Anda di halaman 1dari 26

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Strategi Pembelajaran Penjas Orkes MI/SD Benny Ashar, M.Pd.

PENDEKATAN SCIENTIFIK

Disusun Oleh Kelompok 3:

Maisyaroh 11910823313
Meltria Afrianti 11910823315
Nur Aini 11910820220
Valda Khairunnisa 11910822936

PROGRAM STUDI MADRASAH IBTIDAIYAH

SEMESTER V (LIMA) KELAS B

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TAHUN AJARAN 2021/1443 H


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kehadiran Allah Swt yang mana berkat rahmat
dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pendekatan
Scientifik” dengan tepat waktu untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Penjas
Orkes SD/MI. Shalawat dan salam tidak henti-hentinya kami curahkan kepada junjungan alam,
Nabi Muhammad Saw dengan ucapan Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ala ali
sayyidina Muhammad, shollu alaih, semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir
amiin ya rabbal alamin. Kemudian dari pada itu tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Diluar dari itu kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan
kalimat maupun isi. Oleh karena itu dengan kerendahan hati kami sebagai penulis menerima
kritik dan saran pembangun dari para pembaca. Agar kelak kami bisa memperbaiki kesalahan
tersebut di makalah-makalah berikutnya.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan, semoga
makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta manfaat yang nyata bagi
masyarakat luas.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, 28 September 2021

Kelompok 3

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... I


DAFTAR ISI ................................................................................................................. II
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 4
A. Pengertian Pendekatan Scientifik ............................................................................ 4
B. Esensi Pendekatan Scientifik ................................................................................... 8
C. Pembelajaran Kontektual Learning ......................................................................... 8
D. Pembelajaran Berbasis Kontruktivisme................................................................... 13
E. Implikasi Filsafat dalam Ranah Pembelajaran Penjas ............................................. 15
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 22
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 22
B. Kritik dan Saran ....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 23

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan pengembangan semua aspek pribadi manusia untuk menuju
manusia Indonesia seutuhnya.1

Langeveld (1971:21) mengatakan bahwa “Pendidikan adalah setiap usaha,


pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang bertujuan
pada pendewasaan anak itu”, sehingga dengan diberikannya pendidikan maka seseorang
anak didik sanggup untuk berbuat dan bertindak sebagai situasi yang dapat menolong
individu yang mengalami perubahan suatu proses, dengan demikian pendidikan
dipandang penting sebagai pelaku perubahan dan perkembangan dalam masyarakat.
Dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3
menjelaskan:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.2
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari
pendidikan serta keseluruhan, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis,
keterampilan sosial, penalaran, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih
melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara
sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. 3 Oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan jasmani harus dikembangkan lebih optimal untuk membina

1
Sukintaka, Teori Pendidikan Jasmani Filosofi Pembelajaran & Masa Depan, (2004, Bandung: Nuansa),
hlm.58.
2
UU RI NOMOR 20, SISDIKNAS & Peraturan Pemerintah R.I.Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Serta Wajib Belajar, (2011, Bandung: Citra Umbara), hlm.6.
3
Samsudin, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SD/MI, (2008, Jakarta: Litera),
hlm.141.

1
pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik sehingga peserta didik akan
lebih aktif, terampil, memiliki pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.
Dalam pembelajaran penjas diperlukan adanya pendekatan yang berfungsi sebagai
penilai sekaligus mengevaluasi hasil-hasil dari pembelajaran, sebagai pedoman umum
dalam menyusun tahapan-tahapan pada metode pembelajaran, menunjukkan garis-garis
rujukan dalam perencanaan pembelajaran, menganalisis masalah-masalah yang terjadi
pada saat pembelajaran serta membantu dalam melakukan penilaian hasil penelitian dan
pengembangan yang dilakukan. Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang dilakukan
akan terlaksana secara efektif dan efisien, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat
tercapai.
Ada banyak sekali tipe-tipe pendekatan yang bisa diterapkan dalam pembelajaran
penjas seperti pendekatan scientifik. Ada pula model pembelajaran yang dapat diterapkan
di dalam pembelajaran penjas yaitu metode pembelajaran kontektual learning, dan model
pembelajaran kontruktivisme. Jika dilihat dari hal tersebut, ada pula pengimplikasian
filsafat di dalam pembelajaran penjas. Oleh karena itu, pada makalah ini kami akan
menjelaskan apa yang dimaksud dengan pendekatan scientifik dan esensinya, pendekatan
pembelajaran kontektual learning, dan pendekatan pembelajaran kontruktivisme serta
bagaimana pengimplikasian filsafat dalam ranah pembelajaran penjas.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendekatan scientifik?
2. Jelaskan apa saja esensi pendekatan scientifik?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontektual learning?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis kontruktivisme?
5. Jelaskan bagaimana implikasi filsafat dalam ranah pembelajaran penjas?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Strategi Pembelajaran Penjas Orkes MI/SD. Selain itu tujuan disusunnya makalah ini
adalah agar para pembaca mampu memahami apa yang dimaksud dengan pendekatan
scientifik, esensi pendekatan scientifik, pembelajaran kontektual learning, pembelajaran
2
berbasis kontruktivisme dan pembaca mampu memahami bagaimana pengimplikasian
filsafat dalam ranah pembelajaran penjas.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Scientifik


Pendekatan ialah suatu rangkaian tindakan yang berpola atau terorganisir
berdasarkan yang terpola atau terorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang
terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu
pendekatan pembelajaran bisa diartikan suatu rangkaian tindakan pembelajaran yang
dilandasi oleh prinsip dasar tertentu yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan
melatari metode pembelajaran tertentu. Pendekatan pembelajaran bisa juga didefinisikan
sebagai sudut pandang atau titik tolak guru terhadap proses yang sifatnya masih sangat
general atau umum, di dalamnya mewadahi, menguatkan, menginspirasi dan melatari
metode dalam suatu pembelajran dengan cangkupan teoritis tertentu. Dilihat dari jenisnya,
pendekatan pembelaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu pendekatan pembelajaran yang
berorientasi pada siswa dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada pendidik. 4
Pendekatan sientifik merupakan sebuah sistem yang diamanatkan oleh kurikulum
2013, sehingga karena disebut suatu sistem maka dari itu dalam pelaksanaannya harus
membutuhkan pemahaman terkait dengan pengertian hingga tujuan sistem tersebut,
sehingga dalam pelaksanaan penerapannya memiliki suatu kejelasan dalam melangkah. 5
Pedekatan scientifik merupakan pembelajaran yang berpusat kepada siswa, bukan
kepada guru dan guru hanya sebagai fasilitator. Pendekatan scientifik berisikan proses
pembelajaran yang di desain agar peserta didik mengalami belajar secara aktif melalui
suatu tahapan-tahapan. Pendekatan scientifik dilahirkan atas munculnya kurikulum 2013.
Adapun scenario pembelajaran terkait dengan elemen pendekatan scientifik terhadap
kegiatan belajar peserta didik.6
Tujuan pendekatan sientifik adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran secara
efektif efisien dan harapannya dapat ditempuh dengan singkat. Sehingga siswa yang

4
Nurdin Cahyadi, Perbedaan Teknik Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran, Strategi Pembelajaran dan
Model Pembelajaran, (2020, Purwakarta: Disdik Purwakarta)
5
Kemendikbud, 2013.
6
Maulana Arafah Lubis dan Nashran Azizan, Pembelajaran Tematik SD/MI: Implementasi Kurikulum 2013
Berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills), (2019, Yogyakarta: Samudra Biru), hlm.52-54.

4
malas belajar akan merasa cocok dengan cara guru mengajar, hal ini membuat siswa
menjadi lebih cepat memahami pembelajaran.
Menurut Hosnan (2014), ada beberapa rangkaian tujuan pendekatan scientifik, yaitu:
1. Tujuan pertama adalah siswa diharapkan mampu meningkatkan daya pikir terutama
HOTS keterampilan/kapasitas.
2. Siswa bisa memecahkan masalah dengan runtut dan terstruktur.
3. Suasana pembelajaran yang dihadapi siswa bisa menyadarkan mereka bahwa
belajar adalah suatu kebutuhan.
4. Siswa memperoleh hasil belajar yang baik dan bermakna.
5. Pendekatan scientifik ini bisa membuat siswa mengutarakan gagasan dan ide
melalui tulisan maupun lisan.
6. Dengan pembelajaran ini karakter siswa bisa berkembang ke potensi yang
maksimal.
Komponen pendekatan scientifik meliputi, aktivitas belajar yang berfokus pada
peserta didik, kegiatan belajar bertujuan untuk menciptakan konsep diri pada peserta
didik, aktivitas belajar bebas dari verbalisme, kegiatan belajar membantu siswa dalam
mendalami konsep, hukum dan prinsip, aktivitas belajar ini bisa meningkatkan
keterampilan berpikir peserta didik, aktivitas belajar ini bisa meningkatkan semangat
belajar guru dan siswa, keterampilan siswa dalam mengutarakan pendapat akan
meningkat, dan terdapat penerimaan ilmu berupa hukum, prinsip dan konsep yang
terbangun dalam sistem kognitif peserta didik. Selain itu ada beberapa manfaat yang
didapatkan siswa dari pendekatan scientifik seperti, siswa bisa menginvestigasi suatu
permasalahan, menambahkan (curiosity) atau ingin tahu dan juga bisa menyusun konsep
dari suatu pengalaman/pengetahuan belajar yang telah dilakukan. Hal tersebut dapat
menjadikan belajar sesuatu yang asyik, bermakna dan menantang.
Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 20013 lampiran IV, proses
pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu:
1. Mengamati (Observing)
Mengamati merupakan metode yang mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Panca indara menjadi alat utama siswa untuk
mengamati kejadian di sekitar yang sesuai dengan apa yang nantinya akan
5
dipelajari. Dalam prakteknya siswa bisa mengamati kejadian sekitar dengan
menggunakan media multimedia pada berita dan video, bisa juga mengamati secara
langsung. Agar pembelajaran menjadi lebih efisien guru diharapkan sudah
mempersiapkan kejadian (media) dan aktivitas untuk menemukan masalah yang
akan di investigasi para siswa. Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses
mengamati adalah membaca, mendengar, menyimak, dan melihat. Kompetensi
yang dikembangkan adalah untuk melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari
informasi.
2. Menanya (Questioning)
Menanya merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang
diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang
diamati. Siswa dapat membuat berbagai pertanyaan yang belum mereka pahami
atau tentang pelaksanaan tentang kejadian yang belum mereka amati. Membuat
pertanyaan yang akan disampaikan kepada guru bisa berupa pengetahuan
konseptual, factual hingga hipotetik. Guru bisa menolong siswa dalam membuat
pertanyaan dengan memberikan isi yang sesuai dengan kejadian yang telah di
investigasi. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas,
rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran
kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
3. Mengumpulkan Informasi/Eksperimen (Experimenting)
Mengumpulkan informasi/eksperimen merupakan kegiatan pembelajaran
yang berupa eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati
objek/kejadian/aktivitas dan wawancara dengan narasumber. Data yang dihimpun
siswa dapat dilaksanakan dengan berbagai metode, diantaranya adalah dengan
bereksperimen, mengamati kejadian, bertanya dengan narasumber, membaca buku,
mencari di internet, melihat ensiklopedia hingga statistik. Guru di harapkan bisa
menjadi fasilitator untuk referensi belajar untuk siswa dalam menghimpun data.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses pengumpulan informasi/eksperimen
adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain,
kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
6
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi (Associating)
Mengasosiasikan/mengolah informasi merupakan kegiatan pembelajaran
yang berupa pengolahan informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
kegiatan mengumpulkan informasi. Siswa memanfaatkan data yang telah dihimpun
untuk memecahkan masalah dengan menyusun pertanyaan. Pada sesi ini guru
membimbing dan membina agar siswa bisa mengkoneksikan data yang telah
terhimpun untuk menemukan pola dan membuat kesempulan. Aktivitas ini
digunakan agar siswa bisa menganalisis hasil kerja yang telah dilakukan dan bisa
mengkomparasi hasil kerjaanya dengan siswa lainnya. Aktivitas ini dilakukan
dengan menggali dan menghimpun data dari berbagai sumber dan berbagai cara.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses pengasosiasikan/mengolah
informasi adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja
keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta
deduktif dalam penyimpulan.
5. Mengkomunikasikan (Creating)
Mengkomunikasikan merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa
menyampakan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya. Aktivitas ini dilaksanakan dengan cara
menuliskan atau menceritakan hasil dari menghimpun data. Hasil tersebut nantinya
di presentasikan di kelas dan dinilai guru sebagai hasil belajar siswa. Selanjutnya
guru bisa memberikan feedback dengan cara memberikan masukan, menekankan
dan meluruskan agar siswa bisa memahami kejadian secara mendalam dan luas.
Guru juga bisa membimbing murid untuk memutuskan poin penting yang bisa
disimpulkan sebelum presentasi kelas dimula. Kompetensi yang dikembangkan
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir

7
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. 7

B. Esensi Pendekatan Scientifik


Pendekatan sientifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diterapkan
pada kurikulum 2013. Pendekatan sientifik mengadaptasi langkah-langkah ilmiah pada
sains. Proses pembelajaran dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena kurikulum
2013 mengamanatkan esensi pendekatan sientifik dalam pembelajaran. Pendekatan
sientifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang
memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif
(inductive reasoning) dibandingkan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran
deduktif melihat penomena umum untuk kemudian menarik kesimpulan yang spesifik,
sebaliknya penalaran deduktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk
kemudian menarik kesimpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif
menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah
umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa
fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru atau mengkoreksi dan memadukan
pengetahuan sebelumnya.

C. Pembelajaran Kontektual Learning


Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dialaminya,
bukan sekedar mengetahui. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi
terbukti berhasil dari kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang, pendekatan
kontektual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat memenuhi

7
Ika Maryani dan Laila Fatmawati, Pendekatan Scientifik Dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar, (2015,
Yogyakarta: Deepublish), hlm.2.

8
harapan bahwa anak sampa pada fase mampu memahami dan mampu menanggapi
fenomena-fenomena kontektual dalam kehidupan sehari-hari. Kontektual dikembnagkan
dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Definisi yang
mendasar tentang kontektual adalah konsep belajar di mana gur menghadirkan dunia
nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Model Pembelajaran Kontektual Learning (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan dunia kerja nantinya. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Dalam hal ini, strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada
hasil.
Dalam pembelajaran kontektual, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa
yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang
bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka
memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Oleh sebab itu, pembelajaran
kontektual pada dasarnya adalah usaha memperkenalkan siswa terhadap konteks secara
luas meliputi situasi-situasi yang berhubungan dengan kehidupannya, fenomena nyata,
isu-isu sosial, aplikasi teknologi yang kesemuannya dipahami benar oleh siswa baik pada
masa kini maupun pada masa yang akan datang (Nurhadi, 2003: 1).
Model pembelajaran kontektual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik
dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dalam mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel
dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya (Ibrahim, 2007: 3)
Sedangkan menurut Nurhadi (2003: 1) bahwa pendekatan kontektual adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
9
dunia nyata dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara materi yang
diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Artinya saat kegiatan pembelanjaran berlangsung peserta didik seolah
bisa merasakan dan melihat langsung aplikasi nyata materi yang sedag dipelajari. Adapun
contoh pembelajaran kontektual di kelas, yaitu guru mempraktikan renang gaya kupu-
kupu di hadapan peserta didik
Menurut Depdiknas, pembelajaran kontektual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan materi dengan situasi di dunia nyata siswa. Menurut
Depdiknas metode pembelajaran ini harus mampu mendorong siswa menciptakan
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perumpamaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Elaine B. Johnson, pembelajaran kontektual merupakan sebuah proses
untuk menolong para siswa/siswi melihat makna dalam pembelajaran yang mereka
pelajari. Caranya ialah dengan menghubungkan subjek-subjek akademik yang sudah
dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Menurut Wina Sanjaya, pembelajaran kontektual adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Menurut Suherman, pembelajaran kontektual merupakan pembelajaran yang
diawali dengan mencontoh kejadian di dunia nyata yang dialami siswa, lalu diangkat
menjadi pembahasan konsep yang sedang diajarkan.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri
bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
pembelajaran kontektual.
Tujuan pembelajaran kontektual adalah meningkatkan ketertarikan peserta didik
untuk senantiasa belajar dan memperbaiki hasil belajar melalui peningkatan pemahaman
makna materi yang sedang dipelajari. Beberapa manfaat pembelajaran kontektual yaitu:
10
1. Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir secara kritis, logis, dan
sistematis;
2. Pemahaman yang diperoleh peserta didik bisa bertahan lebih lama karena
memahami dengan penerapan;
3. Peserta didik bisa lebih peka terhadap lingkungan sekitar;
4. Meningkatkan kreativitas peserta didik berkaitan dengan permasalahan yang ada di
sekitar disesuaikan dengan keilmuan yang didapatkan.
Prinsip pembelajaran kontektual menurut Elaine B. Johnson dalam Syaefudin,
yaitu:
1. Prinsip Ketergantungan, artinya setiap elemen yang ada di sekolah saling tergantung
antara satu dengan lainnya dan ketergantungan ini bisa meningkatkan kualitas
pembelajaran.
2. Prinsip Diferensiasi, artinya segala sesuatu di Bumi ini berubah tak terkecuali
pendidkan. Hal itu membentuk adanya perbedaan, keseragaman, dan keunikan.
Oleh karena itu, pendidikan selalu dituntut untuk dinamis dan harmonis dengan
prinsif diferensiasi.
3. Prinsip Organisasi Diri, artinya guru harus mampu memberikan dorongan atau
motivasi pada peserta didik agar senantiasa menggali setiap potensi yang
dimilikinya secara optimal.
Pada pendekatan kontektual learning guru mengarahkan peserta didik agar selalu
aktif bertanya, menggali pengetahuan secara kontruktif, menemukan konsep atau
pengetahuan dengan menerapkan pola berpikir kritis, belajar bersama, mengagas
pemodelan, mampu merefleksikan pengalaman belajar yang pernah dilalui dan
menerapkan penilaian otentik.
Dengan demikian kontektual learning adalah konsep belajar atau pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara
materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-
hari, baik dalam lingkungan, sekolah, maupun masyarakat dengan tujuan untuk
menemukan makna materi tersebut dan menjadikannya dasar dalam mengambil
keputusan dalam memecahkan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
11
Kontektual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran lainnya, kontektual dikembangkan dengan tujuan agar pelajaran berjalanan
berjalan lebih produktif dan bermakna. Dalam pelaksanaannya pembelajaran kontektual
memiliki beberapa strategi atau bentuk pembelajaran untuk membangun konteks dalam
pikiran siswa. Strategi-strategi tersebut antara lain:
1. Relating (menghubungkan) dalam hal ini belajar dilakukan dengan menghubungkan
pengalaman hidup dengan hal baru yang akan dipelajari;
2. Experiencing (mengalami) dalam hal ini belajar dilakukan dengan cara
mengenalkan siswa langsung pada sebuah masalah/contoh sehingga siswa dapat
menemukan dan merumuskan pengetahuan secara mandiri;
3. Applying (menerapkan) dalam hal ini belajar dilakukan dengan cara menerapkan
dan merumuskan pengetahuan yang telah dikuasai siswa dalam situasi yang
berbeda/situasi sebenarnya;
4. Cooperating (bekerja sama) dalam hal ini belajar dilakukan dalam
kelompok/masyarakat sehingga terjadi komunikasi dan bertukar pengetahuan;
5. Transfering (memindahkan) dalam hal ini belajar dilakukan dengan cara
memindahkan pengetahuan yang telah diperolehnya dalam konteks baru
(Suprijono, 2009: 84)
Sejalan dengan strategi belajar model pembelajaran kontektual di atas, model
pembelajaran kontektual memiliki tujuh komponen utama, yaitu kontruktivisme
(Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar
(Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang
sebenarnya (Authentic Assessesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan model
pembelajaran CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
Untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Dalam pembelajaran kontektual, program pembelajaran lebih merupakan rencana
kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa
yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan
dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai
tujuan tersebut, materi pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
12
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmen-nya. Dalam
konteks ini, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang
akan dikerjakannya bersama siswanya (Nurhadi, 2003: 8).

D. Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme


Pembelajaran kontruktivisme atau constructivist theories of learning adalah model
pembelajaran yang mengutamakan siswa secara aktif membangun pembelajaran mereka
sendiri secara mandiri dan memindahkan informasi yang kompleks. Mengacu pada
pemikiran Aronson (1978) yang mengatakan bahwa pada proses pembelajaran, guru
memberikan kesempatan siswa dalam proses belajar dan sosialisasi yang saling
berkesinambungan, berorientasi pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Teori ini dikembangkan oleh J. Piaget yang memandang bahwa setiap individu
memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dengan jalan
berinteraksi secara terus menerus dengan lingkungannya.
Menurut Abodorakhman Gintings (2008: 30) implikasi dari teori ini yaitu bahwa
dalam pembelajaran harus disediakan bahan ajar yang secara konkrit terkait dengan
kehidupan nyata dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi secara
aktif dengan lingkungannya.
Pandangan dari teori kontruktivisme ini, menurut Sudirman (2004: 37) yaitu belajar
merupakan proses aktif dari si subjek belajar untuk merekontruksi makna, suatu teks,
kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang
sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang.
Sehubungan dengan itu, ada beberapa ciri atau prinsip belajar yang diungkapkan
oleh Paul Sapurno (Sudirman, 2004: 38) yaitu:
1. Belajar berarti mencari makna;
2. Kontruksi makna dilakukan secara terus menerus;
3. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya;

13
4. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar,
tujuan, motivasi, yang memengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang
dipelajari.
Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka proses mengajar, bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan
subjek belajar mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk
partisipasi dengan subjek belajar dalam membentuk pengetahuan dan membuat makna.
Dalam hal ini, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu
optimalisasi siswa.
Kelebihan pembelajaran kontruktivisme, yaitu:
1. Pembelajaran berdasarkan kontruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa
sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan
penjelasan tentang gagasannya.
2. Pembelajaran berdasarkan kontruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuakan
dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang
fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan
tentang fenomena yang menantang siswa.
3. Pembelajaran kontruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang
pengalamannya. Hal ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
mendorong refleksi tentang tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan
pada saat yang tepat.
4. Pembelajaran berdasaarkan kontruktivisme memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan
diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang
baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Pembelajaran kontruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

14
6. Pembelajaran kontruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari
kesan selalu ada satu jawaban benar.
Kekurangan pembelajaran kontruktivisme, yaitu:
1. Siswa mengkontruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang hasil kontruksi siswa
tidak cocok dengan hasil kontruksi para ahli sehingga menyebabkan miskosepsi.
2. Kontruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuan sendiri, hal ini
pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan
yang berbeda-beda.
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.

E. Implikasi Filsafat dalam Ranah Pembelajaran Penjas


Kita menyadari bahwa betapa pentingnya filsafat sebagai ilmu di berbagai bidang,
namun amatlah sukar untuk membuat suatu definisi yang pas atau kogkrit. Hal ini
disebabkan filsafat berkaitan erat dengan segala sesuatu yang berkenaan dengan
pemikiran manusia, jadi sifatnya sangat subyektif bergantung dari sudut pandang
penganutnya.
Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu falsafah dan dari
bahasa Inggris philosophy. Kedua istilah tersebut berakar dari bahasa Yunani philosophia
yang memiliki dua unsur kata, yaitu philein dan Sophia yang berarti cinta dan
kebijaksanaan. Jadi filsafat atau philosophia artinya cinta kebijaksanaan, sehingga
seorang filsuf akan mencintai atau mencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, pengertian filsafat adalah sangat berguna. Para filsuf
merumuskannya sesuai dengan bidang atau kecendrungan pemikiran kefilsafatan yang
dimilikinya.
Beberapa filsuf merumuskan pengertian filsafat sebagai berikut:
1. Plato mengatakan filsafat adalah pengetahuan yang berminat untuk mencapai
kebenaran yang asli.

15
2. Aristoteles mengatakan filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu, metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat keindahan).
3. Al-Farabi mengatakan filsafat adalah ilmu/pengetahuan tentang alam maujud,
bagaimana hakikat sebenarnya.
4. Rene Descartes mengatakan filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana
alam, Tuhan, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
5. Immanuel Kant mengatakan filsafat adalah ilmu/pengetahuan yang menjadi pokok
pangkal dari segala pengetahuan, yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi
(filsafat pengetahuan), yang menjawab persoalan apa yang harus kita ketahui.
Masalah etika, yang menjawab persoalan apa yang harus kita kerjakan. Masalah
ketuhanan (keagamaan), yang menjawab persoalan harapan kita dan masalah
manusia.
6. Webster mengatakan filsafat sebagai love of wisdom dan sebagai ilmu pengetahuan
yang menyelidiki fakta, prinsip-prinsip, kenyataan, hakikat, dan kelakuan manusia.
Dari beberapa rumusan filsafat tersebut di atas, jelas mempunyai perbedaan satu
sama lainnya sesuai pemahaman yang dimilikinya.
Istilah pendidikan Jasmani berasal dari Amereka Serikat, di Indonesia meminjam
istilah itu untuk menyebutkan kegiatan yang bersifat mendidik dengan memanfaatkan
kegiatan jasmani atau aktivitas fisik termasuk olahraga.
Nixon dan Cozens mengatakan pendidikan Jasmani adalah fase dari proses
pendidikan keseluruhan yang berhubungan dengan aktivitas berat yang mencangkup
sistem otot dan hasil belajar dari partisipasi dalam aktivitas tersebut. William, Brownell
dan Vernier mengatakan pendidikan Jasmani mengandung aktivitas fisik yang terpilih,
diarahkan pada hasil yang diperoleh karena partisipasi dalam aktivitas tersebut. Bucher
mengatakan pendidikan Jasmani adalah bagian integral dari proded pendidikan
menyeluruh, mempunyai tujuan untuk mengembangkan warga secara fisik, mental dan
untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut. Selanjutnya Bucher mengutip batasan-
batasan dari pakar lainnya sebagai berikut:
a. Voltmer dan Eslinger: Pendidikan Jasmani adalah fase pendidikan

16
b. melalui aktivitas fisik

c. Sharman: Pendidikan jasmani merupakan bagian pendidikan berupa aktivitas yang


mencakup mekanisme gerak dari tubuh manusia yang menghasilkan pola tingkah
laku individu.
d. Nash: Pendidikan jasmani adalah suatu Fase dari proses pendidikan keseluruhan,
memanfaatkan dorongan aktivitas yang inheren dalam setiap individu untuk
perkembangan organik, neuromuskular, intelektual, dan emosional.
Batasan yang dibuat UNESCO dalam International Charter of Physical Education:
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai individu maupun
anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan
jasmani, keterampilan, pertumbuhan kecerdasan, dan pembentukan watak.
Dengan demikian pendidikan Jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau
permainan dan aktivitas olahraga. Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam
mempelajari gerak dan kecabangan olahraga lebih penting daripada hasilnya. Dengan
demikian guru harus memilih metode yang melibatkan anak berinteraksi serta
merangsang interaksi antara satu murid dengan murid lainnya.
Berdasarkan batasan / konsep tersebut di atas, maka pada hakikatnya pendidikan
jasmani adalah: 1) bagian yang tidak dapat dipisahkan dari usaha pendidikan, 2) program
yang memperhatikan perkembangan individual, 3) mengembangkan keseluruhan pribadi
anak didik meliputi; organik, neuromuskular, intelektual, dan emosional 4) kegiatan
jasmani yang melibatkan otot-otot besar.

Istilah olahraga dipakai sebagai terjemahan dari sport, walaupun makna olahraga
yang sebenarnya lebih luas dari pada itu. Dalam kurun waktu 60 tahun sampai 80an, kata
olahraga digunakan untuk segala jenis kegiatan fisik, termasuk olahraga aerobic, jantung
sehat, lari pagi, dan olahraga pendidkan di sekolah-sekolah. Pengertian Olahraga (sport)
dalam Declaration on Sport yang dikeluarkan International Council of Sport and Physical
Education (ICSPE) dari UNESCO yaitu “setiap aktivitas berupa permainan yang
dilakukan dalam bentuk pertandingan melawan orang lain, unsur-unsur alam, maupun diri
sendiri”. Batasan tersebut dilengkapi dengan semangat “fair play”, yaitu suatu sikap yang

17
memandang lawan bermain sebagai teman untuk bersama-sama membangun permainan,
sehingga dengan semangat fair play ini menjadikan olahraga merupakan alat pendidikan
yang ampuh. Menurut Freeman (2000), bahwa olahraga adalah suatu bentuk berman yang
terorganisir dan bersifat kompetitif.
Berdasarkan batasan olahraga tersebut, maka yang menjadi ciri-ciri hakiki olahraga
adalah: 1) Aktivitas fisik, 2) Permainan, 3) Pertandingan atau kompetisi, dan 4) fair play
(sportif). Dalam perkembangannya, ke dalam olahraga masuk pula jenis-jenis permainan
yang bukan aktivitas fisik yang melibatkan otot-otot besar seperti, bridge, catur, bilyar,
dan balap motor. Selain itu dengan berkembangnya olahraga profesional telah
melunturkan ciri permainan, karena olahragawan mengubah tujuannya menjadi suatu
pekerjaan. Ciri hakiki olahraga yang masih utuh adalah pertandingan, sehingga dapat
dikatakan bahwa tak ada olahraga tanpa pertandingan.

Aliran filsafat yang mempengaruhi pembelajaran Penjas yaitu aliran filsafat


Pragmatisme. Istilah pragmatism berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan
atau tindakan. Isme berarti aliran, ajaran, atau paham. Jadi pragmatism berarti ajaran yang
menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan dan membawa suatu hasil. Kriteria
kebenarannya adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap benar, jika
sesuatu mampu dihasilkan oleh teori itu. Misalnya, sesuatu hal dikatakan berarti atau
benar jika berguna bagi masyarakat. Berkenaan dengan istilah pragmatism lebih banyak
sebagai metode untuk memperjelas konsep dari pada sebaga dokrin kefilsafatan. Istilah
ini menekankan tentang pentingnya tindakan dan tujuan manusia dalam pengalaman,
pengetahuan, dan pengertian. Juhaya S. Praja mengatakan pragmatism adalah suatu aliran
yang menganjurkan bahwa yang benar adalah apa yang dapat membuktikan dirinya
sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi dan kebenaran mistis, semuanya bisa diterima asalkan
membawa akibat praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatism adalah
manfaat bagi hidup praktis, menolak segala intelektualisme serta meremehkan logika
formal. Sudarsono mengatakan Pragmatisme adalah aliran atau paham yang menitik
beratkan bahwa kebenaran ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar

18
dengan memperhatikan kegunaannya secara praktis. Charles Sanders Peirce mengatakan
bahwa kebenaran itu bermacam-macam, yaitu; “Transcendental Truth” (letak kebenaran
suatu hal itu bermukim pada kedudukan benda itu sebagai benda itu sendiri) dan
“Complex Truth” (kebenaran dari pernyataan-pernyataan). Kebenaran kompleks dibagi
dua hal, yaitu “kebenaran etis dan kebenaran logis”. Kebenaran etis adalah kebenaran
seluruh pernyataan sesuai dengan apa yang di imani oleh si pembicara. Sedangkan
kebenaran logis adalah selarasnya suatu pernyataan dengan realitas yang didefinisikan.
Kemudian ia mengemukakan bahwa pragmatisme adalah suatu metode untuk membuat
suatu ide menjadi jelas atau terang dan menjadi berarti. William James dalam bukunya
“The Meaning of Truth” (arti kebenaran) mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang
mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri, dan lepas dari akal, sebab
pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar, dalam perkembangan
pengalaman senantiasa berubah, karena dalam prakteknya apa yang kita anggap benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Nilai pertimbangan kita tergantung kepada
akibatnya, dan kepada kerjanya. Pertimbangan itu benar jika bermanfaat bagi pelakunya,
jika dapat memperkaya hidup, serta kemungkinan-kemungkinan hidup. John Dewey
mengemukakan bahwa tak ada sesuatu yang tetap. Manusia itu bergerak dalam
kesungguhan yang selalu berubah. Jika ia suatu saat menjumpai kesulitan, maka mulailah
ia berfikir untuk mengatasi kesulitan tersebut. Maka dari itu berfikir adalah alat untuk
bertindak. Filsafat harus bertitik tolak kepada pengalaman, menyelidiki, mengolah
pengalaman secara aktif dan kritis. Oleh sebab itu filsafat tidak boleh tenggelam dalam
pemikiran yang metafisis, yang tidak ada gunanya. Kebenaran sama sekali bukan hal yang
tidak boleh diganggu gugat, sebab dalam prakteknya segala pernyataan yang kita anggap
benar, pada dasarnya dapat berubah. Jadi yang dikatakan benar adalah apa yang pada
akhirnya disetujui oleh semua orang yang menyelidikinya.
Aliran filsafat pragmatism dalam perkembangannya telah mempengaruhi pemikiran
dalam kegiatan pendidikan Jasmani dan olahraga yang meliputi beberapa unsur-unsur
antara lain sebagai berikut:
a. Kesenjangan antara Teori dan Praktek
Para pakar olahraga pada dasarnya mengadaptasi pengalaman berbagai
penelitian ilmu alam dan ilmu sosial dalam mengembangkan teori atau
19
memecahkan masalah praktis, mereka cenderung memanfaatkan pengalaman
empirik sebagai bahan baku penyusunan teori dan untuk mencapai kebenaran.

Sejauh data empirik yang cukup terkumpul secara obyektif untuk memperkuat
suatu pendapat atau teori, sejauh itu pulalah kebenaran dapat diterima oleh penganut
Pragmatisme. Keabsahan teori yang baru, tergantung pada keajegan kesimpulan
yang diperoleh sehingga pengujian yang berulang-ulang terhadap kebenaran dan
pengungkapan suatu masalah oleh sejumlah peneliti, merupakan kunci dapat
diterima atau tidaknya sutu teori. Pengalaman memberikan pelajaran, bahwa
pengetahuan dalam pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga akan dianggap
mubazir jika tidak dapat diterapkan ke dalam situasi praktis. Saat ini untuk
mengumpulkan data yang teliti, cermat, dan sedikit mungkin adanya kesalahan,
maka beberapa instrumen untuk melakukan tes dan pengukuran diciptakan.
Beberapa alat pengukuran tersebut antara lain treadmill dan ergo cycle yang
digunakan sebagai alat untuk mengukur kemampuan fisiologis.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman terdahulu dan transformasi berbagai


bidang ilmu pengetahuan diharapkan dapat diperoleh manfaat yang besar dan dapat
digunakan secara praktis serta cocok untuk kemajuan dan perkembangan
pendidikan jasmani dan olahraga.

b. Tujuan
Tujuan pendidikan jasmani adalah pendidikan menyeluruh anak didik.
Latihan berpusat pada anak, yaitu anak didik diberikan masalah atau bentuk-bentuk
latihan yang menarik untuk dipecahkan oleh setiap individu. Guru Pendidikan
jasmani yang pragmatis di dalam proses pembelajarannya berusaha untuk
menciptakan program yang bervariasi, sehingga anak akan berkembang sesuai
dengan kemampuannya masing-masing.

Pada aktivitas olahraga tujuannya adalah prestasi, sehingga setiap anak


dituntut untuk menampilkan kerja motorik yang setinggi-tingginya guna
memenangkan pertandingan. Bahan ajar atau latihan merupakan target yang harus
dikuasai atlet.

20
c. Perpanduan Bakat
Dalam pendidikan jasmani, pemanduan bakat dipakai untuk mengetahui
“entry behavior” dalam menyusun program pembelajaran sehingga berguna dan
cocok diterapkan di lingkungan tempat siswa tersebut belajar.
Pemanduan bakat dalam olahraga bertujuan untuk “memilih atlet yang
unggul”, sehingga berguna dalam pencapaian prestasi yang pesat. Atlet yang tidak
berbakat atau yang perkembangannya lamban harus ditinggalkan oleh pelatih
karena tidak berguna, dan dapat digantikan yang lainnya
d. Bentuk Latihan
Dalam pendidikan jasmani, bentuk latihannya tidak harus berbentuk
pertandingan meskipun motif bertanding ada kalanya dapat dimanfaatkan. Jadi
bentuk-bentuk latihannya diciptakan secara bervariasi, walaupun ukuran dan bentuk
permainannya dimodifikasi atau tidak sesuai dengan pertandingan yang
sesungguhnya.

Bentuk latihan dalam olahraga, selalu berbentuk pertandingan dan


latihanlatihan yang dilakukan mengacu kepada pertandingan yang akan datang dan
harus dimenangkan.

e. Motivasi
Dalam pendidikan jasmani, pengalaman olahragawan ternama dapat
digunakan untuk memotivasi anak didik, dan mengenalkan dunia olahraga yang
kemungkinannya sebagai dunia mereka kelak.

Dalam olahraga, sekolah dipandang sebagai gudang bibit atlet yang memberi
harapan untuk berkembang menjadi olahragawan yang tangguh, diharapkan dapat
berguna mengharumkan nama bangsa di event-event olahraga internasional.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan sientifik merupakan sebuah sistem yang diamanatkan oleh kurikulum


2013, pembelajaran ini berpusat kepada siswa, bukan kepada guru dan guru hanya sebagai
fasilitaror. Pendekatan scientifik berisikan proses pembelajaran yang didesain agar
peserta didik mengalami belajar secara aktif melalui suatu tahapan-tahapan. Pada
pendekatan scientifik dikenal beberapa langkah-langkah pembelajaran yaitu Observing,
Questioning, Experimenting, Associating dan Creating.
Esensi pendekatan scientifik juga diterapkan dalam pembelajaran Penjas Orkes.
Pendekatan scientifik diambil dari langkah-langkah ilmiah pada sains dan pendekatan ini
diyakini sebagai titian emas perkembangan, pengembangan sikap, keterampilan dan
pengetahuan peserta didik.
Ada dua model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran Penjas
Orkes yaitu pembelajaran kontektual learning dan pembelajaran kontruktivisme.
Pembelajaran kontektual learning merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk
mengaitkan berbagai permasalahan di dunia ke dalam materi pembelajaran sedangkan
pembelajaran kontruktivisme adalah model pembelajaran yang mengutamakan keaktifan
siswa mencari informasi secara mandiri di dalam pembelajaran.
Sama halnya dengan pembelajaran lainnya, pembelajaran Penjas juga dipengaruhi
oleh filsafat. Di dalam pengimplikasiannya digunakan aliran filsafat pragmatism yang
menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan yang membawa suatu hasil.
Pemikiran ini mempengaruhi beberapa unsur kegiatan Penjas Orkes seperti kesenjangan
antara teori dan praktik, tujuan, perpaduan bakat, bentuk latihan dan motivasi.

B. Kritik dan Saran


Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih banyak sekali
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kritik dan saran dari pembaca
agar kami bisa memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut dikemudian hari.

22
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Nurdin. 2020. Perbedaan Teknik Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran, Strategi


Pembelajaran, dan Model Pembelajaran. Purwakarta: Disdik Purwakarta.
Lubis, Maulana Arafah dan Azizan, Nashran. 2019. Pembelajaran Tematik SD/MI: Implikasi
Kurikulum 2013 Berbasih HOTS (Higher Order Thinking Skiils. Yogyakarta: Samudra
Biru.
Ibrahim. 2007. Proses Belajar Mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Kemendikbud. 2013.
Maryani, Ika dan Fatmawati, Laila. 2015. Pendekatan Scientifik Dalam Pembelajaran di
Sekolah Dasar. Yogyakarta: Deepublish.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.
Samsudin. 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SD/MI. Jakarta:
Litera.
Sukintaka. 2004. Teori Pendidkan Jasmani Filosofi Pembelajaran & Masa Depan. Bandung:
Nuansa.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Pakem. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
UU RI NOMOR 20. 2011. SISDIKNAS & Peraturan Pemerintah R.I. Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar. Bandung: Citra Umbara.

23

Anda mungkin juga menyukai