Disusun oleh:
Aprilia
Icha Sinthyana Yustika
Intan Wulandari
Nabilah Hasanah
Dosen Pengampu:
Dr. Effendi Nawawi, M.Si.
NIP 195803231984031002
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014/2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
makalah yang berjudul Hakikat Manusia dan Pengembangannya ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan
dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu yang penulis sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini memuat tentang Hakikat
Manusia dan Pengembangannya. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi
juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.Penyusun juga mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. Effendi Nawawi, M.Si. selaku dosen mata kulaih pengantar pendidikan yang
telah memberikan tugas makalah ini.
2. Kedua orang tua kami, serta rekan rekan mahasiswa yang telah memberikaan semangat,
ide dan bantuannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan manfaat yang lebih luas kepada
pembaca.Penyusun sadar bahwa makalah ini masih banyak memerlukan perbaikan. Untuk
itu mohon saran dan kritiknya. Terima kasih.
Agustus 2014
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C Tujuan Penulisan............................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
1. Kesimpulan.................................................................................... 10
2. Saran .............................................................................................. 10
3
PENDAHULUAN
Sasaran pendidikan adalah manusia, oleh karena itu seorang pendidik haruslah
memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Manusia adalah mahluk
Tuhan yang paling sempurna yang memiliki ciri khas yang secara prinsipiil bereda dari
hewan.
Ciri khas manusia yang membedakan dengan hewan ialah hakikat manusia. Disebut
hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki manusia dan tidak dimiliki
hewan.
Dengan pemahaman yang jelas tentang hakikat manusia maka seorang pendidik
diharapan dapat membuat peta karakteristik manusia, sebagai acuan baginya dalam bersikap,
menyusun strategi, metode, dan teknik.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
4
PEMBAHASAN
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil
membedakan manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan banyak kemiripan
terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Kesamaan secara biologis ini misalnya adanya
kesamaan bentuk (misalnya kera), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak dengan
menggunakan kedua kakinya, melahirkan dan menyusui anak, pemakan segalanya, dan
adanya persamaan metabolisme dengan manusia. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates
menamakan manusia itu zoon politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller
menggambarkan manusia sebagai das kranke tieri (hewan yang sakit) (Drijakara, 1962:138).
Kenyataan dalam pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira
bahwa manusia dan hewan hanya berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan yang melalui
rekayasa dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperatur
lalu menjadi es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan, orang hutan,
misalnya, dapat dijadikan manusia. Upaya manusia untuk mendapatkan keterangan bahwa
hewan tidak identik dengan manusia telah ditemukan. Charles Darwin dengan teori
evolusinya telah berjuang untuk menemukan bahwa manusia berasal dari kera, tetapi
temuannya ini ternyata gagal. Ada misteri yang dianggap menjembatani proses perubahan
dari kera ke manusia yang tidak sanggup diungkapkan yang disebut the missing link, yaitu
suatu mata rantai yang putus. Ada suatu proses antara yang tak dapat dijelaskan. Jelasnya
tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah
dari primata atau kera melalui proses evolusi yang bersifat gradual.
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda
dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-
cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki
kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
5
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas demikian dikatakan Mj Langeveld
(1955:54) dalam buku (Pengantar Pendidikan, Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo
2005:18). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada
hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk
bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya.
Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun
yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat kemanusiaannya di tempat yang
terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam
pergaulan sosial seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di
dalam interaksi dengan sesamanya.
Pengertian susila dapat diartikan sebagai kepantasan yang lebih tinggi. Dalam
masyarakat yang menyangkut kemasyarakatan yang menyangkut kesusilaan terkait dengan
etika dan etiket. Jika etika dilanggar ada orang lain yang dirugikan. Sedangkan etiket bila
dilanggar maka hanya menimbulkan orang lain tidak senang.
Masalah kesusilaan maka akan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai
merupakan sesuatu yang dijungjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna
kebaikan, keluhuran, kemulyaan dan sebagainya. Pada hakekatnya manusia memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan nilai-nilai susila dan melaksanakannya.
6
Menurut agama Islam pendidikanlah yang menentukan sesorang akan menjadi
Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Dalam agama islam dikemukakan Tiap anak dilahirkan
bersih, suci, orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Agama merupakan sandaran vertical bagi manusia. Manusia dapat memahami agama
melalui proses pendidikan agama. Ph. Kohnstamm berpendapat bahwa pendidikan agama
seyogyanya menjadi tugas orang tua.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa sasaran pendidikan adalah manusia, artinya
bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidik.Ketika terlahir ke
dunia manusia telah dikaruniai oleh Tuhan dimensi manusia dalam wujud potensi, namun
belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau aktualisasi.Dan dari kondisi potensi
menjadi wujud aktualisasi terdapat rentang-rentang proses yang mengundang pendidikan
untuk berperan.
Meskipun pada dasarnya pendidikasn itu baik tetapi dalam pelaksanaan mungkin saja
terjadi kesalahankesalahan yang secara lazimnya disebut salah didik. Hal itu bisa terjadi
karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari kelemahan-kelemahan.
Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang terjadi:
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan
yang disediakan untuk memberi pelayanan atas perkembangannya.
Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud dimensi
dan arahnya.
7
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan, antara antara aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor,. Pengembangan aspek jasmaniyah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya
mendapat pelayanan secara seimbang.
Pengembangan yang tidak utuh terhadap terhadap dimensi hakikat manusia akan
terjadi di dalam proses pengembangan ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan
untuk ditngani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertical ada domain tingkah laku yang terabaikan penangannya.
Sosok manusia seutuhnya berarti bahwa pembangunn itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, kesehatan, ataupun kepuasan batiniah seperti
pendidikan, rasa aman, bebas mengelurkan pendapat yang bertanggung jawab melainkan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan diantara keduanya sekaligus batiniah. selanjutnya
juga diartikan bahwa pembanguinan itu merata diseluiruh tanah air bukan hanya untuk
golongan atau sebagian dari masyarakat. Selanjutnya juga diartikan keselarasan hubungan
8
manusia dengan Tuhannya , antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan
sekitarnya, keselerasian antar bangsa-bangsa dan juga keselarasan antara cita-cita hidup
didunia dengan kebahagiaan di akhirat.
9
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dari penulisan makalah ini penulis menyarankan agar kita sebagai manusia harus
menjadi individu yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain. Karena di samping itu
manusia adalah makhluk sosial yang memiliki dimensi-dimensi hakikat manusia seutuhnya
yang bisa dikembangkan supaya menjadi makhluk sosial yang baik.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://nahulinguistik.wordpress.com/2012/09/04/hakikat-manusia-dan-pengembangannya/
http://pritowindiarto.blogspot.com/2009/12/ hakikat-manusia-dan.html
http://harryantony26.blogspot.com/2012/12/tugas-i-4-dimensi-dimensi-hakekat.html
https://sites.google.com/site/deryindragandi/dimensi-dimensi-hakikat-manusia
11