Anda di halaman 1dari 13

 Membangun Tata Kelola Kampus Berintegritas

Tata kelola kampus Berintegritas merupakan suatu model pendekatan untuk


mendorong terciptanya satuan pendidikan yang berintegritas dengan menerapkan
prinsip-prinsip sesuai tata kelola yang baik (good governance) yaitu akuntabel,
transparansi dan partisipatif sebagai unsur utamanya serta penegakan aturan; sehingga
dapat menekan potensi tindak pidana korupsi di kampus serta mendukung lingkungan
pembelajaran yang kondusif dalam rangka proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi
kepada peserta didik dan warga kampus dengan dukungan semua pemangku
kepentingan (stakeholder) terkait.
Zona Integritas (ZI) merupakan sebutan atau predikat yang diberikan kepada
Kementerian/lembaga dan Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat
(komitmen) untuk mewujudkan WBK dan WBBM melalui upaya pencegahan
korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kementerian/Lembaga dan Pemda yang telah mencanangkan sebagai ZI mengusulkan
salah satu unit kerjanya untuk menjadi Wilayah Bebas dari Korupsi. Zona Integritas
adalah tujuan akhir bukan WBK atau WBBM, WBK atau WBBM adalah proses,
suatu cara untuk menjadikan Kementerian/Lembaga dan Daerah menjadi sebuah
Island of Integrity atau Zona Integritas.
Kasus-kasus kecurangan akademik seperti ijazah palsu, plagiarisme, berita
hoax, hingga kebohongan yang sistemik seolah-olah muncul bergantian dan
mencederai nilai-nilai kejujuran dan kebenaran ilmiah. Kasus plagiarisme dan
nepotisme yang terjadi di salah satu universitas negeri di Indonesia memberikan
dampak negatif terutama pada citra perguruan tinggi dan alumni– nya (Sumandoyo
dan Kresna, 2017). Beberapa universitas pun berani 4 mengeluarkan ijazah palsu
demi keuntungan materi semata (Fitri, 2015). Perkembangan arus informasi yang tak
terbatas dari internet juga melahirkan banyaknya berita hoax dalam konteks yang
negatif. Berita-berita hoax ini dapat menggiring opini masyarakat dan melemahkan
fakta yang sebenarnya. Budaya - copy-paste tanpa adanya filter dan sumber yang jelas
justru semakin berkembang dan mewabah di masyarakat. Belum hilang masalah-
masalah tersebut dari media, kabar terbaru yang mengejutkan datang dari seorang
mahasiswa doktoral di Belanda yang melakukan pembohongan status akademik.
Akibat jangka panjangnya, nilai integritas ilmuwan dan mahasiswa Indonesia bisa
dipertanyakan oleh dunia internasional (Ngazis, 2017).
Belum adanya kesadaran tentang etika dan integritas ilmiah di kalangan
akademisi sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter yang berintegritas. Jika
dilihat dari kacamata pendidik, maka para guru maupun dosen dapat menggunakan 10
prinsip yang disampaikan oleh Donald L. Mc Cabe dan Gary Pavela (1997) tentang
bagaimana menjaga integritas akademik di suatu kampus. Prinsip-prinsip tersebut
dapat menjadi dasar utama dalam kegiatan belajar dan mengajar, sebagai berikut:
1. Menanamkan pemahaman akan pentingnya integritas akademik kepada
mahasiswa.
2. Mendorong mahasiswa untuk berkomitmen terhadap ilmu pengetahuan dan
hidup untuk belajar.
3. Menegaskan peran guru/dosen sebagai mentor dan pemandu
4. Membantu mahasiswa memahami potensi internet dan bagaimana potensinya
sebagai alat kejahatan terutama sesuatu yang dapat merusak integritas
akademik
5. Mendorong mahasiswa untuk bertanggung jawab dalam menjaga integritas
akademik
6. Memperjelas rencana perkuliahan dan bentuk/metode pengajaran
7. Mengembangkan bentuk penilaian/evaluasi yang adil dan obyektif
8. Mengurangi dan mencegah peluang terjadinya ketidakjujuran akademik 5
9. Menanggapi secara bijaksana ketika ketidakjujuran akademik tersebut terjadi
10. Membantu mendefinisikan integritas akademik dan mendukung standar
integritas akademik kampus.

Dari perspektif mahasiswa sebagai subjek pendidikan, etika dan integritas


ilmiah sangat perlu diperkenalkan sejak awal memasuki dunia perkuliahan. Masing-
masing perguruan tinggi memiliki standar dan norma-norma yang identik, yang
bertujuan untuk melahirkan generasi-generasi yang berintegritas tinggi.
Permasalahannya, standar perilaku tersebut tidak sepenuhnya diterapkan, bahkan
tidak dibaca oleh masing-masing mahasiswa. Akibatnya, kelalaian ini berdampak
panjang hingga menimbulkan masalah-masalah yang cenderung terlihat kekanak-
kanakan. Miskomunikasi antara mahasiswa dan dosen pun sering terjadi di era dengan
komunikasi tanpa batas. Jika mahasiswa sudah memahami bagaimana kode etik
sebagai bagian dari warga kampus, tentunya komunitas ilmiah akan terbentuk dengan
baik. Memerangi beritaberita hoax dan meningkatkan curiosity terhadap kebenaran
suatu berita merupakan salah satu langkah sederhana yang dapat dilakukan oleh
mahasiswa untuk menjaga integritas akademik pada era digital ini .Integritas
akademik merupakan gabungan 5 nilai yang meliputi kejujuran, kepercayaan,
keadilan, penghormatan, dan tanggung jawab. Kelima nilai ini harus ditanamkan ke
mahasiswa sejak awal perkuliahan. Dosen/guru sebagai subjek pendidikan memiliki
peran penting dalam mengenalkan dan mendisiplinkan kelima nilai tersebut.
Mahasiswa juga perlu bersikap lebih dewasa dan menjunjung tinggi nilai integritas.
Apabila semua sistem pendidikan etika dan integritas ini berjalan dengan baik, maka
kasus-kasus kecurangan akademik yang terjadi beberapa waktu belakangan pun dapat
terkurangi dan tidak menutup kemungkinan untuk hilang sama sekali.

Kehidupan kampus identik dengan dialektika. Namun dialektika terasa hampa


tanpa pembuktian. Minusnya integritas akademik, salah satunya menurunkan derajat
akademik ke level paling rendah. Integritas akademik 6 menjadi parameter, apakah
kampus tersebut sudah menjalankan sepenuhnya tridharma perguruan tinggi dengan
kompetensi, konsistensi, dan profesional dalam praktiknya.

A. LANGKAH MEMBUAT KAMPUS BERINTEGRITAS


Pertama, integritas dosen ditentukan dari apa yang telah ia lakukan untuk
pengembangan akademik, minimal mata kuliahnya. Referensi yang terus berubah
menuntut dirinya untuk lebih banyak membaca scholarly books (jurnal) yang
menyempurnakan teori-teori yang sudah tidak relevan lagi, dan lebih cerdas dalam
menentukan tema yang seksis dan update sehingga dapat menyentuh nalar mahasiswa
yang familiar dengan dunia internet.
Kedua, tugas perkuliahan sebaiknya memang tidak berhenti pada makalah.
Seharusnya ada hal-hal empiris yang dapat menjadi acuan, seperti dengan observasi
atau wawancara. Dialektika jangan sampai berhenti pada makalah, namun juga
mampu mengekspose kepasitas kecerdasan sosial untuk menangkap isu-isu yang
berkembang di masyarakat.
Ketiga, tidak semua mahasiswa melakukan plagiarisme. Di sini, tak penting
lagi berapa jumlah halaman dalam sebuah penelitian/makalah, melainkan pada
bagaimana mahasiswa mampu menganalisis antara isu dan teori yang berkaitan, dan
bahkan mampu mengembangkan analisis yang berbeda dari teori yang bersebrangan
dengan pemikirannya. Pemikiran tersebut menjadi sebuah embrio awal untuk
memberi kadar kualitas pemikiran mahasiswa yang dapat mengeliminir kemungkinan
adanya unsur plagiarisme.
Keempat, tradisi berwacana dalam kehidupan akademik adalah sebuah
keniscayaan. Kebiasaan berdiskusi akan menampilkan gagasan-gagasan hangat, dan
membangun silaturahmi akademik yang mengedepankan kejujuran memberi stimulus
untuk menjaga presisi bangunan intelektual agar lebih kokoh. Darisini, kebiasaan
membaca dan menelaah sebuah buku, berita, kasus, dan ritme dari sebuah proses
pengkajian akan memberikan kemampuan seseorang baik dosen atau mahasiswa
dalam menghasilkan dialektika yang mumpuni antara dosenmahasiswa dan diperoleh
dari proses berkelanjutan.
Kelima, perlu sanksi tegas dari institusi yang tak pandang bulu dan berlaku
pula bagi alumni yang melakukan plagiarisme dengan mencabut ijazah
sarjana/magister/doktoralnya. Namun ini harus diiringi pula dengan kajian yang
berkait plagiarisme agar ada garis demarkasi yang jelas mana yang plagiat dan yang
bukan. Kejujuran akademik yang ditumbuhkan ini tentunya dapat menjadi pesona
perguruan tinggi dalam mempromosikan revolusi mental yang terkait dengan
integritas, etos kerja, dan gotong royong
B. TUJUAN DALAM PENCEGAHAN KORUPSI SEKTOR PENDIDIKAN
1. Terbangunnya tata kelola kampus berintegritas
2. Diterapkannya pembelajaran antikorupsi melalui penguatan nilai nilai
antikorupsi dalam kehidupan sesungguhnya
C. MANFAAT YANG DIDAPAT DARI TATA KELOLA KAMPUS BERINTEGRASI
a) Kampus menjadi model implementasi budaya antikorupsi yang dibangun
melalui pembelajaran antikorupsi dan perbaikan tata kelola kampus
berintegritas
b) Mencegah resiko tindak pidana korupsi terkait dengan pemanfaatan dana
Pendidikan yang ada di sekolah (dana BOS, bantuan kampus lain , tunjangan
mahasiswa dan lain lain)
c) kepercayaan public dan pemerintahan terhadap kampus meningkat , dan juga
membuka pintu peluang bagi kampus yang mendapatkan insentif untuk
kemajuan kampusnya
d) Kampus menjadi role model bagi sekolah lain utamanya di wilayah
sekitarnnya.
 WILAYAH BEBAS dari KORUPSI (WBK) & WILAYAH BIROKRASI BERSIH
dan MELAYANI (WBBM)
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan
kepada Satker yang memenuhi sebagian besar program Manajemen 8 Perubahan,
Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan
dan Penguatan Akuntabilitas Kinerja.
Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah predikat
yang diberikan kepada Satker yang memenuhi sebagian besar program Manajemen
Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan
Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja dan Penguatan Kualitas Pelayanan
Publik.
A. Syarat Penetapan WBK/WBBM
Pemilihan Satker yang diusulkan sebagai WBK memperhatikan beberapa syarat yang
telah ditetapkan, yaitu:
1. Level Instansi (Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia)
a. Mendapat predikat WTP dari BPK atas opini laporan keuangan;
b. Mendapatkan nilai AKIP minimal“CC”
2. Level unit kerja (Tingkat Satker)
a. Setingkat eselon I s/d eselon III;
b. Memiliki peran dan penyelenggaraan fungsi pelayanan strategis;
c. Dianggap telah melaksanakan program reformasi birokrasi secara baik
d. Mengelola sumber daya yang cukup besar.

Pemilihan Satker yang diusulkan sebagai WBBM memperhatikan beberapa


syarat yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Level Instansi (Kementerian Hukum dan HAM RI )


a. Mendapat predikat WTP dari BPK atas opini laporan keuangan
selama minimal 2 tahun berturut-turut;
b. Mendapatkan nilai AKIP minimal “CC”
2. Level unit kerja (TingkatSatker) Pada level Satker yang diusulkan
merupakan Satker yang sebelumnya telah mendapatkan predikat WBK.
B. Komponen Pengungkit Dan Hasil
1. Sosialisasi dan pencanangan Zona Integritas (ZI)
1) Sosialisasi Pembangunan Zona Integritas Sosialisasi dilaksanakan agar
kemauan untuk melakukan perubahan Menuju WBK/WBBM didengar
dan dipahami oleh Internal dan Eksternal, sosialisasi dapat
dilaksanakan dalam bentuk:
a. membuat banner/spanduk/himbauan/brosur
b. melalui Website
c. melalui Media Sosial
d. media elektronik
e. media cetak
f. media TV
2) Pencanangan Zona Integritas Pencanganan merupakan kegiatan yang
menunjukkan keseriusan dan kemauan dari Unit Kerja untuk
melakukan perubahan pada jajarannya menuju WBK/WBBM, sebagai
titik awal dimulainya pembangunan Zona integritas hingga tercapainya
WBK/WBBM, meliputi kegiatan:
a. Eksternal Melaksanakan pencanangan Zona Integritas yang
disaksikan oleh Instansi, Kementerian/Lembaga, Forkopimda,
tokoh masyarakat, Tokoh agama serta dipublikasikan.
b. Internal
1) melaksanakan Penandatanganan Pakta Integritas antara
Kepala Satuan Kerja dengan jajaran struktural dibawahnya
2) penandatangan Fakta Integritas Antara jajaran Struktural
dalam satuan kerja dengan petugas pelayanan publik
3) komitmen tidak memungut biaya diluar ketentuan
4) tidak diskriminasi
5) tidak melaksanakan gratifikasi (yang menerima dan
memberi mendapatkan saksi)
6) memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat

Kegiatan tersebut dilengkapi dengan data dukung:

a) Eksternal:
1. Foto, laporan kegiatan, Press release;
2. Untuk keseragaman, format/template pakta
integritas disiapkan oleh Biro Perencanaan
Sekretariat Jenderal (lampiran I).
b) Internal. Dokumen pakta integritas agar ditandatangani
pada awal tahun berjalan (Januari) atau saat perjanjian
kinerja dan atau saat pergantian pejabat.
2. Komponen Pengungkit (60%)
Komponen pengungkit merupakan komponen yang menjadi faktor
penentu pencapaian sasaran hasil pembangunan Zona Integritas menuju
WBK/WBBM. Terdapat enam komponen pengungkit,yaitu:
i. Manajemen Perubahan = 5 %
ii. Penataan Tatalaksana = 5 %
iii. Penataan Sistem Manajemen SDM = 15 %
iv. Penguatan Akuntabilitas Kinerja = 10 %
v. Penguatan Pengawasan = 15 %
vi. Penguatan Kualitas Pelayanan Publik = 10 %

Penjelasan :

i. Manajemen Perubahan Bertujuan untuk mengubah secara sistematis


dan konsisten mekanisme kerja, pola pikir (mind set), serta budaya
kerja (culture set) individu pada Satuan Kerja yang dibangun, menjadi
lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan zona
integritas. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah:
1. Meningkatnya komitmen seluruh jajaran Pimpinan dan anggota
Satuan Kerja dalam membangun Zona Integritas menuju
WBK/WBBM
2. Terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja pada Satker yang
diusulkan sebagai Zona Integritas menuju WBK/WBBM
3. Menurunnya resiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan
timbulnya resistensi terhadap perubahan.

Atas dasar tersebut, maka terdapat beberapa indikator yang perlu


dilakukan untuk menerapkan manajemen perubahan, yaitu:
a. Penyusunan Tim Kerja. TIM Kerja adalah tim yang dibentuk untuk
melaksanakan proses perubahan melalui Program, kegiatan dan
Inovasi di 6 Area Perubahan (6 Komponen Pengungkit), TIM kerja
akan menjadi Motor dalam Pembangunan ZI menuju
WBK/WBBM.
b. Dokumen Rencana Pembangunan Zona Integritas menuju
WBK/WBBM. Dokumen rencana Pembangunan Zona Integritas
adalah Program, Kegiatan dan Inovasi yang akan dilaksanakan
dalam melakukan perubahan yang berisi tentang target, waktu dan
hasil yang ingin dicapai, disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik masyarakat diwilayah masing-masing.
c. Pemantauan dan Evaluasi Pembangunan Zona Integritas (ZI)
menuju WBK/WBBM. Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM
kegiatan pemantauan/ monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara
kontinyu, dalam rangka pencapaian target pembangunan ZI, pada
tiap-tiap komponen.
d. Perubahan Pola Pikir dan Budaya Kerja Perubahan pola pikir dan
budaya kerja adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
merubah pola pikir anggota menuju ke arah yang lebih baik serta
mewujudkan budaya kerja disatuan kerjanya sehingga tercipta
lingkungan kerja yang benar-benar bebas korupsi dan berkinerja
baik
ii. Penataan Tatalaksana
Bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem,
proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, dan terukur pada
Zona Integritas Menuju WBK/WBBM. Target yang ingin dicapai pada
masing-masing program ini adalah:
1. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses
penyelenggaraan manajemen Kementerian Hukum dan HAM
di Zona Integritas menuju WBK/WBBM;
2. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen
Kementerian Hukum dan HAM di Zona Integritas menuju
WBK/WBBM;dan
3. Meningkatnya kinerja di Zona Integritas menuju WBK/WBBM
Atas dasar tersebut, maka terdapat beberapa indikator yang perlu
dilakukan untuk menerapkan penataan tatalaksana, yaitu:

a. Prosedur Operasional Tetap


Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada
kondisi yang seharusnya telah dilakukan:
1. Prosedur operasional tetap mengacu kepada tusi Satuan
Kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
2. Prosedur operasional Satuan Kerja telah diterapkan
3. Prosedur operasional Satuan Kerja apakah telah
dievaluasi
b. E-Office. Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu
pada kondisi yang seharusnya telah dilakukan:
a) Sistem pengukuran kinerja Unit
b) Sistem manajemen SDM sudah menggunakan aplikasi
c) Sistem pelayanan publik sudah berbasis aplikasi
d) Telah dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pemanfaatan teknologi informasi dalam pengukuran
kinerja unit, operasionalisasi SDM, dan pemberian
layanan kepada public
c. Keterbukaan Informasi Publik. Pengukuran indikator ini
dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya telah
dilakukan, seperti:
a) Kebijakan tentang keterbukaan informasi publik sudah
diterapkan di lingkungan Kementerian Hukum dan
HAM sesuai dengan Perundang- undangan
b) Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kebijakan keterbukan informasi publik.
iii. Penataan Sistem Manajemen SDM
Penataan Sistem Manajemen SDM di lingkungan Kementerian
Hukum dan HAM bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme
SDM Kementerian Hukum dan HAM pada Zona Integritas Menuju
WBK/WBBM. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah:
1. meningkatkan ketaatan terhadap pengelolaan SDM di
lingkungan Kementerian Hukum dan HAM pada masing-
masing Zona Integritas menuju WBK/WBBM
2. meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM
di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM pada masing-
masing Zona Integritas menuju WBK/WBBM
3. meningkatnya disiplin SDM di lingkungan Kementerian
Hukum dan HAM pada masing- masing Zona Integritas menuju
WBK/WBBM
4. meningkatnya efektifitas manajemen SDM di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM pada Zona Integritas menuju
WBK/WBBM
5. meningkatnya profesionalisme SDM di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM pada Zona Integritas menuju
WBK/WBBM

Atas dasar hal tersebut, maka terdapat beberapa indikator yang


perlu dilakukan untuk menerapkan Sistem Manajemen SDM di
lingkungan Kementerian Hukum dan HAM , yaitu :

a. Perencanaan Kebutuhan Pegawai sesuai dengan Kebutuhan


Organisasi.
b. Pola Mutasi Internal
c. Pengembangan Pegawai Berbasis Kompetensi
d. Penetapan Kinerja Individu
e. Penegakan Aturan Disiplin/Kode Etik/Kode Perilaku Pegawai.
f. Sistem Informasi Personel
iv. Penguatan Akuntabilitas
Akuntabilitas kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
dan akuntabilitas kinerja Kementerian Hukum dan HAM. Target yang
ingin dicapai melalui program ini adalah :
1. meningkatnya kinerja instansi pemerintah
2. meningkatnya akuntabilitas instansi pemerintah.
Atas dasar tersebut, maka untuk mengukur pencapaian program ini
digunakan indikator-indikator :

a. Keterlibatan Pimpinan
b. Pengelolaan Akuntabilitas Kinerja
v. Penguatan Pengawasan
Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan
penyelenggaraan organisasi Kementerian Hukum dan HAM yang
bersih dan bebas KKN. Target yang ingin dicapai melalui program ini
adalah:
1. Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan
negara
2. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara
3. Mempertahankan predikat wtp dari bpk atas opini laporan
keuangan
4. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang

Atas dasar hal tersebut, maka terdapat beberapa indikator yang perlu
dilakukan untuk menerapkan penguatan pengawasan, yaitu:

a. Pengendalian Gratifikasi
b. Penerapan Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP)
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada
kondisi yang seharusnya dilakukan
c. Pengaduan Masyarakat
d. Whistle Blowing System (WBS)
e. Penanganan Benturan Kepentingan
vi. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan publik sesuai
kebutuhan dan harapan masyarakat. Target yang ingin dicapai melalui
program peningkatan kualitas pelayanan publik ini adalah :
1. Meningkatnya kualitas pelayanan publik (lebih cepat, lebih
murah, lebih aman, dan lebih mudah dijangkau)
2. Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh
standardisasi pelayanan internasional
3. Meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik

Atas dasar hal tersebut, maka terdapat beberapa indikator yang perlu
dilakukan untuk menerapkan peningkatan kualitas pelayanan publik,
yaitu:

a. Standar Pelayanan
b. Budaya Pelayanan Prima
c. Penilaian kepuasan terhadap pelayanan

3. Indikator Hasil (40%)

Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani, fokus pelaksanaan reformasi birokrasi tertuju pada
dua sasaran utama, yaitu:

1. Terwujudnya Aparatur Kementerian Hukum dan HAM yang Bersih dan Bebas
dari KKN (20%), diukur dengan menggunakan ukuran nilai persepsi korupsi
(survei eksternal) dan presentase penyelesaian Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan (TLHP).
2. Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat
(20%), diukur melalui nilai persepsi kualitas pelayanan (survei eksternal)
Daftar Pustaka

Ivan, Muhammad. 2016. 5 Langkah Membuat Kampus Berintegritas. Tersedia pada:


https:// www. kompasiana. com/ ivanazhari/ 5- langkah- membuatkampus-
berintegritas_ 5790706fb192730b05fcc9dc. Diakses pada tanggal 03 Februari 2020.
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. 2018. Pedoman Pembangunan
Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi & Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani Kementerian Hukum dan HAM RI. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona
Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah. Jakarta: Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.
PPID Kemkominfo. 2016. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas. Tersedia
pada: https:// ppid. kominfo. go. id/ 2016/ 01/ 06/ pencanangan- pembangunanzona-
integritas/. Diakses pada tanggal 02 Februari 2020.
Pusat Edukasi Antikorupsi. 2018. Tata Kelola Sekolah Berintegritas. Jakarta: Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Ramadan, Bimastyaji Surya. 2017. Langkah Konkret Membangun Integritas di
Lingkungan Akademik. Tersedia pada: https:// warstek. com/ 2017 /11/ 14/ integritas/.
Diakses pada tanggal 03 Februari 2020.
Setiawan, Heru. 2012. Zona Integritas Menuju WBK atau WBK Menuju ZOna
Integritas?. Tersedia pada: http:// www. bpkp. go. id/ %20/ jateng/ konten/ 1909/
Zona- Integritas- Menuju- WBK- atau- WBK- Menuju- Zona- Integritas. Bpkp.
Diakses pada tanggal 02 Februari 2020.

Anda mungkin juga menyukai