LANDASAN KEPENDIDIKAN
OLEH:
Bapak Prof. Dr. DYP Sugiharto, M.Pd., Kons. selaku dosen mata kuliah Landasan
Pendidikan yang telah memberikan penulis penugasan berupa pembuatan makalah berkat
keramahan dan kesabaran beliau mendorong penulis untuk terus menganalisis dan menulis
tugas tersebut sesuai dengan arahan dan bimbingan beliau.
Semua anggota keluarga yang dengan doa dan dorongannya telah membuat penulis
tetep bersemangat untuk menyelesaikan tugas tersebut. Penulis menyatakan kekagumannya
karena mereka secara tidak sadar menganggap bahwa sewajarnya penulis ini harus berhasil,
tak mungkin rasanya mereka penulis kecewakan. Semoga manfaat dan makna usaha penulis
benar-benar seimbang dengan kepentingan mereka yang sering penulis korbankan.
Bagi penulis semoga tugas makalah yang diberikan ini di terima dan menjadi
jembatan emas bagi pengembangan keilmuan penulis sekaligus memberi manfaat bagi handai
tolan yang sempat membaca makalah ini. Penulis yakin Allah SWT akan terus menolong
penulis menghasilkan makalah-makalah lain yang kebih berkualitas. Amin dan penulis
mohon maaf apabila ada kesalahan pada penyusunan dalam penulisan makalah ini.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hakikat manusia dari sisi penciptanya adalah makhluk yang sempurna karena dibekali
dengan akal dan pikiran. Maka dengan akal itulah manusia akan selalu berfikir tentang
kelangsungan hidupnya. Manusia akan selalu berupaya untuk menemukan berbagai cara
untuk menjadi lebih baik bagi dirinya maupun keturunannya, sekaligus menigkatkan kualitas
kehidupannya baik fisik maupun non fisik yang berlangsung secara alami. Hal tersebut
merupakan hakikat pendidikan secara umum.
Berbicara tentang pendidikan, berarti berbicara tentang manusia. Hal ini disebabkan
karena manusia adalah objek pendidikan dan pendidikan yang dilakukan adalah untuk
manusia. Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan manusia secara penuh,
dilakukan oleh manusia, antar manusia, dan untuk manusia.
C. TUJUAN
Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui dan memahami arti dari Hakikat Manusia.
2. Untuk mengetahui dan memahami arti dari Hakikat pendidikan.
3. Untuk mendeskripsikan hubungan manusia dengan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia
Ada berbagai pendapat tentang manusia, tergantung pada sudut pandang masing-
masing orang. Beberapa diantaranya telah memandang manusia sebagai makhluk yang
mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan
makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan
mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan. Manusia adalah makhluk bertanya yang
selalu ingin tahu tentang berbagai hal. Tidak hanya ingin mengetahui tentang segala sesuatu
yang ada di luar dirinya, manusia juga berusaha mencari tahu tentang siapa dirinya sendiri.
Dalam kehidupannya yang nyata, manusia mempunyai banyak sekali perbedaan, baik
tampilan fisik, strata sosial, kebiasaan maupun pengetahuannya. Tetapi, dibalik perbedaan itu
terdapat satu hal yang menunjukkan kesamaan di antara semua manusia, yaitu semua
manusia adalah manusia. Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial dari setiap
manusia itulah yang kemudian disebut hakikat manusia. Atau dengan kata lain hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan tentang sesuatu yang olehnya manusia menjadi apa
yang terwujud, sesuatu yang olehnyamanusia memiliki karakteristik yang khas, sesuatu
yang olehnya ia merupakan sebuah nilai yang unik, yang memiliki sesuatu martabat khusus
(Wahyudin, 2008: 1.4).
Manusia menurut pandangan Islam ada beberapa dimensi manusia yaitu (Desmita,
2007:18-31)
1) Manusia Sebagai Hamba Allah (Abd Allah)
Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku
Pencipta karena adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan (Khasinah,
2013: 302). Bentuk pengabdian manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya
pada ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan hati, seperti
yang diperintahkan dalam surah Bayyinah: Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus
, (QS:98:5). Dalam surah adz- Dzariyat Allah
menjelaskan: Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah Aku. (QS51:56).
Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan menjadi manusia yang
taat, patuh dan mampu melakoni perannya sebagai hamba yang hanya mengharapkan
ridha Allah.
2) Manusia Sebagai al-Nas
Manusia, di dalam al- Quran juga disebut dengan al- nas. Konsep al- nas ini
cenderung mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan
masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial.
Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan, dan memang diciptakan
berpasang-pasangan seperti dijelaskan dalam surah an- Nisa, Hai sekalian manusia,
bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama
lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu. (QS:4:1).
Selanjutnya dalam surah al- Hujurat dijelaskan: Hai manusia sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorng laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah yang
paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS: 49:13).
Dari dalil di atas bisa dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang
dalam hidupnya membutuhkan manusia dan hal lain di luar dirinya untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya agar dapat menjadi bagian dari
lingkungan soisal dan masyarakatnya.
3) Manusia Sebagai khalifah Allah
Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dijelaskan dalam surah al
Baqarah ayat 30: Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat:
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi . Mereka
berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman:
Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui. (QS:2: 30), dan surah
Shad ayat 26, Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (peguasa)
di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
(QS:38:26).
Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu merupakan
anugerah dari Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia diberikan beban untuk
menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah yang harus
dipertanggungjawabkan. Sebagai khalifah di bumi manusia mempunyai wewenang
untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi Kebutuhan hidupnya sekaligus
bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini. seperti dijelaskan dalam surah al-
Jumuah, Maka apabila telah selesai shalat, hendaklah kamu bertebaran di muka
bumi ini dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung. (QS: 62: 10), selanjutnya dalam surah AlBaqarah disebutkan: Makan
dan minumlah kamu dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat bencana di atas bumi. (QS: 2 : 60).
4) Manusia Sebagai Bani Adam
Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan
dalam al- Quran yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan
bukan berasal dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh
Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada nilainilai
kemanusiaan. Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan persaudaraan antar
sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia berasal dari keturunan yang
sama. Dengan demikian manusia dengan latar belakang sosia kultural, agama, bangsa
dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan dengan sama.
Dalam surah al- Araf dijelaskan: Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, semoga mereka selalu ingat. Hai anak
Adam janganlah kamu ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua
ibu bapamu dari surga,
(QS : 7; 26-27).
5) Manusia Sebagai al- Insan
Manusia disebut al- insan dalam al- Quran mengacu pada potensi yang
diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara
(QS:55:4), kemampuan menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS:6:4-
5), dan lain-lain. Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia sebagai al- insan
juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa). Misalnya dijelaskan dalam
surah Hud: Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian rahmat
itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak berterima
kasih. (QS: 11:9).
6) Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)
Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai makhluk biologis manusia terdiri
atas unsur materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh kasar (ragawi).
Dengan kata lain manusia adalah makhluk jasmaniah yang secara umum terikat
kepada kaedah umum makhluk biologis seperti berkembang biak, mengalami fase
pertumbuhan dan perkembangan, serta memerlukan makanan untuk hidup, dan pada
akhirnya mengalami kematian. Dalam al- Qur’an surah al Mu’minūn dijelaskan:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sari pati tanah. Lalu Kami
jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging,
dan segumpal daging itu kemudian Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
berbentuk lain, maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.(QS: 23: 12-
14).
1. Hakikat Manusia dari Dimensi Pendidikan
Menurut Wahyudin (2008: 1.6) ada beberapa aspek hakikat manusia antara lain
berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk Tuhan), struktur
metafisiknya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna
eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk
sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama).
1) Manusia sebagai makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek kesadaran dan penyadaran diri. Oleh karena itu manusia
adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan
segala sesuatu yang ada diluar dirinya (objek). Terdapat dua pandangan filsafat yang
berbeda tentang asal-usul alam semesta dan manusia, yaitu Evolusionisme dan
Kreasionisme. Menurut Evolusionisme, alam semesta dan manusia ada dengan
sendirinya tanpa ada yang menciptakan, alam semesta dan manusia berkembang dari
alam itu sendiri sebagai hasil evolusi. Sebaliknya Kreasionisme menyatakan bahwa
adanya alam semesta dan manusia ini adalah hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2) Manusia sebagai kesatuan badan-roh
Berkenaan dengan struktur metafisiknya manusia adalah kesatuan badani-
rohani yang tak dapat dibagi, serta memiliki perbedaan dan subjektivitas, karena itu
manusia disebut makhluk individual. Terdapat empat paham atas permasalahan
manusia sebagai kesatuan badan-roh, yaitu materialisme, idealisme, dualisme, dan
paham yang menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-ruh.
Menurut paham materialisme yang esensial dari manusia adalah badannya,
bukan jiwa atau rohnya. Sedangkan paham idealisme mengungkapkan bahwa yang
esensial dari manusia adalah rohnya atau jiwanya, bukan badannya. Sementara itu
paham dualisme mengemukakan bahwa manusia terdiri dari dua substansi yaitu
badan dan jiwa, namun tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi antara
keduanya.Paham keempat menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan dari hal yang
bersifat badani dan rohani yang pada hakikatnyaberbeda dengan tumbuhan, hewan
maupun material. Dari penegasan ini, jelaslah bahwa manusia itu adalah kesatuan
badani-rohani.
3) Manusia sebagai makhluk individu
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan individualitas
manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi merupakan kenyataan yang
paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai individu, setiap manusia menpunyai
perbedaan yang unik dan khas karena tidak ada manusia yang sama persis. Walaupun
ada yang mirip, belum tentu sifatnya sama.
4) Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk kelangsungan
hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran, perasaan dan tindakannya
serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam lingkungan manusia.
5) Manusia sebagai makhluk berbudaya
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup
berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu
sendiri.
6) Manusia sebagai makhluk susila
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang
memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan itu. Manusia
pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan bahwa ada baik dan
ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan.
7) Manusia sebagai makhluk beragama
Menurut Tirtahardja dan La Sulo (2010: 17) ada empat macam dimensi dalam hakikat
manusia, yaitu:
1) Dimensi keindividualan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi
berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-
cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia
memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2) Dimensi kesosialan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dan berkomunikasi
dengan sesamanya. Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia.
Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat
kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat
mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial. Seseorang dapat
mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan
sesamanya.
3) Dimensi kesusialaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu
dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai
manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai
tersebut dalam perbuatan. Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya
harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai.
Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut.
4) Dimensi keberagamaan
B. HAKIKAT PENDIDIKAN
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik
(mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta
didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal,
nasional dan global.
Redja Mudyaharjo, dalam bukunya Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal
Tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia menyatakan
tentang asumsi pokok pendidikan yaitu :
1. Pendidikan adalah actual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi actual dari
individu yang belajar dan lingkungan belajarnya.
2. Pendidikan adalah formatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik
atau norma-norma yang baik.
3. Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya berupa serangkaian kegiatan
yang bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang belajar, tertuju pada
pencapaian individu yang diharapkan.
Pemahaman terhadap konsep pendidikan setidaknya berorientasi pada dua aktifitas utama
yaitu pendidikan sebagai tindakan manusia sebagai usaha membimbing manusia yang lain
(educational practice), dengan pendidikan sebagai ilmu pendidikan (educational thought).
Pendidikan sebagai suatu tindakan sudah berlangsung lama sebelum orang berfikir tentang
bagaimana mendidik. Bahkan dapat dikatakan pendidikan dalam artian ini sudah ada sejak
leberadaan manusia di dunia ini, sedangkan pendidikan sebagai ilmu baru lahir kira-kira pada
abad 19.
Dua pengertian tersebut oleh prof. Gununing dibedakan dengan dua peristilahan,
yaitu Paedagogie untuk pendidikan dalam artian praktik dan Paedagogiek untuk ilmu
pendidikan atau yang berhubungan dengan teori pendidikan yang mengutamakan perenungan
atau pemikiran ilmiah (Siwarno 1982).
Dari tinjauan sejarah pendidikan kelahiran ilmu pendidikan diawali dengan lahirnya
tokoh-tokoh pemikir dalam bidang pendidikan. Pada abad 18 lahirlah tokoh-tokoh seperti J. A
Comeniu, John Locke, Jean Jaques Rousseau, Immanuelkant dan J. J Pestalozzi. Sedangkan
tokoh-tokoh pendidikan abad 19 hingga awal abad 20 diantaranya adalah Herbart, Frobel,
Montessori, John Dewey dan lain-lain. Bermula dari pemikir-pemikir tersebut maka ilmu
pendidikan terus berkembang hingga saat ini.
Ilmu pendidikan atau Paedagogiek adalah teori pendidikan perenungan tentang
pendidikan dalam arti yang luas. Ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
soal-soal yang timbul dalam praktik pendidikan (Brojonegoro, 1986). Ilmu pendidikan telah
berkembang dan memenuhi persyaratan sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Ilmu
pengetahuan dapat berdiri sendiri apabila telah memenuhi persyaratan yaitu:
1) Memiliki objek sendiri,
Ilmu pendidikan memiliki objek yang menjadi lapangan penyelidikannya yang terdiri
dari objek forma dan objek materi. Objek forma adalah lapangan atau bahan
penyelidikan suatu ilmu, sedangkan objek materi adalah sudut tinjauan dari suatu ilmu.
Objek materi dari ilmu pendidikan adalah manusia,sedang objek formanya adalah
kegiatan manusia membimbing perkembangan manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Ilmu pendidikan dimungkinkan memiliki objek materi yang sama dengan ilmu
pengetahuan lainnya namun berbeda dalam objek formanya. Dari objek forma inilah
ditemukan permasalahan pendidikan, yang menjadi bahasan suatu ilmu yang disebut
ilmu pendidikan.
2) Methode penelitian ilmu pendidikan,
Ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan memiliki metode penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode tersebut mencakup metode untuk
mengumpulkan data maupun metode untuk mengolah data. Metode pengumpulan data
dapat dilakukan melalui observasi, tes, interview, angket dan lain-lain. Metode untuk
menganalisis data dapat menggunakan data analisis statistik maupun non statistik.
Metode berfikir yang digunakan menganalisis dapat menggunakan metode induktif
ataupun deduktif.
3) Sistematika dalam ilmu pendidikan,
Sistem adalah susunan persoalan-persoalan yang teratur, sehingga merupakan suatu
kesatuan yang organis, sehingga antara satu dengan lainnya saling berhubungan dan tidak
dapat terpisahkan. Ilmu pendidikan memiliki persoalan-persoalan yang tersusun secara
sistematis sehingga merupakan suatu kesatuan yang saling terkait. Terdapat berbagai
variasi dalam komponen sistem pendidikan, namun ada beberapa hal yang selalu ada
dalam sistem tersebut adalah (1) tujuan pendidikan, (2) pendidik, (3) peserta didik,
(4)interaksi pendidikan, dan(5) lingkungan pendidikan.
4) Tujuan ilmu pendidikan,
Dalam pengembangan ilmu pendidikan memiliki dua tujuan yang ingin dicapai yaitu
untuk pengembangan suatu ilmu, yang berorientasi pada kebenaran suatu ilmu itu
sendiri. Dengan cara ini akan menghasilkan ilmu teoritis murni yang tidak menghiraukan
kegunaannya dalam praktik. Di samping tujuan tersebut ilmu pendidikan
mengembangkan ilmu yang selanjutnya dapat digunakan dalam praktik pendidikan
sehari-hari. Hal yang demikian ini sering disebut dengan ilmu bersifat praktis. Artinya
teori yang ditemukan harus berorientasi pada praktik, atau dapat dipraktikan.
2. Pendidikan dan Sekolah
Dua istilah yang sering dikaburkan, kalau tidak dipertentangkan adalah
pendidikan dan sekolah (education Vs schooling). Pendidikan dan sekolah dua konsep yang
sulit untuk dipisahkan, karena pada umumnya manusia tidak memandang perbedaan
keduanya. Sebagian besar manusia memandang keduanya merupakan konsep yang
berkesinambungan.
Satu hal yang perlu dipahami bahwa sekolah merupakan bagian dari pendidikan, yang
memiliki peranan penting. Sekolah memiliki kedudukan penting karena sekolah diperlukan
untuk melanjutkan perkembangan suatu masyarakat; sekolah merupakan sumber utama bagi
masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Pendidikan pada sisi lain merupakan suatu konsep yang luas. Sekolah merupakan
bagian dari pendidikan, disamping masih banyak lagi yang termasuk dalam konsep
pendidikan dan berlangsung tidak dalam bentuk pendidikan formal dengan sistem kelas.
Pendidikan dalam artian luas dapat terjadi dimana-mana. Hanya saja kebiasaan masyarakat
jika berbicara tentang pendidikan umumnya memasuki sekolah. Hal itu pun tidak salah
karena pengertian sempit dari pendidikan adalah persekolahan.
Dari uraian tersebut diatas penggunaan istilah sekolah mengarah pada pendidikan
formal yang berlangsung dalam sekolah. Sedangkan pendidikan istilah yang digunakan untuk
segala pengalaman belajar baik yang terjadi dalam sekolah maupun diluar sekolah.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, pengertian pendidikan memiliki ciri sebagai
berikut :
1) Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat,
Proses pendidikan berjalan sejajar dengan pertumbuhan individu. Anak-anak belajar
bagaimana memberikan respon terhadap kasih sayang, bagaimana memegang suatu
dengan tangan, bagaimana menggerakkan benda atau orang. Semua aktifitas tersebut
bukan hasil pengajaran tetapi mereka pelajari dari lingkungannya. Dengan demikin
tampak bahwa pendidikan akan berlangsung terus sepanjang hidup manusia.
2) Pendidikan merupakan suatu aktifitas yang terbuka,
Proses pendidikan dapat terjadi pada berbagai bentuk dan berbagai situasi dan dengan
berbagai pembimbing pengalaman belajar. Pendidikan tidak hanya berlangsung di
sekolah saja tetapi dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.
3) Pendidikan mencakup pengertian pendidikan formal dan informal,
Pendidikan yang terjadi pada situasi belajar yang berstruktur dikatakan pendidikan
formal. Pada masyarakat yang sudah maju pendidikan semacam ini berlangsung di
sekolah dan kita sebut persekolahan. Lembaga penyelenggara pendidikan mungkin
pemerintahan atau lembaga non-pemerintahan seperti lembaga keagamaan, lembaga
sosial lain yang peduli terhadap pelaksanaan pendidikan. Aktifitas dan kegiatan belajar
ditata sercara terstruktur untuk memenuhi kebutuhan tertentu, yang biasanya diformalkan
dalam bentuk kurikulum. Sedangkan pendidikan informal biasanya tidak terstruktur.
Pendidikan ini dapat berlangsung pada berbagai situasi, mungkin dalam keluarga, teman
sebaya, pada perjalanan, lingkungan bermain, tempat kerja dan kelompok-kelompok olah
raga. Pendidikan informal yang paling dominan terjadi pada media masa.
Pendidikan formal atau sekolah adalah pendidikan yang berada di dalam suatu naungan
lembaga tertentu, yang dipesiapkan untuk mereka yang sudah mengayomi pendidikan dalam
keluarga, Sekolah sabagai pusat pendidikan formal, ia lahir dan berkembang dari pemikiran
efisiensi dan efektifitas di dalam pemberian pendidikan kepada warga masyarakat. Lembaga
pendidikan formal atau persekolahan, kelahiran dan pertumbuhanya dari dan untuk
masyarakat bersangkutan. Artinya, sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan
perangkat masyarakat yang diserahi kewajiban pemberian pendidikan. Perangkat ini di tata
dan dikelola secara formal, mengikuti haluan yang pasti dan diberlakukan di dalam
masyarakat bersangkutan. Haluan tersebut tercermin di dalam falsafah dan tujuan,
penjenjangan, kurikulum pengadministrasian serta pengelolaanya.
Pendidikan formal atau sekolah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu; Sekolah dibatasi oleh
waktu, Siswa yang memasuki lembaga formal sekolah, dibatasi oleh umur tertentu, untuk
pendidikan dasar pada usia 6 sampai 12/13 tahun. Pendidikan menengah setelah tamat
pendidikan dasar. Perguruan tinggi ditempuh setelah tamat pendidikan menengah, pendidikan
tinggi. Masa belajarpun dibatasi untuk pendidikan dasar selama 9 tahun, pendidikan
menengah 3 tahun. Perguruan tinggi 4 sampai 7 tahun untuk strata satu. Sekolah berorientasi
pada kerja, Fokus dari suatu kurikulum yang dijabarkan pada pengalaman belajar, diarahkan
pada pengetahuan spesifik dan ketrampilan spesifik untuk memasuki dunia kerja. Beberapa
kurikulum sangat spesifik berorientasi pada satu jenis pekerjaan. Pada sisi lain kurikulum
mempersiapkan siswa untuk kerja yang berorientasi pada kebutuhan masa depan. Sekolah
memiliki tujuan pembelajaran yang jelas, Mungkin karakteristik yang satu ini membedakan
antara sekolah dan pendidikan. Suatu kurikulum sekolah telah didesain dengan tujuan yang
spesifik dan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tersebut direncakanan dan ditata
sehingga pengalaman belajar dapat berlangsung dan bermakna. Hal ini tentunya berbeda
dengan pendidikan yang tidak direncanakan secara specifik dan pengalaman belajarpun akan
terjadi diluar perhitungan atau mungkin tidak bermakna.
3. Pendidikan Sebagai Aktivitas Sepanjang Hayat
Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Prof. De. M.J Langeveld, yang
membatasi proses pendidikan dari mulai anak mengerti dan mengakui akan kewibawaan
sampai pada anak/manusia tunduk kepada kewibawaannya sendiri, yaitu telah mencapai taraf
kedewasaan tidak dapat sepenuhnya diterima. Hal ini didasarkan pada konsep pendidikan
yang tidak hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah, dan tidak pula dibatsi oleh
waktu dan umur anak. Konsekuensi pandangan pendidikan sebagai gejala kebudayaan
membawa dampak pada pengakuan bahwa pendidikan berlangsung sepanjang hidup dan
kehidupan manusia.
Pandangan tersebut diatas sejajar dengan gagasan dasar pendidikan yang harus
dikonsepsikan secara formal sebagai proses yang terus menerus dalam kehidupan individu,
mulai masa kanak-kanak sampai dewasa (Cropley, 1974). Kemudian pendidikan sepanjang
hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk perorganisasian dan perstrukturan
pengalaman pendidikan. Pengorganisasianya dan penstrukturan ini diperluas mengikuti
seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua (Cropley : 67). Hal ini
didukung oleh pendapat Stephens (1987) belajar dan mengajar adalah peristiwa wajar yang
terjadi pada makhluk manusia secara terus-menerus berlangsung dengan cara yang spontan
bahkan tanpa disadari melaukannya. Karena itulah belajar harus didukung dan dibantu dari
buaian sampai dewasa. Kenyataan bahwa manusia berkembang melalui proses pendidikan,
melahirkan suatu pandangan bahwa pendidikan pada dasarnya sebagai pelayanan untuk
membantu pengembangan personel sepanjang hidup.
4. Komponen-komponen Pendidikan
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti
bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau
ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diakatakan bahwa untuk berlangsungnya
proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau
terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 6 komponen, yaitu :
1) Tujuan Pendidikan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hakikat manusia pada intinya bahwa Manusia pada dasarnya memiliki tenaga
dalam yang dapat menggerakkan hidupnya, Dalam diri manusia ada fungsi yang
bersifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial
individu, Manusia pada hakikatnya dalam proses menjadi, dan terus berkembang,
Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dan
mengendalikan dirinya dan mampu menentukan nasibnya sendiri, Dalam dinamika
kehidupan individu selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya
sendiri, membantu orang lain, dan membuat dunia menjadi lebih baik, Manusia
merupakan suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan
ketakterdugaan namun potensi itu bersifat terbatas, Manusia adalah makhluk Tuhan,
yang yang kemungkinan menjadi baik atau buruk, Lingkungan adalah penentu
tingkah laku manusia dan tingkah laku itu merupakan kemampuan yang dipelajari.
Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi
peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang
berdimensi lokal, nasional dan global. hakikat pendidikan merupakan tinjauan yang
menyeluruh dari segi kehidupan manusia yang menampakkan konsep-konsep
pendidikan. Karena itu pembahasan hakikat pendidikan meliputi pengertian-
pengertian Pendidikan dan ilmu pendidikan, Pendidikan dan sekolah, Pendidikan
sebagai aktifitas sepanjang hayat dan Komponen-komponen pendidikan.
Sejak kelahirnannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak secara
otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai aspek hakikat
kemanusiaan. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa manusia hidup di dunia dalam
keadaan belum tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya, karena itu
hakikat manusia pada dasarnya merupakan potensi sekaligus adalah sebagai tugas
yang harus diwujudkan oleh setiap manusia. Adapun untuk menjadi manusia yang
sesungguhnya diperlukan pendidikan atau harus dididik.
DAFTAR PUSTAKA
Sardiman, 2007, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press.
Al Quran dan Terjemah Maknanya dalam Bahasa Indonesia. 2012. Jakarta: Mikraj
Hasanah Ilmu