Anda di halaman 1dari 25

Matkul Dosen Pengampu:

Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Andi Murniati, Dr. Hj., M. Pd

KAJIAN IMPLEMENTASI KOMPETENSI ABAD 21 DALAM


PEMBELAJARAN MI

\Ruang lingkup kontektualisasi muatan PAI (Fiqih, Al-quran hadis, akidah


akhlak, sejarah kebudayaan Islam)
Berdasarkan 4C, Literasi, PTK, HOTS

Kelas : PGMI 6B
Kelompok 12

1. Latifa Laini (11910821374)


2. Suci Mila Susanti (11910821398)

JURUSAN PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIAF KASIM RIAU
1443 M/ 2022 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah swt yag telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini sebaik
mungkin. Dan atas nikmat-Nya pula para penulis dapat menyusun makalah ini
dengan sedemikian rupa dengan tujuan agar dapat bermanfaat bagi orang banyak
terutama para pembaca, dapat memberi pemahaman dan pembelajaran yang lebih
mendalam serta dapat dijadikan sarana untuk belajar.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Untuk saran yang bersifat mendukung sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr wb

Pekanbaru, Januari 2022

Penulis

i
Daftar isi

Kata Pengnatar ..................................................................................... i


Daftar isi ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Keterampilan Abad Ke-21 ................................................................... 4
B. Learning to Know................................................................................... 6
C. PEMBELAJARAN ABAD KE-21 ....................................................... 6
D. Iimplementasi abad 21 dalam pembelajaran Mi di Ruang
lingkup kontektualisasi muatan PAI (Fiqih, Al-quran hadis,
akidah akhlak, sejarah kebudayaan Islam) Berdasarkan 4C,
Literasi, PTK, HOTS8
E. Tujuan Mata Pelajaran PAI di Sekolah/ Madrasah : ...................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 20
RUJUKAN

ii
KETERAMPILAN ABAD KE-21: KETERAMPILAN YANG DIAJARKAN
MELALUI PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan abad ke-21 menjadi topik yang banyak dibahas
beberapa waktu terakhir. Tanggapan setiap orang terhadap topik tersebut
bervariasi. Sebagian orang menanggapi dengan serius, sebagian orang
menanggapi biasa-biasa saja, dan sebagian lagi tidak menanggapinya. Tidak
adanya tanggapan pada kelompok terakhir belum tentu menunjukkan tidak
adanya kepedulian, namun kemungkinan juga disebabkan oleh sedikitnya
pemahaman terhadap keterampilan abad ke- 21. Termasuk ke dalam kelompok
manakah kita? Apakah kita sudah mengetahui latar belakang digaungkannya
keterampilan abad ke-21? Apakah kita sudah cukup memahami macam-macam
keterampilan abad ke-21? Apakah kita sudah memahami bagaimana pembelajaran
yang sesuai dalam rangka menyiapkan generasi untuk menguasai keterampilan
abad ke-21? Apakah kita mengetahui tentang apa yang harus dilakukan sesuai
kemampuan dan kapasitas kita sebagai seorang pendidik dan calon pendidik?
Semoga tulisan berikut cukup memberi gambaran tentang hal-hal tersebut.1
Studi yang dilakukan Trilling dan Fadel (2009) menunjukkan bahwa
tamatan sekolah menengah, diploma dan pendidikan tinggi masih kurang
kompeten dalam hal: (1) komunikasi oral maupun tertulis, (2) berpikir kritis dan
mengatasi masalah, (3) etika bekerja dan profesionalisme, (4) bekerja secara
tim dan berkolaborasi, (5) bekerja di dalam kelompok yang berbeda,
(6) menggunakan teknologi, dan (7) manajemen projek dan kepemimpinan.
ASEAN Business Outlook Survey 2014 melaporkan hasil kajiannya dan
menyatakan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara tujuan investasi asing
dan bahkan menjadi salah satu tujuan utama di wilayah ASEAN.
1
Ananiadou, K. and Claro, M. 2009. 21st Century Skills and Competences for New
Millennium Learners in OECD Countries. OECD Education Working Papers, No. 41.
Paris, OECD Publishing

1
Survei tersebut juga mengindikasikan fakta yang kurang baik, bahwa
Indonesia memiliki tenaga kerja dengan keahlian rendah dan murah. Jika
dibandingkan dengan lulusan negara lain yang lebih ahli dan terlatih, misalnya
Filipina sebagai peringkat tertinggi, bangsa Indonesia tidak akan mampu
bersaing dan akan kehilangan kesempatan kerja yang baik, jika tidak didukung
suatu program yang mencetak lulusan berketerampilan tinggi. Pekerjaan-
pekerjaan baru berbasis produksi, analisis, distribusi dan konsumsi
informasi bermunculan. Seiring dengan perubahan pola hidup manusia akibat
hadirnya teknologi, tempat kerja menjadi lebih berbasis komputer dan
bertransformasi. Dibandingkan dengan pada masa 20 atau 30 tahun yang
lalu, para lulusan Indonesia kini membutuhkan keterampilan lebih untuk
berhasil dalam menghadapi persaingan ketat abad ke-21. Hal ini merupakan
tantangan yang harus disikapi dengan sebaik-baiknya.2
Jenis keterampilan apa saja yang harus dimiliki oleh lulusan
untuk dapat bersaing di abad 21? Pekerjaan di abad 21 bersifat lebih
internasional, multikultural dan saling berhubungan. Pada abad terakhir ini telah
terjadi pergeseran yang signifikan dari layanan manufaktur kepada layanan yang
menekankan pada informasi dan pengetahuan (Scott, 2015a). Pengetahuan itu
sendiri tumbuh dan meluas secara eksponensial. Teknologi informasi dan
komunikasi telah mengubah cara kita belajar, sifat pekerjaan yang dapat
dilakukan, dan makna hubungan sosial. Pengambilan keputusan bersama, berbagi
informasi, berkolaborasi, berinovasi, dan kecepatan bekerja menjadi aspek yang
sangat penting pada saat ini. Siswa diharapkan tidak lagi berfokus untuk berhasil
dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan manual atau pekerjaan rutin berbantuan
mesin ataupun juga pekerjaan yang mengandalkan pasar tenaga kerja murah.
Saat ini, indikator keberhasilan lebih didasarkan pada kemampuan untuk
berkomunikasi, berbagi, dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah
yang kompleks, dapat beradaptasi dan berinovasi dalam menanggapi tuntutan

2
Barrett, M., Byram, M., Lázár, I., Mompoint-Gaillard, P. and Philippou, S. 2014.
Developing Intercultural Competence through Education. Pestalozzi Series No. 3. Strasbourg,
Council of Europe Publishing

2
baru dan mengubah keadaan, dan memperluas kekuatan teknologi untuk
menciptakan pengetahuan baru.3
Standar baru diperlukan agar siswa kelak memiliki kompetensi yang
diperlukan pada abad ke-21. Sekolah ditantang menemukan cara dalam rangka
memungkinkan siswa sukses dalam pekerjaan dan kehidupan melalui
penguasaan keterampilan berpikir kreatif, pemecahan masalah yang fleksibel,
berkolaborasi dan berinovasi. Beberapa sumber seperti Trilling & Fadel
(2009), Ledward & Hirata (2011), Partnership for 21Century Learning; National
Science Foundation, Educational Testing Services, NCREL, Metiri Group, Pacific
Policy Research Center, dan lainnya menunjukkan pentingnya keterampilan abad
ke-21 untuk untuk mencapai transformasi yang diperlukan.4

3
Barron, B. and Darling-Hammond, L. 2008. Teaching for meaningful learning: a review
of research on inquiry-based and cooperative learning. L
4
Barry, M. 2012. What skills will you need to succeed in the future?
Phoenix Forward (online).

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keterampilan Abad Ke-21


Berbagai organisasi mencoba merumuskan berbagai macam kompetensi
dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi abad ke-21. Namun, satu
hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa mendidik generasi muda di
abad ke-21 tidak bisa hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja. Beberapa
organisasi tersebut dan hasil pengembangannya disampaikan sekilas sebagai
berikut.
Wagner (2010) dan Change Leadership Group dari Universitas Harvard
mengidentifikasi kompetensi dan keterampilan bertahan hidup yang diperlukan
oleh siswa dalam menghadapi kehidupan, dunia kerja, dan kewarganegaraan
di abad ke-21 ditekankan pada tujuh (7) keterampilan berikut: (1)
kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) kolaborasi dan
kepemimpinan, (3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan
berjiwa entrepeneur, (5) mampu berkomunikasi efektif baik secara oral
maupun tertulis, (6) mampu mengakses dan menganalisis informasi, dan (7)
memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi.5
US-based Apollo Education Group mengidentifikasi sepuluh (10)
keterampilan yang diperlukan oleh siswa untuk bekerja di abad ke-21, yaitu
keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi, kemampuan
beradaptasi, produktifitas dan akuntabilitas, inovasi, kewarganegaraan global,
kemampuan dan jiwa entrepreneurship, serta kemampuan untuk
mengakses, menganalisis, dan mensintesis informasi (Barry, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh OECD didapatkan deskripsi
tiga (3) dimensi belajar pada abad ke-21 yaitu informasi, komunikasi, dan etika
dan pengaruh sosial (Ananiadou & Claro, 2009). Kreativitas juga merupakan

5
Bialik, M. and Fadel, C. 2015. Skills for the 
21st Century: What Should
Students Learn? Center for Curriculum Redesign Boston, Massachusetts.
www.curriculumredesign.org

4
salah satu komponen penting agar dapat sukses menghadapi dunia yang
kompleks (IBM, 2010).
US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi
kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”- communication,
collaboration, critical thinking, dan creativity. Kompetensi-kompetensi tersebut
penting diajarkan pada siswa dalam konteks bidang studi inti dan tema abad ke-
21. Assessment and Teaching of 21st Century Skills (ATC21S)
mengkategorikan keterampilan abad ke-21 menjadi 4 kategori, yaitu way of
thinking, way of working, tools for working dan skills for living in the world
(Griffin, McGaw & Care, 2012). Way of thinking mencakup kreativitas,
inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan. Way
of working mencakup keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi dan
bekerjasama dalam tim. Tools for working mencakup adanya kesadaran
sebagai warga negara global maupun lokal, pengembangan hidup dan karir,
serta adanya rasa tanggung jawab sebagai pribadi maupun sosial.
Sedangkan skills for living in the world merupakan keterampilan yang
didasarkan pada literasi informasi, penguasaan teknologi informasi dan
komunikasi baru, serta kemampuan untuk belajar dan bekerja melalui jaringan
sosial digital.6
Delors Report (1996) dari International Commission on Education for the
Twenty-first Century, mengajukan empat visi pembelajaran yaitu pengetahuan,
pemahaman, kompetensi untuk hidup, dan kompetensi untuk bertindak. Selain
visi tersebut juga dirumuskan empat prinsip yang dikenal sebagai empat pilar
pendidikan yaitu learning to know, lerning to do, learning to be dan learning to
live together. Kerangka pemikiran ini dirasa masih relevan dengan kepentingan
pendidikan saat ini dan dapat dikembangkan sesuai dengan keperluan di abad ke-
21 (Scott, 2015b). Pada bagian berikut dijelaskan sekilas tentang kompetensi
dan keterampilan sesuai empat pilar pendidikan yang terdapat pada Delors
Report.
6
Bolstad, R. 2011. Taking a ‘Future Focus’ in Education – What Does It
Mean? NZCER Working

5
B. Learning to Know
Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh,
memperdalam dan memanfaatkan materi pengetahuan. Penguasaan materi
merupakan salah satu hal penting bagi siswa di abad ke-21. Siswa juga harus
memiliki kemauan untuk belajar sepanjang hayat. Hal ini berarti siswa harus
secara berkesinambungan menilai kemampuan diri tentang apa yang telah
diketahui dan terus merasa perlu memperkuat pemahaman untuk kesuksesan
kehidupannya kelak. Siswa harus siap untuk selalu belajar ketika menghadapi
situasi baru yang memerlukan keterampilan baru. Pembelajaran di abad ke-21
hendaknya lebih menekankan pada tema pembelajaran interdisipliner. Empat
tema khusus yang relevan dengan kehidupan modern adalah: 1) kesadaran
global; 2) literasi finansial, ekonomi, bisnis, dan kewirausahaan; 3) literasi
kewarganegaraan; dan 4) literasi kesehatan. Tema-tema ini perlu dibelajarkan di
sekolah untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan dan dunia kerja di
masa mendatang dengan lebih baik.7
C. PEMBELAJARAN ABAD KE-21
Sejak munculnya gerakan global yang menyerukan model pembelajaran
baru untuk abad ke-
21, telah berkembang pendapat bahwa pendidikan formal harus diubah.
Perubahan ini penting untuk memunculkan bentuk-bentuk pembelajaran baru
yang dibutuhkan dalam mengatasi tantangan global yang kompleks. Identifikasi
kompetensi siswa yang perlu dikembangkan merupakan hal yang sangat penting
untuk menghadapi abad ke-21. Pendekatan tradisional yang menekankan pada
hafalan atau penerapan prosedur sederhana tidak akan mengembangkan
keterampilan berpikir kritis atau kemandirian siswa. Setiap individu harus
terlibat dalam pembelajaran berbasis inkuiri yang bermakna, memiliki nilai
kebenaran dan relevansi, untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi yang mereka perlukan (Barron and Darling-Hammond, 2008).

7
Carneiro, R. and Draxler, A. 2008. Education for the 21 st century: lessons and
challenges. European Journal of Education, Vol. 43, No. 2, pp. 149-160

6
Setiap siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda, sehingga guru
ditantang untuk menemukan cara membantu semua siswa belajar secara efektif.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat bentuk-bentuk pedagogi yang
secara konsisten lebih berhasil dari yang lain dalam membantu siswa
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang keterampilan abad ke-
21.
Pedagogi yang dimaksud termasuk strategi pembelajaran pribadi,
pembelajaran kolaboratif dan pembelajaran informal, seperti yang dinyatakan
oleh Scott (2015c) dari berbagai referensi.
Siswa harus mengasah keterampilan dan meningkatkan belajar untuk
dapat mengatasi tantangan global, seperti keterampilan berpikir kritis,
kemampuan berkomunikasi secara efektif, berinovasi dan memecahkan
masalah melalui negosiasi dan kolaborasi. Namun demikian, dari sisi pedagogi
belum disesuaikan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Model
pembelajaran 'transmisi' masih dominan dalam pendidikan di berbagai belahan
dunia (Saavedra dan Opfer, 2012). Model 'transmisi' tidak efektif untuk
mengajarkan keterampilan abad ke-21. Pembelajaran semacam ini biasanya
mengarah kepada ketidakpedulian, sikap apatis dan kebosanan. Sebaliknya,
siswa harus belajar berinteraksi dengan guru dan teman sebaya, berlatih
menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang baru diperoleh, berbagi
dengan teman-temannya melalui kolaborasi yang dirancang untuk mendukung
setiap individu dalam beradaptasi terhadap masalah baru dan kontekstual. Tanpa
kesempatan untuk berlatih dan menerapkan pengetahuan baru dalam berbagai
konteks, adaptasi dan integrasi pengetahuan baru tidak akan tercapai dan akan
melumpuhkan kreativitas. Meskipun secara umum diakui bahwa kompetensi
dan keterampilan abad ke-21 yang kompleks dan menantang untuk
dipelajari, namun bahwa siswa tidak mengembangkannya kecuali mereka
secara eksplisit diajarkan. Saavedra dan Opfer (2012) menyatakan bahwa
bahwa kompetensi dan keterampilan yang kompleks tersebut harus
dikembangkan terpadu dengan pembelajaran dan bukan dengan pembelajaran
tersendiri.

7
Di antara ragam kompetensi dan keterampilan yang diharapkan
berkembang pada siswa sehingga perlu diajarkan pada siswa di abad ke-21 di
antaranya adalah personalisasi, kolaborasi, komunikasi, pembelajaran informal,
produktivitas dan content creation. Elemen tersebut juga merupakan kunci dari
visi keseluruhan pembelajaran abad ke-21. Dunia kerja juga sangat
memerlukan keterampilan personal (memiliki inisiatif, keuletan,
tanggung jawab, berani mengambil resiko, dan kreatif), keterampilan sosial
(bekerja dalam tim, memiliki jejaring, memiliki empati dan rasa belas kasih),
serta keterampilan belajar (mengelola, mengorganisir, keterampilan
metakognitif, dan tidak mudah patah semangat atau merubah persepsi/sudut
pandang dalam menghadapi kegagalan).8
D. Iimplementasi abad 21 dalam pembelajaran Mi di Ruang lingkup
kontektualisasi muatan PAI (Fiqih, Al-quran hadis, akidah akhlak, sejarah
kebudayaan Islam) Berdasarkan 4C, Literasi, PTK, HOTS
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah pendidikan yang terencana untuk
menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, manghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan. Bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI) meliputi: Akidah-Akhlaq,
Qur’an-Hadis, Fiqh, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
a. Materi Aqidah adalah bagian dari mata pelajaran PAI yang
memberikan penekanan pada pembinaan keyakinan bahwa Tuhan
adalah asal-usul dan tujuan hidup manusia. Materi Aqidah
menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan
keyakinan/keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung dalam nama-nama Allah Swt. (al-asma’ al-
husna). Pada materi Aqidah, mempelajari sifat 20 Tuhan (Aqidat al-
Awwam) atau mengenalkan sifat-sifat Tuhan yang 99 sebagaimana
yang disebutkan dalam al-Qur’an yang dikenal dengan al-asma’ al-

8
Cornell University Center for Teaching Excellence. 2014. Using Effective
Questions (online). www.cte.cornell.edu/teaching-ideas/engaging-students/using-
effective-questions.html

8
husna perlu diarahkan pada dimensi empirik -- dengan misalnya-- kita
menjelaskan kepada mereka bahwa Tuhan itu memiliki
sifat Rahman (Maha pengasih), jadi manusia harus optimis dalam
menjalani hidup di dunia ini. Sifat Rahman atau kasih sayang Tuhan
itu diberikan kepada semua hamba-Nya, tanpa pandang bulu, tanpa
diskriminiatif, baik hamba yang mukmin maupun yang tidak, namun
Allah Swt. hanya memberikan kasih sayang (Rahim-Nya) di akhirat
kelak khusus kepada yang Mukmin saja. Oleh sebab itu, jika di dunia
ini orang non-Mukmin belajar kedokteran, maka mereka akan menjadi
Dokter. Namun jika orang Mukmin sendiri tidak belajar kedokteran,
tetapi belajar ilmu klenik, maka mereka akan menjadi Dukun.
Demikian pula, jika orang non-Mukmin bekerja keras mengikuti
hukum ekonomi, maka mereka akan menjadi kaya, ini hukum yang
berlaku di dunia. Begitu pun sebaliknya, jika orang Mukmin malas-
malasan bekerja, maka mereka menjadi miskin. Contoh lain misalnya,
Tuhan itu memiliki sifat Ghafur, Maha Pengampun, karena itu kita
tidak perlu putus asa, walau sudah berbuat dosa kita bisa minta ampun
kepada-Nya, meski begitu kita tidak boleh terus menerus berbuat dosa
kemudian minta ampun. Tuhan itu memiliki sifat Wadud (santun),
karena itu Dia tidak bakal menerlantarkan kita. Demikian pula dengan
sifat Tuhan yang seram-seram, seperti Tuhan itu Maha Perkasa
(Jabbar) dan Pendendam (Dzun Tiqam), hal ini agar manusia tidak
memperlakukan kewajiban-kewajiban Tuhan semaunya atau
seenaknya saja. Sifat-sifat Tuhan yang terkandung dalam al-asma’ al-
husna itulah yang seharusnya memberikan dampak psikologis bagi
anak-anak kita. Ketika menjelaskan sifat mahamengetahuinya Tuhan
(al-‘alim) dan kemahabijaksanaan-Nya (al-hakim) bisa dijelaskan
melalui fenomena empirik di sekeliling kita. Misalnya diungkapkan
sebuah kisah seorang Musafir yang sedang berteduh di bawah pohon
beringin besar lagi rindang yang buahnya kecil-kecil, sementatara itu
di hadapannya tumbuh buah semangka besar yang batangnya kecil

9
merambat di tanah. Ketika seorang Musafir itu terbersit di hatinya
untuk menganggap kenyataan ini janggal, maka serta merta ia
kejatuhan buah beringin itu. Seketika itu juga ia sadar, bahwa apa yang
diciptakan Tuhan itu benar adanya (Rabbana ma Khalaqta Hadzha
Bathila…). Karena itu, kita perlu memperkaya mata pelajaran Aqidah
dengan pengembangan-pengembangan seperti ini, bahwa untuk
menunjukkan kemahakuasaan Allah Swt. cukup ditunjukkan pada
penciptaan (makhluk)-Nya yang terhampar di jagat raya ini (tafakkaru
fi khalqillah wala tafakkaru fi dzatihi). Masih banyak contoh lain yang
bisa dikembangkan terkait dengan ini, sehingga aspek afektif dan
psikomotor dapat dicapai sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Sementara itu materi
b. Qur’an-Hadis menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan
benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta
mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur'an
merupakan wahyu Tuhan yang kebenarannya bersifat absolut. Jika
dilihat dari aspek psikologis --dalam konteks mempelajari al-Qur’an--
belajar membaca dengan benar dan baik, serta menghafal ayat-ayat al-
Qur’an --terutama surat-surat pendek-- akan lebih melekat dan
bertahan lama jika dimulai pada usia SD/MI (6 – 12 tahun). Belajar
membaca dan menulis serta menghafal al-Qur’an tersebut perlu
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dari waktu ke
waktu atau hari ke hari (sustainable). Jika dilakukan pada hari tertentu
(hari senin jam pertama dan kedua misalnya, karena PAI hanya 2 jam
pelajaran) kemudian disusul pada hari senin berikutnya dan seterusnya
sampai beberapa semester, maka kecil kemungkinannya untuk dapat
melekat dan tahan lama dalam ingatannya, terutama jika tidak
didukung oleh pendidikan agama dalam keluarga dan masyarakat
(seperti pendidikan agama pada TPQ/TPA/TKA dan sebagainya).
Dilihat dari aspek psikologi agama, bahwa siswa MI/SD yang
sudah aqil baligh, berkewajiban untuk menjalankan ibadah shalat

10
(mukallaf). Pada periode ini mereka membutuhkan pemahaman al-
Qur’an baik dari segi arti lafdhiyah (tekstual) maupun kandungan
makna dan mengaitkannya dengan fenomena alam, sosial, budaya,
politik, ekonomi dan lain-lainnya (kontekstual), sehingga dapat
menambah ke-khusyu’an dalam beribadah dan mampu membangun
kesadaran beragama (religious conciousness) anak. Al-Quran dengan
demikian benar-benar menjadi hudan (petunjuk dalam
kehidupan), furqan (pembeda antara yang haq dan bathil, antara yang
benar dan salah, dan antara yang baik dan buruk), obat psikologis bagi
manusia beriman (syifa’ ma fi al-shudur). Tujuan pengembangan
materi ini adalah sebagai upaya mencari alternatif untuk meningkatkan
hasil belajar dan transfer belajar, memberi dan meningkatkan wawasan
guru terhadap materi pembelajaran agar dicapai hasil belajar yang
maksimal. 9
c. Al-Qur’an-Hadis merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga
merupakan sumber Aqidah-Akhlak, Syari’ah/Fiqh
(ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur
tersebut. Aqidah (ushuluddin) atau keimanan merupakan akar atau
pokok agama. Syariah/Fiqh (ibadah, muamalah) dan Akhlak bertitik
tolak dari Aqidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi dari
Aqidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syari’ah/Fiqh merupakan
sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Akhlaq
merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam
arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan
manusia dan lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan
kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya
(politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni,
iptek, olahraga/kesehatan, dan lain-lain) yang dilandasi oleh Aqidah

11
yang kokoh. Sedangkan tarikh (sejarah) Kebudayaan Islam merupakan
perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa
dalam usaha bersyariah (beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak
serta dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang juga dilandasi
oleh Aqidah. Sementara itu materi
d. Akhlak adalah bagian dari mata pelajaran PAI yang diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik agar memiliki moral dan etika Islam sebagai
keseluruan pribadi Muslim dan dimalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi Akhlaq menekankan pada pembiasaan untuk menerapkan
akhlak terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan menjauhi akhlak tercela
(al-akhlaq al-mazmumah) dalam kehidupan sehari-hari. Akhlaq
mempelajari relasi antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan alam semesta (Ihsan). Relasi atau
hubungan ketiganya ini harus harmonis sebagaimana yang ditunjukkan
dalam al-Qur’an surat al-Qashash: 77. Bahwa manusia harus mentaati
perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, berbuat baik kepada
sesama manusia dan juga makhluk lain, termasuk mampu menjaga dan
merawat kelestraian alam sebagai anugerah Allah Swt. ini. Materi
e. Fiqh adalah bagian mata pelajaran PAI yang diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik agar dapat mengenal, memahami,
menghayati, dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi
dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, serta pengalaman. Materi Fiqh menekankan pada
kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan
baik, bersifat fleksibel dan kontekstual. Oleh sebab itu, hal-hal yang
terkait dengan ibadah mahdhah sedapat mungkin dijelaskan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, misalnya soal
makna wudhu’ dan shalat ditinjau dari aspek kesehatan, psikologis dan
sosial. Demikian pula tentang najis dan haram yang harus dijauhi oleh

12
umat Islam. Semua itu perlu dijelaskan dalam konteks kehidupan
kontemporer. Sedangkan materi 10
f. Tarikh atau Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah bagian dari
mata pelajaran PAI yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik
agar memiliki pemahaman terhadap apa yang telah diperbuat oleh
Islam dan kaum Muslimin sebagai katalisator proses perubahan sesuai
dengan tahapan kehidupan mereka pada masing-masing waktu, tempat
dan masa, untuk dijadikan sebagai pedoman hidup ke depan bagi umat
Islam. Materi SKI juga menekankan pada kemampuan mengambil
hikmah dan pelajaran (’ibrah) dari peristiwa-peristiwa bersejarah pada
masa lalu yang menyangkut berbagai aspek: sosial, budaya, politik,
ekonomi, iptek dan seterusnya, serta meneladani sifat dan sikap para
tokoh berprestasi, dari Nabi Muhammad Saw., para sahabat hingga
para tokoh sesudahnya bagi pengembangan kebudayaan dan peradaban
Islam masa kini. Prinsip yang digunakan dalam melihat sejarah masa
lalu adalah: ”Meneladani hal-hal yang baik dan meninggalkan hal-hal
yang buruk serta mengambil hikmah dan ’ibrah dari peristiwa masa
lalu tersebut untuk pelajaran masa kini dan mendatang”, History is
mirror of past and lesson for present. Pelajaran SKI juga harus
berwawasan transformatif-inovatif dan dinamis.
g. Kompetensi Dasar dan Indikator Kompetensi Dasar adalah
kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu (sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi).
Sedangkan Indikator Kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur
dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi
dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator
merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan
tanda-tanda, perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan
oleh peserta didik. Indikator dirumuskan dalam kata kerja oprasional

10

13
yang dapat diukur dan dapat diobservasi, sehingga dapat digunakan
sebagai dasar dalam menyusun alat penilaian.
h. Pendekatan dalam Materi PAI Paling tidak dalam pembelajaran kita
harus memahami dua pendekatan: pertama, pendekatan Content
Treatment Interactions (CTI) yang berasumsi bahwa suatu
pembelajaran tidak akan selalu cocok untuk setiap jenis isi materi
pembelajaran yang diajarkan. Kedua, pendekatan Attitude Treatment
Interaction (ATI) yang berasumsi bahwa suatu perlakuan pembelajaran
tidak akan selalu cocok untuk setiap keunikan karakteristik individu
peserta didik (siswa). Dalam pembelajaran PAI idealnya kita dapat
memberikan secara terpadu dan menyeluruh. Lihat bagan berikut:
Aspek Holistik Pendidikan Agama Islam11

Aspek Holistik Contoh

Pembelajaran seumur hidup, bersifat


Tujuan komprehensif, menjadikan peserta didik
sebagai khaira ummah.

Pemahaman anak secara utuh; pikiran,


Pandangan Terhadap Peserta
tubuh, jiwa, multi intelegensi, dan juga
Didik
gaya belajar.

Gagasan yang powerful dan pertanyaan-


Apa Yang Harus Diajarkan pertanyaan brillian terhadap dunia secara
utuh (multikultural).

Kurikulum terpadu,
Bagaimana Mengorganisir
pembelajaran integrated.

Sesuai dengan kemampuan peserta didik,


Bagaimana Mengajarkannya pengajaran yang bervariasi, pemanfaatan
lingkungan.

E. Tujuan Mata Pelajaran PAI di Sekolah/ Madrasah :


a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pengetahuan,
penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengala- man peserta

11
Lebih detail baca, M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu: Menuju Pembentukan
Generasi Ulul Albab Malang, UIN Press, 2008

14
didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia Muslim yang
terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
b. Mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak
mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas,
produktif, jujur, adil, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga
keharmonisan hidup secara personal dan sosial serta mengembangkan
12
budaya religius dalam komunitas sekolah/ madrasah.
1. Memahami Karakteristik Materi dan Peserta Didik
Memahami karakteristik materi dan kompetensi yang hendak
dicapai meliputi tiga aspek: kognitif, afektif, dan psikomotor. Sementara
kita juga harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat, dan kondisi
peserta didik. Dalam psikologi perkembangan anak, dikenal
perkembangan sebagai berikut: Usia 0 – 3 tahun: periode perkembangan
fisik, yaitu perlu gizi, imunisasi, kesehatan lingkungan, serta perlu
perhatian dan kasih sayang. Usia 3 – 6 tahun: masa perkembangan bahasa,
masa peka untuk mengajari bahasa yang baik, santun dan benar. Periode 1
dan 2 tersebut memerlukan perhatian orang tua karena waktu di rumah
lebih banyak. Usia 6 – 9 tahun: masa social imitation, diperlukan figur
yang dapat memberi contoh dan teladan yang baik dari orang-orang
sekitarnya: keluarga, guru dan teman-teman sepermainan. Usia 9 – 12
tahun: disebut sebagai star of individualization, ingin mendapat perhatian,
bersikap selalu ingin dimanja dan diperhatikan oleh lingkungannya, dan
mulai menunjukkan sikap memberontak. Usia 12 – 15 tahun: masa social
adjustment, mulai masuk proses pematangan, mulai menyadari adanya
lawan jenis, muncul sikap humanistik, perlu bimbingan dan internalisasi
(penanaman) nilai-nilai islami dan nilai-nilai yang luhur. Usia 15 – 18
tahun: mulai dewasa, menginginkan otonomi, tidak suka selalu diatur dan
dikendalikan, mereka sudah ingin terlibat dalam realitas kehidupan.
Dengan memahami perkembangan psikologi anak di atas, maka

12
Davies, A., Fidler, D. and Gorbis, M. 2011. Future Work Skills 2020. Palo Alto, Calif.,
University of Phoenix Research Institute.

15
diharapkan apa yang hendak disampaikan oleh guru kepada peserta didik
akan tercapai sesuai dengan kondisi usia anak tersebut dan relevan dengan
materi yang diberikan. Sehingga dengan demikian, antara teknik
penyampaian dan materi yang diberikan akan selalu relevan dan
kontekstual. Demikian mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu A’lam bi al-
Shawab.
Penjelasan mengenai pendidikan penguatan karakter (PPK), Hots, dan 4C
pada kurikulum 2013 Revisi. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang
merupakan pengganti kurikulum KTSP. Dalam penyusunan perangkat
pembelajaran pada tiap-tiap kurikulum memiliki model yang berbeda-beda.
Seperti yang saat ini di gunakan pada kurikulum 2013 dimana dalam
pembuatan RPP kurikulum 2013 dalam komponen penyusunannya harus memuat
empat hal.
Keempat hal tersebut yaitu penguatan pendidikan karakter ( PPK ),
LITERASI, higher order thinking skills ( HOTS ), dan 4C ( Communication,
Collaboration, Critical Thinking and problem solving, dan Creativity and
Innovation ).
Selain ke empat hal tersebut pada artikel saya yang terbaru saya juga telah
membahas mengenai arti dari 6C pada penyusunan soal baik soal USBN maupun
soal-soal lain yang harus memuat aspek level kognitif C1,C2,C3,C4,C5,C6. Selain
itu Aspek 6C tersebut juga sangat penting dalam penyusunan perangkat
pembelajaran. 13
Pada postingan kali ini penulis ingin menjabarkan sedikit mengenai
pengertian dari PPK, LITERASI, HOTS dan 4C, karena dengan memahami
keempat hal tersebut maka dalam menyusun dan membuat perangkat
pembelajaran dalam hal ini RPP akan dapat dengan mudah menempatkan dan
mengaitkan keempat hal tersebut ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
yang akan di buat.
Berikut ini pengertian dari PPK, LITERASI, HOTS dan 4C.
13
Delors, J., Al Mufti, I., Amagi, I., Carneiro, R., Chiung, F., Geremek, B.,
Gorham, W., Kornhauser, A., Manley, M., Padrón Quero, M., Savané, M-A., Singh,

16
1. PENGERTIAN PPK
PPK merupakan singkatan dari penguatan pendidikan karakter
yang memiliki arti sebagai suatu gerakan yang mencerminkan pendidikan
yang berkarakter dengan harapan dapat memperkuat karakter para peserta
didik melalui harmonisasi olah hati,olah rasa,olah pikir dan olah raga yang
dikembangkan secara bersama-sama baik dalam satuan pendidikan,
keluarga, serta masyarakat.
Penguatan pendidikan karakter bertujuan untuk membangun dan
membekali peserta didik yang merupakan generasi emas Indonesia di
tahun 2045 dalam menghadapi dinamika perubahan di masa depan, selain
itu dengan PPK juga dapat mengembangkan platform pendidikan nasional
yang menjadikan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dengan
memperhatikan keberagaman budaya yang ada di deluruh wilayah
Indonesia.14
2. PENGERTIAN LITERASI
Literasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan baik perorangan maupun
secara bersama-sama dalam hal mengakses, memahami dan menggunakan seseatu
melalui aktivitas membaca, menulis, melihat, menyimak dan berbicara.
Membaca merupakan salah satu kegiatan berliterasi untuk mengasah
keterampilan berbahasa dalam proses pembelajaran, karena dengan membaca
peserta didik dapat memperoleh informasi. Literasi tidak dapat dipisahkan dari
dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal,
memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan
secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran
yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari
sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital,
dan auditori.
14
K., Stavenhagen, R., Won Suhr, M. and Nanzhao, Z. 1996. Learning: The Treasure
Within: Report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-First
Century. Paris, UNESCO

17
Salah satu kegiatan literasi sekolah yaitu menjadikan sekolah sebagai
taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu
mengelola pengetahuan.
Literasi dapat dijabarkan menjadi ; Literasi Dini (Early Literacy), Literasi
Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media
(Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual
(Visual Literacy).
Gerakan literasi sekolah dapat menumbuhkan rasa untuk memupuk
kebiasaan dalam membaca agar peserta didik dapat memiliki wawasan dan
pengetahuan yang luas tentang dunia.15
3. PENGERTIAN HOTS
HOTS merupakan singkatan dari higher order thinking skills yang artinya
adalah kemampuan berpikir kritis,logis,dan kreatif yang merupakan cara berfikir
tingkat tinggi yang terdiri atas kemampuan menganalis,mengevaluasi dan
mencipta.
Setiap jenjang HOTS memiliki kemampuan yang berbeda seperti pada
kemampuan menganalisis yang artinya dapat mengelompokkan serta memilih
informasi sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Pada kemampuan
mengevaluasi artinya mampu untuk menentukan kesesuaian antara masalah yang
terjadi dan dapat menyelesaikan suatu masalah dengan baik. Pada kemampuan
mencipta artinya mampu membuat,mendesain dan mengembangkan suatu produk
sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas.
4. PENGERTIAN 4C
4C merupakan singkatan dari Communication, Collaboration, Critical
Thinking and problem solving, dan Creativity and Innovation.
1. Komunikasi merupakan suatu kegiatan berbagi informasi baik yang
dilakukan secara lisan maupun secara tertulis. Tidak semua orang dapat
melakukan komunikasi dengan baik dimana terkadang ada orang yang
dapat berinteraksi atau menyampaikan sesuatu secara lisan dan tidak dapat

15
Furlong, J. and Davies, C. 2012. Young people, new technologies and learning at home:
taking context seriously Oxford Review of Education, Vol. 38, No. 1, pp. 45-62

18
menginformasikannya secara tertulis begitu juga sebaliknya ada orang
yang dapat menyampaikan informasi hanya secara tertulis saja dan tidak
bisa menyampaikannya secara lisan.
2. Kolaborasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama
dalam hal bekerja untuk melakukan sesuatu sesuai tanggung jawab
bersama sehingga dapat menghasilkan pencapaian dan tujuan yang sesuai
dengan yang diharapkan.
3. Berpikir kritis dan menyelesaikan masalah merupakan kemampuan untuk
memahami sebuah masalah yang rumit dan menemukan solusi dari
permasalahan tersebut melalui berbagai cara sehingga dapat memberikan
hasil yang baik sesuai dengan yang diharapkan.
4. Kreativitas dan inovasi merupakan suatu kemampuan dalam
menyampaikan,mengembangkan dan menciptakan gagasan-gagasan baru
sehingga dapat menghasilkan suatu penemuan baru yang memiliki nilai
tinggi dalam hasil yang di peroleh.
Kreativitas dan inovasi sangat di perlukan dalam dunia pendidikan agar
peserta didik mampu untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang
lain.
Demikianlah pengetahuan yang dapat penulis jelaskan melalui postingan
ini, semoga apa yang telah di jelaskan dapat menambah wawasan dalam membuat
dan mengembangkan perangkat pembelajaran yang di terapkan pada kurikulum
2013.16

16
Griffin, P., McGaw, B. and Care, E. (eds). 2012. Assessment and Teaching of 21st
Century Skills. Dordrecht, NL, Springer

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mempersiapkan siswa untuk bekerja, menjadi warga negara yang
baik dan mampu menghadapi kehidupan di abad ke-21 merupakan suatu
perjuangan. Globalisasi, teknologi, migrasi, kompetisi internasional, perubahan
pasar global, lingkungan transnasional dan perubahan politik semuanya mengarah
pada kebutuhan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan oleh siswa
untuk dapat sukses pada abad ke-21. Diperlukan pendekatan baru yang
dapat mengakomodasi karakteristik siswa saat ini dalam pembelajaran di kelas,
sejak mereka pada tahap awal pendidikan formal, tidak perlu menunggu sampai
mereka di jenjang perpendidikan tinggi. Hal ini menjadi fokus bahan kajian atau
penelitian untuk mengembangkan ragam kurikulum, pendekatan, model, strategi,
metode, penilaian dan segala hal terkait, yang efektif dalam penyiapan
kompetensi dan keterampilan siswa menuju abad ke-21.
Setelah mengetahui secara sekilas tentang berbagai hal terkait
keterampilan abad ke-21, penelitian apakah yang bisa kita lakukan sebagai
upaya berkontribusi terhadap penyiapan sumber daya yang memiliki
keterampilan tersebut? Saat ini berkembang berbagai penelitian terkait
keterampilan abad ke-21, bahkan terdapat jurnal internasional yang berfokus pada
keterampilan abad ke-21 seperti Problems of Education in the 21st Century. Mari
kita diskusikan bersama.

20
RUJUKAN

Ananiadou, K. and Claro, M. 2009. 21st Century Skills and Competences for New
Millennium Learners in OECD Countries. OECD Education Working
Papers, No. 41. Paris, OECD Publishing.

Barrett, M., Byram, M., Lázár, I., Mompoint-Gaillard, P. and Philippou, S. 2014.
Developing Intercultural Competence through Education. Pestalozzi
Series No. 3. Strasbourg, Council of Europe Publishing.

Barron, B. and Darling-Hammond, L. 2008. Teaching for meaningful learning: a


review of research on inquiry-based and cooperative learning. L.

Barry, M. 2012. What skills will you need to succeed in the future? Phoenix
Forward (online).

Tempe, AZ, University of Phoenix.

Bialik, M. and Fadel, C. 2015. Skills for the 
21st Century: What Should
Students Learn? Center for

Curriculum Redesign Boston, Massachusetts. www.curriculumredesign.org

Bolstad, R. 2011. Taking a ‘Future Focus’ in Education – What Does It Mean?


NZCER Working

Paper. Wellington, New Zealand Council for Educational Research.

Carneiro, R. and Draxler, A. 2008. Education for the 21st century: lessons and
challenges. European Journal of Education, Vol. 43, No. 2, pp. 149-160.

Cornell University Center for Teaching Excellence. 2014. Using Effective


Questions (online). www.cte.cornell.edu/teaching-ideas/engaging-
students/using-effective-questions.html

Darling-Hammond, B. Barron, P.D. Pearson, A.H. Schoenfeld, E.K. Stage, T.D.


Zimmerman, G.N.

Cervetti and J.L. Tilson (eds), Powerful Learning: What We Know About
Teaching for

Understanding. San Francisco, Calif., Jossey-Bass/John Wiley & Sons.

Davies, A., Fidler, D. and Gorbis, M. 2011. Future Work Skills 2020. Palo Alto,
Calif., University of Phoenix Research Institute.

21
Delors, J., Al Mufti, I., Amagi, I., Carneiro, R., Chiung, F., Geremek, B., Gorham,
W., Kornhauser, A., Manley, M., Padrón Quero, M., Savané, M-A., Singh,

K., Stavenhagen, R., Won Suhr, M. and Nanzhao, Z. 1996. Learning: The
Treasure Within: Report to UNESCO of the International Commission on
Education for the Twenty-First Century. Paris, UNESCO.

Furlong, J. and Davies, C. 2012. Young people, new technologies and learning at
home: taking context seriously Oxford Review of Education, Vol. 38, No.
1, pp. 45-62.

Griffin, P., McGaw, B. and Care, E. (eds). 2012. Assessment and Teaching of
21st Century Skills. Dordrecht, NL, Springer.

Hampson, M., Patton, A. and Shanks, L. 2011. Ten Ideas for 21st Century
Education. London, Innovation Unit.

Herring, S. 2012. Transforming the workplace: critical skills and learning


methods for the successful 21st century worker. Big Think (online).
http://bigthink.com/expertscorner/transforming-the- workplace-critical-
skills-andlearning-methods-for-the-successful-21st-century-worker.

Nichols, J. 2013. 4 Essential Rules of 21st Century Learning.


[Online]. Tersedia di:

http://www.teachthought.com/learning/4-essential-rules-of-21stcentury-learning/.
Diakses 5 Desember 2016.

22

Anda mungkin juga menyukai