Anda di halaman 1dari 25

HAKEKAT MANUSIA

Tujuan pembuatan makalah ini sebagai bentuk salah satu tugas yang harus kami penuhi dalam
proses pembelajaran ini

AIKA 1( Kemanusiaan Dan Keimanan)

Nama Dosen : Ahmad Syarif M,pd

Disusun oleh:
Nazar Sufyan Sauri (2162201039)
Qumaydatun Allifiya (2162201034)
Dina Nurjanah ( 2162201002)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


AKUNTANSI S1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah yang berjudul “Hakekat Manusia ”.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, serta seluruh masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk
kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih
baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam
pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan. Oleh karena itu ,kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Tangerang, 04 Oktober 2021


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................... 1
BAB II ANALISIS
A. Pengertian Hakekat Manusia ................................................................. 2
B. Asal usul kejadian Manusia ................................................................... 7
C. Potensi potensi Manusia ........................................................................ 9
D. Sifat sifat Manusia ................................................................................ 15
E. Kelebihan Manusia dengan makluk lain ............................................... 18

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................ 20
B. Saran ...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sasaran pendidikan adalah manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna
dimuka bumi ini mempunyai perbedaan dan kelebihan dengan makhluk-makhluk lain. Akal,
merupakan sesuatu hal yang dimiliki oleh manusia yang sangat berguna untuk mengatur insting
serta ego manusia itu sendiri agar tercapai tujuan kehidupannya.
Dengan akal, manusia bisa mempelajari makna serta hakikat kehidupan dimuka bumi
ini, tanpa akal, manusia tidak mempunyai perbedaan sedikitpun dengan makhluk yang lainnya.
Akal juga membutuhkan ilmu serta pengetahuan agar bisa berjalan dengan fungsinya, hakikat
manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan ilmu pengetahuan. Hakikat manusia bisa
menjadi makhluk individual, makhluk sosial, makhluk pedagogis dan manusia sebagai makhluk
yang beragama.
B. Rumusan Masalah
1. Kajian hakekat manusia
2. Asal usul kejadian manusia
3. Potensi potensi manusia
4. Sifat sifat manusia
5. Kelebihan atas makhluk lain

C. Tujuan
1. Mengetahui kajian hakekat manusia
2. Mengetahui asal usul kejadian manusia
3. Mengetahui potensi potensi manusia
4. Mengetahui sifat sifat manusia
5. Mengetahui kelebihan atas makhluk lain

1
BAB II
ANALISIS

A. Hakekat Manusia

Manusia adalah keyword yang harus dipahami terlebih dahulu bila kita ingin memahami
pendidikan. Untuk itu perlu kiranya melihat secara lebih rinci tentang beberapa pandangan
mengenai hakikat manusia:

1) Pandangan Psikoanalitik

Dalam pandangan psikoanalitik diyakini bahwa pada hakikatnya manusia digerakkan oleh
dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini menyebabkan tingkah
laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang memang ada dalam
diri manusia. Terkait hal ini diri manusia tidak memegang kendali atau tidak menentukan atas
nasibnya seseorang tapi tingkah laku seseorang itu semata-mata diarahkan untuk memuaskan
kebutuhan dan insting biologisnya.

2) Pandangan Humanistik

Para humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari dalam dirinya
untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang positif. Mereka menganggap manusia itu
rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Hal ini membuat manusia itu terus berubah
dan berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna. Manusia dapat
pula menjadi anggota kelompok masyarakat dengan tingkah laku yang baik. Mereka juga
mengatakan selain adanya dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam hidupnya juga
digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan keinginan mendapatkan sesuatu. Dalam hal ini
manusia dianggap sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.

3) Pandangan Martin

Buber Martin Buber mengatakan bahwa pada hakikatnya manusia tidak bisa disebut ‘ini’ atau
‘itu’. Menurutnya manusia adalah sebuah eksistensi atau keberadaan yang memiliki potensi
namun dibatasi oleh kesemestaan alam. Namun keterbatasan ini hanya bersifat faktual bukan
esensial sehingga apa yang akan dilakukannya tidak dapat diprediksi. Dalam pandangan ini
manusia berpotensi untuk menjadi ‘baik’ atau ‘jahat’, tergantung kecenderungan mana yang

2
lebih besar dalam diri manusia. Hal ini memungkinkan manusia yang ‘baik’ kadang-kadang
juga melakukan ‘kesalahan’.

4) Pandangan Behavioristik

Pada dasarnya kelompok Behavioristik menganggap manusia sebagai makhluk yang reaktif dan
tingkah lakunya dikendalikan oleh faktor-faktor dari luar dirinya, yaitu lingkungannya.
Lingkungan merupakan faktor dominan yang mengikat hubungan individu. Hubungan ini diatur
oleh hukum-hukum belajar, seperti adanya teori conditioning atau teori pembiasaan dan
keteladanan. Mereka juga meyakini bahwa baik dan buruk itu adalah karena pengaruh
lingkungan. Dari uraian di atas bisa diambil beberapa kesimpulan yaitu;

a. Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya.

b. Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah
laku intelektual dan sosial individu.

c. Manusia pada hakikatnya dalam proses ‘menjadi’, dan terus berkembang.

d. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dan
mengendalikan dirinya dan mampu menentukan nasibnya sendiri

e. Dalam dinamika kehidupan individu selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membuat dunia menjadi lebih baik.

f. Manusia merupakan suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan


ketakterdugaan. Namun potensi itu bersifat terbatas.

g. Manusia adalah makhluk Tuhan, yang yang kemungkinan menjadi ‘baik’ atau’buruk’.

h. Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku itu merupakan
kemampuan yang dipelajari.

Beberapa pendapat lain tentang hakikat manusia adalah:

1) Pandangan Mekanistik

Dalam pandangan mekanistik semua benda yang ada di dunia ini termasuk makhluk hidup
dipandang sebagai sebagai mesin, dan semua proses termasuk proses psikologi pada akhirnya
3
dapat direduksi menjadi proses fisik dan kimiawi. Lock dan Hume, berdasarkan asumsi ini
memandang manusia sebagai robot yang pasif yang digerakkan oleh daya dari luar dirinya.
Menurut penulis pendapat ini seperti menafikan keberadaan potensi diri manusia sehingga
manusia hanya bisa diaktivasi oleh kekuatan yang ada dari luar dirinya.

2) Pandangan Organismik

Pandangan organismik menganggap manusia sebagai suatu keseluruhan (gestalt), yang lebih
dari pada hanya penjumlahan dari bagian-bagian. Dalam pandangan ini dunia dianggap sebagai
sistem yang hidup seperti halnya tumbuhan dan binatang. Organismik menyatakan bahwa pada
hakikatnya manusia bersifat aktif, keuTuhan yang terorganisasi dan selalu berubah. Manusia
menjadi sesuatu karena hasil dari apa yang dilakukannya sendiri, karena hasil mempelajari.
Menurut penulis pandangan ini mengakui adanya kemampuan aktualisasi diri manusia melalui
pengembangan potensi-potensi yang telah ada pada diri manusia.

3) Pandangan Kontekstual

Dalam pandangan kontekstual manusia hanya dapat dipahami dalam konteksnya. Manusia tidak
independent, melainkan merupakan bagian dari lingkungannya. Manusia adalah individu yang
aktif dan organisme sosial. Untuk bisa memahami manusia maka pandangan ini mengharuskan
mengenal perkembangan manusia secara utuh seperti memperhatikan gejala-gejala fisik, psikis,
dan juga lingkungannya, serta peristiwa-peristiwa budaya dan historis. Manusia Menurut
Pandangan Islam.

Ada beberapa dimensi manusia dalam pandangan Islam, yaitu:

1. Manusia Sebagai Hamba Allah (Abd Allah)

Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta karena
adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan.Bentuk pengabdian manusia sebagai
hamba Allah tidak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus dengan
keikhlasan hati, seperti yang diperintahkan dalam surah Bayyinah: “Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus …,” (QS:98:5). Dalam surah adz- Dzariyat Allah menjelaskan:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.” (QS
51:56). Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan menjadi manusia yang taat, patuh
dan mampu melakoni perannya sebagai hamba yang hanya mengharapkan ridha Allah.
4
2. Manusia Sebagai al- Nas

Manusia di dalam al- Qur’an juga disebut dengan al- nas. Konsep al- nas ini cenderung mengacu
pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan
fitrahnya manusia memang makhluk sosial. Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan,
dan memang diciptakan berpasang-pasangan seperti dijelaskan dalam surah an- Nisa’, “Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah
hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS:4:1).
Selanjutnya dalam surah al- Hujurat dijelaskan: “Hai manusia sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorng laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: 49:13). Dari dalil di atas
bisa dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang dalam hidupnya membutuhkan
manusia dan hal lain di luar dirinya untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya agar
dapat menjadi bagian dari lingkungan soisal dan masyarakatnya.

3. Manusia Sebagai khalifah Allah

Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dijelaskan dalam surah al Baqarah ayat 30:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS:2: 30),
dan surah Shad ayat 26,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)
di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …” (QS:38:26).
Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu merupakan anugerah dari
Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia diberikan beban untuk menjalankan fungsi
khalifah tersebut sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan Sebagai khalifah di bumi
manusia mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi

5
Kebutuhan hidupnya sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini. seperti
dijelaskan dalam surah al- Jumu’ah, “Maka apabila telah selesai shalat, hendaklah kamu
bertebaran di muka bumi ini dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar
kamu beruntung.” (QS: 62: 10), selanjutnya dalam surah Al Baqarah disebutkan: “Makan dan
minumlah kamu dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
bencana di atas bumi.” (QS: 2 : 60).

4. Manusia Sebagai Bani Adam

Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan dalam al- Qur’an
yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan bukan berasal dari hasil evolusi
dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu
pada penghormatan kepada nilai nilai kemanusiaan. Konsep ini menitikberatkan pembinaan
hubungan persaudaraan antar sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia berasal
dari keturunan yang sama. Dengan demikian manusia dengan latar belakang sosial kultural,
agama, bangsa dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan dengan
sama. Dalam surah al- A’raf dijelaskan: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup aurat mu dan pakaian indah untuk perhiasan.
Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, semoga mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS : 7; 26-27).

5. Manusia Sebagai al- Insan

Manusia disebut al- insan dalam al- Qur’an mengacu pada potensi yang diberikan Tuhan
kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara (QS:55:4), kemampuan menguasai
ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS:6:4-5), dan lain-lain. Namun selain memiliki
potensi positif ini, manusia sebagai al- insan juga mempunyai kecenderungan berperilaku
negatif (lupa). Misalnya dijelaskan dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia
suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi
tidak berterima kasih.” (QS: 11:9)

6
6. Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)

Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai makhluk biologis manusia terdiri atas unsur
materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh kasar (ragawi). Dengan kata lain manusia
adalah makhluk jasmaniah yang secara umum terikat kepada kaedah umum makhluk biologis
seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan, serta memerlukan
makanan untuk hidup, dan pada akhirnya mengalami kematian. Dalam al- Qur’an surah
alMu’minūn dijelaskan: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sari pati
tanah. Lalu Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, dan
segumpal daging itu kemudian Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain, maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”(QS: 23: 12-14).

B. Asal usul Manusia

Asal usul manusia menurut pandangan agama Islam sangat bertentangan dengan apa yang telah
dikemukakan oleh para pencetus dan pendukung teori evolusi.

Charles Darwin sebagai pencetus teori evolusi berpendapat bahwa makhluk hidup termasuk
juga manusia, adalah berasal dari evolusi atau perubahan-perubahan makhluk sebelumnya yang
memiliki kemampuan sederhana. Perubahan-perubahan tersebut membuat kemampuan
manusia menjadi lebih sempurna.

Pendapat ini ditunjang oleh ditemukannya beberapa fakta ilmiah seperti fosil dari manusia
purba seperti Meganthropus dan Pithecanthropus di berbagai daerah. Di sisi lain, hampir dari
semua agama di dunia menentang pendapat ini.

Penentangan itu terjadi karena pemikiran mereka didasarkan pada berita-berita dan informasi
dalam kitab sucinya masing-masing. Salah satu dari kitab suci tersebut adalah Al-Qur’an. Al-
Qur’an sebagai kitab suci agama Islam menyebutkan beberapa proses kejadian manusia yang
lebih rinci dan jelas.

3 Kejadian dan Asal-Usul Manusia Menurut Islam Al-Quran menjelaskan beberapa tahapan
dalam proses kejadian dan asal-usul manusia secara rinci. Ketiga tahapan tersebut antara lain
kejadian dan asal usul manusia pertama, kedua, dan ketiga.

7
Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut.

1. Kejadian dan Asal-usul Manusia Pertama

Kejadian dan asal-usul manusia pertama yang berarti pula proses penciptaan Adam diawali oleh
pembentukan fisik dengan membuatnya langsung dari tanah yang kering yang kemudian
ditiupkan ruh ke dalamnya sehingga ia hidup.

Keterangan tersebut sesuai dengan hadis riwayat Tirmidzi, dimana Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam as dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh
bagian bumi, maka anak cucu Adam Pun seperti itu, sebagian ada yang baik dan buruk, ada
yang mudah (lembut) dan kasar dan sebagainya.”

2. Kejadian dan Asal-usul Manusia Kedua

Allah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan. Begitupun dengan manusia,


Adam yang diciptakan hendak dipasangkan oleh Allah dengan lawan jenisnya yang diciptakan
dari tulang rusuk Adam, yaitu Siti Hawa Keterangan tersebut sesuai dengan firman Allah QS.
An-Nisa, ayat 1 berikut:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa
yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.”

3. Kejadian dan Asal-usul Manusia Ketiga

Kejadian dan asal usul manusia ketiga terkait dengan proses kejadian seluruh umat keturunan
Nabi Adam dan Siti Hawa (Kecuali Isa, AS.) proses kejadian manusia yang disebutkan dalam
Al-Qur,an ternyata setelah dewasa ini dapat dipertanggung jawabkan secara medis.

8
Dalam Al-Qur’an, asal-usul manusia secara biologi dijelaskan dalam Surat Al-Mu’minuun :
12-14 berikut ini:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al Mu'minun
12-14).

Dari ketiga asal-usul penciptaan manusia menurut agama Islam di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa, islam memandang manusia secara substantif terbagi ke dalam 2 hal, yaitu
substansi materi (badan) dan substansi immateri (jiwa).

C. Potensi potensi dasar Manusia


Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam

Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak diberikan
kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang disertakan
Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi eksternal (potensi
yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal utama bagi manusia
untuk melaksanakan tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah
dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan tugas dan tanggung
jawab dengan sempurna

A. Potensi Fitriyah

Ditinjau dari beberapa kamus dan pendapat tokoh islam, fitrah mempunyai makna sebagai
berikut :

1) Fitrah berasal dari kata (fi‟il) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi fitrah
berarti kejadian asli, agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian

2) Dalam kamus B. Arab Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai,
kejadian asli.

3) Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan sebagai agama, sunnah, kejadian, tabi‟at.

9
4) Fitrah berarti Tuhur yaitu kesucian

5) Menurut Ibn Al-Qayyim dan Ibnu Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka fitrah
artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya itu

Apabila di interpretasikan lebih lanjut, maka istilah fitrah sebagaimana dalam Ayat Alqur‟an,
hadits ataupun pendapat adalah sebagai berikut :

1) Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian dengan
kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama (beribadah). Hal ini
berlandaskan dalil Al-qur‟an surat Adz-Dzariyat (51:56)

2) Fitrah Allah untuk manusia merupakan potensi dan kreativitas yang dapat dibangun dan
membangun, yang memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga
kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya. Maka diperlukan suatu usaha usaha
yang baik yaitu pendidikan yang dapat memelihara dan mengembangkan fitrah serta pendidikan
yang dapat membersihkan jiwa manusia dari syirik, kesesatan dan kegelapan menuju ke arah
hidup bahagia yang penuh optimis dan dinamis. Ini sesuai dengan Al-Qur‟an surat Ar-Rum
ayat : 30 yaitu : Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui Pada ayat ini Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya.
Surat ini telah menginspirasikan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah atau
potensi itu dengan baik dan dan lurus.

3) Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya
adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan makna ini
ada hadits yaitu : “Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas, berupa fitrah Allah,
di mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama, dan taat berupa benteng penjagaan”
(HR. Abu Hamdi dari Mu‟adz)

Dengan demikian, pada diri manusia sudah melekat (menyatu) satu potensi kebenaran
(dinnullah). Kalau ia gunakan potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di atas jalan yang
lurus. Karena Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh (dalam kandungan).

10
B. Potensi Ruhiyah

Ialah potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan yang hak
dan yang batil, jalan menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Bentuk dari roh ini
sendiri pada hakikatnya tidak dapat dijelaskan.

Ruh merupakan kekuatan yang membuat jasmani mampu melaksanakan tugasnya. Ia adalah
unsur maknawi dalam pelaksanaan tugas. Tanpa ruh, jasmani tidak akan mampu melaksanakan
apa pun. Perumpamaan keduanya bagaikan listrik dan peralatan listrik. Peralatan tidak akan
berfungsi jika tidak dialiri arus listrik. Ketika kita memutuskan arus listrik dari peralatan
tersebut, ia pun akan berhenti bekerja, meskipun bagian-bagiannya dalam kondisi
bagus.Dengan begitu, tugas ruh adalah sebagai media pelaksana seperti halnya jasmani.
Perbedaannya, ruh merupakan unsur maknawi, sedangkan jasmani ialah unsur materi. Kita pun
tidak menemukan nash-nash syariat memuji ataupun mencela ruh, karena ia hanyalah kekuatan
yang dapat difungsikan untuk kebaikan atau keburukan. Tidak memiliki daya untuk
memutuskan, menyetujui, atau menolak.

Potensi ini terdapat pada surat Asy Syams ayat 7

َ ‫} َونَ ْف ٍس َو َما‬
{ ‫س َّواهَا‬

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya) dan

Asy-Syams ayat 8 :

َ ‫فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬


{ ‫ورهَا َوتَ ْق َواهَا‬ }

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan jalan kebaikan
(kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Menurut Ibn „Asyur kata „nafs‟ pada surat Asy-
Syams ayat ke-7 menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan nama jenis, yaitu
mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata „nafs‟ pada surat Alinfithar ayat 5 yaitu :
Artinya : maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya.

Menurut Al-Qurthubi sebagian ulama mengartikan „nafs‟ adalah nabi Adam namun sebagian
lain mengartikan secara umum yaitu jati diri manusia itu sendiri. Pada arti kata „nafs‟ ini
terdapat tiga unsur yaitu :

11
1) Qolbu : menurut para ulama salaf adalah nafs yang terletak di jantung

2) Domir : bagian yang samar, tersembunyi dan kasat mata

3) Fuad : mempunyai manfaat dan fungsi

Dengan demikian, dalam potensi ruhaniyyah terdapat pertanggungjawaban atas diberinya


manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk memilih dan mengarahkan potensi potensi fitrah
yang dapat berkembang di ladang kebaikan dan ladang keburukan ini. Karena itu, jiwa manusia
bebas tetapi bertanggung jawab. Ia adalah kekuatan yang dibebani tugas, dan ia adalah karunia
yang dibebani kewajiban. Demikianlah yang dikehendaki Allah secara garis besar terhadap
manusia. Segala sesuatu yang sempurna dalam menjalankan peranannya, maka itu adalah
implementasi kehendak Allah dan qadar-Nya yang umum.

C. Potensi Aqliyah

Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sam‟a basar, fu‟ad). Dengan potensi
ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang „kekuasaan‟ Allah.
Serta dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang
dapat bermanfaat baginya dan tentu harus diterima dan hal yang mudharat baginya tentu harus
dihindarkan.

Potensi Aliyah juga merupakan potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia agar
manusia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan mampu berargumen
terhadap pemilihan yang dilakukan oleh potensi ruhiyah. Allah berfirman dalam Al-qur‟an
surat An-Nahl ayat 78 : Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur. Ayat ini menurut Tafsir Al-maraghi mengandung penjelasan bahwa
setelah Allah melahirkan kamu dari perut ibumu, maka Dia menjadikan kamu dapat mengetahui
segala sesuatu yang sebelumnya tidak kamu ketahui. Dia telah memberikan kepadamu beberapa
macam anugerah berikut ini :

1) Akal sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu kamu dapat
membedakan antara yang baik dan jelek, antara yang lurus dan yangs esat, antara yang benar
dan yang salah

2) Pendengaran sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan pendengaran itu
kamu dapat memahami percakapan diantara kamu

12
3) Penglihatan sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan penglihatan itu
kamu dapat mengenal diantara kamu.

4) Perangkat hidup yang lain sehingga kamu dapat mengetahui jalan untuk mencari rizki dan
materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan kamu dapat pula memilih mana yang terbaik bagi
kamu dan meninggalkan mana yang jelek.

Menurut An-Nawawi menafsirkan ayat ini bahwa agar kamu (manusia) menggunakan ni‟mat
Allah itu untuk kebaikan, maka kamu mendengar akan nasihat Allah, dan melihat tanda-tanda
Allah dan memikirkan kebesaran Allah.

Selain ayat tersebut, surat Al-Isra ayat 36 juga menjelaskan tentang potensi ini yang berbunyi :
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.

Pada ayat ini Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah janganlah kamu
mengatakan bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya, atau kamu katakana
kamu mendengarnya padahal kamu tidak mendengarnya, atau kamu katakan bahwa kamu
mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahui. Karena sesungguhnya Allah kelak akan
meminta pertanggung jawaban darimu tentang hal itu secara keseluruhan, sehingga inti dari
ayat ini adalah bagaimana kita mengolah potensi yang terdapat dalam ayat ini dengan sebaik-
baiknya karena ketika kita menggunakan potensi ini, maka cara kita menggunakannya akan
mendapat pertanggungjawaban kelak di akhirat dan Allah melarang sesuatu tanpa pengetahuan,
bahkan melarang pula mengatakan sesuatu dengan dzan (dugaan) yang bersumber dari
sangkaan atau ilusi.Termasuk dalam surat Al-„Araf tentang potensi Aqliyah ini pada ayat 179
yang berbunyi : Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami sediakan untuk mereka jahannam
banyak dari jin dan manusia; mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mereka gunakan
memahami, dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak mereka gunakan untuk melihat dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar, mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai”. Dalam
ayat ini, kekuatan dan kesuksesan bersumber dari-Nya, aktivitas akal dan juga ruh berada di
tangan-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menyembunyikan sesuatu apa pun dari-Nya,
melainkan dalam setiap kesempatan dan keadaan senantiasa memohon taufik dari-Nya dan
menjadikan Allah sebagai penolong-Nya dan tidak mencari penolong selainNya.10 Sehingga
dapat kita ketahui bahwa akal merupakan potensi yang besar yang diberikan oleh Allah
sehingga kita bisa melaksanakan tugas sebagai ciptaan-Nya dengan baik dan benar.
13
D. Potensi Jasmaniah

Ialah kemampuan tubuh manusia yang telah Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa,
kekuatan dan kemampuan. Sebagaimana pada firman Allah Al-Qur‟an surat At-Tin ayat 4 yaitu
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya

Kata insan dijumpai dalam Al-Qur‟an sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan ini adalah lebih
mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan
untuk memangku jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka
bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu, persepsi,
akal dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi segala
permasalahan sekaligus mengantisipasinya.

Di samping itu, manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia
dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi
tadi.

Dan dalam surat ini manusia diberikan oleh Allah potensi jasmani. Potensi ini juga terdapat di
surat At-Taghabun ayat 3 yang berbunyi : Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan
hak, Dia membentuk rupamu dan membaguskan rupamu itu, dan hanya kepada-Nya-lah
kembali(mu). Oleh karena itu, patutnya manusia sebagai ciptaan Allah yang sangat mulia dan
banyak keutamaan, agar mempergunakan potensi jasmaninya dengan baik sebagai modal utama
untuk menjalankan tugas sebagai ciptaan-Nya.

Tugas jasmani (tubuh/badan) adalah melaksanakan suatu perintah yang diberikan padanya. Ia
tidak turut serta dalam pengambilan keputusan, tetapi hanya sekadar media dalam pelaksanaan
tugas. Dengan begitu, ia dapat dijadikan media untuk melakukan kebaikan ataupun
keburukan.Berkenaan dengan ini, kita pun tidak menemukan pujian atau celaan terhadap
jasmani dalam nash-nash syariat. Justru kita menemukan pernyataan nash yang menegaskan
bahwa jasmani bukanlah sebuah ‘ukuran’ baik-buruknya seseorang, seperti sabda
Nabi, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasmani dan harta kalian, tetapi Dia melihat
pada kalbu dan amalan kalian,” (HR. Muslim).

14
D. Sifat sifat Manusia

Ada banyak sifat manusia yang digambarkan dalam Alquran. Penggambaran sifat-sifat ini akan
membantu kita untuk lebih introspeksi diri sehingga menjadi manusia yang dicintai Allah SWT.
Seperti apa sifat-sifat manusia tersebut:

Pertama, manusia itu lemah. “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia
dijadikan bersifat lemah” (Q.S. Annisa; 28)

Kedua, manusia itu gampang terperdaya “Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah” (Q.S Al-Infithar : 6)

Ketiga, manusia itu lalai. “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Q.S At-takatsur 1)

Keempat, manusia itu penakut. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah 155)

Kelima, manusia itu bersedih hati. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang


Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima
pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka
bersedih hati” (Q.S Al Baqarah: 62)

Keenam, manusia itu tergesa-gesa. "Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia
mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (Al-Isra’ 11)

Ketujuh, manusia itu suka membantah. “Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba
ia menjadi pembantah yang nyata.” (Q.S. an-Nahl 4)

Kedelapan, manusia itu suka berlebih-lebihan. “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia
berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami
hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah
dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka
kerjakan.” (Q.S Yunus : 12)

15
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas” (Q.S al-Alaq : 6)

Kesembilan, manusia itu pelupa. “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia
memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila
Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupakan dia akan kemudharatan yang pernah dia
berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan
sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah:
“Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu
termasuk penghuni neraka.” (Q.S Az-Zumar : 8 )

Kesepuluh, manusia itu suka berkeluh-kesah. “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh


kesah” (Q.S Al Ma’arij : 20)

“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi
putus asa lagi putus harapan.” (Q.S Al-Fushshilat : 20)

“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan
membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia
berputus asa” (al-Isra’ 83)

Kesebelas, manusia itu kikir. “Katakanlah: “Kalau seandainya kamu menguasai


perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan,
karena takut membelanjakannya.” Dan adalah manusia itu sangat kikir.” (Q.S. Al-Isra’ : 100)

Keduabelas, manusia itu suka kufur nikmat. Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-
hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). (Q.S. Az-Zukhruf : 15)

sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, (Q.S. al-
’Adiyat : 6)

Ketigabelas, manusia itu zalim dan bodoh. “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan pukullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, ” (Q.S al-Ahzab : 72)

16
Keempat Belas, manusia itu suka menuruti prasangkanya. “Dan kebanyakan mereka tidak
mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna
untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.” (Q.S Yunus 36)

Kelima Belas, manusia itu suka berangan-angan. “Orang-orang munafik itu memanggil mereka
(orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?”
Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu
(kehancuran kami) dan kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga
datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat
penipu.” (Q.S al Hadid 72)

Solusinya

Itulah 15 sifat manusia yang disebutkan dalam al-Quran. Mengerikan bukan? Adapun islam,
sudah memberikan solusi untuk segala sifat buruk manusia ini. Sungguh nikmat iman dan islam
ini bukanlah sesuatu yang kita dapat dengan murah!

Solusi pertama, tetap berpegang teguh kepada tali agama dan petunjuk-petunjuk dari
Allah

Allah SWT berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada
kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S al-Baqarah : 38)

Solusi kedua, tetap berada dalam ketaatan sesulit apapun situasi yang melanda

tetap berada dalam ketaatan disini, berarti bersegera menyambut amal-amal kebaikan. Mungkin
seperti syair yang dilantunkan Abdullah bin Rawahah untuk mengembalikan semangatnya saat
nyalinya mulai ciut di perang mut’ah ketika dua orang sahabatnya yang juga komandan pasukan
pergi mendahuluinya. “wahai jiwa, jika syurga sudah di depan mata mengapa engkau ragu
meraihnya”

Allah berfirman “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (Q.S.
Ali Imran : 133)

17
Solusi ketiga, jaga keimanan kita

adalah hal yang wajar, iman seseorang naik turun dan berfluktuatif. Sama mungkin seperti yang
dikhawatirkan sahabat Hanzalah, ketika ia curhat kepada abu Bakar bahwa ia termasuk orang
yang celaka. Mengapa demikian? karena ia merasa Imannya turun ketika jauh dari Rasulullah.
Ternyata itu pula yang dirasakan lelaki dengan iman tanpa retak itu. Hingga mereka berdua
akhirnya menghadap Rasulullah. Mendengar permasalah mereka, Rasulullah hanya tersenyum
dan menjawab, “selangkah demi selangkah Hanzalah!”

Tetapi sungguh, iman seorang mukmin yang baik, akan tetap memiliki trend yang menanjak.

Disinilah mungkin loyalitas kita kepada Allah diuji. Apakah kita bisa, belajar mencintai Allah
diatas segala sesuatu, belajar mencintai sesuatu karena Allah, serta belajar membenci
kekufuran!!!

solusi keempat, Berjamaah

Manusia itu lemah ketika sendiri dan kuat ketika berjama’ah. Adakah yang meragukannya?

E. Kelebihan manusia dengan Makhluk Allah yang lainnya


Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk
bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik di darat, dilaut, maupun di udara. Sedangkan
binatang bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan
dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai
kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.

Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan
Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian,
manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap
hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan
( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainnya.

Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam

18
keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulaika
kal an'am ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian
manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).

Jadi kelebihan manusia adalah

● Makhluk tuhan paling sempurna


● Mengabdi kepada allah
● Makhluk yang dianugerahi akal
● Menjadi khalifah
● Bertanggungjwab atas segala perbuatannya

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dalam berbagai ayat al- Qur’an
dijelaskan tentang kesempurnaan penciptaan manusia tersebut. Kesempurnaan penciptaan
manusia itu kemudian semakin “disempurnakan” oleh Allah dengan mengangkat manusia
sebagai khalifah di muka bumi yang mengatur dan memanfaatkan alam. Allah juga melengkapi
manusia dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebuTuhan hidup
manusia itu sendiri. Di antara potensi-potensi tersebut adalah potensi emosional, potensi fisikal.
potensi akal dan potensi spiritual. Keseluruhan potensi manusia ini harus dikembangkan sesuai
dengan fungsi dan tujuan pemberiannya oleh Tuhan. Ada berbagai pandangan dan pendapat
seputar pengembangan potensi manusia, seperti pandangan filosofis, kronologis, fungsional
dan sosial. Di samping memiliki berbagai potensi manusia juga memiliki berbagai karakteristik
atau ciri khas yang dapat membedakannya dengan hewan yang merupakan wujud dari sifat
hakikat manusia. Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada
hakikatnya manusia berbeda dengan makhluk Tuhan yang lain seperti hewan ditinjau dari
karakteristiknya, potensi-potensi yang dimilikinya dan kemampuan manusia dalam
mengembangkan

B. Saran
Saran yang dapat dipetik dari materi ini adalah agar seluruh pembaca memahami arti
dari hakikat manusia, asal usul manusia, potensi manusia, sifat sifat manusia,dan mengetahui
kelebihan dari manusia dengan mahluk allah yang lainnya

20
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/didaktika/article/download/480/398
https://ourmuslem.blogspot.com/2017/02/asal-usul-manusia-menurut-islam.html
http://mudah-belajarbahasaarab.blogspot.com/2015/01/makalah-daya-dan-potensi-
manusia.html
https://www.republika.co.id/berita/ner00l/ini-15-sifat-manusia-dalam-alquran
http://dominique122.blogspot.com/2015/04/kelebihan-manusia-dibandingkan-
dengan.html

21
22

Anda mungkin juga menyukai