Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI

BELAJAR INTEGRITAS KEPADA TOKOH BANGSA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN DAN


BUDAYA ANTI KORUPSI
Dosen pembimbing : Hetty Astri, SST. M.kes

Kelompok 5
Disusun oleh :
1. Amalia Dwi Tresna P3.73.24.1.18.006
2. Anissa Laily Rachma P3.73.24.1.18.010
3. Fithri Nurrahma P3.73.24.1.18.020
4. Indi Nur Safitri P3.73.24.1.18.025
5. Nabiihah Tungga Dewi P3.73.24.1.18.029
6. Widya Ningrum P3.73.24.1.18.040

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 3


BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
B. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ....................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
1. KH. Agus Salim ........................................................................................................................ 5
2. Baharuddin Lopa ......................................................................................................................... 6
3. Sri Sultan Hamengkubuwono IX ................................................................................................ 8
4. Hoegeng Iman Santoso ............................................................................................................... 9
5. Ki Hajar Dewantara .................................................................................................................. 10
6. Mohammad Hatta...................................................................................................................... 11
7. Mohammad Natsir .................................................................................................................... 13
8. Saifuddin Zuhri ......................................................................................................................... 13
9. Sjafruddin Prawiranegara.......................................................................................................... 14
10. R. Soeprapto.......................................................................................................................... 15
11. Ir. Sukarno............................................................................................................................. 16
12. Widodo Budidarmo ............................................................................................................... 16
BAB III................................................................................................................................................. 17
PETA KONSEP .................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 23

2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang
telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi dengan
judul Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya.

Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pembimbing kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, 2021

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maraknya korupsi di Indonesia saat ini menjadi tanda tanya apakah hal ini
merupakan budaya yang telah mengakar, sehingga perlu diketahui kembali sejarah
bangsa ini. Kisah-kisah para tokoh bangsa yang memiliki integritas tinggi, berwatak
pejuang, disiplin, jujur, berdedikasi, dan antikorupsi dapat mengingatkan kita kembali
pada masa kini yang hidup di zaman penuh kasus korupsi. Fokus utama para tokoh
pemimpin masa itu ialah untuk menjalankan amanat rakyat, bukan untuk memperkaya
diri dengan memanfaatkan kekayaan negara dan rakyat. Kisah para tokoh tersebut dapat
menjadi bukti bahwa Indonesia pernah memiliki pemimpin-pemimpin yang amanah,
jujur, sederhana, dan bertanggung jawab sekaligus bukti bahwa bangsa Indonesia tidak
memiliki budaya korupsi sejak dahulu.

Sembilan nilai antikorupsi atau disebut juga sembilan nilai integritas merupakan
rumusan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dapat
dijadikan tolak ukur dalam menilai seorang tokoh untuk dijadikan teladan dalam
pemberantasan korupsi. Nilai-nilai tersebut yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin,
tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.

B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai integritas yang
dimiliki para tokoh bangsa sebagai salah satu faktor yang dapat menghindari kegiatan
korupsi yang diambil dari kisah-kisah para tokoh bangsa sebagai teladan bagi seluruh
lapisan masyarakat.

C. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui nilai-nilai integritas dalam diri para tokoh bangsa untuk menghidari
kegiatan korupsi.
2. Mengingatkan dan memberi pencerahan akan pentingnya integritas dalam
menjalankan tugas negara.
3. Mengetahui bahwa pernah ada sosok pejabat bangsa Indonesia yang berintegritas
untuk diteladani oleh masyarakat.

4
BAB II

PEMBAHASAN
1. KH. Agus Salim
Lahir dengan nama asli Musyudul Haq di Koto Gadang, Sumatera Barat, 8 Oktober
1884, Agus Salim menimba ilmu di sekolah khusus anak-anak Eropa, Europeesche
Lagere School (ELS). Begitu lulus pada 1897, anak jaksa di Pengadilan Riau itu
melanjutkan studinya ke Hoogere Burger School (HBS) di Batavia.(Nugraha,2018). Pada
1906, ia terbang ke Jeddah untuk menjadi penerjemah di Konsulat Belanda. Di sanalah
ia memperdalam ilmu agama Islam, diplomatik, dan beberapa bahasa asing macam
Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Turki, Jepang, dan tentu saja Arab.

Kiprah Agus Salim dalam perjuangan kemerdekaan dimulai bersama Serikat


Islam (SI) pada 1915. Saat menjadi anggota Volskraad periode 1921–1924, ia dikenal
sebagai sosok yang bersuara keras. Kiprahnya lantas berlanjut di Jong Islamieten Bond
(JIB). Selain bergerak di jalur politik, Agus Salim juga seorang jurnalis. Ia antara lain
sempat berkiprah bersama Harian Neratja, Hindia Baroe, dan mendirikan surat kabar
Fadjar Asia.( Hakiem)

Setelah Indonesia merdeka, karena kompetensinya, Agus Salim sempat


dipercaya menjabat menteri dalam beberapa kabinet. Di Kabinet Sjahrir I dan II, Agus
Salim adalah menteri muda luar negeri. Sementara itu, di Kabinet Amir Sjarifuddin
(1947) dan Kabinet Hatta (1948–1949), ia menjabat menteri luar negeri. KH. Agus salim
merupakan salah satu anggota BPUPKI. Pemikirannya dalam nilai islam dan
nasionalisme dalam sebuah Negara berperan penting dalam pembentukkan konstitusi
Negara Indonesia. Selain menjadi anggota BPUPK di pengujung kemerdekaan
Indonesia, Agus Salim juga menjadi anggota panitia persiapan kemerdekaan Indonesia
(PPK) pada akhir kekuasaan Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Agus
Salim menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Selanjutnya, dalam perjalanan
politik, Agus Salim juga terkenal dengan pandai berdiplomasi. Saat Kabinet Syahrir I
dan II terbentuk, Ia dipercaya menjadi Menteri Muda Luar Negeri kemudian diangkat
menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta

Sifat berani dan tegas yang didapatkan oleh KH Agus Salim ketika
mendebatkan siding BPUPK mengenai perumuusan dasar Negara UUD 1945, beliau
dalam hal ini menyampaikan pandangannya dan mempertanyakan tentang gagasan Pasal-

5
Pasal tersebut. Ia kemudian mengeluarkan pendapat sekaligus bertanya, apabila seorang
presiden itu harus orang islam, nah bagaimana dengan wakil presiden beserta menteri
dan duta-duta besar negara Indonesia. Dengan demikian, adakah jaminan dan sekaligus
janji kita bersama sebagai bangsa Indonesia untuk saling melindungi agama lainnya.

Walaupun sempat menduduki jabatan menteri dalam beberapa kabinet


pemerintahan di negeri ini, Agus Salim ternyata sempat tak memiliki rumah kediaman
tetap. Kebanyakan rumah yang dikontrak oleh Agus Salim pun tidaklah luas dan nyaman.
Tak jarang hanya memiliki satu kamar. Demi mengubah suasana, setiap enam bulan
sekali, Agus Salim menyusun ulang tata letak meja-kursi, lemari, hingga tempat tidur.
Dengan melakukan itu, ia merasa mengubah lingkungan tanpa perlu pindah ke tempat
lain. Tak jarang pula, rumah yang ditempatinya itu bocor di mana-mana.

Hasil yang disepakati bersama ini bukan berarti dapat disimpulkan bahwa Agus
Salim merupakan kelompok Islam yang anti terhadap Islam sendiri. Namun, ia
mendahulukan kepentingan tentang kebangsaan Indonesia yang lebih memili arti penting
karena Islam menurut Agus Salim tidak ada keharusan untuk memformalkan Islam dalam
sebuah negara. Hal ini pula yang menandakan bahwa Agus Salim memiliki jiwa
nasionalisme tinggi. Dalam konteks seperti ini, pandangan Islam yang Inklusif menjadi
titik tolak bahwa Indonesia dibangun atas dasar kebangsaan yang religius dengan adanya
Pancasila dan juga Pasal 29 yang disepakati dalam sidang BPUPK dan PPK. Jadi, negara
Indonesia tidak hampa agama dan tidak berdasar satu agama saja. Semua hak warga
negara dengan berbagai macam agamanya mendapatkan perlindungan dari negara
melalui Konstitusi tanpa melihat besar kecil kuantitas jumlah pemeluknya. Dengan
adanya jaminan tersebut, justru semakin meneguhkan dan semakin menjamin warga
negara Indonesia merasa aman dalam melaksanakan ajaran agamanya tanpa hambatan.
(Nasar, 2017)

2. Baharuddin Lopa
Pria kelahiran Mandar, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935 itu menjabat Bupati
Majene saat baru berumur 25 tahun. Hebatnya, dia tak segan berkonfrontasi dengan
Komandan Batalyon 710 yang melakukan penyelundupan. Meski demikian, karier pria yang
biasa disapa Barlop itu bukanlah sebagai birokrat, melainkan penegak hukum. Itu sesuai
dengan pendidikan yang ditempuhnya. Selepas SMA, Barlop memilih masuk Fakultas
Hukum Universitas Hasanudin. Ia mempertajam pendidikannya dengan mengikuti Kursus

6
Reguler Lemhanas pada 1979 dan meraih gelar doktor di Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro pada 1982.

Semasa aktif, Barlop dikenal tegas dan berani melawan kejahatan kerah putih. Ia
menyeret Tony Gozal alias Go Tiong Kien dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi
Rp2 miliar. Barlop juga mengejar keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tanjung, dan Nurdin
Halid dalam kasus korupsi. Selain itu, ia pun berani mengusut kasus yang melibatkan
mantan Presiden Soeharto. Saling memberi hadiah untuk menyenangkan hati memang
tuntunan agama. Namun, dalam kapasitas sebagai pejabat negara, hadiah tak bisa diterima
begitu saja karena biasanya ada udang di balik batu. Ada maksud tertentu di balik pemberian
itu

Baharuddin Lopa merupakan pendekar hukum. Kehadirannya di Kejaksaan Agung,


paling tidak telah memberikan nuansa baru tentang paradigma penegakan hukum di
Indonesia. Kehadiran Baharuddin Lopa Kejaksaan Agung, tidak akan pilih-pilih kasus
dalam menangani perkara. Suatu perkara harus dituntaskan tanpa terkecuali kasus mantan
penguasa Orde Baru. Pengangkatan Baharuddin Lopa menjadi Jaksa Agung diyakini bahwa
beliau akan tetap pada komitmen penegakan hukum dengan kebenaran.

Urgensi pemahaman dan aktualisasi keadilan dalam realitas kehidupan manusia,


menurut Baharuddin Lopa minimal memahami dan mengamalkan lima aspek keadilan yang
harus dipelihara dalam kehidupan umat manusia, yaitu; keadilan antara hamba dengan
Penciptanya, adil dalam hubungan antara anak dengan orang tua, adil bagi pemerintah, adil
dari segi sosial ekonomi, dan adil dalam masalah hukum. Pemerintah sebagai pemegang
amanah rakyat, haruslah mempunyai moral dalam pekerjaannya. Sebuah kesadaran tetap
terpatri bahwa sebelum menjadi pejabat, dirinya juga pernah menjadi rakyat biasa. Oleh
karena itu, pemerintahan seharusnya dipandang sebagai sebuah moral dan etika yang
selayaknya mengajak pada kebenaran, kebaikan dan keadilan, serta mencegah terjadinya
dekadensi moral dalam lingkungan masyarakat

Sifat jujur yang bisa di tiru bahwa apapun resiko yang terjadi pada diri penegak hukum,
maka pendirian yang kokoh dan benar harus tetap dipertahankan. Hal ini menunjukkan
bahwa kejujuran memiliki kekuatan penggerak yang pengaruhnya tampak dalam realitas
kehidupan manusia. Pengaruh ini mewarnai pribadi yang bersangkutan sebagai suatu
motivasi untuk senantiasa berbuat lurus

7
3. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Bendoro Raden Mas Dorodjatun atau biasa yang dikenal dengan sebutan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX adalah sultan yang terkenal sebagai sultan yang rendah hati,
demokratis dan setia kepada Indonesia. Sri Sultan lahir pada tanggal 12 April 1912 di
Yogyakarta. Menempuh pendidikan di Algemenee Middelbare School (AMS) di Bandung
dan Faculteit Indologie Universiteit Leiden di Belanda. Hal ini tidak mengurangi sama
sekali rasa nasionalisme Sri Sultan yang menegaskan bahwa ia tetap menjadi seorang
Jawa.

Sri Sultan diangkat menjadi Sultan Yogyakarta pada 18 Maret 1940 dan terjun langsung
dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajah yaitu dari negara Belanda
dan Jepang. Adapun salah satu peran besar yang dilakukan oleh seorang Sri Sultan adalah
membuat keraton menjadi benteng persembunyian untuk para pejuang yang sedang
bertempur melawan tentara dari Belan[da. Selain menjadi Sultan Yogyakarta, Sri Sultan
pernah ditetapkan menjadi Gubernur Daerah istimewa Yogyakarta, menteri bahkan pernah
menjadi wakil presiden pada tahun 1972 – 1978.

a. Surat Tilang untuk Sultan


Kejadian ini terjadi pada tahun 1960, Sri Sultan mengendarai sendiri mobilnya ke
Pekalongan. Pada saat itu Sri Sultan membuat kesalahan dengan melanggar rambu
lalu lintas dan membuat seorang polisi yang sedang berjaga memberhentikan mobil
Sri Sultan serta memerintahkan beliau untuk menunjukkan surat kelengkapan
kendaraan. Polisi tersebut Bernama Brigadir Royadin, awalnya ia tidak mengetahui
dengan siapa ia berbicara namun tidak lama kemudian ia mengenali bahwa beliau
adalah Sri Sultan. Mengetahui hal itu Brigadir Royadin sangat gugup namun ia tetap
harus menjaga wibawanya sebagai polisi. Brigadir Royadin memberitahu
pelanggaran apa yang dilakukan oleh Sri Sultan dan Sri Sultan juga mengakui
kesalahannya serta diberikan surat tilang. Dengan itu Sri Sultan tidak memanfaatkan
kekuasaannya untuk kepentingan sendiri serta Brigadir Royadin yang tidak
memandang status apapun sehingga Sri Sultan menaikkan pangkatnya satu tingkat
karena dianggap menjadi polisi yang tegas dan juga berani.
b. Sopir Mbok Bakul
Pada suatu hari terdapat mbok bakul, wanita pedagang gendong hasil desa yang
memberhentikan Jip Willys yang sedang melintas untuk menepi meminta tumpangan
ke Pasar Kranggan. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang aneh dan mbok pun

8
berbincang secara santai dengan sopir jip tersebut. Keanehan yang terlihat adalah
sesampainya di pasar, banyak pedagang yang melihat dengan terkejut mbok yang turun
dari jip tersebut, Supir jip tersebut juga untuk membantu menurunkan karung yang
dimiliki oleh mbok bakul. Setelah bawaan si mbok sudah semua diturunkan, mbok
menanyakan berapa ongkos yang harus diberikan dan dibalas supir jip tersebut untuk
tidak perlu untuk membayar. Mbok bakul tetap menanyakan ongkos namun hanya
dijawab dengan senyuman. Si mbok belum menyadari siapa sebenarnya supir jip
tersebut dan sesampainya di pasar, lalu secara tiba-tiba seseorang menegur si mbok dan
menanyakan apakah mbok mengetahui supir jib tersebut dan langsung memberitahu
bahwa supir jib tersebut adalah Sri Sultan. Mendengar informasi tersebut si mbok
seperti disambar petir dan pingsan. Cerita ini sangat terkenal dan membuat Sri Sultan
dikenal menjadi sultan yang rendah hati dan tidak gila hormat.

4. Hoegeng Iman Santoso


Hoegeng memiliki cita-cita menjadi polisi sedari kecil karena terkesan dengan sosok
Ating Natadikusumah yang saat itu menjadi Kepala Jawatan Kepolisian. Namun saat
menempuh pendidikan, ia justru mengambil jalur hukum yang mungkin dipengaruhi oleh
ayahnya yang saat itu sempat menjadi Kepala Kejaksaan di Pekalongan. Pada tahun 1943,
Hoegeng mengikuti pendidikan polisi di Pendidikan ajun Inspektur Polisi dan setelah itu
masuk ke Sekolah Tinggi Polisi pada tahun 1944, lalu melanjutkan di Provost Marshall
General School, lalu masuk di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan terakhir masuk ke
Pendidikan Brigade Mobil di Porong pada tahun 1959. Karirnya lambat laun juga
meningkat dan puncaknya pada tahun 1968 ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian
Republik Indonesia sampai dengan tahun 1971.

Sebelum menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Hoegeng menjadi Kepala


Jawatan Imigrasi. Sehari sebelum dilantik menjadi Kepala Jawatan Imrigasi, Hoegeng,
yang memiliki toko kembang bersama istrinya tersebut meminta istrinya untuk menutup
tokonya. Perkataan tersebut lantas membuat istrinya kaget, setelah itu Hoegeng
menjelaskan kepada istirinya bahwa jika tidak menutup toko-nya, suatu hari nanti semua
orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan di toko kembang milik kita dan
menimbulkan ketidakadilan dengan toko-toko kembang lainnya.

Pada tahun 1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat Reserse dan sempat
tinggal di Hotel De Boer karena rumah dinas-nya masih ditempati oleh pejabat lama yang
dipenuhi oleh barang-barang mewah. Hoegeng tidak dapat menerima hal itu dan tetap
9
memilih untuk tinggal di hotel jika barang-barang mewah tersebut masih ada. Hoegeng
mengeluarkan semua barang mewah tersebut di tepi jalan. Menurut Hoegeng dengan
adanya barang-barang mewah tersebut sangat mencurigakan bahkan rumornya barang
tersebut dari bandar judi yang ingin menyuapnya.

5. Ki Hajar Dewantara
Terlahir pada keluarga bangsawan yang tidak kesulitan untuk menempuh pendidikan.
Soewardi Soerjaningrat sempat sekolah dokter Bumiputera namun urung lulus karena
sakit. Lamtas Ki Hajar Dewantara berkiprah di dunia jurnalistik serta dunia politik secara
bersamaan. Nama Ki Hajar Dewantara didapatkan dari keputusan beliau untuk
menanggalkan gelar kebangsawanannya. Karena penanya yang tajam dan kiprah
politiknya, beliau dibenci dan dijatuhi hukuman tanpa proses pengadilan oleh pemerintah
Kolonial Belanda. Atas hukuman itu, ia mengajukan permohonan untuk dibuang ke
Belanda bersama tiga temannya. Alih-alih menjalani hidup sengsara, beliau memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk mendalami masalah pendidikan serta pengajaran hingga
mendapatkan Europeesche Akte yang artinya dapat mendirikan lemabag pendidikan.
Sepulang dari tanah air, beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa Tahun 1922. Saat
Indonesia merdeka, beliau pun dipercaya sebagai menteri Pendidikan dan Pengajaran.
Pada 1957 beliau mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas Gajah Mada.
Dua tahun kemudian, pada tahun 1959 Ki Hajar meninggal dan dimakamkan di Jogja.

Ki Hajar memiliki salah satu dari sembilan nilai anti korupsi yaitu, sederhana. Beliau
merupakan tokoh yang sangat sederhana dalam kehidupan sehari-harinya, meskipun
berasal dari keluarga bangswan tidak menjadikan kehidupan beliau menjadi berlebihan.
Ada dua peristiwa yang menggambarkan betapa sederhananya beliau, yaitu: “Mi Godhok
Sang Menteri” dan “Berburu Perabotan Bekas”.

Peristiwa Mi Godhok Menteri ini terjadi setelah beliau diangkat menjadi Menteri
Pendidikan setelah Indonesia Merdeka. Ketika itu beliau pulang larut malam, tak ada pesta
penyambutan yang megah atau makan besar yang diadakan keluarga. Bahkan hampit tidak
ada yang tersedia di meja makan. Karena itu istri Ki Hajar menyuruh anaknya untuk
membeli mi godhok pinggir jalan untuk sekeluarga. Ki Hadjar pernah berujar, “Aku hanya
orang biasa yang bekerja untuk bangsa Indonesia, dengan cara Indonesia. Namun, yang
penting untuk kalian yakini, sesaat pun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan

10
bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah mengkorup kekayaan negara. Aku bersyukur
kepada Tuhan yang telah menyelamatkan langkah perjuanganku.”

Kegiatan Berburu Perabotan Bekas merupakan hal yang lazim terjadi pada zaman
penjajahan. Apabila warga belanda sudah pensiun dan akan kembali ke negaranya, ia akan
melelang rumah dan juga perabotannya. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh keluarga
Ki Hajar Dewantara, bagi beliau hal terpenting dari sebuah barang ialah manfaatnya bukan
umurnya. Ini sesuai dengan cara pandang Ki Hadjar terhadap kehidupan manusia. Ia
pernah berujar, “Memayu hayuning sariro.., memayu hayuning bangsa.., memayu
hayuning bawana.”Artinya, apa pun yang dikerjakan oleh seseorang harusnya bisa
bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsa, dan bermanfaat bagi dunia. Sikap
sederhana inilah yang membuat beliau tidak serakah karena derajat seseorang bukan
ditentukan oleh kekuasaan dan kekayaan yang dimiliki.

6. Mohammad Hatta
Beliau dikenal sebagai seorang negarawan bangsa Indonesia. Moh. Hatta juga
merupakan ujung tombak dalam beberapa perundingan dengan Belanda, ekonom jempolan,
dan wakil presiden pertama di Indonesia. Sejak meneruskan studinya ke Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs (MULO), Beliau mulai tertarik dengan pergerakan Kemudian memutuskan
untuk bergabung dengan Jong Sumatreanen Bond. Ketika menimba ilmu di Belanda pada
1921, beliau bergabung dengan Indische Vereniging yang lantas berubah menjadi
Perhimpunan Indonesia. Pada 1926, Hatta menjadi pemimpin organisasi pergerakan
nasional di Belanda tersebut. Memiliki pengaruh yang besar, beliau berkali-kali ditangkap
dan diasingkan. Namun, perjuangannya tak pernah berhenti hingga menjadi sosok yang
mendampingi Ir. Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Moh.
Hatta meninggal pada 14 Maret 1980 setelah dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
Jakarta.

Moh. Hatta memiliki salah satu dari sembilan nilai anti korupsi yaitu, jujur. Beliau
merupakan tokoh yang sangat jujur dalam melakukan pekerjaannya terhadap negara,
meskipun diberikan jabatan yang tinggi beliau tidak pernah mengambil hak orang lain. Ada
tiga peristiwa yang menggambarkan betapa sangat jujurnya beliau, yaitu: “Kembalikan Saja
Uang Itu”, “Demi Sebuah Rahasia”, “Mimpi Tak Tebeli”.

11
Pada tahun 1970-an, Bung Hatta sempat berobat ke luar negeri didampingi oleh Mahar
Mardjono sebagai saksi peristiwa “Kembalikan Saja Uang Itu”. Ketika dalam perjalanan
pulang ke Jakarta, Bung Hatta bertanya kepada sekretarisnya, jumlah uang sisa yang
diberikan pemerintah untuk berobat. Ternyata masih ada beberapa uang sisa dan Bung Hatta
tanpa berpikir panjang memerintahkan sekretarisnya untuk segera mengembalikan sisa uang
itu kepada pemerintah. Ketika lengser dari wakil presiden RI, sekretarisnya juga
mengatakan bahwa ada sisa uang untuk keperluan operasional selama menjabat sebagai
wakil presiden, Bung Hatta dengan yakin menolak dana itu dan mengembalikannya kepada
negara. Bung Hatta melakukan itu karena tak ingin meracuni diri dan mengotori jiwanya
dengan rezeki yang bukan haknya. Dia selalu teringat pepatah Jerman, Der Mensch ist, war
es iszt, sikap manusia sepadan dengan caranya mendapat makan.
Peristiwa kedua ialah “Demi Sebuah Rahasia”. Saat itu istri Bung Hatta sedang
menabung untuk keperluan membeli mesin jahit. Namun, tiba-tiba terjadi pemotongan nilai
mata uang oleh pemerintah Indonesia dari Rp 100 menjadi Rp 1. Karena pemotongan inilah
uang tabungan yang telah dikumpulkan menjadi berkurang nilainya dan tak cukup lagi untuk
membeli mesin jahit. Istri Moh. Hatta, Ibu Rahmi, merasa sangat dikhianati oleh suaminya
dan kecewa karena Moh. Hatta tidak memberitahunya terlebih dahulu. Dengan tenang, Moh.
Hatta menjawab, “Seandainya Kak Hatta mengatakan terlebih dahulu kepadamu, nanti pasti
hal itu akan disampaikan kepada ibumu. Lalu, kalian berdua akan mempersiapkan diri, dan
mungkin akan memeri tahu kawan-kawan dekat lainnya. Itu tidak baik! Kepentingan negara
tidak ada sangkut pautnya dengan usaha memupuk kepentingan keluarga. Rahasia negara
adalah tetap rahasia. Sungguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut
dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit demi kepentingan seluruh negara.
Kita coba nabung lagi, ya.”

“Mimpi Tak Terbeli” Setiap manusia wajar untuk memiliki mimpi berupa materi. Sama
halnya Moh. Hatta juga ingin membeli sepatu merek Bally yang pada sekitar tahun 1950
memiliki harga yang tidaklah murah. Untuk membeli sepatu itupun Bung Hatta harus
menabung, namun tabungannya selalu terambil untuk keperluan rumah tangga dan lain-lain.
Hingga akhir hayatpun beliau belum terwujud untuk membeli sepatu tersebut, karena prinsip
hidup beliau dan kesetiannya pada negara.

12
7. Mohammad Natsir
“Jabatan Dan Kedudukan Tak Seharusnya Mengubah Kesahajaan”

Mohammad Natsir, pria kelahiran Solok, Sumatera Barat, 17 Juli 1908, beliau
seseorang yang lekat dengan perdagangan dan agama. Berkali-kali dia tinggal bersama
saudagar dan tak henti menuntut ilmu agama Islam. Saat menimba ilmu di Hollandsch
Indische School (HIS), ia juga tetap belajar di madrasah diniyah. Selepas dari HIS, Natsir
melanjutkan studinya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), lalu ke Algemeene
Middelbare School (AMS) di Bandung.
Kegemarannya dalam berorganisasi dimulai sejak di MULO. Natsir antara lain
bergabung dengan Pandu Nationale Islamietische Pavinderij, dan Jong Islamieten Bond.
Kiprahnya terus mengemuka di berbagai organisasi. Ia kemudian menjadi Wakil Ketua
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Presiden Liga Muslim Sedunia (World
Moslem Congress), dan Ketua Dewan Masjid Sedunia.
M. Natsir menyita perhatian ketika menyampaikan mosi integral pada 1950. Ia lantas
diangkat menjadi perdana menteri walaupun hanya sebentar bertugas karena ada penolakan
dan perlawanan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) menyusul kritik terhadap Soekarno
atas ketimpangan kesejahteraan antara Jawa dan luar Jawa.
Ketidakpuasan membuat Natsir bergabung dengan gerakan Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Ini membuat ia ditangkap dan dipenjarakan pada 1962. Sikap
kritis Natsir berlanjut pada era Orde Baru. Natsir termasuk salah satu penanda tangan Petisi
50 pada 5 Mei 1980. Meski demikian, sosok yang meninggal pada 6 Februari 1993 ini tetap
berkontribusi besar. Antara lain dalam mencairkan hubungan Indonesia dan Malaysia.

8. Saifuddin Zuhri
“Menjadi Pejabat Bukan Berarti Memanjakan Kerabat Dan Sahabat”

Saifuddin Zuhri, salah satu tokoh nasional yang tergabung dalam Laskar Hizbullah
yang dibentuk pada tahun 1944 sebagai Komandan Divisi Hizbullah Jawa Tengah dan
anggota Dewan Pertahanan Daerah Kedu. Saifuddin Zuhri lahir di Banyumas pada 1
Oktober 1919, sejak kanak-kanak tumbuh dalam lingkungan agamis. Tak heran bila jalur
pendidikan yang ditempuhnya selalu di jalur ini. Ia sempat menimba ilmu di Madrasah

13
Ibtidaiyah Al Huda, Madrasah Mambaul Ulum, Madrasah Salafiyah, dan Lembaga
Pendidikan Al Islam.
Saifuddin juga aktif di organisasi Nahdlatul Ulama. Ia antara lain sempat menjadi
Konsul Daerah Ansor dan NU Jawa Tengah serta Sekretari Jenderal Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama. Adapun di pemerintahan, keterlibatan Saifuddin diawali di Dewan
Pertimbangan Agung (DPA). Lantas, ia diangkat sebagai menteri agama pada 1964.
Dalam kehidupannya, Saifuddin yang semasa muda berprofesi sebagai wartawan juga
dikenal sebagai penulis buku. Salah satu karyanya adalah Berangkat dari Pesantren. Buku
ini rampung pada 10 September 1985. Sekitar enam bulan berselang, tepatnya 25 Februari
1986, Saifuddin meninggal dunia. Buku yang diterbitkan pada 1987 itu pun menjadi karya
terakhirnya.

9. Sjafruddin Prawiranegara
“Malu itu bila mengambil milik orang lain atau mengambil uang negara”

Sjafruddin Prawiranegara, pria kelahiran Serang, Banten, 28 Februari 1911 yang


merupakan salah satu tokoh kemerdekaan yang pernah menjabat sebagai Presiden
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) selama 207 hari pada tahun 1948—1949
saat Soekarno dan Hatta ditangkap oleh Belanda. Selain sebagai Presiden PDRI, beliau
juga pernah berkarier sebagai pegawai radio swasta, petugas Departemen Keuangan,
menteri keuangan, perdana menteri, wakil perdana menteri, serta Gubernur Bank
Indonesia.

Sjafruddin Prawiranega diakui sebagai sosok amanah yang memegang teguh kesetiaan
kepada negaranya, meskipun di sisi lain beliau juga merupakan tokoh PRRI yang sempat
memberontak terhadap pemerintah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Sjarifuddin
memiliki sikap bertanggung jawab saat dipercaya untuk mengambil alih pemerintahan
selama ketidakberadaan Soekarno dan Hatta. Saat menjabat sebagai Menteri Keuangan,
beliau membuat kebijakan moneter yang disebut “Gunting Sjarifuddin” pada tahun 1950-
an yaitu pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas sehingga nilainya tinggal separuh yang
setengah bagiannya dipinjamkan kepada negara yang sedang mengalami kesulitan dana.
Sjarifuddin membuat kebijakan tersebut tanpa sepengetahuan istrinya, Tengku Halimah
14
meskipun akibat kebijakan kontroversialnya itu mengharuskan istrinya meminjam uang ke
Kementerian Keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari delapan anaknya.
Sikap berani dan peduli dimiliki Sjarifuddin saat beliau mengambil keputusan untuk
membuat kebijakan moneter tersebut karena Indonesia sedang mengalami kesulitan dana.
Selain untuk negara, Sjafruddin juga mengajarkan nilai mandiri pada istrinya yaitu untuk
tidak bergantung kepada orang lain serta nilai kerja keras, hingga saat Sjafruddin menjadi
Presiden PDRI istrinya tetap berjualan sukun goreng untuk menghidupi keempat anaknya
yang masih kecil.

10. R. Soeprapto
Soeprapto, pria kelahiran Trenggalek, 27 Maret 1897 yang memulai kariernya pada
tahun 1917 sebagai pejabat yang diperbantukan di Landraad (Pengadilan untuk
Bumiputera) Tulungagung dan Trenggalek dan terus meroket hingga akhirnya pada tahun
1950 dipercaya sebagai Jaksa Agung RI selama 9 tahun. Atas keberanian, kecerdasan serta
ketelitiannya, beliau diberi penghormatan dengan diabadikan dalam bentuk patung
setengah badan di gedung Kejaksaan Agung pada tahun 1967 dan disebut sebagai Bapak
Kejaksaan RI.

Kebijakan dan ketegasan Soeprapto dalam menjunjung hukum tidak hanya diterapkan
kepada para pejabat negara, namun juga kepada anaknya. Pada peristiwa yang
menyebabkan perselisihan antara anaknya, Sus dengan abang becak akibat bola yang
dimainkan oleh Sus dan temannya meluncur ke jalan hingga abang becak dan tiga
penumpangnya terluka, Soeprapto tanpa ragu segera menyuruh Sus meminta maaf dan
mengganti rugi kepada abang becak serta membiayai pengobatan ketiga penumpang
becak. Soeprapto menunjukkan sikap adil dan berani mengakui bahwa anaknya berbuat
salah dan tidak membelanya meskipun dirinya seorang jaksa serta anaknya diajarkan
tanggung jawab saat berbuat kesalahan pada peristiwa tersebut karena baginya baik
keluarganya maupun pejabat negara tidak ada yang memiliki imunitas dalam hukum.

Putri Soeprapto bernama Sylvia juga mengalami peristiwa yang dapat dipelajari dari
ayahnya, yaitu saat ia diberi dua buah gelang emas oleh orang tak dikenal yang
mengakibatkan kemarahan sang ayah. Soeprapto meminta Sylvia mengembalikan gelang
tersebut saat itu juga, hingga akhirnya diketahui bahwa pemberi gelang tersebut
merupakan orang Pakistan ingin meminta keringanan kepada Soeprapto atas kasus yang
sedang melilitnya. Nilai jujur dan adil diajarkan kepada anaknya bahwa saat menjalankan
tugas negara sebagai jaksa agung beliau bersikap jujur dengan tidak menerima bentuk
15
hadiah apapun agar dapat mengurangi hukuman kasus yang sedang ditanganinya serta
menunjukkan bahwa beliau adil dalam memerlakukan siapapun di mata hukum.

11. Ir. Sukarno


Ir. Soekarno adalah presiden pertama dan proklamator kemerdekaan. Beliau lahir di
Surabaya 6 Juni 1901. Beliau merupakan negarawan yang luar biasa dan arsitek dengan
karya monumental. Bung Karno aktif di berbagai organisasi politik dan menidrikan partai
politik akibatnya Ir. Soekarno selalu dikejar pemerintah belnada dan beberapa kali
diasingkan dan di penjara.

Setelah 7 tahun menjadi Presiden, Ir. Soekarno pun dikhianati dengan dikeluarkannya
mosi tidak poercaya oleh parlemen yang dibentuk oleh Nasution. Bung Karno pun harus
meninggalkan istana segera. Walau begitu,Bung Karno tak dendam. Bung Karno juga
tidak melawan karena Bung Karno khawatir terjadi perang sodara jika ia melawan. Hal ini
dilakukan karena Bung Karno memikirkan keselamatan bangsanya. Ketika meninggalkan
istana, Bung Karno dengan tegas memperingatkan anak-anaknya untuk tidak membawa
apapun yang bukan milik pribadi.

12. Widodo Budidarmo


Widodo Budidarmo lahir 1 September 1927. Beliau sempat mengikuti pendidikan
militer Heiho di Jakarta. Setelah itu Pak Widodo memilih menimba ilmu di Perguruan
Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Pak Widodo terus mendapatkan kepercayaan hingga
menjabat sebagai ketua Polri pada 1974-1978.Beliau merupakan pemimpin yang tegas
dan adil, hingga pada tahun 1973 beliau mengadili anaknya karena tak sengaja
menembak supir beliau hingga tewas. Karena hal tersebut ankanya dijatuhi hukuman 1
tahun penjara. Beliau adalah seorang bapak yang tegas dan mengajari anaknya untuk
dapat bertanggung jawab. Beliau juga mengajari keluarganya untuk tetap hidup
sederhana dan tidak menyalahgunakan jabatannya sebagai Kapolda. Pada masa jabatan
Widodo Budidarmo sebagai ketua Polri beliau berhasil membekukan 239 pengdear
narkoba dan membongkar tempat pengolahan morfin di Riau

16
BAB III

PETA KONSEP

BELAJAR INTEGRITAS KEPADA TOKOH BANGSA

Tidak menerima hadiah dari oranglain karena


Baharuddin Lopa beliau menganggap ada hal yang dimaksud

Mengakui kesalahannya bahwa ia melakukan pelanggaran


Sri Sultan dalam lalu lintas dan mengikuti prosedur yang berlaku
Hamengkubuwono
IX Hoegeng memiliki sifat jujur karena ia tidak mau menerima yang
Hoegeng Imam bukan hak nya dan dapat menyuarakannya dengan lantang.
Santosa
“Kembalikan Saja Uang Itu”.Bung Hatta sempat berobat ke luar negeri. Dalam
Moh. Hatta perjalanan pulang dia bertanya pada sekretarisnya berapa sis uang yang
diberikan pemerintah untuk berobat. Ketika mengetahui bahwa masih ada sisa,
dengan yakinnya beliau memerintahkan sekretarisnya untuk mengembalikannya
JUJUR ke pemerintah.

Mohammad Ketidakpuasan membuat Natsir bergabung dengan gerakan Pemerintah


Natsir Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Natsir termasuk salah satu penanda
tangan Petisi 50 pada 5 Mei 1980.

R. Soeprapto Beliau tidak menerima bentuk hadiah apapun sebagai bentuk imbalan
untuk meringankan kasus seseorang saat menjalankan tugas
negaranya.
Ir. Soekarno Ketika meninggalkan istana Ir. Soekarno tidak membawa sedikit pun aset
negara dan Ir. Soekarno menyuruh anak-anaknya untuk tidak membawa
apapun yang bukan milik pribadi

Widodo Widodo Budidarmo memilih Jujur dan membuka kasus 17


Budidarmo anaknya melalui pers
beliau ikut dlam perubahan gagasan penyebutan agama islam
KH. Agus Salim dihapuskan dari konstitusi.

Sri Sultan menaikkan pangkat satu tingkat untuk Brigadir


Sri Sultan Royadin yang sudah menjadi polisi yang tegas dan berani
Hamengkubuwono
IX Meminta istrinya untuk menutup toko kembang yang dimiliki ia dengan istrinya
Hoegeng Imam sebelum hari pelantikan menjadi Kepala Jawatan Imigrasi karena Hoegeng tidak
Santosa ingin toko kembang mereka ramai hanya karena jabatannya
Beliau membuat kebijakan Gunting Sjarifuddin karena saat itu
Sjarifuddin negara sedang mengalami kesulitan dana dan dengan kebijakan
Prawiranegara tersebut maka setengah bagian nilai yang dipotong dapat
PEDULI dipinjamkan kepada negara.
Ir. Soekarno Ir. Soekarno lebih baik robek dan hancur daripada bangsanya harus perang
saudara dan menimbulkan penderitaan bagi rakyat. Ir. Soekarno juga tidak
ingin rakyat melihat dan mendekati Ir. Soekarno

Dapat dilihat dari tempat tinggal yang ditinggali keluarga Agus Salim
KH. Agus Salim
Sri Sultan tidak menunjukkan kekuasaannya dan
Sri Sultan berperilaku sederhana dan rendah hati kepada rakyatnya
Hamengkubuwono
IX
Dapat menggunakan barang dinas sesuai kebutuhannya

Baharuddin Lopa
“Mi Godhok Sang Menteri”
Ketika pulang dari pengangkatan menjadi menteri pendidikan
Ki Hajar setelah Indonesia merdeka, keluarga beliau tidak berpesta, hanya
SEDERHANA makan dari membeli mi godhok pinggir jalan.
Dewantara

18
“Mimpi Tak Terbeli”.Bung Hatta memiliki impian membeli sepatu merek Bally yang
Moh. Hatta pada zaman itu tidaklah murah. Beliau menabung, namun ada saja keperluan yang
menyebabkan tabungannya terambil. Hingga akhir hayatpun mimpi beliau belum
terwujud, karena prinsip hidup dan kesetiannya pada negara. ingin toko kembang
mereka ramai hanya karena jabatannya

SEDERHANA Saat meninggalkan istana Ir. Soekarno hanya mengenakan kasu oblong putih
Ir. Soekarno dan celana panjang hitam

M. Natsir memakai kemeja bertambalan karena beliau hanya


Mohammad memiliki dua stel kemeja kerja yang sudah tidak begitu bagus. M.
Natsir Natsir tak malu menjahit kemejanya itu bila robek.

Saat menyampaikan pandangannya dan mempertanyakan


KH. Agus Salim tentang gagasan Pasal-Pasal UUD 1945

Melawan tokoh yang melakukan korupsi


Baharuddin Lopa
.Hoegeng memiliki sifat jujur dan berani karena ia tidak mau menerima yang
bukan hak nya dan dapat menyuarakannya dengan lantang
Hoegeng Imam
Santosa Ketidakpuasan membuat Natsir bergabung dengan gerakan Pemerintah
BERANI Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Natsir termasuk salah satu penanda
Mohammad tangan Petisi 50 pada 5 Mei 1980.
Natsir
Saat menjabat sebagai Menteri Keuangan, beliau membuat kebijakan
Sjarifuddin Gunting Sjarifuddin dengan memotong setengah dari nilai Rp 5 ke atas.
Prawiranegara
Beliau berani mengatakan bahwa anaknya melakukan kesalahan meskipun
R. Soeprapto dirinya seorang jaksa agung.

negaranya.

19
Saat dirinya dipercaya untuk mengambil alih pemerintahan selama
ketidakberadaan Soekarno dan Hatta sebagai Presiden PDRI.
Sjarifuddin
Prawiranegara
Suatu ketika, Mohammad Zainuddin Dahlan, adik iparnya,
Saifuddin Zuhri mendatangani kantor Saifuddin. Ia bermaksud meminta Saifuddin
Melakukan setiap pekerjaannya
memberangkatkannya secara
ke tanah suci tanggung
untuk jawab ibadah
menunaikan sehingga dapat dipercayai
menjadi Kepala Kepolisian R.I (1968-1971) dan juga menjadi Kepala Jawatan
Hoegeng Imam haji dengan
Imigrasi RI menggunakan fasilitas Kementerian Agama yang
Santosa dipimpin Saifuddin. Mendengar hal itu, Saifuddin menolaknya
TANGGUNG Natsir berpandangan lain. Ia pantang menerima pemberian seseorang yang lantas
karena Dahlan adalah adiknya.
JAWAB Mohammad akan menjadi beban dalam menjalankan amanah.
.
Natsir
Widodo mengajarkan kepada anaknya untuk dapat bertanggung
Widodo jawab atas perilaku yang telah diperbuat yaitu dengan menerima
Budidarmo hukuman 1 tahun penjara

Ketilka anaknya berbuat kesalahan, maka beliau menyuruh


R. Soeprapto anaknya untuk meminta maaf, mengganti rugi dan membiayai
pengobatan orang yang terluka karena kesalahannya.

20
Sri Sultan mengangkat pangkat satu tingkat untuk Brigadir Royadin
Sri Sultan yang sudah menjadi polisi yang tegas dan berani
Hamengkubuwono
Beliau ikut dalam perubahan gagasan penyebutan agama islam
dihapuskan dari konstitusi
KH. Agus Salim
badlop mengatakan bahwa pemerintah selayaknya harus memiliki
Baharuddin Lopa kesadaran moral dan etika dalam lingkungan masyarakat

Suatu ketika, Mohammad Zainuddin Dahlan, adik iparnya,


Saifuddin Zuhri mendatangani kantor Saifuddin. Ia bermaksud meminta Saifuddin
memberangkatkannya ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji
ADIL dengan menggunakan fasilitas Kementerian Agama yang dipimpin
Saifuddin. Mendengar hal itu, Saifuddin menolaknya karena Dahlan
adalah adiknya.
Sjafruddin
Prawiranegara
Berlaku sepatutnya dan tidak sewenang-wenang
R. Soeprapto
Beliau memerlakukan keluarga, masyarakat hingga pejabat negara
sama dalam hukum

Saifuddin Zuhri Tetap bekerja menujual beras dan memakai uang pensiunan untuk
MANDIRI membeli rumah yang akhirnya dijadikan rumah bersalin

Mohammad Mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup dan pantang menerima


Natsir pemberian seseorang

Sjafruddin
Prawiranegara Tidak bergantung pada orang lain

21
Natsir memenuhi kebutuhan Hidup dengan perjuangannya sendiri
Mohammad
Natsir
Walaupun mendapatkan uang pensiunan Saifuddin tetap berjualan beras
Saifuddin Zuhrio untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari hasil kerja kerasnya

badlop mengatakan bahwa pemerintah selayaknya harus memiliki


Baharuddin Lopa
kesadaran moral dan etika dalam lingkungan masyarakat

Saifuddin
Prawiranegara Gigih dan Fokus dalam melakukan sesuatu

PEKERJA
KERAS Ir. Soekarno Ir. Soekarno sibuk berbuat untuk bangsa dan negara sampai tak
sempat punya waktu untuk memikirkan dirinya sendiri

Widodo Widodo selalu mendapatkan kepercayaan besar karena kerja


Budidarmo kerasnya sampai Widodo dipercaya menjadi Kepala Kepolisian RI

Dapat menggunakan barang dinas sesuai kebutuhan


DISIPLIN Baharuddin Lopa

Sjafruddin Taat terhadp peraturan baik yang tertulis maupun tidak


Prawiranegara

22
DAFTAR PUSTAKA

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2014). Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa.

23

Anda mungkin juga menyukai