Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HAKIKAT DAN KEBERADAAN MANUSIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu : Yanti Yandri Kusuma, S.E., M.Pd.

Disusun Oleh
Kelompok 5 :
Chandra Rinaldi 2286206054
Ega Assidiqie MB 2286206061
Elma Salpina 2286206063
Masita Khairani 2286206089
Paramitha Andini 2286206106
Tri Awlia Br. Saragih 2286206133

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEILMUAN DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang Hakikat dan Keberadaan Manusia.
Tidak lupa juga penyusun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan
makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Bangkinang Kota, 22 Februari 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................1
A.Latar Belakang.....................................................................................1
B.Rumusan Masalah................................................................................1
C.Tujuan Penulisan..................................................................................2
D.Manfaat Penulisan................................................................................2
BAB II..........................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................3
A.Pengertian Hakikat Manusia................................................................3
B.Aspek-Aspek Hakikat Manusia............................................................4
C.Teori-Teori Hakikat Manusia.............................................................10
D.Wujud Hakikat Manusia....................................................................12
E.Hakikat dan Keberadaan Manusia dalam Pendidikan........................15
BAB III PENUTUP...................................................................................19
A.Kesimpulan........................................................................................19
B.Saran...................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Objek pendidikan adalah manusia. Manusia sebagai makhluk
paling sempurna di muka bumi memiliki perbedaan dan kelebihan
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Akal adalah sesuatu yang dimiliki
manusia dan sangat berguna dalam mengendalikan naluri dan diri manusia
itu sendiri untuk mencapai tujuan hidup seseorang.
Wajarnya manusia bisa mempelajari tujuan dan hakekat hidup di
bumi ini, tanpa akal manusia tidak memiliki perbedaan sedikit pun dengan
makhluk lain. Akal juga membutuhkan pengetahuan dan informasi untuk
berfungsi dengan baik, sifat manusia sebagai makhluk selalu
membutuhkan informasi. Hakikat manusia dapat berupa makhluk individu,
makhluk sosial, makhluk pendidikan, dan manusia sebagai makhluk
religius. Manusia dilahirkan dengan berbagai potensi yang senatiasa selalu
berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, salah satu cara
dalam mengembangkan potensi tersebut adalah dengan cara pendidikan
sepanjang hayat dan berfilsafat, pendidikan itu diberikan atau
diselengarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke
arah yang positif. Karena dengan kita senantiasa mengembangkan diri
niscaya kita akan menjadi manusia seutuhnya dengan berbagai potensi
yang kita miliki. Pada hakikatnya manusia memerlukan pengetahuan
dalam berkehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hakikat manusia?
2. Apa saja aspek-aspek kehidupan manusia?
3. Apa saja teori-teori hakikat manusia?
4. Apa saja wujud-wujud hakikat manusia?
5. Bagaimana hubungan keberadaan dan hakikat manusia dengan
Pendidikan.

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu hakikat manusia.
2. Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek kehidupan manusia.
3. Untuk mengetahui apa saja teori-teori hakikat manusia.
4. Untuk mengetahui apa saja wujud-wujud hakikat manusia.
5. Untuk mengetahui bagaimana hubungan keberadaan dan hakikat
manusia dengan pendidikan?

D. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi
pembaca untuk mempelajari tentang Filsafat Pendidikan yang
berhubungan dengan Hakikat dan Keberadaan Manusia untuk mencapai
suatu didikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hakikat Manusia


Manusia sebagai makhluk rasional yang dapat berpikir dan
menggunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan pada dirinya.
Manusia juga dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
Kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya harus dimanfaatkan oleh
dirinya sendiri kemudian manusia harus berusaha terus-menerus
memperkembangkan dan meningkatkan dirinya sendiri khususnya melalui
pendidikan.
Sejak lahir seorang manusia sudah langsung terlibat dalam
kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Manusia dilahirkan ke bumi
dengan berbagai potensi yang berbeda-beda yaitu untuk menjadi baik dan
buruk. Dan hidup berarti suatu upaya untuk mewujudkan kebaikan dan
menghindarkan atau mengontrol suatu masalah.
(Tatang Syaripuddin 2008: 9-10) Mengatakan bahwa kita dapat
mengakui kebenaran tentang adanya proses evolusi di alam semesta
termasuk pada diri manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan yang
menyatakan adanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil
evolusi dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:3-4) sifat hakikat
manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang prinsipil yang membedakan
manusia dari hewan. Manusia adalah makhluk bertanya Ia mempunyai
hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin
tahunya, manusia tidak hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada di
luar dirinya tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam rentang
ruang dan waktu manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya
sendiri.

3
Hakikat manusia dipelajari melalui berbagai pendekatan (common
sense, ilmiah, filosofis, religi). Dan melalui berbagai sudut pandang yaitu
biologi sosiologi antropologi psikologi dan politik. Dalam kehidupannya
yang riil manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik
tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan sebagaimana
dikemukakan di atas, pengetahuan tentang manusia pun bersifat ragam
sesuai pendekatan dan sudut pandang dalam melakukan studinya.
Alasannya Bukankah karena mereka semua adalah manusia maka harus
diakui kesamaannya sebagai manusia ( M.I Soelaiman, 1988).
Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap
manusia ini disebut pula sebagai hakikat manusia, sebab dengan
karakteristik esensialnya itulah manusia mempunyai martabat khusus
sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya. Pengertian hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang
manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Dengan kata lain
pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang sesuatu
yang olehnya manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu
martabat khusus. ( Louis Leahy, 1985).

B. Aspek-Aspek Hakikat Manusia


1. Manusia sebagai makhluk Tuhan
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia
merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di
muka bumi ini. Kitab suci menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah
dengan mempergunakan bermacam-macam istilah.
Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran dan penyadaran
diri. Oleh karena itu. Manusia adalah subjek yang menyadari
keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala sesuatu
yang ada di luar dirinya. Selain itu, manusia bukan saja mampu berpikir
tentang diri dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar tentang

4
pemikirannya. Namun, sekalipun manusia menyadari perbedaannya
dengan alam bahwa dalam konteks keseluruhan alam semesta manusia
merupakan bagian daripadanya. Oleh sebab itu, Selain mempertanyakan
asal-usul alam semesta tempat ia berada, manusia pun mempertanyakan
asal usul keberadaan dirinya sendiri.
Manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan yang maha esa
maka dalam pengalaman hidupnya terlihat bahkan dapat kita alami sendiri
adanya fenomena kemakhlukan ( Soelaeman, 1988). Antara lain berupa
pengakuan atas kenyataan adanya perbedaan kodrat dan martabat manusia
daripada Tuhannya.
Sebagai pribadi, manusia memang mampu berdiri sendiri, namun
tidak berdiri oleh karena dirinya sendiri. Dia ada dikarenakan oleh Yang
Maha ada. Dengan demikian eksistensinya tergantung kepada yang maha
esa. Dengan menyadari bahwa dimensi hidup manusia tidak terbatas pada
dimensi horizontal, tetapi juga dimensi vertikal dan hidup di dunia
bukanlah merupakan akhir dari kehidupan maka hal ini sering membuat
peserta didik merasa gelisah dengan masa depannya. Kegelisahan akan
masa depan itu baru dapat ditenangkan jika anak menerima bahwa disebut
sebagai yang maha ada dan Maha Sempurna. Dalam menjalin hubungan
dengan Tuhan peserta didik harus ditolong sehingga dia dapat menyadari
keberadaannya kini dan pada masa yang akan datang. Di sinilah sekali lagi
perlu ditekankan pentingnya peranan agama.

2. Manusia sebagai kesatuan badan dan roh


Para filsuf berpendapat yang berkenaan dengan struktur metafisik
manusia, terdapat empat paham mengenai jawaban atas permasalahan
tersebut yaitu materialisme, idealisme, dualisme, dan paham yang
mengatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan dan roh.
Materialisme yaitu gagasan para penganut Meta realisme seperti
Julian De lametrie dan ludwige feurbach menolak dari realitas
sebagaimana dapat diketahui melalui pengalaman diri atau observasi.

5
alam semesta atau realitas ini tiada lain adalah serba materi, zat, atau
benda. Manusia merupakan bagian dari alam semesta sehingga manusia
tidak berbeda dari alam itu sendiri. Yang esensial dari manusia adalah
badannya bukan jiwa atau rohnya. manusia adalah apa yang nampak
dalam wujudnya, terdiri dari zat. Segala hal yang bersifat kejiwaan,
spiritual, atau rohaniah pada manusia dipandang hanya sebagai resonansi
saja dan berfungsi badan atau organ tubuh. Pandangan hubungan antara
badan dan jiwa seperti ini dikenal sebagai epiphenomenalisme ( J.D
Butler, 1 968).

3. Manusia sebagai makhluk individu


Setiap manusia bersifat unik berbeda di setiap individu sehingga
kecenderungan dan perhatian terhadap sesuatu akan berbeda. Karena
adanya individualitas itu, Setiap orang memiliki aspek kehendak,
Perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang
berbeda. ( Tirtarahardja dan Sulo, 2005: 17). Keterlibatan unsur-unsur luar
dalam proses pembentukannya menjadi elemen yang memperkuat aspek-
aspek yang sebenarnya sudah ada tinggi dan rendahnya atau kuat dan
lemahnya aspek-aspek individualitas tersebut berbeda pada setiap
manusia. Aspek-aspek tersebut akan menjadikan manusia itu unik atau
berbeda satu sama lain.
Selain hal tersebut, Terdapat juga aspek-aspek individual yang
sifatnya cenderung eksternal. Artinya banyak melibatkan unsur-unsur luar
dalam proses pembentukannya menjadi bagian yang melekat dalam
individu. Aspek-aspek tersebut antara lain :
a. Kematangan intelektual.
b. Kemampuan berbahasa.
c. Latar belakang pengalaman.
d. Cara atau gaya dalam mempelajari sesuatu.
e. Bakat dan minat.
f. Kepribadian.

6
Sebagai makhluk Individual, manusia mengalami proses
perkembangan kecakapan dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku
dalam masyarakatnya. Sering pula potensi-potensi individual manusia
digolongkan menjadi dua yaitu potensi rohani dan jasmani. Melalui proses
sosial yang terjadi dalam pendidikan dan masyarakat, seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan yang terorganisasi, misalnya sekolah
sehingga mampu mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan
pribadinya. Muhadjir ( 2000: 33) Mengatakan secara tradisional individu
anak menerima dari orang dewasa. Kini banyak informasi dapat diperoleh
dari surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain.

4. Manusia sebagai makhluk bebas.


Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan. Bahkan
sudjatmoko dalam Nusa Putra (1993) menyatakan bahwa kebebasan
merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Dalam
gambaran manusia yang bersifat personalistik, kebebasan yang
dimaksudkan di sini adalah kemampuan untuk mengambil sikap terhadap
bermacam-macam peraturan dan pengaruh yang ada. Jadi kebebasan tidak
sama dengan tidak ada keterikatan. Kebebasan seperti itu sering disebut
sebagai kebebasan eksistensial karena melihat pada eksistensi.

5. Manusia sebagai Makhluk Sosial


Dalam hidup bersama dengan sesamanya (bermasyarakat) setiap
individu menempati kedudukan (status) tertentu. Di samping itu, setiap
individu mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, mereka
juga mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan
sesamanya. Selain adanya kesadaran diri, terdapat pula kesadaran sosial
pada manusia. Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia akan dapat
mengukuhkan eksistensinya. Sehubungan dengan ini, Aristoteles
menyebut manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat

7
(Ernst Cassirer, 1987) Terdapat hubungan pengaruh timbal balik antara
individu dengan masyarakatnya.
Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial
adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubungannya dengan
makhluk sosial lainnya. Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi
dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan
dengan dirinyasendiri. Sebagai makhluk sosial karena manusia
menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk
mengkomunikasikan pemikiran dan perasaannya. Manusia sebagai
makhluk sosial dapat Nampak pada kenyataan bahwa tidak  pernah ada
manusia yang mampu menjalani kehidupan ini tanpa bantuan
oranglain.Manusia sebagai makluk sosial artinya manusia sebagai warga
masyarakat.

6. Manusia sebagai Makhluk Berbudaya


Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan
kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bertautan
dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu
yang nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak
terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia
karena bersama kebudayaannya (C. A. Van Peursen, 1957). Sejalan
dengan ini, Ernst Cassirer menegaskan bahwa"manusia tidak menjadi
manusia karena sebuah faktor di dalam dirinya, seperti misalnya naluri
atau akal budi, melakukan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya,
kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat manusia"
(C.A. Van Peursen, 1988).

7. Manusia sebagai Makhluk Susila


Adapun kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan dengan
norma- norma moral dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya. Oleh
karena manusia mempunyai kebebasan memilih dan menentukan

8
perbuatannya secara otonom maka selalu ada penilaian moralatau tuntutan
pertanggung-jawaban atas perbuatan.

8. Manusia sebagai Makhluk Beragama


Sebagai makhluk yang otonom atau memiliki kebebasan, manusia
selalu dihadapkan pada suatu alternatif tindakan yang harus dipilihnya.Hal
ini sebagaimana dikemukakan Soren Aabye Kierkegaard: "Yes, I perceive
perfectly that here are two possibilities, one can do either this or that"
(Fuad Hasan, 1973). Adapun kebebasanberbuat ini juga selalu
berhubungan dengan norma- norma moral dan nilai-nilai moral yang juga
harus dipilihnya. Oleh karena manusia mempunyai kebebasan memilih
dan menentukan perbuatannya secara otonom maka selalu ada penilaian
moralatau tuntutan pertanggung-jawaban atas perbuatan manusia sebagai
Makhluk Beragama.
Aspek keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial
eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau
keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku. Hal ini terdapat pada manusia manapun baik dalam rentang
waktu (dulu-sekarang-akan datang) maupun dalam rentang geografis
tempat manusia berada. Keberagamaan menyiratkan adanya pengakuan
dan pelaksanaan yang sungguh atas suatu aagama. Adapun yang dimaksud
dengan agama ialah "satu sistem credo (tata keimanan atau keyakinan) atas
adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia; satu sistem ritus (tata
peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu; dan satu
sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dan alam lainnya yang sesuai dan sejalan dengan tata keimanan
dan tata peribadatan termaksud di atas (Endang Saifuddin Anshari, 1982).
Manusia memiliki potensi untuk mampu beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME. Di lain pihak, Tuhan pun telah menurunkan wahyu
melalui utusan-utusan Nya, dan telah menggelar tanda-tanda di alam
semesta untuk dipikirkan oleh manusia agar manusia beriman dan

9
benakwa kepadaNya. Manusia hidup beragama karena agama menyangkut
masalah-masalah yang bersifat mutlak maka pelaksanaan keberagamaan
akan tampak dalam kehidupan sesuai agama yang dianut masing- masing
individu. Hal ini baik berkenaan dengan sistem keyakinannya, sistem
peribadatan maupun pelaksanaan tata kaidah yang mengatur hubungan
manusia dengan Tijihannya, hubungan manusia dengan manusia sena
hubungan manusia dengan alam. Dalam keberagamaan ini manusia akan
merasakan hidupnya menjadi bermakna. Tata cara hidup dalam berbagai
aspek kehidupannya, jelas pula apa yang menjadi tujuan hidupnya sebagai
berikut. Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk
natural dan Supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat
yang mulia.

C. Teori-Teori Hakikat Manusia


Ada empat teori atau pandangan tentang hakikat manusia, yaitu
pandangan: kelompok psikoanalitik, kelompok humanistik, Martin Buber,
dan kelompok behavioristik.
1. Pandangan Psikoanalitik
Kaum psikoanalisis berpendapat bahwa manusia digerakkan,
dikontrol dorongan-dorongan instrinsik (dari dalam dirinya, tenaga
dalam), untuk memuaskan biologisnya. Freud mengemukakan bahwa
struktur kepribadian individu terdiri dari tiga komponen, yaitu: Id, Ego,
dan Superego (Suryabrata, 2005:124-125). Id meliputi berbagai instink;
yang paling penting adalah instink seksual dan instink agresi. Id berfungsi
mendorong individu untuk memuaskan kebutuhan dirinya setian saat
sepanjang hidupnya. Dorongan Id tersebut harus berhadapan dengan
lingkungan dan harus mampu menerobos ligkungan bila ingin berhasil.
Untuk itu muncul Ego yaitu fungsi kepribadian yang menjembatani Id
dengan dunia di luar individu. Interaksi antara individu dan lingkungannya
(aturan, perintah, larangan, ganjaran, hukuman nilai, moral, adat, tradisi)
menimbulkan fungsi ketiga, yaitu Superego.

10
Dalam individu bertingkah laku, berfungsilah Id sebagai
penggerak, Ego sebagai pengatur dan pengarah, dan Superego sebagai
pengawas atau pengontrol. Superego mengontrol agar tingkah laku sesuai
dengan aturan, nilai, moral, dan tradisi. Individu yang didominasi oleh ld-
nya, tingkah lakunya menjadi impulsive; yang didominas oleh Superego-
Nya tingkahlakunya menjadi terlalu moralistik. Ego, berperan menjaga
agar individu tidak menjadi ekstrem, tetapi berada di antara keduanya.
Pandangan psikoanalitik yang ditokohi oleh Freud itu telah berkembang
seabad yang lalu. Selanjutnya berkembang paham Neo-analitik (Analitik
baru). Panam ini berpendapat bahwa manusia hendaknya tidak secara
mudah saja dianggap sebagai binatang yang digerakkan oleh tenaga dalam
(innate energy) pada dirinya, melainkan juga memperhatikan rangsangan
dari lingkungannya. Ketika masih muda tingkah laku didominasi oleh
instink, tetapi makin dewasa lingkungan lebih berpengaruh. Kaum Neo-
analis masih mengakui peran Id, Ego, dan Superego, tetapi lebi ditekankan
pada peran Ego. Peran Ego bukan hanya sebagai pengarah Id, melainkan
bersifat rasional, bertanggungjawab atas tingkahlaku intelektual dan social
individu.

2. Pandangan Humanistik
Rogers, tokoh humanistik, berpendapat bahwa manusia itu
memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan positif, manusia
itu rasional, tersosialisasikan, dan dalam beberapa hal dapat menentukan
nasibnya sendiri. Menurut Rogers, manusia pada hakikatnya dalam proses
menyadari menjadi (on becoming), tidak pernah berhenti, tidak pernah
selesai atau sempurna. Jadi, pandangan humanistik menolak pandangan
Freud bahwa manusia pada dasamya tidak rasional, tidak tersosialisasikan,
dan tidak memiliki kontrol terhadap nasib dirinya (Suryabrata, 2005:247).
Adler (humanis) berpendapat bahwa manusia digerakkan oleh rasa
tanggung jawab sosial dan kebutuhan untuk mencapat sesuatu; bukan
semata-mata untuk memuaskan dirinya. Individu melibatkan dirinya dalam

11
bentuk usaha untuk mewujudkan diri sendiri, dalam membantu orang lain,
dan dalam membuat dunia menjadi lebih baik untuk dihuni (Suryabrata,
2005:185).

3. Pandangan Martin Buber


Buber berpendapat bahwa manusia tidak dapat dikatakan pada
dasamya dosa dan dalam genggaman dosa, melainkan manusia merupakan
suatu keberadaan (eksistensi) yang berpotensi. Potensi manusia itu terbatas
secara faktual, bukan esensial. Perkembangan manusia tidak dapat
diramalkan, dan menjadi pusat ketakterdugaan dunia. Manusia tidak pada
dasarnya baik atau jahat, tetapi mengandung kemungkinan secara kuat
untuk baik atau jahat.

4. Pandangan Behavioristik
Kaum behavioristik (Skinner) menganggap bahwa manusia
sepenuhnya makhluk reaktif, yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-
faktor dari luar. Lingkungan menjadi penentu tunggal tingkah laku
manusia. Manusia tidak pada dasarnya baik atau jelek, tetapi netral;
menjadi baik atau jelek tergantung lingkunganrnya. Kepribadian manusia
terbentuk dari hubungan individu dengan lingkungannya, yang diatur oleh
hukum-hukum belajar, seperti teori pembiasaan (conditioning) dan
peniruan (Koswara 1991:69-77).
Pandangan behavioristik dikritik sebagai pandangan yang
merendahkan derajat manusia (dehumanisasi), karena mengingkari ciri-ciri
penting manusia seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan,
mencipta. Skinner menjawab kritik itu, bahwa kemampuan manusia
tersebut sebenarnya terwujud dalam tingkah laku, yarng berkembangnya
dipengaruhi oleh lingkungannya.

12
D. Wujud Hakikat Manusia

Wujud Hakikat Manusia (Karakteristik Manusia) Beberapa wujud


hakikat manusia yang dijelaskan di bawah ini akan memberikan gambaran
yang jelas bahwa manusia berbeda dengan hewan. Wujud sifat hakikat
manusia ini merupakan karakteristik yang hanya dimiliki oleh manusia.
Faham eksistensialisme mengemukakan bahwa karakteristik manusia
tersebut seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan dan
membenahi arah dan tujuan pendidikan. Umar Tirta Raharja dan La Sulo
mengatakan di antara wujud sifat hakikat manusia adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan Menyadari Diri


Melalui kemampuan ini manusia betul-betul mampu menyadari
bahwa dirinya memiliki ciri yang khas atau karakteristi diri. Kemampuan
ini membuat manusia bisa beradaptasi dengan lingkungannya baik itu
limgkungan berupa individu lainnya selain dirinya, maupun lingkungan
nonpribadi atau benda.
2. Kemampuan Bereksistensi
Melalui kemampuan ini manusia menyadari bahwa dirinya
memang ada dan eksis dengan sebenarnya. Dalam hal ini manusia punya
kebebasan dalam ke ‘beradaan’ nya. Berbeda dengan hewan di kandang
atau tumbuhan di kebun yang ‘ada’ tapi tidak menyadari ‘keberadaan’ nya
sehingga mereka menjadi onderdil dari lingkungannya. Sementara itu
manusia mampu menjadi manajer bagi lingkungannya. Kemampuan ini
juga perlu dibina melalui pendidikan. Manusia perlu diajarkan belajar dari
pengalaman hidupnya, agar mampu mengatasi masalah dalam hidupnya
dan siap menyambut masa depannya.

3. Pemilikan Kata Hati (Conscience of Man)


Kata hati akan melahirkan kemampuan untuk membedakan
kebaikan dan keburukan. Orang yang memiliki hati nurani yang tajam
akan memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu membuat keputusan

13
yang benar atau yang salah. Kecerdasan hati nurani inipun bisa dilatih
melalui pendidikan sehingga hati yang tumpul menjadi tajam. Hal ini
penting karena kata hati merupakan petunjuk bagi moral dan perbuatan.

4. Moral dan Aturan


Moral sering juga disebut etika, yang merupakan perbuatan yang
merupakan wujud dari kata hati. Namun, untuk mewujudkan kata hati
dengan perbuatan dibutuhkan kemauan. Artinya tidak selalu orang yang
punya kata hati yang baik atau kecerdasan akal juga memiliki moral atau
keberanian berbuat. Maka seseorang akan bisa disebut memiliki moral
yang baik atau tinggi apabila ia mampu mewujudkanya dalam bentuk
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut.

5. Kemampuan Bertanggung Jawab


Karakteristik manusia yang lainnya adalah memiliki rasa tanggung
jawab, baik itu tanggung jawab kepada Tuhan, masyarakat ataupu pada
dirinya sendiri. Tanggung jawab kepada diri sendiri terkait dengan
pelaksanaan kata hati. Tanggung jawab kepada masyarakat terkait dengan
norma- norma sosial, dan tanggung jawab kepada Tuhan berkaitan erat
dengan penegakan norma-norma agama.

6. Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)


Manusia bebas berbuat selama perbuatan itu tetap sesuai denga
kata hati yang baik maupun moral atau etika. Kebebasan yang melanggar
aturan akan berhadapan dengan tanggung jawab dan sanksi-sanksi yang
mengikutinya yang pada akhirnya justru tidak memberikan kebebasan bagi
manusia.

7. Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak


Idealnya ada hak ada kewajiban. Hak baru dapat diperoleh setelah
pemenuhan kewajiban, bukan sebaliknya. Pada kenyataanya hak dianggap

14
sebagai sebuah kesenangan, sementara kewajiban dianggap sebagi beban.
Padahal manusia baru bisa mempunyai rasa kebebasan apabila ia telah
melaksanakan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara
adil. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak ini haru
dilate melalui proses pendidikan disiplin. Sebagaimana dikutip oleh Umar
dan La Sulo, Selo Soemarjan menyatakan bahwa perlu ditanamkan empat
macam pendidikan disiplin untuk membentuk karakter yang memahami
kewajiban dan memahami hak-haknya. 1) disiplin rasional yang bila
dilanggar akan melahirkan rasa bersalah. 2) disiplin sosial, yang bila
dilanggar akam menyebabkan rasa malu. 3) disiplin afektif, yang bila
dilanggar akan melahirkan rasa gelisah dan 4) disiplin agama, yang bila
dilanggar akan menimbulkan rasa bersalah dan berdosa.

8. Kemampuan Menghayati Kebahagian


Kebahagian bisa diartikan sebagai kumpulan dari rasa gembira,
senang, nikmat yang dialami oleh manusia. Secara umum orang
berpendapat bahwa kebahagiaan itu lebih pada rasa bukan pikiran. Padahal
tidak selamanya demikian, karena selain perasaan, aspek-aspek
kepribadian lainnya akal pikiran juga mempengaruhi kebahagian
seseorang.

E. Hakikat dan Keberadaan Manusia dalam Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses mengubah sikap dan perilaku


seseorang atau sekelompok orang sedemikian rupa sehingga menjadi
dewasa melalui pengajaran dan pelatihan. Jadi dalam hal ini pendidikan
adalah proses atau perbuatan mendidik. Dari sudut pandang lain,
pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan orang
dewasa terhadap perkembangan anak menuju kedewasaan, agar anak
cukup cakap untuk melaksanakan tugas hidupnya sendiri, bukan dengan
bantuan orang lain. Jadi, karena Tuhan menciptakan manusia dengan bekal

15
akal dan pikiran, manusia membutuhkan pendidikan untuk
mengembangkan kehidupannya dan memuaskan rasa ingin tahunya.
Manusia adalah makhluk yang ragu, dia ingin tahu segalanya. Di bawah
pengaruh rasa ingin tahu, orang tidak hanya bertanya tentang berbagai hal
yang ada di luar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri,
sepanjang ruang dan waktu, orang selalu berusaha untuk mengenal dirinya
sendiri. Sifat manusia dipelajari melalui pendekatan yang berbeda (akal
sehat, sains, filsafat, agama) dan perspektif yang berbeda (biologi,
sosiologi, antropobiologi, psikologi, politik).  
Filsafat antropologi berupaya mengungkapkan konsep atau
gagasan-gagasan yang sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya
menemukan karakteristik yang sifatnya mendasar tentang manusia,
berupaya menemukan karakteristik yang secara prinsipil (bukan gradual)
membedakan manusia dari makhluk lainnya. Antara lain berkenaan
dengan asal-usul keberadaan manusia, yang mempertanyakan apakah
adanya manusia di dunia ini hanya kebetulan saja sebagai hasil evolusi
atau hasil ciptaan Tuhan, struktur metafisika manusia, apakah yang
esensial dari manusia itu badannya atau jiwanya atau badan dan jiwa,
berbagai karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia, antara lain
berkenaan dengan individualitas, sosialitas.
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu
yang olehnya” manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu
martabat khusus” (Louis Leahy, 1985). Aspek-aspek hakikat manusia,
antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai
makhluk Tuhan), struktur metafisikanya (contoh: manusia sebagai
kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di
dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk
sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai
makhluk beragama).
Pendidikan dapat berjalan secara efektif, efisien dan dilaksanakan
secara baik jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulum hanya apabila

16
dilaksanakan dengan berdasarkan pada landasan yang kokoh. Oleh karena
itu sebelum kita melaksanakan pendidikan, sebuah pendidikan perlu
memperhatikan dahulu landasan pendidikannya, perlu memperkokoh
dahulu landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah
humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik
perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep
hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep
dan praktek pendidikannya.
Dapat kita gambarkan suatu bangunan gedung dapat berdiri dengan
kuat apabila memiliki pondasi, atas, dan sebagainya. Dimana pondasi yang
kokoh dapat kita artikan sebagai landasannya. Apabila suatu pondasi dari
bangunan itu tidak kokoh, maka bangunan itu tidak akan berdiri kuat dan
tahan lama. Demikian pula pada pendidikan, pendidikan yang
direncanakan dan direalisasikan dengan suatu landasan yang kokoh, maka
prakteknya pun akan terlaksana secara benar dan baik, dan tidak akan
merugikan siapapun, sehingga dapat terlaksana secara efektif dan efisien
dan juga relevan berdasarkan pada kebutuhan individu dan masyarakat
serta pembangunanya.
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang dapat
dikatakan sebagai mahluk yang belum selesi atau biasa disebut “Homo
Sapiens” yanga memiliki arti makhluk yang berilmu pengetahuan.
Manusia mempunyai insting yang selalu cenderung ingin mengetahui
segala sesuatu yang ada di sekitarnya yang belum diketahu sebelumnya.
Dari rasa keingintahuannya maka timbullah suatu ilmu pengetahuan yang
kemudia dapat dikembangan dengan baik. Konsep kehidupan manusia
digerakan sebagian besar oleh kebutuhannya dalam mencapai sesuatu, dan
sebagian lagi oleh tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat.
Manusia mempunyai kertebatasan dan sifat-sifat yang kurang baik,
disamping mempunyai sikap yang baik dan kemampuan yang baik. Maka
dari itu manusia membutuhkan bimbingan dalam membentuk dan

17
mengembangkan karakter dan sifat yang sudah ada dalam diri masing-
masing dari sejak kecil.
Manusia disebut sebagai mahkluk sosial karena mempunyai sifat
ketergantungan dengan manusia yang lainnya, sifat ketergantungan
manusia misalnya dari contoh seorang bayi yang dilahirkan, ia sangat
tergantung kepada pertolongan orang tuannya. Tanpa ada pertolongan dari
kedua orang tuanya, bayi tersebut akan meninggal. Manusia juga memiliki
potensi untuk menyesuaikan diri, meniru dan beridentifikasi diri, mampu
mempelajari tingkah laku dan mengubah tingkah laku. Setelah taraf
kedewasaan dicapai, manusia akan tetap melanjutkan kegiatan pendidikan
dalam rangka pematangan diri. Kematangan diri adalah kemampuan
menolong diri sendiri, orang lain dan terutama menolong kelestarian alam
agar berlangsung dalam ekosistemnya. Antara manusia dan pendidikan
telah terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak
ada, dan karena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai
manusia yang manusiawi. Pendidikan akan menjadi sarana yang tepat
untuk mengembangkan dan membangun karakter manusia menjadi lebih
baik lagi. Selanjutnya manusia dapat dilihat dari aspek antropolgi,
antropologi adalah studi tentang asal-usul, perkembangan, karakteristik
jenis manusia. Dalam pandangan antropoligi biologis, manusia adalah
puncak evolusi dari makhluk hidup. Ilmu yang memperlajari tentang
hakikat manusia disebut antropolgi filsafat.
Pendidikan akan menjadi sarana dan wadah yang sangat penting
bagi kehidupan manusia, maka dari itu kebutuhan manusia akan
pendidikan sangatlah penting. Seperti yang telah kita bahasa mengenai
hakikat manusia, dimana manusia merupakan mahkluk yang berfikir dan
mempunya kemampuan, maka dari itu perlu pengembangan dalam
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. (Prof
John S Brubacher : 1981) mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan
sebagai suatu proses penyesuaian diri secara timbal balik dari seseorangan
dengan manusia lainnya dan dengan lingkungannya. (M.J. Adler)

18
mengatakan bahwa pendidikan pada manusia bertujuan untuk melatih dan
membiasakan manusia sehingga potensi, bakat dan kemampuannya
menjadi lebih sempurna. Ini berarti manusia membutuhkan pendidikan
untuk menjadikan manusia lebih baik lagi dan lebih sempurna.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap manusia akan membutuhkan pendidikan sebagai sarana
untuk berproses, untuk mencapai kehidupan yang berkualitas. Pendidikan
akan sangat menunjang manusia untuk terus maju dan berkembang dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan. Tidak hanya mendapat dan
meningkatkan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga manusia akan dididik
dalam segi sikap dan karakteristik.
Hakikat manusia sangat berhubungan erat dengan pendidikan, dan
pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan
manusia, dimana dengan adanya pendidikan maka manusia dapat
berkembang dan berpikir untuk mencapai dan menghadapi masa depan.
Dengan kemampuan yang dimiliki sebagai hasil dari proses pendidikan,
dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan
dimana individu tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri
sesuai dengan perannya.

B. Saran
Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk yang memiliki beragam
wujud dan aspek dalam kehidupannya. Cara setiap individu berbeda-beda
dalam mengekspresikan diri. Namun, jati bangsa ditentukan oleh perilaku
bangsanya sendiri dalam memahami hakikat kedudukan manusia. Setiap

19
manusia mempunyai harkat dan derajat yang sama di mata Tuhan. Tak ada
lagi istilah diskriminasi dalam sejarah bangsa kita.
Oleh karena itu, pendidikan berfungsi untuk melatih dan
membiasakan manusia sehingga potensi, bakat dan kemampuannya
menjadi lebih sempurna. Ini berarti manusia membutuhkan pendidikan
untuk menjadikan manusia lebih baik lagi dan lebih sempurna dengan
mengikuti jenjang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Triwiyanto, Teguh. 2014. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Khasinah, Siti. Hakikat Manusia menurut Pandangan Islam dan Barat. Jurnal
Ilmiah Didaktika. 2013. Vol. XIII, no.02, 296-317.

Riyansyah, Aldi. Hakikat Manusia dan Hubungannya dengan Pendidikan.

Anjar. 2013. Hakikat Manusia: Sifat dan Wujud Hakikat Manusia. Tersedia
[Online]: https://www.wawasanpendidikan.com/2013/05/artikel-
pendidikan-tentang-sifat-dan-wujud-hakekat-manusia_30.html?m=1,
diakses tanggal 22 Februari 2023.

20

Anda mungkin juga menyukai