Disusun Oleh
NAMA : ANDHINI ARHYANI
NIM : 6223111068
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan critical book
review mata kuliah Pengembangan Kurikulum Penjas ini. Critical book review ini
telah disusun penulis dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat mempelancar pembuatan critical book review ini. Untuk itu penulis
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan critical book review ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
dapat memperbaiki critical book review ini. Karena keterbasan pengetahuan maupun
pengalaman, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam critical book review ini.
Semoga Critical Book Review sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
pembacanya. Sekiranya Critical Book Review ini dapat berguna bagi penulis sendiri
maupun bagi orang yang membacanya.
Andhini Arhyani
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
PETA KONSEP.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR.......................................................................................
B. Tujuan Penulis CBR.......................................................................................................
C. Manfaat Penulis CBR.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. IDENTITAS BUKU.......................................................................................................
Buku Pertama.......................................................................................................
Buku Kedua.........................................................................................................
B. RINGKASAN ISI BUKU...............................................................................................
Buku Pertama.......................................................................................................
Buku Kedua.........................................................................................................
BAB III KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
A. BUKU PERTAMA
Kelebihan…………………………………………………………………
Kekurangan………………………………………………………………
B. BUKU KEDUA
Kelebihan…………………………………………………………………
Kekurangan………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
PETA KONSEP
TUJUAN
kedewasaan
KURIKULUM
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS BUKU
Identitas buku yang akan di review adalah sebagai berikut.
BAB I
PENDAHULUAN
Pada mulanya, pendidikan di sekolah fokus pada pengajaran budaya seperti apa
adanya. Muatan itu mencakup keterampilan hidup (life skills) yang lama-kelamaan
tumbuh dan berkembang menjadi cultural patterns, pola budaya (Ornstein & Levine,
1985: 74). Muatan budaya ini disusun ke dalam seperangkat mata pelajaran yang siap
diajarkan guru kepada siswa di sekolah. Dalam proses belajar mengajar di sekolah,
tugas guru terutama mentransfer materi ke dalam ingatan siswa, dan siswa berperan
sebagai penyerap pasif (passive absorvers) materi pelajaran yang diajarkan guru,
tanpa mengecek validitasi atau mendalami implikasi materi itu. Hal itu menghaasilkan
a teacher-dominated classroom (Lapp et al., 1975:22).
Implikasi paradigma itu dalam pendidikan, siswa yang biasanya berperan sebagai
objek penerima pasif pengajaran (teaching) berubah menjadi subjek aktif
pembelajaran (learning). Ide ini yang dimaksud dengan pendidikan yang
memberdayakan (to empower) potensi individual anak melalui proses pembelajaran
(Erickson, 202:3). Untuk mencapai sasaran tersebut, kurikulum perlu didesain secara
sistematik dan ilmiah dalam konteks dinamika masyarakat, kajian psikologi
pendidikan, dan teori belajar sebagai fondasi kurikulum.
A. MASYARAKAT, PENDIDIKAN DAN SEKOLAH
1. Masyarakat dan Kebudayaan
Setiap masyarakat, baik yang sederhana (primitif) seperti di era praliterasi
(preliterate societies) maupun yang modern, memiliki filsafat hidup. Semua
anggota masyarakat terikat dengan nilai-nilai filsafat masyarakatnya yang
terefleksi pada kebudayaan tiap masyarakat. Nilai-nilai budaya itu berfungsi
sebagai social cement (Zais, 1976:157), perekat sosial, bagi warga masyarakat
bersangkutan, di samping sebagai instrumen pemersatu dan penerus kehidupan
masyarakat (Ornstein & Levin, 1985:324). Kebudayaan diartikan bervariasi,
tetapi pengertian umum kebudayaan, menurut Wild & Henderson (1977),
manifestasi cara suatu kelompok sosial menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang berubah. Lebih spesifik, kebudayaan terkait faktor-faktor seperti
kebiasaan, cara tradisional berpikir dan berbuat, norma sosial dan standar
moral, serta bahasa dan pola bicara (Richey et al., 2011: 47).
2. Keterampilan Hidup
Pada zaman dahulu, seperti telah disinggung sebelumnya, pewarisan budaya di
masyarakat praliterasi dan sederhana dilakukan melalui upacara adat, nyanyian
dan cerita dongeng (story telling) serta melalui pendidikan dan latihan (diklat)
langsung dari orang tua kepada anak-anak. Kebudayaan tumbuh dari usaha
orang dahulu untuk memenuhi kebutuhan primer kehidupan seperti pangan,
sandang, dan papan. Dari hasil usaha itu, mereka memperoleh pengetahuan,
keterampilan yang membantu mereka survive (bertahan hidup) dengan baik.
Mereka juga membuat peralatan (tool makings) dan mengembangkan nilai-nilai
(values) yang lama-kelamaan tumbuh menjadi kebiasaan dan kepercayaan
masyarakat.
3. Kebudayaan Material dan Nonmaterial
Para leluhur diahadapkan pada berbagai masalah untuk bertahan hidup
dalam lingkungan penuh tantangan, seperti kekeringan, banjir, binatang buas,
dan serangan kelompok yang bermusuhan (Ornstein, et al., 2011:53). Di
samping kebudayaan materiel, manusia dahulu mengembangkan kebudayaan
non-materiels seperti pola hidup berkelompok (group life). Mereka memetik
pengalaman bahwa hidup berkelompok berdasarkan keturunan sedarah
merupakan pola hidup ideal, dalam kehidupan berkelompok, tumbuh pola
hidup bertata krama pergaulan, yang semula terbentuk di internal lingkungan
keluarga sendiri yang lama-kelamaan berkembang menjadi pola hidup
berkelompok dengan orang atau kelompok sosial lain yang memiliki “visi”
kehidupan yang sama. Contoh kebudayaan non-materiels adalah rasa memiliki,
tolong-menolong, kerja sama, hormat menghormati, saling menghargai, kerja
kera, jujur, dan nilai-nilai moral dasar lainnya.
B. DASAR DAN FUNGSI PENDIDIKAN
1. Fungsi Sekolah
Pada mulanya, seperti disebutkan di muka, sekolah didirikan untuk
mengajarkan nilai-nilai budaya masyaraktnya kepada anak-anak mereka agar
muatan budayanya dapat diwarisi generasi muda masyarakat itu.
Perkembangan selanjutnya, terdapat perbedaan pandangan tentang fungsi
sekolah. Jika pada awalnya sekolah didirikan sebagai pemelihara dan penerus
kebudayaan yang telah ada, di era kini sekolah dituntut bukan hanya sebegai
penerus atau pentransfer muatan budaya saja, tetapi juga untuk
mengembangkan budaya masyarakat itu sendiri (Taba, 1962: 17). Timbul
perbedaan pendapat dan pandangan tentang fungsi pokok sekolah. Perbedaan
utama terletak antara pandangan yang mengonsepsikan sekolah hanya sebagai
pemelihara dan penerus kebudayaan kepada generasi muda (education as
transmission), dan pendapat yang menginginkan sekolah sebagai tempat
pengembangan individu anak (education as development) yang mungkin
terlepas dan, karena itu, tidak sesuai dengan nilai yang budaya yang dianut
anak selama ini.
2. Sekolah dan Kurikulum
Ketika bicara pendidikan di sekolah, kita perlu bicara kurikulum karena
kurikulum adalah the heart of education yang memuat tentang apa yang
diajarkan guru (Null, 2011: 1) atau apa yang akan dipelajari siswa bagi
perkembangan diri tiap siswa sesuai tujuan pendidikan. Waktu pertama kali
pendidikan dan latihan dilakukan orang tua kepada anak di masyarakat
praliterasi, tujuannya ialah mengajarkan nilai-nilai budaya masyarakatnya
seperti apa adanya waktu itu. “Kurikulum” pendidikan dan latihan (diklat) oleh
orang dewasa saat itu masih sangat sederhana atau hanya ada di kepala masing-
masing orang tua. Untuk mencapai tujuan yang lebih luas ini, diperlukan
kurikulum sekolah yang lebih kompleks dari kurikulum era sebelumnya.
Kurikulum dan pembelajaran tidak memadai jika hanya fokus pada transfer
konten atau materi kepada siswa, tetapi juga pada fasilitasi siswa agar dia bisa
menggenerasi atau mengkontruksi konten kurikulum menjadi pengetahuan baru
siswa.
C. KESIMPULAN
Bab ini membicarakan kaitan antara pendidikan, masyarakat, sekolah, dan
kurikulum. Pada mulanya, sekolah didirikan untuk mewariskan muatan budaya
masyarakat kepada generasi muda agar mereka menguasai pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai yang membantu mereka dapat hidup dengan baik
dalam masyarakatnya. Artinya, dengan menguasai dan mengikuti nilai-nilai
budaya masyarakatnya, generasi muda suatu masyarakat dapat hidup dengan
berhasil seperti yang telah dialami sendiri oleh generasi tua.
BAB II
KONSEPSI DAN DEFINISI KURIKULUM
A. PENGERTIAN DAN KONSEP KURIKULUM
1. Konsep Kurikulum
Kurikulum, pada umumnya adalah rancangan yang memuat seperangkat
mata pelajaran dan/atau materinya yang akan dipelajari, atau yang akan
diajarkan guru kepada, siswa. Adapun kurikulum, menurut pendekatan
humanistik, ialah kurikulum yang mementingkan belajar kooperatif, belajar
mandiri, belajar dalam kelompok kecil (Ornstein & Hunkins, 2013: 2), dan
tujuan tidak menjadi bagian penting kurikulum. Bahkan tujuan kurikulum bisa
ditetapkan bersama orang tua siswa atau masyarakat, bahkan bisa bersama
siswa itu sendiri. Walaupun demikian, yang penting bagi pendidikan
humanistik ialah kurikulum harus dapat memberdayakan (empowering) semua
potensi siswa agar bisa merealisasi dirinya (self-realization) menjadi seorang
mandiri sesuai bakat minat dan potensi yang kebutuhan dan tujuan pembelajar
(learners) melalui program dan latihan yang dapat membantu tiap individu
mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman yang diperlukan
individu merealisasikan dirinya (Clute, 1978: 9).
2. Definisi Kurikulum
Perlu klarifikasi tentang kurikulum sebagai rancangan pembelajaran.
Kurikulum bukan hanya memuat rancangan tertulis saja, tetapi yang penting
adalah kurikulum harus membuahkan pengalaman belajar siswa setelah
rancangan itu diimplementasikan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Definisi ini lebih memerinci definisi terdahulu, yaitu kurikulum sebagai
rencana. Berdasarkan ide di atas, kurikulum sebagai rencana harus dilengkapi
kegiatan siswa untuk memahami dan mendalami sendiri materi ajar dengan
atau tanpa fasilitasi guru. Artinya, rancangan yang memuat kedua komponen
kurikulum-materi dan kegiatan belajar-perlu dilengkapi uraian tentang
bagaimana materi ajar itu dipelejari siswa; apakah diajarkan guru atau siswa
diberi kesempatan untuk mempelajari konten kurikulum agar ia dapat
merekonstruksi materi itu menjadi pengetahuannya.
B. DASAR-DASAR (FONDASI) KURIKULUM
Pendidik dan ppengembang kurikulum tentu harus memiliki dasar pikiran yang
kuat tentang pendidikan dan kurikulum. Dasar pikiran tersebut adalah pengetahuan
dan pemahaman pokok sebagai pegangan pendidik dan pengembang kurikulum
ketika mereka mendesain, mengembangkan dan menyempurnakan kurikulum dan
pelaksanaannya dalam pembelajaran. Berdasarkan itu, tersedia bagi mereka
seperangkat informasi, pengetahuan dan pemahaman sebagai dasar atau fondasi
bangunan kurikulum yang akan mereka bangun dan kembangkan. Jadi, fondasi
kurikulum adalah kekuatan utama yang memengaruhi kurikulum sehingga
membentuk pokok pikiran pengembang kurikulum termasuk konten dan struktur
kurikulum yang mereka susun (Print, 1993:32).
C. PENDEKATAN KURIKULUM
Pendekatan seseorang merefleksi persepsi, nilai-nilai atau pandangannya
tentang realita seperti pengetahuan, kurikulum, sekolah dan masayarakat. Ini
berarti bahwa pendekatan kurikulum menunjukkan posisi holistik atau
metaposition seseorang terhadap keempat fondasi utama kurikulum, domein
kurikulum (pengetahuan penting tentang kurikulum), serta teori dan praktik
kurikulum (Ornstein & Hunkins, 2013: 2) . Berdasarkan itu, pendekatan kurikulum
terbagi atas dua perspektif; (1) pendekatan technical/scientific dan (2)
nontechnical/nonscientific. Persepektif pertama sama dengan pandangan sistem
pendidikan dan kurikulum serta metode pengajaran sekolah tradisional. Adapun
tentang pendekatan nontechnical/nonscientific bersumber pada filsafat
eksperimental dan politik yang cenderung menentang teori dan praktik pendidikan
formal sehingga lebih fleksibel (Ornstein & Hunkins, 2013: 2).
BAB III
LANDASAN FILOSOFIS
A. FILSAFAT DAN KURIKULUM
Mengapa filsafat? Filsafat muncul ketika manusia merasa perlu memiliki
pengetahuan untuk membuat keputusan bijaksana bagi pemecahan masalah
kehidupan, Sebab menurut Thut, kumpulan pengetahuan yang bermanfaat bagi
kesejahteraan hidup manusia adalah filsafat. Menurut Hirst (1968), filsafat
mengklarifikasi konsep dan porposisi yang membuat pengalaman dan kegiatan
manusia bermakna. Bagi pengembang kurikulum, pemahaman dan pengetahuan
tentang filsafat pendidikan diri sendiri sangat penting agar dapat membuat
statement yang bermanfaat dan bermakna tentang pengalaman yayng akan
diwariskan kepada generasi muda. Karena itu, filsafat membantu pengembang
kurikulum menentapkan kriteria tujuan, proses, dan sasaran kurikulum pendidikan.
Ini satu alasan mengapa filsafat merupakan salah satu fondasi kurikulum, karena
filsafat memuat pengetahuan yang baik bagi siswa kelak untuk mencapai
keberhasilan hidup.
B. FILSAFAT UMUM
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat tertua dan tradisional gagasan plato.
Plato menurut Thut mendeskripsi benda nyata bukan seperti benda fisik di dunia
yang kita tempati, tetapi non-materiel berbentuk ide yang tidak pernah berubah
sepanjang masa; dia itu “benda” walau tidak bisa dilihat dengan mata atau
dipegang dengan tangan. Kaum idealis percaya, dunia spirit dan non-materiel yang
eksistensinya nyata itu, memandang jagat raya sebagai ekspresi kecerdasaan dan
kemauan yang sangat tinggi, yaitu universal mind. Idealis yakin bahwa esesnsi
spiritual atau jiwa seseorang merupakan elemen permanen manusia yang memberi
kekuatan kepadanya untuk berpikir dan merasa. Dunia intelektual, atau spirit ide-
ide tidak pernah hilang sehingga tidak berubah, dan karena itu, ia selalu sama
dalam keteraturan dan kesempurnaan.
C. FILSAFAT PENDIDIKAN
Beberapa pandangan filsafat umum telah mendasari aliran filsafat pendidikan
yang bukan saja berpengaruh pada kurikulum, bahkan menentukan keputusan
pendidik, kurikulum dan pembelajaran. Beberapa aliran filsafat uatama pendidikan
tersebut sebagai berikut. Perenialisme, slaah satu aliran filsafat klasik atau yang
paling tradisional, berakar dari aliran filsafat realisme yang termasuk salah satu
filsafat bumi dan tertua, berbakar pada Aristotle yang menyatakan manusia adalah
mahluk rasional. Pendidikan yang sesuai dengan filsafat ini ialah pengembangan
intelektualitas manusia. Aliran realis juga memndang bumi adalah tempat dan
benda yang dikenal manusia melalui pancaindra dan rasio. Karena itu,
perenialisme ingin agar pendidikan memfasilitasi siswa memahami dan
menyesuaikan diri dengan orde alam.
A. RINGKASAN ISI BUKU
BAB I
IDENTITAS
KGS320042
C. Jumlah SKS
2 SKS
BAB II
PENDAHULUAN
BAB III
PEMBELAJARAN
A. KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 (PENGERTIAN, DEFINISI, FUNGSI
DAN PERANAN KURIKULUM)
i. Defenisi Kurikulum
Wiggins & MC Tighe (Ansyar, 2015; 22) menyatakan kurikulum pada
umumnya adalah rancangan yang membuat seperangkat mata pelajaran
dan/atau materinya yang akan dipelajari, atau yang akan diajarkan guru kepada
siswa. Pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi
sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari
awal sampai akhir program pembelajaran untuk memperoleh penghargaan
dalam bentuk ijazah. Tujuan kurikulum harus mengenai rumusan tingkah laku
yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah menerima program tersebut. Isi
program ialah program mata pelajaran yang telah terpilih berdasarkan keilmuan
dan kegunannya yang dapat menunjang tercapainya tujuan institusi.
ii. Kurikulum Ideal, Aktual dan Tersembunyi
Kurikulum ideal adalah kurikulum yang diharapkan dapat dilakukan dan
berfungsi sebagai acuan atau pedoman guru dalam proses belajar dan mengajar.
Oleh karena itu, kurikulum ideal merupakan pedolam bagi guru, maka
kurikulum ini juga dinamakan kurikulum formal atau kurikulum tertulis
(written curriculum). Guru dituntut untuk memahami dengan benar kurikulum
ideal, bukan hanya tentang tujuan yang dicapai akan tetapi berbagai hal yang
berhubungan dengan upaya pencapaian tujuan tersebut. Kurikulum Aktual
adalah kurikulum nyata yang dapat dilaksanakan oleh guru sesuai dengan
kondisi yang ada. Misalnya, saja jika dalam praktik di sebuah sekolah dalam
mengamati micro organism, maka setiap anak akan dapat menggunakan
microscope. Kurikulum tersembunyi yaitu kurikulum yang ada pada
dasarnya hasil dari suatu proses pendidikan yang tdiak direncanakan. Artinya,
perilaku yang muncul di luar tujuan yang dideskripsikan oleh guru.
iii. Fungsi Kurikulum
Bagi Guru Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
Bagi Kepala Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam
Sekolah/Pengawas melaksanakan supervisi atau pengawasan.
Bagi Orang Tua Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam
membimbing anaknya belajar dirumah.
Bagi Masyarakat Kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk
memberi bantuan bagi terselanggarannya proses
pendidikan di sekolah.
Bagi Siswa Kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman
belajar.
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
i. Peranan Kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara
sistematis, mengembang peranan yang sangat penting bagian pendidikan
(peserta didik). Jika dianalisis secara sederhana sifat dari masyarakat dan
kebudayaan, dimana sekolah sebagai institusi sosial melaksanakan oeprasinya,
paling tidak ada 3 jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat pokok atau
krusial; Peranan Konservatif, kebudayaan diperlukan oleh manusia dan
diwujudkan dalam tingkah laku, bahkan kebudayaan terwujud dan didirikan
dari perilaku manusia. Kebudayaan mencakup aturan yang berisi kewajiban
dan tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak atau tindakan yang dilarang
dan diizinkan. Peranan Kreatif, menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi
dan kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Peranan
Kritis dan Evaluatif, peranan ini dilatar belakangin oleh adanya kenyataan
bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa
mengalami perubahan, sehingga perwarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu
kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa
sekarang.
ii. Peran Guru dalam Kurikulum
Guru memiliki faktor penting dalam implementasi kurikulum.
Bagaimanapun idealnya kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru
untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna
sebagai suati alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum
sebagai pedoman tidak akan efektid. Implementres, sebagai implementer, guru
berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam
melaksanakan pernannya guru hanya menerima sebagai kebijakan perumus
kurikulum. Adapter, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai
pelaksana kurikulum, tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan
karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Developers, peran
sebagai developers, guru memiliki kewenangan dalam mendesain kurikulum
guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan
disampaikan, akan tetapi juga menentukan strategi apa yang harus
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Researchers,
sebagai fase terakhir yang dimana peran guru sebagai peneliti kurikulum
(curriculum researchers). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas
profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerja
sebagai guru.
BAB III
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
A. Kesimpulan
Kurikulum Penjas memiliki peran penting dalam pendidikan, karena ia
membantu mengembangkan fisik, kesehatan, dan keterampilan bergerak siswa. Ini
juga mendukung perkembangan karakter dan nilai-nilai positif. Kurikulum Penjas
saat ini biasanya berbasis kompetensi, yang berarti fokus pada pengembangan
keterampilan fisik, kognitif, dan sosial siswa. Ini membantu siswa mencapai
kompetensi yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Beberapa kurikulum
Penjas mencakup pengembangan keterampilan kepemimpinan melalui peran
sebagai pemimpin tim atau instruktur olahraga. Ini membantu siswa
mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang berguna dalam berbagai
konteks. Kurikulum Penjas tidak hanya tentang kesehatan fisik, tetapi juga
pengembangan diri yang holistik, termasuk aspek sosial, emosional, dan moral. uru
Penjas memegang peran kunci dalam mengembangkan kurikulum yang relevan,
memotivasi siswa, dan mengembangkan keterampilan mereka. Mereka juga harus
menjadi contoh yang baik dalam hal kesehatan dan kebugaran.
B. Saran
Melakukan evaluasi rutin terhadap kurikulum Penjas dan menggali umpan
balik dari siswa, guru, dan orangtua untuk memastikan relevansi dan
efektivitasnya. Pembaruan harus dilakukan sesuai dengan perkembangan tren
olahraga dan kesehatan. Dorong partisipasi aktif semua siswa dalam aktivitas fisik
dan olahraga, bahkan jika mereka tidak memiliki minat khusus dalam olahraga
kompetitif. Aktivitas fisik adalah bagian penting dari gaya hidup sehat. Pastikan
guru Penjas mendapatkan pelatihan yang memadai dalam pengembangan
kurikulum, pemahaman tentang perkembangan anak, dan teknologi terkini yang
dapat digunakan dalam pembelajaran Penjas. Berkolaborasi dengan organisasi
olahraga, pusat kebugaran, atau lembaga kesehatan lokal untuk menyediakan
kesempatan tambahan bagi siswa, seperti kelas tambahan, sumber daya, atau
fasilitas.
DAFTAR PUSTAKA