Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

“Dimensi Kemanusiaan dan Pengembangannya Dalam Praktek


Pelaksanaan Pendidikan”

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Andhini Arhyani (6223111068)
Sarwoedi Wibowo (6223111055)
Jonson Baginta Ginting (6223111120)
Brian Jonatan Sirait (6223111041)

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TA 2021/2022
KATA PENGANTAR

            Puji  syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-

NYA kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam bidang studi Pengantar

Pendidikan yang bertemakan “Dimensi Kemanusiaan dan Pengembangannya Dalam

Praktek Pelaksanaan Pendidikan”

            Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan

baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka kami sangat mengharapkan

kritikkan dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan

datang. 

            Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga

tulisan sederhana ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.

Khususnya bagi Mahasiswa/Mahasisiwi Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan

untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan

demi terciptanya pendidik professional.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................2

BAB I  PENDAHULUAN..............................................................

1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................3

1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................4

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN....................................................................5

BAB II PEMBAHASAN................................................................

A. HAKIKAT MANUSIA DENGAN DIMENSI-DIMENSINYA..............6

B. PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI HAKIKAT MANUSIA......7

C. MANUSIA INDONESIA......................................................................8

D. PERBEDAAN MANUSIA DAN HEWAN............................................9

E. PANDANGAN TENTANG HAKIKAT MANUSIA..............................10

BAB III PENUTUP......................................................................

A.   KESIMPULAN...............................................................................11

B.    SARAN..........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bertujuan membantu


peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi
kemanusiaanya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk
menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan dengan benar dan
tepat tujuan, jika pendidikan memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dengan
hewan.
Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan kumpulan dari
kumpulan terpadu dari apa yang disebut dengan hakekat menusia. Disebut sifat
hakekat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan
tidak terdapat pada hewan. Pemahaman pendidikan terhadap sifat hakekat manusia
akan membentuk peta tentang karakteristik manusia dalam diskusi, menyusun
startegi, metode dan teknik serta memilih pendekatan dan orientasi dalam
merancang dan melaksanakan komunikasi dalam interaksi edukatif.
Sebagai pendidik bangsa Indonesia, kita wajib memiliki hakekat manusia
Indonesia seutuhnya. Sehingga dapat dengan tepat menyusun rancangan dan
pelaksaaan usaha kependidikannya. Selain itu, seorang pendidik juga harus mampu
mengembangkan tiap dimensi hakikat manusia, sebagai pelaksanaan tugas
pendidikanya menjadi lebih profesional.

1.2 Rumusan Masalah

Dari beberapa latar belakang diatas, dapat diambil beberapa rumusan

masalah antara lain:

1. Bagaimana hakikat manusia dan dimensi-dimensinya?

2. Bagaimana pengembangan dimensi-dimensi tersebut?

3. Bagaimana dengan manusia di Indonesia?

4. Apa perbedaan manusia dengan hewan?

5. Bagaimana hakikat manusia menurut islam?

6. Bagaimana pandangan tentang hakikat manusia?

7. Bagaimana Pengembangan dimensi hakikat manusia?


8. Bagaimana Dimensi-dimensi hakikat manusia serta potensi, keunikan, dan

dinamikanya?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari makalah ini yaitu:

1. Mengetahui tentang hakikat manusia dan dimensi-dimensinya.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan dimensi-dimensi tersebut

3. Agar dapat mengetahui Bagaimana dengan manusia di Indonesia

4. Mengetahui perbedaan manusia dengan hewan

5. Dapat mengetahui hakikat manusia menurut islam

6. Mengetahui pandangan tentang hakikat manusia

7. Mengetahui Pengembangan dimensi hakikat manusia

8. Mengetahui tentang Dimensi-dimensi hakikat manusia serta potensi, keunikan,

dan dinamikanya
BAB II

PEMBAHASAN

Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu

peserta didik untuk meneumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.

Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan

terpadu (intergrated) dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Di sebut hakikat

manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimilki oleh manusia dan tidak

terdapat pada hewan.

SIFAT HAKIKAT MANUSIA

Sifat hakikat manusia menajadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat

antropologi. Hal ini menjadi keharusan karena pendidikan bukanlah sekedar soal

praktek melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan. Sedangkan landasan

dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis normative.

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara

prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan . Meskipun

antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi

biologinya.

Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru,

mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara GRADUAL. Wujud

sifat hakikat manusia, pada bagian ini akan di paparkan wujud sifat hakikat manusia
(yang tidak dimiliki oleh hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensi dengan

maksud menjadi masukan membenahi konsep pendidikan, yaitu,

1. Kemampuan menyadari diri

2. Kemampuan bereksistensi

3. Pemilikan kata hati

4. Moral

5. Kemampuan bertanggung jawab

6. Rasa kebebasan(kemerdekaan)

7. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak

8. Kemampuan menghayati kebahagian

WUJUD SIFAT HAKIKAT MANUSIA

 Kemampuan menyadari diri

Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada

adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Manusia

menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal

ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain

(ia, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik) di sekitarnya. Bahkan bukan

hanya membedakan, lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi)

dengan lingkungannya, baik berupa pribadi maupun nonpribadi/benda.

Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda, yaitu arah

keluar dan ke dalam.

Dengan arah keluar, aku memandang dan menjadikan lingkungan sebagai

objek, selanjutnya aku memanipulasi ke dalam lingkunganu memenuhi

kebutuhan aku. Puncak aktivitas yang mengarah keluar ini dapat dipandang
sebagai gejala egoisme. Dengan arah ke dalam, aku memberi status kepada

lingkungan (dalam hal ini kamu, dia mereka) sebagai subjek yang berhadapan

dengan aku sebagai objek yang isinya adalah pengabdian, pengorbanan,

tenggang rasa, dan sebagainya. Dengan kata lain aku keluar dari dirinya dan

menempatkan  aku pada diri orang lain. Di dalam proses pendidikan,

kecenderungan dua arah tersebut perlu dikembangkan secara berimbang.

Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek sosialitas, sedangkan

pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.

Yang lebih istimewa ialah bahwa manusia dikaruniai kemampuan untuk

membuat jarak (distansi) diri dengan akunya sendiri.

 Kemampuan bereksistensi

Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan

dirinya sebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu

dapat menembus atau menorobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu

dirinya. kemampuan menorobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal

ruang, melainkan juga dengan waktu. Kemampuan menempatkan diri dan

menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi.

Adanya kemampuan bereksistensi inilah pula yang membedakan manusia

sebagai makhluk human dari hewan selaku makhluk infra human, dimana

hewan menjadi onderdil dari lingkungan, sedangkan manusia menjadi manajer

terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kemampuan bereksistensi inilah perlu

dibina melalui pendidikan.

 Pemilikan kata hati (conscience of man)

Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati

nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience ialah
pengertian yang ikut serta atau pengertian yang mengikut perbuatan. Manusia

memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang, dan

yang telah dibuatnya.

Jadi pelita hati atau hati nurani menunjukkan bahwa kata hati itu adalah

kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang baik

buruknya perbuatannya sebagai manusia.

Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil

keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah ataupun kemampuan

dalam mengambil keputusan tersebut hanya dari sudut pandangan tertentu

(misalnya sudut kepentingan diri), dikatakan bahwa kata hatinya tidak cukup

tajam. Jadi, kriteria baik/benar dan buruk/salah harus dikaitkan dengan

baik/benar dan buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Drijarkara

menyebutnya dengan baik yang integral.

Orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu menganalisis dan

mampu membedakan yang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi manusia

sebagai manusia disebut tajam kata hatinya.

Dapat disimpulkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan membuat

keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai

manusia. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan

petunjuk bagi moral/perbuatan’. Usaha untuk mengubah kata hati (gewetan

ferming).

 Moral

Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan,

maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika) adalah

perbuatan itu sendiri. Disini tampak bahwa masih ad jarak antara kata hati
dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum

otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk

menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang

diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan

akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian berbuat). Itulah sebabnya

maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan.

Etika biasanya dibedakan dari etiket. Jika moral (etika) menunjuk kepada

perbuatan yang baik/benar ataukah yang salah, yang berperikamanusiaan atau

yang jahat, maka etiket hanya berhubungan dengan soal sopan santun. Karena

moral bertalian erat dengan keputusan kata hati, yang dalam hal ini berarti

bertalian erat dengan nilai-nilai, maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai

kemanusiaan.

 Kemampuan bertanggung jawab

Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut

jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud

bertanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab  kepada diri sendiri,

tanggung jawab  kepada masyarakat, dan tanggung  jawab kepada Tuhan.

Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati,

misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Bertanggung jawab kepada

masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial. Bentuk

tuntutannya berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat,

hukuman penjara dan lain-lain. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti

menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya perasaan berdosa dan

terkutuk.
Disini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, moral, dan

tanggung jawab. Kata hati memberi pedoman, moral melakukan, dan tanggung

jawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.

Dengan demikian, tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk

menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.

 Rasa kebebasan (kemerdekaan)

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai

dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada dua hal yang

kelihatannya saling bertentangan yaitu ‘rasa bebas’ dan ‘sesuai dengan tuntutan

kodrat manusia’ yang berarti ada ikatan.

Kemerdekaan dalam arti yang sebenanrya memang berlangsung dalam

keterikatan. Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan

tuntutan kodrat manusia. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa merdeka

tidak sama dengan berbuat bebas tanpa ikatan. Perbuatan bebas membabibuta

tanpa memperhatikan petunjuk kata hati, sebenarnya hanya merupakan

kebebasan semu. Sebab hanya kelihatannya bebas, tetapi sebenarnya justru tidak

bebas, karena perbuatan seperti itu segera disusul dengan sanksi-sanksinya. Di

sini terlihat bahwa kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.

Seseorang mengalami rasa merdeka apabila segenap perbuatannya

(moralnya) sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kata hatinya yaitu kata hati

yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Implikasi pedagogisnya adalah

sama dengan pendidikan moral yaitu mengusahakan agar peserta didik

dibiasakan menginternalisasikan nilai-nilai, aturan-aturan ke dalam dirinya,


sehingga dirasakan sebagai miliknya. Dengan demikian aturan-aturan itu tidak 

lagi dirasakan sebagai sesuatu yang merintangi gerak hidupnya.

 Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi

dan manusia sebagai makhluk sosial. Yang satu ada hanya oleh karena adanya

yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk

menuntut sesutu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi

hak tersebut. Sebaliknya kewajiban ada oleh karena ada pihak yang harus

dipenuhi haknya. Pada dasarnya, hak itu adalah sesuatu yang masih kosong.

Sedangkan kewajiban dipandang sebagi sesuatu beban. Ternyata bukan beban

melainkan keniscayan artinya, selama seseorang menyebut dirinya manusia dan

mau dipandang sebagai manusia,maka kewajiban itu menjadi keniscayaan

baginya. Sebab jika mengelakkannya maka ia berarti mengingkari

kemanusiannya (yaitu sebagai kenyataan makhluk sosial). Karena itu seseorang

yang semakin menyatu dengan kewajiban, nilai, maka martabat kemanusiaannya

semakin tinggi di mata masyarakat. Dengan kata lain, melaksanakan kewajiban

itu adalah suatu keluhuran.

Wajib bukanlah ikatan, melainkan suatu keniscayaan. Karena wajib adalah

keniscayaan, maka terhadap apa yang diwajibkan manusia menjadi tidak

merdeka. Mau atau tidak harus menerimanya. Tetapi terhadap keniscayaan itu

sendiri manusia bisa taat dan bisa juga melanggar.

Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal

keadilan. Dalam hubungan ini mungkin dapat dikatakan bahwa keadilan

terwujud  bila hak sejalan dengan kewajiban. Karena pemenuhan hak dan

pelaksanaan kewajiban dibatasi oleh situasi dan kondisi, yang berarti tidak
seluruh hak dapat dipenuhi dan tidak segenap kewajiban dapat sepenuhnya

dilakukan.

Kemampuan menghayati kewajiban sebagai keniscayaan tidaklah lahir

dengan sendirinya, tetapi bertumbuh melalui suatu proses. Usaha

menumbuhkembangkan rasa wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan

dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin.

 Kemampuan menghayati kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia.

Penghayatan hidup yang disebut kebahagiaan ini meskipun tidak mudah untuk

dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Dapat diduga, bahwa hampir

setiap orang pernah mengalami rasa bahagia.

Sebagian lagi menganggap bahwa rasa senang hanya merupakan aspek dari

kebahagiaan, sebab kebahagiaan sifatnya lebih permanen dari pada perasaan

senang yang sifatnya lebih temporer. Dengan kata lain, kebahagiaan lebih

merupakan integrasi atau rentetan dari sejumlah kesenangan. Proses integrasi

dari kesemuanya yang menyenangkan maupun yang pahit menghasilkan suatu

bentuk penghayatan hidup yang disebut bahagia.

Kebahagiaan itu lebih dapat dirasakan daripada dipikirkan. Pada saat orang

menghayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan daripada aspek nalar. Oleh

karena itu dikatakan bahwa kebahagiaan itu sifatnya irasional. Padahal

kebahagiaan yang tampaknya didominasi oleh perasaan itu ternyata tidak


demikian, karena aspek-aspek kepribadian yang lain seperti akal pikiran juga

ikut  berperan.

Dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya.

Ada dua hal yang dapat dikembangkan, yaitu kemampuan berusaha dan

kemampuan menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan

demikian pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk

mencapai kebahagiaan, utamanya pendidikan keagamaan.

A. HAKIKAT MANUSIA DENGAN DIMENSI-DIMENSINYA

Pada pembahasan diatas telah diuraikan sifat hakikat manusia. Pada bagian ini sifat

hakikat tersebut akan dibahas lagi dimensi-dimensinya atau ditilik dari sisi lain. Ada 4

macam dimensi yang akan dibahas, yaitu:

1. Dimensi Keindividualan

Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang merupakan

suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu

diartikan sebagai pribadi . Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki

kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang

berbeda.

Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri yang

sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana

di gambarkan di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh

kembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina,

melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang


memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk

semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai

milikinya.

Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk

membentuk kepripadiannya atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan

yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan

berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang

menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam

hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.

2. Dimensi kesosialan

Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang

dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk

saling memberi dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia

tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorogan untuk

bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.

Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di

dalam interaksi dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari

orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk

dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi

dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan

menghayati kemanusiaanya.

3. Dimensi kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.

Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat
yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan

terselubung. Karena itu maka pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering

digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket

(persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan).

Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoaalan kesusilaan selalu

berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki

kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga

dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.

4. Dimensi Keberagamaan

Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan

kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga

memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi kesalamatan

hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia.

Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama.

Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya

memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan.

Di samping itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama

dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat

perhatian.

B. PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI HAKIKAT MANUSIA

Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya

pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Meskipun


pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaanya mungkin saja bisa

terjadi kesalahan-kesalahannya yang lazimnya di sebut salah didik. Sehubungan

dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:

1. Pengembangan yang utuh

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh

dua factor, yaitu kulaitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial

dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas

perkembangannya. Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari

berbagai segi yaitu, wujud dan arahnya.

a. Dari wujud dimensinya

Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi

keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek

kognitif, afektif dan psikomotor. Pengembangan aspek jasmaniah dan

rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara

seimbang.  Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan

dan keberagaman dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat

layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya.

Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor dikatakan utuh

jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.

b. Dari arah pengembangan

Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan

kepada pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan

dan keberagaman secara terpadu. Dapat disimpulkan bahwa

pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai

pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat

tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan di maksud


mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan)

dan yang bersifat vertical (yang menciptakan ketinggian martabat

manusia).  Dengan demikian totalitas membentuk manusia yang utuh.

2. Pengembangan yang tidak utuh

Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan

terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia

yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh

pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh

pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh

pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara vertical ada domain

tingkah laku terabaikan penanganannya.

Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang

pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan

pengembangan yang patologis.

C. MANUSIA INDONESIA

Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah di rumuskan di dalam GBHN

mengenai arah pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan

nasional dilaksanakan di dalam rangka pembagunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Hal ini berarti

bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti

pangan, sandang, perumahan, kesehatan ataupun kepuasan batiniah seperti

pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab

atau rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara

keduanya sekaligus batiniah.


Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata di seluruh

tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat.

Selanjuatnya juga di artikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia

dengan tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan

alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa dan juga

keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat

D. PERBEDAAN MANUSIA DAN HEWAN

Hewan Manusia

 Memiliki kemampuan siap pakai  Ketika dilahirkan tidak


ketika lahir berdaya sama sekali
 Makhluk biologis  Makhluk biologis, individu
 Punya instik dan sosial
 Bertindak menurut instink  Potensi yang berkembang

 Tidak mengenal etika, estetika dan  Bertanggung jawab


agama  Punya etika, estetika, dan
agama

E. PANDANGAN TENTANG HAKIKAT MANUSIA

1. Pandangan Psikoanalitik

Suatu aliran dalam ilmu  jiwa yg mencoba menganalisis kejiwaan

manusia atas bagian-bagiannya  Struktur Kepribadian Manusia terdiri dari 3

komponen (Freud)
a. Id yang berfungsi untuk menggerakkan seseorang untuk memuaskan

kebutuhannya

b. Ego berfungsi untuk menjembatani antara keinginan id dg lingkungan

yang realistis

c. Super ego berfungsi untuk mengawasi dan mengontrol tingkah laku

seseorang agar sesuai dengan aturan dan nilai-nilai moral

2. Pandangan Humanistik

Melihat manusia itu secara  manusiawi Dipelopori oleh Rogers, Jeans Jacues

Rousseau, Martin Buber

a. Rogers

Manusia adalah makhluk yg terus berubah dan diibaratkan dgn air

mengalir     yg tanpa hentinya.

b. Jean Jacues Rousseau

Pada dasarnya manusia itu adalah baik tapi dirusak oleh masyarakat .

Manusia merupakan suatu (eksistensi) yang berpotensi, tetapi potensi itu

terbatas, sehingga sulit untuk memperkirakan bagaimana masa depan mansia

tersebut. Manusia tidak dapat dikatakan baik atau jahat tetapi mengandung

kedua kemungkinan itu.

3. Pandangan Behavioristik

Tingkah laku manusia ditentukan oleh lingkungan dimana individu itu 

berada Dipelopori oleh Skinner, Kohler, Wetson, Thorndike


1)  Tingkah laku manusia ditentukan oleh lingkungan di mana individu itu

berada

2) Tingkah laku manusia dapat dikendalikan dengan mengatur lingkungan

tempat individu itu berada

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

            Dari uraian bab I dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap

dimensinya hanya dimilki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri

yang khas tersebut membedakan secara prinsipiil dunia hewan dari dunia manusia.

Adanya hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian

rupa sehingga derajatnya lebih tinggi dari pada hewan dan sekaligus mengusai

hewan

            Salah satu hakikat yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati

kebahagian pada manusia. Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuh

kembangkan melalui Pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia


dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi

manusia yang utuh.

B. SARAN

Kepada semua pihak yang berkepentingan dunia pendidikan wajib berpegang

teguh kepada nilai-nilai kependidikan dalam mengemban tugas dan tanggung

jawab kesehariannya. Penerapan paradigma baru dalam pendidikan

disosialisasikan lebih luas

DAFTAR PUSTAKA

          Anonim. Senin 11 Januari 2011. Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia.

Diakses di Solok, Oktober 2012.

          Iwandra, Dodi. Minggu 5 Desember 2010. Hakikat Manusia dan

Pengembangannya. Diakses di Solok, Oktober 2012

          Miranda, Dian. 19 September 2009. Pendidikan dan Ilmu Pendidikan.

Diakses di Solok, Oktober 2012

          Tirtarahardja, Umar. 1990.Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai