Anda di halaman 1dari 11

TUGAS AGAMA HINDU

APLIKASI NILAI – NILAI TATTVA DAN SUSILA DALAM


MEMBANGUN MORALITAS GENERASI MUDA

NAMA KELOMPOK 7 :
• NI KADEK HINI ANUGRAH DEWI (202132121859)

• I DEWA GEDE AGUNG MIARTA (202132121854)


• I MADE POUNTA RADEYA (202132121829)
• IDA BAGUS MADE PRANANDA WIGRAHA (202132121844)
• I GUSTI MADE AGUS SAPUTRA (202132121850)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WARMADEWA

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan
Yang Maha Esa karena berkat asung kertha wara nugraha-Nya makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.

Terselesaikannya makalah ini berkat dukungan dan saran dari berbagai pihak. Untuk
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan pengetahuan maupun sumber yang penulis miliki. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya
hasil yang baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Denpasar, 20 September 2010

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 3

BAB II : PEMBAHASAN

A. Makna dari nilai – nilai Tattva dan Susila pendidikan Agama Hindu dalam pembentukan
karakter ................................................................................................................ 4

B. Konsep dari ajaran Tattva dan Susila Hindu dalam membangun karakter dan moralitas 5

C. Dasar – dasar Moralitas dalam Bhagavadgita ........................................................ 11

D. Membangun argument tentang dinamika dan tantangan ajaran Tattva dan Susila dalam
membangun moralitas generasi muda ................................................................... 12

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi


masyarakat.Malcolm Waters (Tilaar : 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses
globalisasi, yaitu : Globalisasi ekonomi, globalisasi politik, globalisasi budaya.
Generasi muda adalah sosok warga Negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan
dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini
begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan
keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agent of change saat ini. Agent of
change yang dimaksud adalah para generasi muda.
Moralitas generasi muda merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana penting
dalam proses sejauh mana generasi muda berperan dalam pembangunan untuk menyambut
kebangkitan. Moralitas dalam kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi
saja, melainkan secara umum. Generasi muda sebagai generasi dimana atap bangsa akan
didirikan harus memiliki moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari
globalisasi. Oleh karena itu, generasi muda perlu tahu penyebab merosotnya moral, tahu
kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.
A. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang tersebut, dapat saya buat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa makna dari nilai – nilai Tattva dan Susila pendidikan Agama Hindu dalam
pembentukan karakter ?
2. Bagaimana konsep dari ajaran Tattva dan Susila Hindu dalam membangun karakter
dan moralitas ?
3. Apa dasar – dasar moralitas dalam Bhagavadgita ?
4. Bagaimana cara membangun argument tentang dinamika dan tantangan ajaran Tattva
dan Susila dalam membangun moralitas generasi muda ?

B. TUJUAN

Adapun penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mencari makna dari nilai – nilai Tattva dan Susila pendidikan agama hindu dalam
pembentukan karakter
2. Untuk mengetahui konsep dari ajaran Tattva dan Susila Hindu dalam membangun
karakter dan moralitas
3. Mengetahui dasar – dasar moralitas dalam Bhagavadgita
4. Membangun argument tentang dinamika dan tantangan ajaran Tattva dan Susila dalam
membangun moralitas generasi muda
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna dari nilai – nilai Tattva dan Susila pendidikan Agama Hindu dalam
pembentukan karakter

a. Catur Asrama
Catur Asrama artinya empat lapangan atau lapisan hidup manusia sebagai tempat menimba
pendidikan spiritual dan kehidupan material. Pembagian catur asramayaitu :
1. Brahmacari asrama adalah tingkat kehidupan manusia pada saat menuntut ilmu
pengetahuan.
2. Grahastha asrama adalah tingkat hidup manusia pada saat membina rumah tangga serta
melangsungkan keturunan yang utama.
3. Wanaprastha asrama adalah tingkat hidup manusia pada saat mengasingkan diri ke
hutan dengan tujuan untuk melepaskan kehidupan grahastha yakni mencapai
ketenangan batin dan mendalami ajaran spiritual.
4. Bhiksuka/sanyasin asrama adalah tingkat hidup manusia pada saat meminta-minta di
sekitar kehidupan masyarakat luas.

b. Panca Yama Brata

Panca Yama Brata artinya lima jenis prilaku hidup manusia yang wajib dikendalikan dan
diarahkan menuju kebaikan dan kebenaran. Pembagian panca yama brata yakni ahimsa artinya
tidak membunuh atau tidak menyakiti atau yang sejenis, terlebih lagi menyiksa peserta didik, hal
itu dilarang keras. Brahmacari artinya dengan tekun dan rajin menimba ilmu pengetahuan dan
teknlogi. Pada masa ini hanya belajarlah yang diutamakan, hal lain seperti percintaan
dinomorduakan. Satya artinya kesetiaan, kebenaran dan ketaatan. Siapapun dalam
mengupayakan pendidikan tentu syarat benar dan setia tetap diutamakan, jangan sampai
diabaikan bigitu saja, dikawatirkan bisa menuju kegagalan. Awyawaharika artinya tidak adanya
keterikatan terhadap ikatan duniawi.

c. Panca Niyama Brata

Panca Niyama Brata artinya lima macam perilaku manusia yang patut dikendalikan
menuju ke arah kebaikan serta kesempurnaan. Berikut ini akrodha adalah tidak marah. Marah itu
tidak baik yang menyebabkan kefatalan bersama. Guru susrusa artinya patuh untuk mengikuti
dan menerapkan ajaran sang guru. Jika hal itu dilakukan maka kesuksesan menjadi milik para
pelakunya. Sauca artinya adanya kesucian secara lahir dan batin yang harmonis. Salah satu
komponen suci dan yang lainnya kotor, maka hal itu kurang harmonis. Aharalagawa artinya
menikmati makanan yang sederhana atau tidak berfoya-foya. Hal ini untuk menjamin hidup
sehat lahir dan batin. Apramada artinya perilaku yang tidak ingkar pada kewajiban diri maupun
terhadap orang lain. Hal ini untuk menjamin hubungan yang utuh dalam kebersamaan.
d. Sapta Timira

Sapta Timira artinya tujuh jenis kegelapan dalam kehidupan manusia. Bagiannya adalah
surupa (ketampanan) yakni karena memiliki wajah tampan dan ayu membuat lupa diri sehingga
terjadi hidup nista. Dhana (kekayaan) yaitu adanya artha benda melimpah tetapi tidak bermakna
bagi pemiliknya yang menyebabkan kefatalan hidup. Guna (kepandaian) yaitu sikap yang tidak
memknai kepandaian dengan wajar sehingga orang lain diperbodoh atau diolok-olok. Kulina
(kebangsawanan) yaitu kegelapan dari status keluarga yang terhormat namun tidak ditempatkan
pada posisinya yang simpatik, sehingga menimbulkan perilaku congkak dengan sesama. Yowana
(keremajaan) yaitu sikap tidak terpuji karena merasa diri masih mampu, kuat, dan tenaga masih
muda, sehingga berlaku tidak senonoh dengan yang lainnya. Sura (minuman keras) yakni
perilaku yang suka melakukan mabuk-mabukan dengan minuman keras dan yang sejenis,
sehingga hidup menjadi tidak terarah. Kasuran (kemenangan/keberanian) yakni perilaku yang
berani tetapi bermakna.

e. Catur Paramita

Catur paramita adalah empat jenis prilaku manusia yang luhur dan mulia. Pembagian catur
paramita. Maitri artinya kelembutan dalam bergaul serta keramahan dalam hidup bersama.
Karuna artinya perilaku yang penuh dengan belas kasih serta sayang sesama maupun yang ada di
sekitarnya. Muditha artinya dapat berprilaku yang ceria, gembira, suka cita serta bahagia
terhadap semua yang ada di sekitarnya. Upeksa artinya sikap yang mulia untuk menghargai dan
menghormati sesama serta makhluk lainnya.

f. Sad Ripu
Sad Ripu artinya enam musuh. Secara etika bahwa dalam pengelolaa pendidikan agama
Hindu bahwa enam musuh tersebut harus dihindari, dijauhi, dan dimusnahkan. Permusuhan
sedapat mungkin tidak sampai terjadi. Musuh menyebabkan terganggunya roda perjalanan
pendidikan yang ideal sesuai dengan yang dicita-citakan. Pembagian sad ripu meliputi :
1) kama/raga artinya nafsu
2) lobha/tamak artinya rakus
3) krodha artinya kemarahan
4) moha artinya kebingungan
5) mada artinya mabuk
6) matsarya artinya dengki atau iri hati

g. Catur Marga
Catur Marga adalah empat cara atau jalan utama menuju alam sempurna di dunia ini
maupun kehadapan Hyang Widhi Wasa. Pembagian adalah bhakti marga, karma marga, jnana
marga, dan raja marga. Bhakti marga adalah jalan bhakti atau pengabdian yang dilakukan oleh
umat Hind menuju Hyang Pencipta. Karma marga adalah jalan kerja untuk kelepasan yakni
alam Hyang Widhi Wasa. Jnana marga adalah jalan pengetahuan suci sebagai media menuju
keluhuran spiritual sehingga dapat tercapai alam Hyang Widhi. Rraja marga adalah cara atau
jalan untuk mencapai suatu kebebasan atau kesempurnaan hidup yang tertinggi yakni
tercapainya moksa. Cara ini dapat ditempuh denga cara yoga dengan menerapkan astangga
yoga oleh Patanjali, antara lain :
1. Yama (pengendalian diri tahap pertama)
2. Niyama (pengendalian diri tahap anjut)
3. Asana (pengaturan sikap badan)
4. Pranayama (pengaturan nafas dengan baik)
5. Pratyahara (sikap pemusatan pikiran)
6. Dharana (sikap pemusatan pikiran tahap lanjutan)
7. Dhyana (sikap pemusatan pikiran yang terpusat)
8. Samadhi (meditasi atau penyatuan pikiran dengan Hyang Widhi Wasa)

B. Konsep dari ajaran Tattva dan Susila Hindu dalam membangun karakter dan
moralitas

Generasi muda perlu mendapatkan perhatian serius. Generasi muda adalah sebuah masa
depan bagi dirinya, keluarganya, dan juga masyarakat bangsa dan negara. Anak yang suputra,
anak yang berbudi luhur menjadi idaman setiap keluarga. Ciri khas dari anak yang suputra
mampu menempatkan dirinya sebagai anak di samping hormat pada dirinya, dan juga pada orang
lain. Keluarga adalah pendidikan yang utama dan pertama. Pembentukan karakter anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarganya. Keluarga yang harmonis, rukun akan tercermin dari
anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak yang kurang berbakti bahkan melakukan tindakan di luar
moral kemanusiaan keluargalah sumber utamanya.
Dalam pelaksanaan keagamaan, tidak bisa terlepas dari Tri Kerangka Dasar Agama Hindu
meliputi (1) Tattva (Filsafat), Susila (Etika), dan Acara Agama (Upacara dan Upakara).
Konsep penting lainnya yang perlu ditekankan dalam pendidikan agama Hindu yang
menjadi salah satu penekanan dalam ajaran Susila adalah Tri Kaya Parisudha, yaitu :
a. Manacika (berpikir yang baik dan suci)
b. Wacika (berbicara yang benar)
c. Kayika (berlaksana yang baik dan jujur).
Dalam agama Hindu juga telah banyak diuraikan bagaimana membentuk pribadi yang
berkarakter yang bisa diacu oleh guru pendidikan agama Hindu, sebagaimana diuraikan oleh
Soebardjo (1992: 75) yang disebut Catur Vidya meliputi:
a. Anwisaki, memiliki wawasan dan kadar keimanan yang kualitatif
b. Wedatrayi, menghayati dan mengamalakan nilai-nilai religius Hindu secara utuh dan
segar
c. Vartha, senantiasa mengembangkan diri dengan melalui peningkatan budaya kerja.
d. Dandha, berpartisipasi secara aktif demi terciptanya stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis.
C. Dasar – dasar Moralitas dalam Bhagavadgita

Bhagavadgita merupakan Upanisad yang terdiri atas Brahmavidya dan Yogasastra,


seperti dijelaskan pada setiap akhir bab yang membahas suatu topik secara khusus. Walaupun
kitab ini terdiri atas 18 bab dan 700 sloka, tetapi pada intinya mengandung lima tema ajaran,
yaitu tentang (1) Brahman (Tuhan), (2) Atman (hidup), (3) Prakrti (material), (4) Kala (waktu),
dan (5) Karma (perbuatan).
Tujuan kehidupan manusia adalah untuk menyadari kemahakuasaannya dan tujuan agama
adalah untuk mengajar manusia bagaimana memanifestasikan kemahakuasaannya dalam dirinya.
Jadi, ajaran ini hanya dapat dipahami berdasarkan panca sradha, yaitu keimanan Hindu terdiri
dari :
1) Brahman yaitu percaya dan yakin tentang adanya Sang Hyang Widhi (Tuhan) sebagai
sumber dan kembalinya yang ada.
2) Atman artinya yakin dan percaya adanya percikan terkecil dari Tuhan yang menghidupi
semua makhluk hidup dan juga bisa disebut dengan leluhur yang telah melahirkan,
memelihara, dan mendidik kita.
3) Karmaphala yaitu percaya dan yakin tentang adanya buah perbuatan. segala yang kita
lakukan pasti akan mendatangkan hasil (pahala) entah itu perbuatan baik maupun buruk.
4) Punarbhawa yaitu yakin dan percaya tentang adanya kelahiran berulangulang sebagai
akibat dari pada pahala yang belum habis kita nikmati pada kehidupan yang sebelumnya.
187
5) Moksa yaitu yakin dan percaya tentang adanya kelepasan atau kebebasan sang atman dari
belenggu punarbhawa dan mampu menyatu.
Karmaphala tidak dapat dihindari, karena ajaran karmaphala sendiripun dibagi menjadi
tiga yang diantaranya yaitu:
1. sancita karmaphala yang berarti bahwa hasil perbuatan pada masa lalu akan kita nikmati
pada kehidupan sekarang.
2. prarabda karmaphala yang artinya hasil perbuatan masa sekarang dinikmati juga pada
kehidupan yang sekarang.
3. kriyamana karmaphala yang artinya hasil perbuatan kita sekarang akan kita terima pada
kehidupan yang akan datang.
D. Membangun argument tentang dinamika dan tantangan ajaran Tattva dan
Susila dalam membangun moralitas generasi muda

Ajaran tattva dan susila sekiranya mampu mengantar mahasiswa sebagai agen perubahan
yang dalam hal ini sebagai peran dan tanggung jawabnya menyambut modernisasi dan
globalisasi tentu akan menghadapi banyak tantangan zaman seperti krisis moral sebagai inti dari
kerusakan itu sendiri. Terdapat satu kisah yang mungkin menginspirasi Anda dalam
mempertahankan nilai-nilai susila agama Hindu. Kira-kira satu abad atau saratus tahun yang lalu,
tepatnya pada tanggal 11 September 1906 Mohandas K. Gandhi merumuskan strategi Satyagraha
di Johannesberg, Afrika Selatan. Kemudian sejak September 2006-September 2007 saat ini,
dunia memperingati Seabad Satyagraha. Dalam suasana tersebut ajaran Mahatma Gandhi tentang
Ahimsa dan masyarakat tanpa kekerasan sangat penting untuk disebarluaskan kepada masyarakat
umum.
Menurut Mahabarata, kebaikan adalah kewajiban tertinggi, norma tertinggi, moralitas yang
harus mengatur seluruh perilaku masyarakat. Manusia ideal adalah mereka yang bisa
mengendalikan diri, berbuat baik kepada semua orang dan selalu siap mengorbankan hidupnya
demi kebaikan orang lain. Bhagavadgita menyatakan bahwa manusia ideal adalah yang baik dan
ramah kepada semuanya (XII, 13-14). Seseorang yang mengetahui dharma adalah orang ideal
(sadhu) secara konsisten didefinisikan oleh wiracarita dan kitab-kitab purana sebagai seseorang
yang selalu sibuk melakukan kebaikan bagi orang lain melalui tubuh, pikiran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ajaran Tattva dan Susila adalah ajaran tentang baik-buruk perbuatan manusia dengan
berpedoman pada nilai-nilai agama Hindu. Ajaran ini menempati posisi penting dalam
melewati setiap keadaan dan bidang kehidupan. Oleh karena itu, setiap usaha untuk
memajukan suatu masyarakat Hindu, mutlak membutuhkan ajaran susila ini. Dalam hal ini
mahasiswa adalah salah satu agen penegak moral yang seharusnya mereka sudah memiliki
cukup moral yang baik. Namun, pada kenyataannya kini banyak mahasiswa tersebut justru
terjerumus dalam keadaan yang mendegradasi moral mereka.
Ajaran tattva dan susila memberikan petunjuk, pertimbangan, dan tuntunan untuk berbuat
dengan penuh rasa tanggung jawab, karena pada dasarnya moral adalah bagian dari
kepribadian (personality). Manusia yang bermoral adalah manusia yang dapat memfungsikan
ketiga potensi cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak) secara baik.

Anda mungkin juga menyukai