PEMBAHASAN
A. KETERAMPILAN ABAD 21
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal
intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan bagian yang
fundamental dari kematangan manusia. Terdapat hubungan yang signifikan antara
berpikir kritis dengan hasil belajar. Berpikir kritis memberikan kontribusi
keberhasilan belajar baik ditingkat pendidikan dasar, menengah maupun
perguruan tinggi.
2. Comunication (Komunikasi)
3. Colaboration (Kolaborasi)
B. Keterampilan Abad21
1. Alasan ekonomi.
2. Alasan kewarganegaraan.
Kewargaanegaraan (hidup berbangsa dan bernegara) menjadi alasan yang
kuat bagi sekolah untuk membekali siswa dengan keterampilan abad 21. Dalam
kontek hidup di abad21, siswa membutuhkan dasar pengetahuan
kewarganegaraan. Pembelajaran hafalan dengan membaca informasi tentang
pemerintahan dan kewarganegaraan bukanlah cara yang cukup untuk
meningkatkan keterlibatan siswa kelak dalam berbangsa dan bernegara. Siswa
juga perlu belajar bagaimana dan mengapa harus menjadi warga Negara baik,
berpikir kritis sehingga mereka dapat menganalisis berita, mengidentifikasi
masalah, mampu memecahkan masalah, belajar mengambil keputusan sehingga
mereka dapat mengusulkan atau meninjau kebijakan untuk mengatasi tantangan
sosial. Siswa harus belajar bekerjasama dengan orang lain jika mereka ingin
melayani secara efektif atau berpartisipasi dalam organisasi sosial maupun politik.
Siswa harus mampu berkomunikasi secara efektif secara lisan dan tertulis
sehingga mereka dapat berbagi pendapat secara terbuka, membela hak-hak
mereka, mengusulkan kebijakan baru, dan seterusnya. Tanpa keterampilan abad
ke-21, warga Negara tidak bisa melaksanakan hak dan tanggung jawab yang
berkontribusi bagi bangsa dan Negara.
3. Alasan globalisasi.
Harus kita akui, ujung tombak pelaksana kurikulum adalah guru. Guru
mempunyai peran strageis dalam menyiapkan generasi emas dengan keterampilan
abad 21. Namun, sudah siapkah kita sebagai guru untuk membekali generasi
emas? Sebagai guru yang professional, selain dituntut menguasai materi
pembelajaran secara luas dan mendalam (kompetensi professional) juga dituntut
memahami perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan
murid (kompetensi pedagogi). Sejalan dengan hal di atas, seorang guru harus terus
meningkatkan 7 profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat
mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun
kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik memiliki keterampilan
belajar, mencakup keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to
know), keterampilan dalam pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan
dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu (learning to do), dan keterampilan untuk
dapat hidup berdampingan dengan sesama secara harmonis (learning to
livetogether).
Kata inkuiri berasal dari bahasa inggris, yaitu ‘to inquire’ yang berarti
bertanya atau menyelidiki. Pertanyaan merupakan inti dari pembelajaran berbasisi
inkuiri. Pertanyaan dapat menuntun untuk melakukan penyelidikan sebagai usaha
peserta didik dalam memahami materi pelajaran. Inkuiry bukan monopoli
pembelajaran sains, tetapi juga bisa diterapkan pada matapelajaran lain seperti
IPS. Pembelajaran berbasis inkuiri adalah pencapaian hasil belajar melalui
pencarian informasi, pengetahuan diperoleh melalui pengajuan pertanyaan.
Selanjutnya dikemukakan inkuiri adalah berbagai kegiatan termasuk melakukan
observasi, mengajukan pertanyaan, mencari dan menggunakan informasi untuk
mengetahui dengan jelas peritiwa melalui percobaan, menggunakan alat untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data; mengajukan pertanyaan,
menjelaskan, dan memprediksi; dan mengkomunikasikan hasil.
Pada tahap awal, siswa membentuk tim. Setiap anggota tim saling
mempelajari satu dengan yang lain tentang kemampuan setiap individu untuk
memberi sumbangan dan kemampuan mereka. Selanjutnya siswa menentukan
aturan dan tujuan sebagai pedoman kolaborasi mereka. Hal ini penting untuk
memudahkan kerja kooperatif dan untuk menciptakan atmosfer belajar yang
kondusif.
2. Perencanaan Proyek
Siswa dihadapkan pada masalah riil di lapangan dan siswa didorong untuk
mengidentifikasi masalah tersebut. Pada tahap ini siswa dibimbing menemukan
masalah dalam konteks dunia nyata, misalnya siswa diminta mempelajari
lingkungan perairan (sungai) yang ada disekitar siswa. Siswa secara kooperatif
mengidentifikasi pertanyaan proyek. Apa yang diinginkan dalam penelitian?
Apakah tujuan dari proyek? Berapa lama waktu yang kita punya, yang mana
tempatnya, materialnya, atau patner yang ada?Apa yang dibutuhkan, dan siapa
yang dapat membantu? Bila proyek ini komplek, pembagian kerja dalam
kelompok akan dibentuk. Melalui PjBL siswa belajar bermufakat, belajar
mendifinisikan tujuan secara individu dan melakukan eksplorasi. Guru sebagai
fasilitator membimbing siswa melakukan perencanaan proyek dan “merencanakan
artefak yang akan dibangun” (analisis kebutuhan serta langkah-langkah dalam
pelaksanaan proyek).
3. Implementasi Proyek
4. Presentasi Proyek
Guru membimbing siswa menyiapkan presentasi. Presentasi ini
dimaksudkan untuk mengomunikasikan kreasi atau temuan dari investigasi
kelompok. Presentasi proyek mungkin dalam bentuk pameran yang diadakan di
lingkungan sekolah.
5. Evaluasi proyek
Proses dan produk adalah dua aspek penilaian yang populer dalam PjBL.
Penilaian proses dan hasil belajar siswa dapat menggunakan beberapa cara
misalnya rekaman catatan lapangan, hasil observasi atau fortofolio. Kesepakatan-
kesepakatan belajar dan kelompok kerja kolaborasi perlu didiskusikan dan diberi
penilaian