Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

A. KETERAMPILAN ABAD 21

Penggunaan istilah keterampilan abad21, karena istilah ini lebih sering


digunakan di berbagai belahan dunia. Banyak kalangan pendidik yang
mendefinisikan keterampilan abad 21 sebagai keterampilan “berpikir tingkat
tinggi," hasil belajar yang lebih dalam," dan " kemampuan komunikasi".
Saavedra dan Opfer (2012) mendefinisikan keterampilan abad 21 ke dalam empat
kategori berikut:

1. cara berpikir: kreativitas dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah,


pengambilan keputusan, dan belajar bagaimana belajar (atau metakognisi),
2. cara kerja: komunikasi dan kerja sama dalam kelompok,
3. alat untuk kerja: pengetahuan umum dan literasi teknologi komunikasi
informasi (ICT),
4. Hidup sebagai warganegara: kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan
tanggung jawab pribadi dan sosial, termasuk kesadaran budaya dan
kompetensi.

Wagner (2008) mengusulkan agar siswa dibekali tujuh keterampilan untuk


bertahan hidup di abad 21 sebagai berikut:

1. berpikir kritis dan pemecahan masalah,


2. kolaborasi dan kepemimpinan,
3. kelincahan dan kemampuan beradaptasi,
4. inisiatif dan wirausaha,
5. komunikasi yang efektif baik lisan maupun tertulis,
6. mengakses dan menganalisa informasi,
7. rasa ingin tahu dan imajinasi.

Sebagian ahli menekankan keterampilan abad 21 pada penguasaan teknologi,


sikap dan nilai-nilai. Definisi atau pengertian keterampilan abad 21 tersebut di
atas disampaikan dengan cara berbeda, namun penekannya pada: berpikir
kompleks atau tingkat tinggi (kreativitas, metakognisi), komunikasi, kolaborasi
dan lebih menuntut mengajar dan belajar daripada menghafal. Sesuai dengan yang
disampaikan Roekel (tanpa tahun) keterampilan abad 21 yang 3 harus dikuasai
oleh siswa adalah 4 C yaitu:

1. Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan pemecahanan


masalah).

Murdoch University (2008) mengutip pendapat Ennis, berpikir kritis adalah


suatu proses, yang berfokus pada mengambil keputusan yang layak tentang apa
yang dipercaya dan dilakukan. Berpikir kritis menurut AMSC (Mahanal, 2009)
digambarkan sebagai ketertiban mengarahkan pikiran diri sendiri yang
menunjukkan keterampilan-keterampilan intelektual dan kemampuan
metakognisi. Pada keterampilan ini peserta didik dituntut menunjukkan
kemampuan berikut:

1. berfokus pada masalah (mengidentifikasi dan memecahkan masalah),


2. menganalisis argumen,
3. bertanya dan menjawab pertanyaan,
4. menentuan sumber yang kredibel,
5. menentukan dan melakukan obsevasi,
6. melakukan deduksi,
7. melakukan induksi,
8. menentukan dan membuat evaluasi,
9. memberikan definisi,
10. mengidentifikasi asumsi,
11. memutuskan dan melakukan,
12. berinteraksi dengan yang lain, dan metakognisi (Murdoch University,
2008; Mahanal, 2009).

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal
intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan bagian yang
fundamental dari kematangan manusia. Terdapat hubungan yang signifikan antara
berpikir kritis dengan hasil belajar. Berpikir kritis memberikan kontribusi
keberhasilan belajar baik ditingkat pendidikan dasar, menengah maupun
perguruan tinggi.

Berpikir kritis juga memberi kontribusi dalam kesuksesan karier. Pembiasaan


belajar berpikir kritis berdampak pada kemampuan siswa dalam mengembangkan
keterampilan lain, seperti peningkatanan kemampuan berpikir tingkat yang lebih
tinggi, kemampuan analisis, dan peningkatan pengolahan pikiran. Mengajarkan
berpikir kritis dan memecahkan masalah secara efektif dalam kelas sangat penting
bagi siswa. Keterampilan berpikir kritis dapat diajarkan di sekolah melalui proses
pembelajaran. Beberapa penelitian membuktikan bahwa strategi pembelajaran
berbasis konstruktivis dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

2. Comunication (Komunikasi)

Pada keterampilan ini peserta didik dituntut mampu:

1. memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif,


2. menyampaikan pikiran dan ide-ide secara efektif dalam berbagai bentuk
dan isi baik secara lisan, tertulis, dan multimedia.
3. mendengarkan secara efektif untuk memahami makna, termasuk
pengetahuan, nilai, sikap, dan minat.
4. menggunakan komunikasi untuk berbagai tujuan (misal untuk memberi
informasi, instruksi, memotivasi, dan persuasi),
5. memanfaatkan media komunikasi dan teknologi, dan tahu bagaimana
menilai efektifitas dan dampaknya,
6. berkomunikasi secara efektif dalam berbagai lingkungan (termasuk
multibahasa dan multikultural)

Siswa harus mampu secara efektif menganalisa dan memproses sumber


informasi termasuk mengidentifikasi keakuratan sumber informasi dan
memanfaatkan sumber informasi secara efektif. Pemanfaatan media komunikasi
modern membuat pembelajaran lebih efektif; keterampilan komunikasi membuat
pengajaran lebih kuat. Menurut kalangan pendidik membaca dengan lancar, pidato
yang benar, dan menulis yang jelas adalah keterampilan komunikasi yang tingkat
dasar.

Keterampilan komunikasi lisan dan tertulis memberi kontribusi


pengembangan karier di abad 21. Sekarang ini dalam kerjasama global
komunikasi bahasa dan budaya yang efektif 4 berkontribusi untuk keberhasilan
kerjasama tersebut. Keterampilan komunikasi seperti hubungan antara karyawan
dengan pelanggan, antara sesama karyawan diperlukan dalam memperluas
layanan ekonomi. Mendengarkan, empati, dan keterampilan komunikasi yang
efektif adalah keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap orang yang terlibat
dalam perekonomian jasa. Ekonom Levy dan Mundane (NEA, tanpa tahun)
menegaskan pentingnya komunikasi di tempat kerja saat ini; karena komunikasi
yang kompleks melibatkan penjelasan, negosiasi, dan bentuk-bentuk interaksi
manusia yang intens.

3. Colaboration (Kolaborasi)

Beberapa indikator bahwa siswa mempunyai keterampilan berkolaborasi adalah


sebagai berikut.

1. Menunjukkan kemampuan bekerja sama dalam kelompok secara efektif


dan saling menghormati,
2. fleksibilitas secara pribadi, kemauan saling membantu, berkompromi
untuk mencapai tujuan bersama ,
3. bekerja secara produktif dengan yang lain, bertanggung jawab dan
berkontribusi terhadap pekerjaan.

Dalam dekade terakhir kolaborasi telah diterima sebagai keterampilan yang


penting untuk mencapai hasil yang berarti dan efektif. Kolaborasi tidak hanya
penting tetapi yang diperlukan bagi pelajar/mahasiswa dan karyawan, karena
globalisasi dan munculnya teknologi. Dibandingkan dengan kerja individual,
kolaborasi tidak hanya menciptakan hasil yang lebih holistik, tetapi juga juga
menghasilkan pengetahuan yang lebih banyak. Siswa bekerja secara kolaboratif
dalam kelompok dapat menghasilkan lebih banyak pengetahuan. Dengan
demikian berkolaborasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa
untuk keberhasilan dalam masyarakat global.

4. Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)

Kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu, menerapkan suatu bentuk


baru, menghasilkan keterampilan imajinatif, atau untuk membuat sesuatu yang
sudah ada menjadi sesuatu yang baru (Greenstein, 2012). NEA (tanpa tahun)
membedakan kreativitas menjadi

1. berpikir kreatif, dan


2. bekerja kreatif.

Indikator berpikir kreatif sebagai berikut:

1. mampu mengunakan berbagai cara untuk menghasilkan ide misalnya


melalui curah pendapat (diskusi),
2. membuat ide-ide baru dan dan menambahkan ide,
3. mengelaborasi, memperbaiki, menganalisa, dan mengevaluasi ide-ide
orisinal untuk meningkatkan dan memaksimalkan usaha kreatif.

Bekerja kreatif meliputi hal-hal berikut:

1. mengembangkan, melaksanakan, dan mengkomunikasikan ide baru


kepada orang lain secara efektif,
2. terbuka dan responsif terhadap hal baru dan beragam perspektif,
3. menerima masukan kelompok dan umpan balik,
4. menunjukkan orisinalitas cipta dalam bekerja serta memahami batas-batas
dalam mengadopsi ide-ide baru,
5. menganggap bahwa kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar,
6. memahami bahwa kreativitas dan inovasi bagian dari rangkaian proses
yang panjang. Inovasi diartikan sebagai kebaruan.

Implementasi inovasi yaitu menerapkan ide menjadi nyata dan memberi


kontribusi yang nyata di lapangan. Kreativitas erat kaitannya dengan beberapa
keterampilan lain seperti berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, dan
kolaborasi. Inovasi saat ini memiliki komponen sosial dan membutuhkan adaptasi,
kepemimpinan, kerja sama tim, dan keterampilan interpersonal. Kemampuan
untuk berinovasi terkait dengan kemampuan untuk terhubung dengan orang lain
dengan fasilitas untuk komunikasi dan kolaborasi. 5 Individu-individu masa depan
tumbuh sesuai masanya, yaitu individu-individu dengan pola pikir, kreasi, dan
tuntutan yang berbeda dengan sekarang. Jika siswa meninggalkan sekolah tanpa
mengetahui bagaimana untuk terus berkreasi dan berinovasi, mereka tidak siap
untuk menghadapi tantangan masyarakat dan lapangan kerja abad 21. Sekarang ini
(abad 21) persaingan global dan otomatisasi tugas, kemampuan berinovasi dan
semangat berkreasi adalah persyaratan menjadi pribadi yang professional dan
sukses.

B. Keterampilan Abad21

Ada tiga alasan mengapa dibutuhkan keterampilan abad 21: ekonomi,


kewarganegaraan, dan globalisasi. Ketiga alasan tesebut masing-masing
memotivasi perlunya keterampilan abad ke-21 dari perspektif yang berbeda, tetapi
mereka tidak bertentangan. Sebaliknya, mereka saling melengkapi satu sama lain
karena keterampilan dan pengetahuan diperlukan untuk terlibat dalam bidang
ekonomi, kewarganegaraan dan globalisasi adalah saling terkait dan tumpang
tindih.

1. Alasan ekonomi.

Salah satu keterampilan abad 21 adalah menekankan pada penguasaan


teknologi. Komputer dan mesin dapat menekan biaya seefektif mungkin karena
dapat menggantikan tenaga manusia yang sifatnya rutinitas atau keterampilan
dasar. Penawaran dan permintaan di pasar global membutuhkan sedikit orang
dengan keterampilan dasar, dan lebih banyak membutuhkan orang dengan
keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berkomunikasi untuk
masalah dan lingkungan baru.

2. Alasan kewarganegaraan.
Kewargaanegaraan (hidup berbangsa dan bernegara) menjadi alasan yang
kuat bagi sekolah untuk membekali siswa dengan keterampilan abad 21. Dalam
kontek hidup di abad21, siswa membutuhkan dasar pengetahuan
kewarganegaraan. Pembelajaran hafalan dengan membaca informasi tentang
pemerintahan dan kewarganegaraan bukanlah cara yang cukup untuk
meningkatkan keterlibatan siswa kelak dalam berbangsa dan bernegara. Siswa
juga perlu belajar bagaimana dan mengapa harus menjadi warga Negara baik,
berpikir kritis sehingga mereka dapat menganalisis berita, mengidentifikasi
masalah, mampu memecahkan masalah, belajar mengambil keputusan sehingga
mereka dapat mengusulkan atau meninjau kebijakan untuk mengatasi tantangan
sosial. Siswa harus belajar bekerjasama dengan orang lain jika mereka ingin
melayani secara efektif atau berpartisipasi dalam organisasi sosial maupun politik.

Siswa harus mampu berkomunikasi secara efektif secara lisan dan tertulis
sehingga mereka dapat berbagi pendapat secara terbuka, membela hak-hak
mereka, mengusulkan kebijakan baru, dan seterusnya. Tanpa keterampilan abad
ke-21, warga Negara tidak bisa melaksanakan hak dan tanggung jawab yang
berkontribusi bagi bangsa dan Negara.

3. Alasan globalisasi.

Migrasi global, internet, penerbangan jarak jauh, pasar internasional,


ketidakstabilan iklim, perang internasional, adalah faktor-faktor yang saling
terkait. Negara-negara di dunia ini bahkan individu-individu di dunia ini
merupakan bagian perekonomian global dan komunitas global. Keterkaitan ini
membuatnya bahkan lebih mendesak bagi siswa di seluruh dunia untuk belajar
bagaimana berkomunikasi, berkolaborasi, dan memecahkan masalah dengan
masyarakat seluruh dunia.

C. Bagaimana Mengajarkan Keterampilan Abad21

Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi


yang memiliki keterampilan abad 21(berpikir kritis dan pemecahan masalah,
komunikasi, kolaborasi, 6 kreativitas dan inovasi). Namun, apakah benar
ketrampilan abad 21 merupakan sesuatu yang baru? Sejatinya keterampilan abad
21 bukan hal yang baru dalam dunia pendidikan. Socrates yang hidup pada (470-
399 SM) mengajarkan keterampilan berpikir melalui dialog. John Dewey pada
abad 20 (1933) telah mengenalkan pemberdayaan berpikir kritis melalui problem
solving. Sebenarnya, yang baru adalah perubahan dalam perekonomian dunia,
berarti bahwa keberhasilan kolektif dan individu tergantung pada memiliki
keterampilan tersebut.

Bila masa lalu keterampilan-keterampilan tersebut tidak sengaja dirancang


dalam pembelajaran, maka sekarang keterampilan-keterampilan tersebut harus
diajarkan dengan sengaja dan efektif" sedini mungkin dan berkesinambungan.
Apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa siswa memiliki akses ke
pendidikan yang sengaja membekali keterampilan abad 21? Upaya yang telah
dilakukan pemerintah Indonesia melalui penyempurnaan kurikulum dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia tenaga pendidik (Guru).

Penyempurnaan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 membawa


konsekwensi perubahan pada standar pendidikan dasar dan menengah. Dari
delapan standar pendidikan, 4 standar mengalami perubahan yaitu standar
kelulusan, standar proses, standar isi, dan standar penilaian. Perubahan standar
pendidikan tersebut terkait tuntutan kompetensi yang akan dicapai (standar
kelulusan) dalam pendidikan di Indonesia, yaitu mempunyai sikap spiritual dan
sosial, berilmu, cakap dan kreatif sebagai modal pembangunan dan daya saing
dengan bangsa lain. Standar isi disusun seimbang mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Keterampilan ditekankan pada keterampilan
berpikir menuju terbentuknya kreativitas.

Kemampuan psikomotorik adalah penunjang keterampilan. Standar Penilaian


Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan sebagai proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi
sikap,pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga
dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap
standar yang telah ditetapkan

Perubahan standar proses dalam kurikulum 2013 berkaitan dengan perubahan


proses pembelajaran yaitu dari siswa diberi tahu menuju mengajak siswa mencari
tahu. Menurut Permen Dikbud No 65 tahun 2013 tentang standar proses,
kompetensi pembelajaran dapat dicapai melalui aktivitas mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta yang selanjutnya dikenal dengan istilah
pendekatan saintifik. Menurut Dyer, dkk. 2009 kreativitas tidak diturunkan tetapi
dapat dikembangkan melalui pendidikan. Kreativitas dapat dilatihkan dalam
proses pembelajaran melalui kegiatan mengamati, mempertanyakan, mencoba,
mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Juga disampaikan bahwa Pembelajaran
berbasis kecerdasan tidak akan memberikan hasil siginifikan (hanya peningkatan
50%) dibandingkan yang berbasis kreativitas (sampai 200%). Kreativitas
merupakan salah satu kompetensi yang akan dicapai dalam pendidikan di
Indonesia. Selain itu pembelajaran diarahkan untuk kemampuan berpikir, bernalar
dan bekerja ilmiah melalui pembelajaran inkuiri.

Harus kita akui, ujung tombak pelaksana kurikulum adalah guru. Guru
mempunyai peran strageis dalam menyiapkan generasi emas dengan keterampilan
abad 21. Namun, sudah siapkah kita sebagai guru untuk membekali generasi
emas? Sebagai guru yang professional, selain dituntut menguasai materi
pembelajaran secara luas dan mendalam (kompetensi professional) juga dituntut
memahami perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan
murid (kompetensi pedagogi). Sejalan dengan hal di atas, seorang guru harus terus
meningkatkan 7 profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat
mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun
kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik memiliki keterampilan
belajar, mencakup keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to
know), keterampilan dalam pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan
dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu (learning to do), dan keterampilan untuk
dapat hidup berdampingan dengan sesama secara harmonis (learning to
livetogether).

Pemerintah melalui Kemdikbud atau Departemen lain sudah melakukan


upaya-upaya peningkatan profesionalisme guru, misalnya: bea siswa studi lanjut,
sertifikasi guru (PLPG dan PPG), dan pelatihan-pelatihan (in servis training)

Terkait dengan menyiapkan generasi emas, maka guru dituntut mampu


menerapkan model atau strategi pembelajaran yang ditengarai dapat
memberdayakan keterampilan abad 21. Melalui Permen Dikbud No 65 tahun
2013 tentang standar proses pemerintah menyarankan perlu diterapkan
pembelajaran berbasis penelitian (discovery/inquiry learning), dan berbasis
pemecahan masalah(project based learning) untuk mendorong kemampuan
peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun
kelompok.

Model pembelajaran dengan guru menyampaikan pengetahuan faktual melalui


ceramah dan buku teks, tidak melatih siswa menerapkan pengetahuan untuk
konteks baru, berkomunikasi dengan cara yang kompleks, dan memecahkan
masalah atau mengembangkan kreativitas. Singkatnya, pembelajaran yang
demikian bukan cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan abad
21. Modus pembelajaran menurut kurikulum 2013 ada dua, yaitu pembelajaran
langsung dan pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung adalah
proses pendidikan dimana peserta didik mengembangkan pengetahuan,
kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung
dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-
kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan
dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect.
Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses
pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus.
Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap.
Pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan
oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas,
sekolah, dan masyarakat. Dalam sebuah proses belajar, peranan guru sebagai
sosok yang“digugu dan ditiru” adalah penting. ‘Perilaku’ seorang guru akan
menjadi komunikasi (penyampaian pesan) paling efektif dan pengaruhnya sangat
besar pada peserta didik. Perilaku inilah yang akan menjadi ‘teladan’ bagi
kehidupan sosial peserta didik.

Berikut disampaikan ‘9 resep’ bagaimana mengajar keterampilan abad 21.

1. Buatlah relevan dengan kehidupan siswa. Agar efektif, pembelajaran


apapun harus relevan dengan kehidupan siswa. Menghafal pengetahuan
faktual membuat materi pelajaran tampaknya tidak relevan dengan
kehidupan siswa. Salah satu cara untuk membuat pembelajaran relevan
dengan kehidupan, guru dapat memulai dengan menyampaikan topik yang
menarik atau menantang. Isu-isu yang aktual yang terjadi di masyarakat,
misalnya perubahan iklim bagi daerah mereka dan daerah lain dengan
karakteristik geografis yang sama adalah contoh topik yang menarik dan
menantang. Topik yang menantang memerlukan keterlibatan siswa dengan
isu-isu kompleks.
2. Ajarkan melalui disiplin ilmu. Belajar ilmu pengetahuan tidak hanya
belajar konten materi pengetahuannya. Siswa perlu tahu bahwa mereka
mempelajari setiap disiplin ilmu karena ilmu tersebut penting. Demikian
juga siswa juga perlu tahu bagaimana para ahli menciptakan pengetahuan
baru 8 dengan metode ilmiah, bagaimana para ilmuwan melakukan
percobaan, bagaimana mereka mencapai kesimpulan. Masing-masing
langkah ini erat dengan pengembangan keterampilan abad ke-21
3. Mengembangkan keterampilan berpikir tingkat rendah dan tinggi dalam
waktu yang sama. Siswa perlu memahami hubungan antara variabel yang
diberikan dan bagaimana menerapkan pemahaman ini untuk konteks yang
berbeda.
4. Mendorong transfer belajar. Siswa perlu belajar menerapkan keterampilan,
konsep, pengetahuan, sikap atau strategi yang mereka kembangkan dalam
satu konteks dan situasi ke dalam konteks dan situasi yang lain. Kegiatan
berikut adalah salah satu cara melatih siswa mentransfer belajarnya:
a) membimbing siswa untuk melakukan brainstorming tentang cara-
cara menerapkan keterampilan, sikap, atau konsep yang telah
dikembangkan untuk situasi yang lain,
b) Mintalah siswa untuk membuat analogi antara topik yang berbeda,
seperti antara ekosistem dan pasar keuangan. Pakar pendidikan
Shanghai percaya bahwa pelatihan siswa untuk mentransfer
pengetahuan dan keterampilan untuk masalah nyata memberikan
kontribusi terhadap keberhasilan mereka pada PISA 2009.
5. Ajarkan siswa untuk belajar bagaimana belajar (metakognisi). Peters
(2000) menyatakan bahwa metakognisi adalah kecakapan siswa untuk
menyadari dan memonitor proses belajarnya. Lee dan Baylor (2006)
mendiskripsikan keterampilan metakognisi menjadi 4 dimensi yaitu
planning, regulating, evaluating, dan revising. Planning menyangkut
kesadaran mengidentifikasi apa yang telah diketahui, menentukan tujuan
belajar, mempertimbangkan alat bantu belajar, dan mempertimbangkan
bentuk tugas. Regulating meliputi mengontrol kemajuan belajar, kemajuan
menyelesaikan tugas, dan kemajuan tujuan belajar yang telah didapat.
Evaluating meliputi penilaian terhadap pengetahuan yang baru didapat,
menyeting tujuan, dan menyeleksi bahan belajar. Revising meliputi
modifikasi rencana tujuan sebelumnya, strategi-strategi, dan pendekatan
pendekatan belajar lainnya.
6. Memperbaiki miskonsepsi. Banyak orang yang salah konsep tentang
bagaimana dunia bekerja. Kesalahan konsep itu bertahan sampai mereka
memiliki kesempatan untuk mengembangkan penjelasan alternatif.
7. Mendorong kerja sama dalam kelompok . Kemampuan untuk bekerja sama
adalah keterampilan abad ke-21 yang penting. Kolaborasi juga diperlukan
agar pembelajaran optimal. Siswa belajar dalam kelompok lebih baik dari
pada belajar individual. Belajar berpasangan atau kelompok merupakan
cara yang ideal bagi siswa untuk mengembangkan metakognisi dan
keterampilan komunikasi, serta memperbaiki miskonsepsi. Ada banyak
cara yang dilakukan guru untuk merancang pembelajaran yang mendorong
bekerjasama dalam kelompok. Siswa dapat mendiskusikan konsep secara
berpasangan atau kelompok dan berbagi apa yang mereka pahami. Siswa
dapat mengembangkan argumen dalam debat. Siswa dapat bermain peran.
8. Memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran. Teknologi
menawarkan potensi pada siswa dengan cara-cara baru untuk
mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, berpikir kritis, dan
keterampilan komunikasi; berlatih menangani miskonsepsi; dan
berkolaborasi dengan rekan-rekan pada topik yang relevan dengan
kehidupan mereka. Forum berbasis web di mana siswa dan rekan-rekan
mereka dari seluruh dunia dapat berinteraksi, berbagi, debat, dan belajar
dari satu sama lain. Internet itu sendiri juga menyediakan forum untuk
mengembangkan keterampilan abad ke-21 dan 9 pengetahuan. Sifat
sumber yang tak terhitung jumlahnya, memberi kesempatan untuk belajar
menilai sumber-sumber yang reliabel dan valid.
9. Mengembangkan kreativitas siswa. Guru juga dapat memfasilitasi
berkembangnya kreativitas siswa dengan mendorong, mengidentifikasi,
dan membantu siswa untuk mengembangkan mental positif tentang
kemampuan untuk mengembangkan kreativitas siswa. Mengidentifikasi
kreativitas dapat membantu siswa untuk mengenali sendiri kemampuan
kreatif . Guru dapat membimbing secara langsung tentang proses kreatif
dan memberikan kontribusi untuk pengembangan kreativitas.
Pengembangan kreativitas dapat dipelajari melalui masing-masing disiplin
ilmu, bukan hanya melalui seni. Model pembelajaran yang memenuhi
‘resep’ di atas antara lain pembelajaran inkuiri, problem based learning,
dan project base learning.
1. Pembelajaran Inkuiri

Kata inkuiri berasal dari bahasa inggris, yaitu ‘to inquire’ yang berarti
bertanya atau menyelidiki. Pertanyaan merupakan inti dari pembelajaran berbasisi
inkuiri. Pertanyaan dapat menuntun untuk melakukan penyelidikan sebagai usaha
peserta didik dalam memahami materi pelajaran. Inkuiry bukan monopoli
pembelajaran sains, tetapi juga bisa diterapkan pada matapelajaran lain seperti
IPS. Pembelajaran berbasis inkuiri adalah pencapaian hasil belajar melalui
pencarian informasi, pengetahuan diperoleh melalui pengajuan pertanyaan.
Selanjutnya dikemukakan inkuiri adalah berbagai kegiatan termasuk melakukan
observasi, mengajukan pertanyaan, mencari dan menggunakan informasi untuk
mengetahui dengan jelas peritiwa melalui percobaan, menggunakan alat untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data; mengajukan pertanyaan,
menjelaskan, dan memprediksi; dan mengkomunikasikan hasil.

Menurut National Research Council (2000) pembelajaran berbasis inkuiri


mengacu pada cara ilmuwan bekerja ketika mempelajari alam, yaitu mencari
penjelasan melalui bukti yang dikumpulkan dari dunia di sekitar mereka.
Pembelajaran berbasis inkuiri meliputi kegiatan mengajukan pertanyaan,
menyelidiki masalah atau topik, dan menggunakan berbagai sumber daya untuk
menemukan solusinya. Para peserta didik akan menarik kesimpulan dan biasanya
peserta didik meninjau kembali kesimpulan tersebut untuk direvisi sebagai
eksplorasi sehingga memunculkan pertanyaan baru. Melalui proses ini, peserta
didik akan mengintegrasikan pengetahuan baru mereka dengan pengetahuan
sebelumnya, yang pada gilirannya akan membantu mereka dalam membangun
konsep mereka saat ini.

Pembelajaran inkuiri sangat mendukung standar proses (pendekatan saintifik)


yang dianjurkan kurikulum 2013. Kesesuaian pembelajaran inkuiri dengan
pendekatan saintifik dapat dilihat dari sintaks inkuiri. Ong dan Boorich (2006)
mengusulkan sintak pembelajaran pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu ask
(merumuskan pertanyaan atau hipotesi), investigate (merencakanan penyelidikan
dan mengumpulkan data), create (menganalisis data dan menginterpretasikan
hasil), discuss (mendiskusikan temuan penyeldiikan dan membuat simpulan),
reflect (melakukan refleksi dan membuat hubungan antar konsep). Pembelajaran
berbasis inkuiri juga mengembangkan ketrampilan abad 21 seperti yang tertera
pada Tabel 1. Untuk menumbuhkan keterampilan berkolaborasi dan komunikasi
dalam implementasinya pembelajaran inkuiri siswa bekerja dalam kelompok dan
berbagi apa yang mereka pahami melalui diskusi kelas.

Tabel 1. Sintak pembelajaran inkuiri, pendekatan saintifik, dan keterampilan abad


21.

Sintak Pembelajaran inkuiry Pendekatan Keterampilan abad 21


saintifik
Ask Berpikir kritis dan
 Merumuskan Menanya pemecahan masalah
pertanyaan Komunikasi
 Menyusun hipotesis Menalar Kolaborasi
Investigate Mencoba dan Kreativitas dan Inovasi
 merencakanan mengamati Kolaborasi
penyelidikan dan
 mengumpulkan data
Create Menalar Kreativitas dan inovasi
 menganalisis data Berpikir kritis dan
dan pemecahan masalah
 menginterpretasikan
hasil
Discuss Menalar Berpikir kritis dan
 mendiskusikan Mengkomunikasi pemecahan masalah
temuan penyeldiikan Komunikasi
 dan membuat Kolaborasi
simpulan,
Sumber: Ong dan Boorich (2006)

2. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning atau PBL)


Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL),
adalah pengajaran yang dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang
bersifat tidak tentu (ill-structured), terbuka, dan mendua. Masalah yang tidak
tentu adalah masalah yang kabur, tidak jelas, atau belum terdefinisikan. Belajar
berdasarkan masalah dapat membangkitkan minat siswa, nyata, dan sesuai untuk
mengembangkan intelektual serta memberikan kesempatan agar siswa belajar
dalam situasi kehidupan nyata. Torp dan Sage (2002) mendefinisikan PBL
sebagai pembelajaran yang terfokus, terorganisasi dalam penyelidikan dan
penemuan masalah-masalah nyata. Siswa ditantang sebagai penemu masalah dan
pencari akar masalah. Sonmez dan Lee (2003) mendefinisikan PBL sebagai model
pembelajaran yang menantang siswa untuk mencari pemecahan masalah dalam
dunia nyata (permasalahan ‘terbuka’), secara mandiri atau dalam kelompok. PBL
menantang siswa untuk mengembangkan ketrampilan menjadi pebelajar mandiri.
Permasalahan dapat dipilih dari eksploitasi keingintahuan siswa terhadap
fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari, dengan menekankan pada
penggunaan ketrampilan berpikir kritis dan berpikir analitik.

Peranan guru dalam pengajaran berdasarkan masalah adalah mengajukan


permasalahan, pertanyaan, dan menyediakan fasilitas untuk belajar menemukan
masalah dalam situasi permasalahan yang kompleks. Arends (2004) menekankan
pentingnya guru memberi scaffolding berupa dukungan dalam upaya
meningkatkan inkuiri dan perkembangan intelektual siswa. Oleh karena itu dalam
pengajaran berdasarkan masalah siswa dihadapkan pada situasi masalah yang
autentik dan bermakna yang dapat memberikan bantuan kepada mereka untuk
melakukan penyelidikan dan inkuiri. Kegiatan inkuiri pada PBL dapat dilihat
pada sintaksnya, seperti yang diusulkan oleh Greenwald (2000) berikut. Sintak
PBL tcrdapat 10 tahapan sebagai berikut:

1. hadapkan pada permasalahan yang belum jelas,


2. berikan dorongan agar siswa bertanya tentang apa yang menarik atau
penting untuk dipecahkan
3. penetapan masalah,
4. pemetaan masalah dan utamakan pada satu permasalahan,
5. lakukan penyelidikan terhadap masalah tersebut,
6. analisalah hasil-hasilnya,
7. ulangi lagi pembelajaran,
8. hasilkan penyelesaian dan rekomendasikan,
9. mengomunikasikan hasil,
10. lakukan asesmen diri.

Dengan demikian sama dengan pembelajaran inkuiri, PBL juga mendorong


berkembangnya keterampilan abad 21 sekaligus juga relevan dengan pendekatan
saintifik (Tabel 2)

Tabel 2. Sintaks PBL, Pendekatan Saintifik, Keterampilan Abad 21

Sintak PBL Pendekatan Keterampilan Abad


Saintifik 21
1 hadapkan pada permasalahan mengamati, Berpikir kritis dan
yang belum jelas menalar pemecahan masalah
2 berikan dorongan agar siswa Menanya Berpikir kritis dan
bertanya tentang apa yang pemecahan masalah
menarik atau penting untuk
dipecahkan
3 penetapan masalah Menanya Berpikir kritis dan
pemecahan masalah
4 pemetaan masalah dan Menalar Berpikir kritis dan
utamakan pada satu pemecahan masalah
permasalahan
5 lakukan penyelidikan terhadap Mencoba Kreativitas dan
masalah tersebut, inovasi
6 analisalah hasil-hasilnya, Menalar Berpikir kritis dan
pemecahan masalah
7 ulangi lagi pembelajaran, Mencoba Kreativitas dan
inovasi
8 hasilkan penyelesaian dan Menalar Berpikir kritis dan
rekomendasikan pemecahan masalah
9 menkomunikasikan hasil, Mengkomunikasi Komunikasi,
kolaborasi
10 lakukan asesmen diri menalar Berpikir kritis dan
pemecahan masalah

3. Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


Project based learning dapat diterjemahkan menjadi pembelajaran berbasis
proyek. Untuk membedakan dengan Problem based learning (PBL), Project
based learning disingkat dengan PjBL. PjBL adalah suatu model pembelajaran
yang melibatkan suatu proyek dalam proses pembelajaran. Proyek yang
dikerjakan oleh siswa dapat berupa proyek mandiri atau kelompok dan
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara kolaboratif, menghasilkan
sebuah produk, yang hasilnya kemudian akan ditampilkan atau dipresentasikan.
Proyek tersebut berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan
kehidupan siswa. Pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari model
pembelajaran yang berpusat pada siswa student-centered).

PjBL adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan


pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang siswa
bekerja secara otonom (mandiri) mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan
puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik.

PjBL merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah


awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. PjBL dirancang untuk digunakan
pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan investigasi
dan memahaminya.

Implementasi PjBP dapat dikerjakan secara individu atau oleh kelompok


secara kooperatif atau bahkan seluruh kelas. Secara umum, tiga fase dapat
diusulkan di dalam melaksanakan Project-Based Learning, yaitu Perencanaan,
Pelaksanaan, dan Evaluasi. Dari tiga fase tersebut dirinci menjadi 5 tahap seperti
berikut.
1. Persiapan Proyek

Pada tahap awal, siswa membentuk tim. Setiap anggota tim saling
mempelajari satu dengan yang lain tentang kemampuan setiap individu untuk
memberi sumbangan dan kemampuan mereka. Selanjutnya siswa menentukan
aturan dan tujuan sebagai pedoman kolaborasi mereka. Hal ini penting untuk
memudahkan kerja kooperatif dan untuk menciptakan atmosfer belajar yang
kondusif.

2. Perencanaan Proyek

Siswa dihadapkan pada masalah riil di lapangan dan siswa didorong untuk
mengidentifikasi masalah tersebut. Pada tahap ini siswa dibimbing menemukan
masalah dalam konteks dunia nyata, misalnya siswa diminta mempelajari
lingkungan perairan (sungai) yang ada disekitar siswa. Siswa secara kooperatif
mengidentifikasi pertanyaan proyek. Apa yang diinginkan dalam penelitian?
Apakah tujuan dari proyek? Berapa lama waktu yang kita punya, yang mana
tempatnya, materialnya, atau patner yang ada?Apa yang dibutuhkan, dan siapa
yang dapat membantu? Bila proyek ini komplek, pembagian kerja dalam
kelompok akan dibentuk. Melalui PjBL siswa belajar bermufakat, belajar
mendifinisikan tujuan secara individu dan melakukan eksplorasi. Guru sebagai
fasilitator membimbing siswa melakukan perencanaan proyek dan “merencanakan
artefak yang akan dibangun” (analisis kebutuhan serta langkah-langkah dalam
pelaksanaan proyek).

3. Implementasi Proyek

Kelompok kerja mengerjakan item-item sesuai dengan perencanaan,


ketepatan waktu telah ditentukan, realisasi proyek siap dimulai. Terdapat beragam
alat untuk membantu mencari jawaban terkait mengkoleksi data, Film (kamera),
mungkin diperlukan untuk mereka . Guru membimbing siswa untuk melakukan
pengujian produk (analisis data) serta menyusun arifak misalnya berupa laporan
hasil penelitian.

4. Presentasi Proyek
Guru membimbing siswa menyiapkan presentasi. Presentasi ini
dimaksudkan untuk mengomunikasikan kreasi atau temuan dari investigasi
kelompok. Presentasi proyek mungkin dalam bentuk pameran yang diadakan di
lingkungan sekolah.

5. Evaluasi proyek

Proses dan produk adalah dua aspek penilaian yang populer dalam PjBL.
Penilaian proses dan hasil belajar siswa dapat menggunakan beberapa cara
misalnya rekaman catatan lapangan, hasil observasi atau fortofolio. Kesepakatan-
kesepakatan belajar dan kelompok kerja kolaborasi perlu didiskusikan dan diberi
penilaian

Implementasi PjBL, siswa dapat berkolaborasi dan melakukan investigasi


atau penyelidikan dalam kelompok kerja antara 4-5 orang. Keterampilan-
keterampilan yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh siswa dalam kelompok
adalah merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus
atau kesepakatan tentang tugas yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan apa, dan
bagaimana mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi.
Keterampilan yang dibutuhkan dan yang akan dikembangkan oleh siswa
merupakan keterampilan yang esensial sebagai landasan untuk keberhasilan
proyek mereka. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui
kolaborasi dalam tim menyebabkan pembelajaran menjadi aktif, di mana setiap
individu memiliki keterampilan yang bervariasi sehingga setiap individu mencoba
menunjukkan keterampilan yang mereka miliki dalam kerja kelompok.
Pembelajaran secara aktif dapat memimpin siswa ke arah peningkatan
keterampilan dan kinerja ilmiah. Kinerja ilmiah tersebut mencakup prestasi
akademis, mutu interaksi hubungan antar pribadi, rasa harga diri, persepsi
dukungan sosial lebih besar, dan keselarasan antar siswa. Dari uraian tersebut,
dapat dipahami bahwa pembelajaran PjBL sesuai dengan standar proses
kurikulum 13 dan mendorong keterampilan abad 21 (Tabel 3).

Tabel 3. Sintak PjBL, Pendekatan Saintifik, Keterampilan Abad 21


Sintak PjBL Pendekatan saintifik Keterampilan Abad 21
Persiapan Proyek Berpikir kritis dan
• Informasi tujuan Mengamati pemecahan masalah
pembelajaran menanya
• Informasi fenomena nyata
sebagai sumber masalah
• Pemotivasian dalam
memunculkan masalah dan
pembuatan proposal
Perencanaan proyek Mencoba
• Pembentukan kelompok Menalar Kreativitas dan
• Pemilihan proyek (tema) inovasi
• Penelusuran sumber
Implementasi proyek Mencoba Berpikir kritis dan
(Langkah kerja proyek) menalar pemecahan masalah
• Penyusunan rencana Kolaborasi
proyek Kreativitas dan
• Realisasi proyek inovasi
Presentasi Proyek Mencoba, menalar Berpikir kritis dan
(Pengembangan dan mengkomunikasi pemecahan masalah
penyajian hasil proyek)
• Kerjasama dalam Kolaborasi
menyusun laporan
proyek Komunikasi
• Kerjasama dalam
penyajian laporan proyek
Tahap Evaluasi Menalar Berpikir kritis dan
• Analisis dan evaluasi pemecahan masalah
prosesproses belajar
• Refleksi terhadap hasil
proyek

Anda mungkin juga menyukai