IPS 1
SMA NEGERI 23 JAKARTA

JAKARTA

2017
LEMBAR PERSETUJUAN

NAMA: Muhammad Mirza Pratama J.B

JUDUL : Ki Hajardewantara

Dengan ini, bahwasanya penulisan Makalah ini telah disetujui oleh Guru Sejarah

Peminatan selaku pembimbing saya.

Jakarta, 16 Oktober 2017

i
Irma Rahmawati.

MOTTO

“ Mengerjakan tugas dengan lapang dada dan iklhas serta tekun “

M. Mirza

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan

hidayah-Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.Pada

kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing yang telah

memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan olehnya itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah yang akan penulis susun selanjutnya.

Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi para pembaca serta dapat

dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Demikian sepatah kata dari penulis tentang

pengantar makalah ini dan semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi

wabarakatu.

Jakarta, 11 September 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... i

MOTTO........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... iv

BAB I KI HADJAR DEWANTARA

1.1 Latar Belakang........................................................................... 1

BAB II PERJALANAN KI HADJAR DEWANTARA

2.1 Riwayat....................................................................................... 6

2.2 Aliran Filsafat............................................................................. 10

2.3 Pemikiran Tentang Pendidikan.................................................. 12

2.4 Pengaruh pemikiran dalam pendidikan............................... 17

BAB III BAPAK PENDIDIKAN INDONESIA

3.1 Warisan Ki hajar dewantara........................................................ 19

BAB IV PENUTUP

4.1 Analisa ....................................................................................... 21

4.3 Kesimpulan dan saran ............................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

iv
BAB I

KI HADJAR DEWANTARA

1.1 Latar Belakang

Nama Ki Hadjar Dewantara., Nama Asli Raden Mas Soewardi

SoeryaningratLahirpada Yogyakarta, 2 Mei 1889 dan Wafat Yogyakarta, 28 April

1959.Pendidikan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)STOVIA (Sekolah

Dokter Bumiputera) tidak tamatEuropeesche Akte, Belanda.

Karir adalah sebagai Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express,

Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara.Beliau adalah Pendiri

Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada

tanggal 3 Juli 1922 beloau adalah Menteri Pengajaran Kabinet Presidensial, 19

Agustus 1945 – 14 November 1945.

Beliau adalah anggota Organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908 kemudian

ia di angkat sebagai Pendiri Indische Partij (partai politik pertama beraliran

nasionalisme Indonesia), pada 25 Desember 1912.Penghargaan yg ia raih adalah

sebagai Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari

Pendidikan Nasional mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah

Mada pada tahun 1957 dan dijadikan Pahlawan Pergeraka Nasional (Surat Keputusan

Presiden No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 195.

1
Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis

kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat vital

dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari

belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping melalui

organisasi politik, perjuangan ke arah kemerdekaan perlu dilakukan melalui jalur

sstidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada

kepentingan pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada

perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih

luas.

Disamping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional

yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu muncul seorang

tokoh muda Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang dikenal dengan nama Ki

Hajar Dewantara. Ia bersama rekan-rekannya mencurahkan perhatian di bidang

pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah itu ia

pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs

Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922.

Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta

didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh

kemerdekaan.Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman

Siswa.Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan

Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932.Tetapi dengan kegigihan

memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.Di tengah

2
keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia

juga tetap rajin menulis.Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke

pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.Tulisannya berjumlah ratusan

buah.Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan

nasional bagi bangsa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, saya akan membahas, Siapakah nama asli ki hajar

dewantara, Mengapa dia mengganti namanya?, Kemanakah ki hajar dewantara

melanjutkan pendidikan setelah tamat dari sekolah dasar belanda?, Apa pekerjaan

beliau, Sebagai wartawan, tulisan-tulisan ki hajar dewantara di gemari para pemuda

ketika itu.Mengapa pemerintah kolonial belanda melalui gubernur jendral

idenburgmenjatuhkan hukum buang (internering) kepada ki hajar dewantara?,

Mengapa ki hajar dewantara di jadikan sebagai bapak pendidikan indonesia?

Organisasi apa yg beliau ikuti ?Apa karya pertama nya? Dan Bagaimana silislah

keluarga beliau.

1.3 Massa Muda dan Karir

Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia

menamatkanpendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian

sempat melanjut keSTOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat

3
karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat

kabar, antara lain, Sediotomo,Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem

Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal.

Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.

Aktivitas pergerakan.

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi

sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi

propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat

Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan

kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga

diorganisasi olehnya.

Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi

multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri

di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD).Ketika kemudian DD

mendirikanIndische Partij, Soewardi diajaknya pula.

Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari

warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada

tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia

kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk

Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal

adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" dimuat dalam surat kabar De

4
Exprespimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan

pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-

pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar

dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk

menyuruh si inlandermemberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk

menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita

keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku

seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan

sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlanderdiharuskan ikut mengongkosi suatu

kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".

Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi

sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini.

Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-

manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.

Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur

Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri).

Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes

dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913).Ketiga tokoh ini dikenal

sebagai "Tiga Serangkai".Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.

5
BAB II

Perjalanan Ki Hajar Dewantara

2.1 Riwayat

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir

dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan

keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia

40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar

Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di

depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat,

baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi

kepentingan bangsanya.Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar

Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi

tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa

surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia,

Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis

handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu

membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

6
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi

sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk

mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu

mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto

Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang

beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan

mencapai Indonesia merdeka.

Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan

hukum pada pemerintah kolonial Belanda.Tetapi pemerintah kolonial Belanda

melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan

menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913.Karena organisasi ini dianggap

dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk

menentang pemerintah kolonial Belanda.Ia melancarkan kritik terhadap Pemerintah

Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari

penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai

pesta perayaan tersebut.

Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan

berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een

voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu

Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de

7
Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat karangannya yang menghina itu, pemerintah

kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa

proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah

hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk

bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka. Namun mereka

menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari

banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri

Belanda sejak Agustus.

Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar

asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sinilah ia kemudian

merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan

hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang

kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya.

Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat,

seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh

keluarga Tagore.Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam

mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Tahun 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.Kesempatan itu

dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden

Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte. Kemudian ia

kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang

8
pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Ia mendirikan

sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa

(Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922.

Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta

didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh

kemerdekaan.Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia

pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis.Namun tema tulisannya beralih

dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan

kebangsaan.Tulisannya berjumlah ratusan buah.Melalui tulisan-tulisan itulah dia

berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.Setelah

zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri

Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.

Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan

pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei

dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan

Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959,

tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor

Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.

Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal

dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Kemudian

oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti

9
Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar

Dewantara.Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar

sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi

museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data

surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan

sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan

Badan Arsip Nasional.

2.2 Aliran filsafat

Ki Hajar Dewantara termasuk aliran filsafat pendidikan yang menganut

definisi pendidikan, apabila dilihat dari sudut aliran filsafat pendidikan evolusionistis

yang lebih menekankan tangga-tangga psikologis perkembangan manusia.Suatu

konsep pendidikan yang lebih mengarahkan orientasinya pada aspek-aspek kehidupan

modern yang kompleks dan rumit kaitannya, yang lebih individualisis sehinga

menuntut kemampuan individual masing-masing pribadi dalam mengadakan

penyesuaian kehidupan psikologsnya.Konsep tentang anthropologi filsafat kalau tidak

dirumuskan dalam definisi pendidikan dapat dicari pada rumusan tentang tujuan

pendidikannya.

Sebagai contoh dalam sejarah pemikiran filsafat pendidikan Indonesia, kita

dikenalkan dengan salah satu rumusan tujuan pendidikan sebagai berikut:

10
“Membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab atas kesejahteraan Negara dan tanah air.” Dalam rumusan ini

hakekat manusia sebagai suatu aspek yang bernilai martabat yang sama, sehinga yang

satu tidak boleh mencaplok atau menghisap yang lain, artinya manusia dihisap warga

negara sehingga mengarah ke terhisapnya kepentingan individu demi kepentingan

dan kejayaan Negara, dan sebaliknya hilangnya aspek warganegara dan mengarah ke

individualisme yang otomistis.

Suatu ilustrasi tujuaan pendidikan yang mengarah ke penghisapan

individualitas manusia ke dalam konsep warganegara adalah definisi pendidikan di

bawah ini: “Pendidikan adalah kegiatan atau proses dengan mana individual dibina

agar loyal setia tanpa sarat dan penyesuaian membuka pada kelompok atau lembaga

soial.” Definisi pendidikan ini disamping berlaku pada Negara totaliter yang dengan

monisme kebudayaan, juga berlaku pada masyarakat yang ketat berpegang teguh

mempertahankan tradisi kebudayaannya, yaitu pada masyarakat yang tradisioal

konservatif.

Dalam batas-batas tertentu, para sosiolog lebih dekat pemikiran pendidikan

dengan definisi konsep pendidikan di atas. Sedang para psikolog lebih dekat dekat

dengan definuisi oendidikan di bawah ini: “Pendidikan adalah suatu proses

pertumbuhan di dalam mana individu dibantu mengembangkan daya-daya

kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya.” Perbedaan antara kedua

definisi pendidikan di atas, antara pendekatan sosiologis dan pendwekatan psikologis

11
adalah bahwa pendekatan social meninjau proses pendidikan dalam kaitannya dengan

kehidupan dengan lembaga social di luar individu, sedang pendekatan psikologis

meninjau proses pendidikan dari sudut proses internal dalam diri manusia, sehinga

lebih mengarah ke peninjauan tentang konsep hakekat psikologis, bukan filosofis,

daripada anak didik.

2.3 Pemikiran tentang pendidikan

Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara,

Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang

mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang

sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni

pengangkatan manusia ke taraf insani.

Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi

manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan

disempurnakan.Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa

manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden

dari sifat alami manusia (humanis).Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan

adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia

(humanisasi).Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya

pendidikan yang mamanusiawikan manusia.

12
Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu

juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan

dewasa. Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus

dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu

sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah

(kemiskinan dan kebodohan).Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia

dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat,

mentalitas demokratik).Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi

bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas,

moralitas dan spiritualitas.

Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan

generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas

soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat

dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi

pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang

berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan

diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini.

Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu

dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi

pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan

bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan

13
dan sebagai fasilitator kelas.Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai

guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar

adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan,

sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar

(menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia

ini).Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya

adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan

membawa keselamatan.Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara

tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah

memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic.

Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan

independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual.Universal artinya

berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan

dari kehendak Tuhan.Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala

hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati)

manusia.Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang

berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan

terhadap masing-masing anggotanya.

Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya

membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental

dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual

14
sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya

setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap

dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri,

mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya

rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para

peserta didiknya. Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang

berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota

masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan

kesejahteraan orang lain.

Dalam pemikiran kihajar dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem

pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang

berdasarkan pada asih, asah dan asuh.Metode ini secara teknik pengajaran meliputi

‘kepala, hati dan panca indera’ Dalam kaitannya dengan fungsi pendidikan, Ki hajar

dewanrtara membagi watak manusia menjadi dua bagian, yaitu bagian yang

intelligebel dan bagian biologis.Bagian intelligebel adalah watak yang berhubungan

dengan kecerdasan angan-angan atau fikiran (intelek).

Bagian inilah yang dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan, seperti

kelemahan fikiran, kebodohan, kurangnya wawasan, kurang cepat berpikir,

dll.Melalui upaya pendidikan, bagian intelligebel anak dapat dikembangkan sehingga

anak memiliki kemampuan berpikir dengan baik, memiliki kecakapan untuk

mempertimbangkan kuat-lemahnya kemauan. Sedangkan watak bagian biologis

15
adalah watak yang berhubungan dengan dasar-hidup manusia dan yang tidak akan

dapat berubah selama hidup. Bagian biologis ini adalah bagian-bagian jiwa manusia

yang terkait dengan “perasaan” seperti rasa-takut, rasa-malu, rasa-kecewa, rasa-iri,

rasa-egoisme, rasa-sosial, rasa-agama, rasa-berani, dll.Dalam konteks ini, pendidikan

tidaklah dapat menghilangkan perasaan-perasaan “jelek” yang dimiliki manusia.

Rasa-rasa tersebut akan tetap ada di dalam jiwa manusia, mulai dari masih kecil

hingga dewasa.

Peran pendidikan hanyalah mengendalikan agar perasaan tersebut tidak

muncul. Anak yang memiliki watak “penakut” setelah mendapat pendidikan yang

baik, tidaklah serta merta akan menjadi anak yang berwatak pemberani. Rasa takut

yang dimilikinya hanya tidak tampak, karena ia telah memiliki kecerdasan fikiran,

sehingga dapat menimbang dan memikirkan mana yang seharusnya ditakuti dan mana

yang tidak perlu ditakuti, yang pada akhirnya dapat memperkuat kemauannya untuk

tidak takut terhadap sesuatu yang tidak perlu ditakuti. Dengan demikian, dalam hal

ini pendidikan berfungsi mengembangkan kecerdasan intelligebel (fikiran), sehingga

pandai menimbang-nimbang dan berfikir untuk memperkuat kemauannya untuk tidak

takut, tidak iri, tidak egois

16
2.3 Pengaruh pemikiran dalam pendidikan

Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk

mendirikan sekolah taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti

kemerdekaan. Konsepsi Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara

dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan

yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar yang diterapkan

Taman Siswa.Orientasi Asas Dan Dasar Pendidikan Dari Ki Hajar Dewantara

diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu menjelaskan

sifat pendidikan pada umumnya.

Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan

bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri.Bila diterapkan kepada

pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-

murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian

tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan

kodrati.Hak mengatur diri sendiri berdiri (Zelfbeschikkingsrecht) bersama dengan

tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke

groei).Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut

“among metode” (sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-

guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan

memberi kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri.Inilah yang disebut dengan

semboyan “Tut Wuri Handayani”.Menyinggung masalah kepentingan sosial,

17
ekonomi dan politik kecenderungan dari bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan

hidup dan penghidupan ke barat-baratan telah menimbulkan kekacauan.

Menurut Kihajar Dewantara Sistem pengajaran yang terlampau memikirkan

kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar kodrati yag terdapat dalam

kebudayaan sendiri. Sementara hal yang menyangkut tentang dasar kerakyatan untuk

memepertinggi pengajaran yang dianggap perlu dengan memperluas

pengajarannya.dan memiliki pokok asas untuk percaya kepada kekuatan sendiri.

Dalam dunia pendidikan mengharuskan adanya keikhlasan lahir-batin bagi guru-guru

untuk mendekati anak didiknya.Sesungguhnya semua hal tersebut merupakan

pengalaman dan pengetahuan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan barat yang

mengusahakan kebahagian diri, bangsa dan kemanusiaan.

18
BAB III

Bapak Pendidikan Indonesia

3.1 Warisan Ki hajar dewantara

1. Ing Ngarso, Sung Tuladha

Mengajarkan sebagai seorang pemimpin, perlu adanya keteladanan untuk

ditiru dan menjadi contoh yang benar. Keteladanan tidak berhenti terhadap waktu

karena berlangsung 24 jam sehari dan 7 hari seminggu serta dilakukan bukan hanya

di masyarakat, namun juga di rumah, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, dan

lingkungan terkait lainnya. Keteladanan itu berefek kepada tutur kata, sikap, gaya

bahasa tubuh dan implikasi dalam relasi pemimpin itu kepada bawahan dan orang

lain.

Tidak ada manusia yang dapat dikatakan 100% sempurna di dunia ini, hanya

kalau memang rekan sekalian berada dalam lingkaran pemimpin, tentu tanggung

jawab yang disandang akan jauh lebih berat daripada kalau sekedar menjadi bawahan.

Akhlak dan nurani memegang peran penting yang sudah diajarkan dalam agama dan

kepercayaan kita masing-masing. Keteladanan tidak dapat dibuat-buat karena orang

lain cepat atau lambat akan merasakan dan mengetahuinya, maka bila kita sudah

menjadi teladan, secara tidak langsung rekan sekalian sebenarnya sudah menjadi

seorang panutan dan pemimpin.

19
2.Ing Madya, Mangun Karso

Menerangkan keikut sertaan kita dalam bekerja bersama-sama.Dalam suka

dan duka, semua ditanggung bersama, untuk memperbaiki nasib dan meningkatkan

taraf dalam ke semua hal, entah taraf kehidupan, taraf pendidikan, taraf kebersamaan

dan lain sebagainya. Pemimpin yang bijak akan berada bersama dengan yang

dipimpin, sama-sama melinting lengan baju dan ikut membuat tangannya kotor dan

berkeringat agar ada perbaikan bersama menuju hari esok yang lebih baik.

3.Tut Wuri Handayani

Yang merupakan pelengkap semboyan tidak kalah pentingnya bahwa sebagai

seorang pemimpin bijak, seyogyanya ketika bawahan atau rakyat yang dipimpin

sedang mengalami kesusahan dan keterpurukan, pemimpin harus turun ke bawah,

mengayomi serta memberikan dorongan dan mengangkat mereka yang jatuh.

20
BAB IV

Penutup

4.1 Analisa

Lembaga pendidikan pada umumnya adalah sarana bagi proses pewarisan

maupun transformasi pengetahuan dan nilai-nilai antar generasi. Dari sini dapat

terpahami bahwa pendidikan senantiasa memiliki muatan ideologis tertentu yang

antara lain terekam melalui konstruk filosofis yang mendasarinya. Sekolah memang

bukanlah sesuatu yang netral atau bebas nilai.Sebab tak jarang dan seringkali

demikian, pendidikan dianggap sebagai wahana terbaik bagi pewarisan dan

pelestarian nilai-nilai yang nyatanya sekedar yang resmi, sedang berlaku dan direstui

bahkan wajib diajarkan di semua sekolah dengan satu penafsiran resmi yang seragam

pula.

Dinamika sistem pendidikan yang berlangsung di Indonesia dalam berbagai

era kesejarahan akan menguatkan pandangan ini, betapa dunia pendidikan memiliki

keterkaitan sangat erat dengan kondisi sosial-politik yang tengah dominan. Ki Hajar

Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan

psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan

karya.Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya

21
secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja

akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau

mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka

hanya akanmenjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan

sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang

memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan

menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang

membedakannya dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya,

sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk

menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan

kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda.Dalam

masalah kebudayaan berlaku pepatah:”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain

ikannya.” Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam

budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia

itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.

Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan

perubahan sikapnya dalam Hal ini dimaksudkan supaya Ki Hadjar Dewantara dapat

bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya melaksanakan pendidikan

yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru

spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta

22
didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru

hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru

kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para

peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang

diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau

figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu,

nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan

kebaikan, keluhuran, keutamaan.

Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang

keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia,

mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini).Sebagai pendidik yang merupakan

perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu

mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa.Merdeka baik

secara fisik, mental dan kerohanian.Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh

tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti

keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi,

tanggungjawab dan disiplin.Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah

membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa

merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada

23
aspek-aspek nasional.Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan

universalistik.Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka

dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual.Universal artinya

berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan

dari kehendak Tuhan.Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala

hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati)

manusia.

Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang

berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan

terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati;

pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan

independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya

mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan;

pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-

masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa

percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru

hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi

kebahagiaan para peserta didiknya.

Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian

merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna,

dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode

24
yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode

pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and

dedication based on love).Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang

yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya

dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang.

4.2 Kesimpulan Dan Saran

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hadjar

Dewantara adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang

memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak

pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dengan

nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ki Hajar Dewantara dibesarkan di

lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Saat genap berusia 40 tahun , Raden Mas

Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat

itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan

namanya.

Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat

kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem

Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal

25
penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga

mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga

aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar

Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan

menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya

persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes

Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo yang nantinya

akan dikenal sebagai Tiga Serangkai, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indische

Partij pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

Ciri-ciri kemodernan mereka antara lain terlihat pada keberaniannya

mengemukakan pendapat serta pemikiran mereka senantiasa dihubungkan dengan

kebutuhan zaman di mana mereka berada, bersifat demokratis, terbuka, inovatif,

progresif, dan rasional.

terciptanya pembaruan pendidikan yang dikemukakan tampak sangat

dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan keluarga, pendidikan, tempat tinggal,

teman dan kolega, bacaan, serta dorongan kuat yang timbul dari diriny sendiri.Hal ini

mengingatkan kepada kita, bahwa jika kita menginginkan agar memiliki corak

pemikiran tertentu, maka bebagai faktor yang memengaruhinya harus

dipertimbangkan.

26
ide-ide pembaruan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara

tersebut bukan hanya tertinggal dalam kertas atau angan-angan belaka, melainkan

telah pula dipraktikkan dalam kenyataan dan telah menghasilkan manfaat yang tiadak

kecil.Gagasan dan pemikiran yang mereka kemukakan telah memengaruhi

perkembangan dan kemajuan pendidikan di Indonesia.Upaya mereka patut diharagai

dengan terus memelihara dan mengembangkannya. Bangsa ini perlu mewarisi buah

pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan

tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi,

status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan

yang asasi.

Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang

terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya

mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa

sungtulada (di depan memberi teladan). Pengaruh pemikiran pertama dalam

pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya

sendiri.Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan

upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan

bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk

diperoleh dalam perkembangan kodrati.Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara

adalah Taman Siswa yang menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada

masa kolonial dan tetap eksis sampai hari ini. Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar

Dewantara dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

27
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ki hajar dewantar

28
Gambar 1.2 Taman siswa

Gambar 1.3 Taman siswa

29
Gambar 1.4 Pembelajaran pada taman sisw

Gamabar 1.5 Tiga serangkai

30
Biodata Penulis

BIODATA

Nama : Muhammad Mirza P

Jenis Kelamin : laki-laki

Nama Panggilan : Mirza

TTL : Bandung, 22 maret 2002

Alamat Rumah : jl.letjend s parman block c no 13

Hobby : automotif

Agama : islam

Email : mirzarazel31@gmail.com

Instagram : @mirzap31

31
PENDIDIKAN

 Taman Kanak Kanak dewi sartika bandung

 Sekolah Dasar Laboratorium Jakarta

 Sekolah Menegah Pertama Negri 88 jakarta

 Sekolah Menengah Atas NEGERI 23 JAKARTA

32

Anda mungkin juga menyukai