Anda di halaman 1dari 13

KEMENTERIAN, RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN


MANUSIA DAN PENDIDIKAN

OLEH :

KELOMPOK : II
ANGGOTA :
1. ENGGI SAPUTRA ( A1M117038 )
2. SAFRUDIN ( A1M117026 )
3. NURUL HIKMAH ( A1M117050 )
4. I KOMANG MEGA JUSRIYANTI ( A1M117010 )
5. IRMA YANTI ( A1M117012 )
6. WA ODE NOFIA ANGGRAINI ( A1M117032 )

KENDARI
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul “MANUSIA DAN
PENDIDIKAN” tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunanTuhan
Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Kendari, 5 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR................................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ......................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................... ... 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN............................................................................................... 2
1.4 METODE PENELITIAN......................................................................................... .. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 MANUSIA DALAM BERBAGAI DIMENSI ............................................................. 3
2.2 MANUSIA SEBAGAI MAHLUK YANG PERLU DIDIDIK DAN DAPAT DIDIDIK..6
2.3 PENDIDIKAN SEBAGAI PEMBENTUKAN INSAN KAMIL (MANUSIA YANG
SEMPURNA)........................................................................................................................ 9
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................... .........13
3.2 SARAN .............................................................................................................. ..........13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai cirri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil
(bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan
hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.
Bentuknya (missal orang hutan), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak
dan menggunakan kedua kakinya, melahirkan dan menyusui anaknya, pemakan segala, dan
adanya persamaan metabolisme dengan manusia. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates
menamakan manusia itu Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller
menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit) (Drijarkara, 1962:
138) yang selalu gelisah dan bermasalah.
Makalah ini akan membantu anda untuk memahami dimensi-dimensi hakikat manusia
serta potensi, keunikan, dan dinamikanya. Adapun dimensi-dimensi hakikat manusia yang di
maksud, meliputi dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dimensi
keberagamaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
A. Manusia dalam berbagai dimensi
B. Manusia sebagai makhluk yang perlu dididik dan dapat dididik
C. Pendidikan sebagai pembentuk insan kamil (manusia yang sempurna).

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan makalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
A. Untuk mengetahui manusia dalam berbagai dimensi
B. Untuk mengetahui manusia sebagai makhluk yang perlu dididik dan dapat dididik
C. Untuk mengetahui pendidikan sebagai pembentuk insane kamil (manusia yang
sempurna).

1.4 METODE PENULISAN

Metode penulisan makalah ini bersumber dari beberapa macam referensi buku
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MANUSIA DALAM BERBAGAI DIMENSI

Pendidikan adalah hummanisasi,yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya


membantu manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusianya.
Oleh karena pendidikan berarti upaya membantu manusia untuk menjadi apa, mereka dapat
dan seharusnya menjadi maka pendidikan dan calon pendidik perlu memahami hakikat
manusia.
Modul ini akan membantu anda untuk memahami pengertian dan berbagai aspek
hakikat manusia, baik dalam keadaan aktualitasnya, posibilitasnya dan idealitasnya. Selain
itu,juga akan membantu anda untuk memahami aplikasi berbagai asfek hakikat manusia
terhadap pendidikan,antara lain berkenaan dengan permasalahan tentang mengapa manusia
perlu didikan dan mendidik diri, mengapa mausia mngkin atau dapat didik,serta makna
pendidikan dalam kaitanya dengan martabat dan asasi manusia.
Dimensi-dimensi Hakikat Manusia Serta Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya.

A. Dimensi Keindividuan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seseorang”, sesuatu yang merupakan
suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (In Devide). Selanjutnya individu dirtikan
sebagai pribadi. (Lysen, Individu dan Masyarakat:
M.J Langeveld mengatakan bahwa setiap anak manusia yang dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya
sendiri. (M.J Lengeveld, 1955: 54). Bahkan dua anak kembar yang berasal satu telur pun,
yang lazim dikatakan seperti pinang di beelah dua, serupa dan sulit di bedakan satu dari
yang lain, hanya serupa tetpi tidak sama apalagi identik. Hal ini berlaku baik pada sifat-
sifat fisiknya maupun hidup kejiwaannya (kerohaniannya). Dikatakan bahwa setiap
individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingannya).

B. Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata M.J Langeveld
(M.J Langeveld,1955 : 54) Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai
benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi
yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsur saling member dan menerima.
Bahkan menurut Langeveld, adanya kesediaan untuk saling member dan menerima itu
dipandang sebagai kunci kesuksesan pergaulan.
Adanya dorongan untuk menerima dan memberi itu sudah menggejala mulai pada
masa bayi. Seorang bayi sudah dapat menyambut atau menerima belaian ibunya dengan
rasa senang. Kemudian sebagai balasan ia dapat memberikan senyuman kepada
lingkungannya, khususnya pada ibunya.
C. Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi, didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas
jika didalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselumbung.
Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti
menjadi kebaikan yang lebih.
Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat,yaiu :
1. Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya. Etiket tidak
usah di bedakan dari etika karena sama-sama di butuhkan dalam kehidupan. Kedua-
duanya bertalian erat.
2. Golongan yang memndang bahwa etiket perlu di bedakan dari etika, karena masing-
masing mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan. Orang yang sopan
belum tentu baik, dalam arti tidak merugikan orang lain. Kesopanan menjadi minyak
pelincir dalam pergaulan hidup, sedang etika merupakan isinya. Kesopanan dan
kebaikan masing-masing diperlukan demi keberhasilan hidup dalam bermasyarakat.

D. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dhulu kalah,sebelum
manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat di
jangkau dengan perantaraan alat indranya, diyakini akan adanya kekuatan
supranaturalyang menguasai hidup alam semesta ini. Sikap dan kebiasaan yang
membudaya pada nenek moyang kita seperti itu di pandang sebagai embrio dari
kehidupan manusia dalam beragama.
Kemudian setelah ada agama maka manusia mulai menganutnya. Beragama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhuk yang lemah sehingga
memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan
hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama agama menjadi sandaran vertical manusia.
Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama.

2.2 MANUSIA SEBAGAI MAHLUK YANG PERLU DIDIDIK DAN DAPAT DIDIDIK

Manusia perlu dididik, implikasinya setiap orang harus melaksanakan pendidikan dan
mendidik diri. Permasalahannya : apakah manusia mungkin atau dapat dididik?
Atas dasar studi fenomenologis yang dilakukan, M.J. Lengeveld (1980) mengatakan bahwa “
manusia itu sebagai animal educandum, dan ia memang adalah animal educabile”.
Ada 5 asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa manusia mungkin dididik atau
dapat dididik yaitu :

A. Asas Potensialitas
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan berbagai potensi yang ada pada
manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi manusia, tetapi untuk itu
memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya, dalam aspek kesusilaan,
manusia diharapkan mampu berperilaku sesuai dengn norma-norma moral dan nilai-
nilai moral yang diakui. Ini adalah salah satu tujuan pendidikan atau sosok manusia
pendidikan atau sosok manusia ideal berkenaan dengan dimensi moralitas.
Apakah manusia dapat atau mungkin dididik untuk mencapai tujuan tersebut?
Jawabannya adalah dapat atau mungkin, sebab sebagaimana telah dikemukakan pada
uraian terdahulu bahwa manusia memiliki potensi untuk berbuat baik. Demikian pula
dengan potensi-potensi lainnya. Berdasarkan hal itu maka dapat disimpulkan bahwa
manusia akan dapat dididik karena ia memiliki berbagai potensi untuk dapat menjadi
manusia.

B. Asas Dinamika
Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologi maupun spiritualnya. Ia selalu
menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang
telah dicapainya. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal,
baik dalam rangka interaksi atau komunikasinya secara horizontal (manusia-manusia)
maupun vertical atau transendental (manusia-Tuhan).
Jika ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan dilakukan dalam rangka membantu
manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak lain manusia itu sendiri
(peserta didik) memiliki dinamika untuk menjad manusia ideal. Karena itu, dimensi
dinamika mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.

C. Asas Individualitas
Individu antara lain memiliki kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari yang
lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya
sendiri. Sekalipun ia bergaul dengan sesamanya ia tetap adalah dirinya sendiri. Sebagai
individu ia tidak pasif, melainkan bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya.
Pendidikan dilaksanakan untuk membantu manusia dalam rangka
mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya. Pendidikan bukan untuk membentuk
manusia sebagaimana kehendak pendidik dengan mengabaikan dimensi individualitas
manusia (peserta didik). Di pihak lain manusia sesuai dengan individualitasnya
berupaya untuk mewujudkan dirinya. Karena itu, individualitas manusia
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat didik.

D. Asas Sosialitas
Sebagai insan sosial manusia hidup bersamadengan sesamanya, ia butuh bergaul
dengan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi
hubungan pengaruh timbale balik. Setiap individu akan menerima pengaruh dari
individu yang lainnya. Kenyataan ini memberikan kemungkinan bagi manusia untuk
dapat dididik. Sebab, upaya bantuan atau pengaruh pendidikan itu disampaikan justru
melalui interaksi atau komunikasi antarsesama manusia; dan bahwa manusia dapat
menerima bantuan atau pengaruh pendidikan juga melalui interaksi atau komunikasi
dengan sesamanya.

E. Asas Moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan tidak baik, dan
pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung
jawabnya (aspek moralitas).
Pendidikan hakikatnya bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem
nilai dan norma tertentu serta diarahkan untuk mewujudkan manusia ideal, yaitu
manusia yang diharapkan sesuai dengan sistem nilai dan norma tertentu yang
bersumber dari agama maupun budaya yang diakui. Pendidikan bersifat normative dan
manusia memiliki dimensi moralitas karena itu aspek moralitas memungkinkan manusia
untuk dapat dididik.

Atas dasar berbagai asas diatas, pendidikan mutlak harus dilaksanakan. Jika berbagai
asumsi tersebut diingkari, kita harus sampai pada kesimpulan bahwa manusia tidak perlu
dididik, tidak akan dapat dididik karena itu kita tak perlu melaksanakan pendidikan.

2.3 PENDIDIKAN SEBAGAI PEMBENTUKAN INSAN KAMIL (MANUSIA YANG SEMPURNA)

A. Pengertian Hakikat Pendidikan


Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan
melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk
mentransformasikan nilai-nilai. Maka dalam pelaksanaanya, kegiatan tadi harus berjalan
secara serempak dan terpadu, berkelanjutan, serta serasi dengan perkembangan anak
didik serta lingkungan hidupnya dan berlangsung seumur hidup.
Pekerjaan mendidik mencakup banyak hal, yaitu segala sesuatu yang berkaitan
dengan perkembangan manusia. Mulai dari perkembangan fisik, kesehatan,
keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai pada perkembangan iman,
semuanya ditangani oleh pendidik. Berarti pendidikan bermaksud membuat manusia
lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiyah
menjadi berbudaya. Memdidik adalah membudayakan manusia.
Berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan telah melahirkan berbagai teori
mengenai apakah sebenarnya pendidikan itu.

B. Asas-Asas keharusan atau perlunya pendidikan bagi manusia


Asas keharusan pendidikan ada 3 asas yaitu: Pertama, manusia sebagai makhluk
yang belum selesai, artinya manusia harus merencanakan, berbuat, dan menjadi. Dengan
demikian setiap saat manusia dapat menjadi lebih atau kurang dari keadaanya. Contoh
manusia belum selesai: manusia lahir dalam keadaaan tidak berdaya sehingga
memerlukan bantuan orang tuanya atau orang lain dan selain itu manusia harus
mengejar masa depan untuk mencapai tujuannya. Kedua, tugas dan tujuan manusia
adalah menjadi manusia, yaitu aspek potensi untuk menjadi apa dan siapa, merupakan
tugas yang harus diwujudkan oleh setiap orang. Ketiga, perkembangan manusia bersifat
terbuka, yaitu manusia mungkin berkembang sesuai dengan kodratnya dan martabat
kemanusiaanya, sebaliknya mungkin pula berkembang kearah yang kurang sesuai.
Contoh: manusia memiliki kesempatan memperoleh kepandaian, sehat jasmani rohani,
tata krama yang baik, tujuan hidupnya.
C. Pengertian Insan Kamil & Moral
Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: Insan dan kamil. Secara
harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian,
insan kamil berarti manusia yang sempurna.
Insan kamil tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan,
wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang
tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil adalah sang mukmin yang
merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk
menumbuhkan kekuatan buruk dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan
menghayati akhlak Ilahi.
Moral atau akhlaq dalam ajaran Islam tidak sama dengan apa yang diartikan oleh
para ilmuan barat. Bila moral barat lebih menitikbertakan pada teori”antroposentrik”
tetapi dalam moral islam bersifat ”teosentrik” Dalam moral Islam suatu perbuatan selalu
dihubungkan dengan amal saleh atau dosa dengan pahala atau siksa, dengan surga atau
neraka. Moral dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan
agung yang bukan saja beriskan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam bentuk
hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sifat–sifatnya manusia yang sempurna terdiri dari : Keimanan, Ketaqwaan,
Keadaban, Keilmuan, Kemahiran, Ketertiban, Kegigihan dalam kebaikan dan kebenaran,
Persaudaraan, Persepakatan dalam hidup, Perpaduan umah.
Untuk cara-cara mencapainya ialah dengan:
Istigfar kepada allah SWT, Ikhlas, Sabar, Cermat,Optimis, Syukur

Adapun beberapa ciri – ciri atau kriteria Insan Kamil yang dapat kita lihat pada diri
Rasulullah SAW yakni 4 sifat yakni :
1. Sifat amanah (dapat dipercaya)
Amanah / dapat dipercaya maksudnya ialah dapat memegang apa yang
dipercayakan seseorang kepadanya. Baik itu sesuatu yang berharga maupun sesuatu
yang kita anggap kurang berharga.
2. Sifat fathanah (cerdas)
Seseorang yang memiliki kepintaran di dalam bidang fomal atau di sekolah belum
tentu dia dapat cerdas dalam menjalani kehidupannya. Cerdas ialah sifat yang dapat
membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat dan dalam menjalani kehidupannya
untuk menuju yang lebih baik.
3. Sifat siddiq (jujur)
Jujur adalah sebuah kata yang sangat sederhana sekali dan sering kita jumpai, tapi
sayangnya penerapannya sangat sulit sekali di dalam bermasyarakat. Sifat jujur sering
sekali kita temui di dalam kehidupan sehari – hari tapi tidak ada sifat jujur yang murni
maksudnya ialah, sifat jujur tersebut mempunyai tujuan lain seperti mangharapkan
sesuatu dari seseorang barulah kita bisa bersikap jujur.
4. Sifat Tabligh (menyampaikan)
Maksudnya tabligh disini ialah menyampaikan apa yang seharusnya di dengar oleh
orang lain dan berguna baginya. Tentunnya sesuatu yang akan disampaikan itu pun
haruslah sesuatu yang benar dan sesuai dengan kenyataan.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Setelah kelahirannya, manusia tidak dengan sendirinya mampu menjadi manusia. Untuk
menjadi manusia, ia perlu dididik dan mendidik diri. Sehubungan dengan ini M.J. Langeveld
menyebut manusia sebagai Animal Educandum. Terdapat 3 asas antropologis yang
mengimplikasikan bahwa perlu manusia perlu dididik dan mendidik diri, yaitu (1) manusia
adalah makhluk yang belum selesai menjadi manusia, (2) tugas dan tujuan manusia adalah
menjadi manusia, dan (3) bahwa perkembangan manusia bersifat terbuka.
Dalam pernyataan manusia perlu dididik dan mendidik diri tersirat makna bahwa
manusia dapat dididik. M.J. Langeveld menyebutnya sebagai Animal Educabile. Terdapat 5
asas antropologis yang mengimplikasikan kemungkinan manusia untuk dapat dididik, yaitu
(1) asas potensialitas, (2) asas sosialitas, (3) asas individualitas, (4) asas moralitas, (5) asas
dinamika.

3.2 SARAN

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun, agar kami dapat lebih baik lagi
dalam menyusun makalah ini. Kami rasa makalah ini memang sangat jauh dari sempurna,
dan kami harapkan kepada para pembaca dan dosen pengantar pendidikan KH. Toto Sianti
Aji, M.Ag. dapat memakluminya.
DAFTAR PUTAKA

Dinn Wahyudin, dkk., Pengantar Pendidikan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2008.


Prof. Dr. Tilaar, Pendidikan, kebudayaan, dan Masyarakat Madani di Indonesia, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Dinn Wahyudin, Supriadi, Ishak Abduhak, Pengantar Pendidikan, Universitas Terbuka,
Jakarta, 2008.
Achmad Munib, Pengantar Ilmu Pendidikan, Semarang, UNNES, 2009.
Dr. Umar Tirtaraharja, Drs. S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta,
2010.
Prof.Dr. Mohd. Athiyah Al-Abrasyi,Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Bulan
Bintang, 1970
Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta
M.J. Lavengveld. Beksnopte theoritische paedagogiek, (terj.: Simanjuntak).
Bandung:Jemmars.
Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya,
2009, diambil dari PDF pedagogik, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung, PT. Remaja
Rosda Karya, 2009.
Syukur Amin M. dan Usman Fathimah , Insan Kamil (Paket Pelatihan Seni Menata Hati
(SMH) LEMBKOTA/Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf), Semarang, CV. Bima Sejati,
2005, diambil dari PDF pedagogik, , Insan Kamil (Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMH)
LEMBKOTA/Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf), Semarang, CV. Bima Sejati,2005.
LAMPIRAN

Pertanyaan & Jawaban

1. Retno Dwi A.G


Apa tujuan pendidikan dan pengajaran dalam islam?
Jawaban :
Para ahli pendidikan islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidkan dan
pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum
mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan
rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya dan jujur.

2. Safitri F
Kenapa manusia dikatakan makhluk belum selesai?
Jawaban :
Karena kemampuan berjalan tegak diatas dua kaki, kemampuan berbicara dan
kemampuan berperilaku lainnya yang lazim dilakukan oleh manusia tidak di bawa oleh
manusia sejak kelahirannya. Demikkian halnya dengan kesadaran akan tujuan hidupnya,
kemampuan untuk hidup individualitas sosialitasnnya tidak dibawa oleh manusia sejak
kelahirannya melainkan harus diperoleh melalui belajar, melalui bantuan berupa
pengajaran, bimbingan, latihan, dan kegiatan lainnya yang dapat dirangkum dalam istilah
pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manusia belum selesai menjadi
manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan
sendirinya menjadi manusia , adapun untuk menjadi manusia ia memerlukan pendidikan
atau harus dididik.

3. Maulana M
Apa kaitannya manusia dan pendidikan?
Jawaban :
Manusia sangat memerlukan pendidikan sejak ia dilahirkan, karena pada
hakikatnya tugas dan tujuan hidup manusia tiada lain adalah membangun atau
mengadakan dirinya mendekati manusia ideal.Sedangkan manusia dapat menjadi
manusia hanya melalui pendidikan yang dapat membantu manusia agar mampu hidup
sesuai dengan martabat kemanusiaannya.

4. Tiwi
Apa yang dimaksud dengan manusia ideal?
Jawaban :
Yaitu manusia yang diharapkan sesuai dengan sistem nilai dan norma tertentu yang
bersumber dari agama maupun budaya yang diakui.
5. Yelli S
Bagaimana proses pendidikan yang memanusiakan manusia?
Jawaban :
“manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”, jika manusia tak dididik
maka dia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Konsepsi tersebut
memberi penekanan bahwa lingkungan pendidikan memberikan kontribusi bagi
pembentukan pribadi anak. Karena dalam pendidikan terjadi proses untuk mendidik
setiap individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Selain itu dapat
meningkatkan harkat dan martabat manusia, kemudian proses pendidikan itu diperkaya
dalam lingkungan masyarakat dan hasil-hasilnya dapat digunakan dalam membangun
kehidupan pribadi, agama , keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara untuk
meningkatkan derajat peradaban umat manusia.

Anda mungkin juga menyukai