DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1. Indah Pratiwi (06131382328081)
2. Aisyah Rahmania (06131382328082)
DOSEN PENGAMPU
Drs. Laihat, M.Pd.
Najlatul Fathia, M.Pd.
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Yang
atas rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah "Hakikat Belajar dan
Pembelajaran".
Kami mengetahui makalah ini jauh dari kata sempurna dan ini
merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena
itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, tujuan manusia diciptakan adalah untuk mengemban
kewajiban kepada penciptanya. Untuk bisa melaksanakan kewajiban tersebut
dengan baik maka sang pencipta telah mengaruniai manusia dengan potensi-
potensi yang dapat dikembangkan. Potensi tersebut dikaruniakan dalam
bentuk kemampuan dasar, yang dapat berkembang secara optimal melalui
bimbingan serta arahan yang sejalan dengan petunjuk sang pencipta.
Oleh karena itu, penempatan bahasan tentang hakikat manusia pada setiap
kajian tentang pendidikan sangat tepat. Hal ini diharapkan dapat menjadi titik
tolak bagi paparan selanjutnya dalam kajian pendidikan. Untuk mencapai
pengetahuan hakikat manusia tersebut maka akan dikemukakan materi yang
meliputi : arti dan wujud sifat hakikat manusia dan pengembangannya,
dimensi hakikat manusia serta potensi, keunikan, dan dinamikanya,
pengembangan dimensi hakikat manusia dan sosok manusia seutuhnya.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan manusia
menempatkan diri dan dapat menembus atau menerobos serta
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Sehingga manusia
tidak terbelenggu oleh tempat dan waktu. Dengan demikian manusia
dapat menembus ke sana dan ke masa depan.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan.
Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, mengantisipasi
keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu
serta mengembangkan imajinasi kreatifnya sejak masa kanak-kanak.
3. Kata hati
Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk
hati, suara hati, pelita hati dan sebagainya. Kata hati adalah kemampuan
membuat keputusan tentang yang baik atau benar dan yang buruk atau
salah bagi manusia sebagai manusia. Untuk melihat alternatif mana
yang terbaik perlu didukung oleh kecerdasan akal budi. Orang yang
memiliki kecerdasan akal budi disebut tajam kata hatinya. Kata hati
yang tumpul agar menjadi kata hati yang tajam harus ada usaha melalui
pendidikan kata hati yaitu dengan melatih akal kecerdasan dan
kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian berbuat
4
yang didasari oleh kata hati yang tajam, sehingga mampu menganalisis
serta membedakan mana yang baik atau benar dan buruk atau salah bagi
manusia sebagai manusia
4. Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai
perbuatan maka yang dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri.
Moral dan kata hati masih ada jarak antara keduanya. Artinya orang
yang mempunyai kata hati yang tajam belum tentu moralnya baik.
Untuk mengetahui jarak tersebut harus ada aspek kemauan untuk
berbuat .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa moral yang sinkron
dengan kata hati yang tajam merupakan moral yang baik. Sebaliknya
perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hatinya merupakan moral
yang buruk atau rendah.
5. Tanggung jawab
Sifat tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung
segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab yang telah
dilakukannya. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri bentuk tuntutannya adalah
penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat
bentuk tuntutannya adalah sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan
masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Tanggung jawab kepada
tuhan bentuk tuntutannya adalah perasaan berdosa dan terkutuk.
6. Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi
sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Artinya bebas berbuat apa saja
sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi
5
kebebasan atau kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang
berlangsung dalam keterikatan.
1. Dimensi keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang
merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide).
Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi. Karena adanya
individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan
ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia.
6
Sifat-sifat sebagaimana di gambarkan di atas secara potensial telah di
miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan agar
bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, melalui pendidikan, benih-
benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan
terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya
sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai
milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta
didik untuk membentuk kepribadiannya atau menemukan kediriannya
sendiri. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk
mendorong bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas
sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan
individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut
pendidikan yang patologis.
2. Dimensi kesosialan
Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap
orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya
terkandung untuk saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tempat lebih jelas
pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul,
setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-
citanya di dalam interaksi dengan sesamanya. Seorang berkesempatan
untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi
dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di selaras
dengannya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling
menerima dan memberi, seseorang menyadari dan menghayati
kemanusiaannya.
7
3. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang
lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak
cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu
misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian
yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan
kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup
etika dan etiket.
Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai.
Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu
adalah makhluk susila.
4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Beragama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang
lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat
dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat
menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Pendidikan agama
bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan
tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping itu
mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat
perhatian.
9
Perkembangan di maksud mencakup yang bersifat horizontal (yang
menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang
menciptakan ketinggian martabat manusia). Dengan demikian
totalitas membentuk manusia yang utuh.
10
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan
segenap dimensinya hanya dimiliki oleh para manusia dan tidak terdapat pada
hewan. Ciri-ciri yang khas itu membedakan secara prinsipiil dunia hewan dan
dunia manusia. Adanya hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada
manusia sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi dari hewan serta
sekaligus menguasai hewan.
Salah satu hakikat yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati
kebahagiaan pada manusia. Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus
ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat hakikat
manusia dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga
menjadi manusia yang utuh.
B. Saran
Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap pengetahuan mengenai
sifat hakiki manusia dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Penulis
menyadari akan kemampuan yang penulis miliki masih kurang. Oleh karena itu,
penulis mengharap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Kepada semua pihak yang berkepentingan dunia pendidikan wajib
berpegang teguh kepada nilai-nilai kependidikan dalam mengemban tugas dan
tanggung jawab kesehariannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
12