Anda di halaman 1dari 14

MODUL PENGEMBANGAN KURIKULUM

(KIP221)

MODUL SESI 13
ISU-ISU PENGEMBANGAN KURIKULUM

DISUSUN OLEH
SRI LESTARI, MA

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

0
ISU-ISU PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Memahami konsep pendidikan abad 21 dan era revolusi 4.0
2. Memahami isu-isu pengembangan kurikulum saat ini

B. PENDIDIKAN ABAD 21
Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi,
artinya kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan
yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad
sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta kualitas
dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad ke-21
meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh
lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan
hasil unggulan.
Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai
terobosan dalam berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan
kata lain diperlukan suatu paradigm baru dalam menghadapi tantangan-
tantangan yang baru, demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila
tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigm
lama, maka segala usaha akan menemui kegagalan. Tantangan yang baru
menuntut proses terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) apabila
yang diinginkan adalah output yang bermutu yang dapat bersaing dengan hasil
karya dalam dunia yang serba terbuka (Tilaar, 1998:245).
Abad ke-21 juga dikenal dengan masa pengetahuan (knowledge age).
Dalam era ini, semua alternatif upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam
berbagai konteks lebih berbasis pengetahuan. Upaya pemenuhan kebutuhan
bidang pendidikan berbasis pengetahuan (knowledge based education),
pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economic),
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat berbasis pengetahuan
(knowledge based social empowering), dan pengembangan dalam bidang

1
industri pun berbasis pengetahuan (knowledge based industry) (Mukhadis,
2013:115).
Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan
media dan teknologi digital yang disebut dengan information super highway
(Gates, 1996). Gaya kegiatan pembelajaran pada masa pengetahuan
(knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan pada masa
pengetahuan (knowledge age). Bahan pembelajaran harus memberikan desain
yang lebih otentik untuk melalui tantangan di mana peserta didik dapat
berkolaborasi menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran.
Pemecahan masalah mengarah ke pertanyaan dan mencari jawaban oleh
peserta didik yang kemudian dapat dicari pemecahan permasalahan dalam
konteks pembelajaran menggunakan sumber daya informasi yang tersedia.

1. KERANGKA PEMBELAJARAN ABAD 21


P21 (Partnership for 21st Century Learning) mengembangkan
framework pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk
memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi,
media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta
keterampilan hidup dan karir (P21, 2015). Framework ini juga menjelaskan
tentang keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dikuasai agar
siswa dapat sukses dalam kehidupan dan pekerjaannya.

Gambar 1. Kerangka Pembelajaran Abad 21

Sejalan dengan hal itu, Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma


pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam
mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir
analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah

2
(Litbang Kemdikbud, 2013). Adapun penjelasan mengenai framework
pembelajaran abad ke-21 menurut (BSNP:2010) adalah sebagai berikut:
(a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-
Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis,
lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;
(b) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi
secara efektif dengan berbagai pihak;
(c) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-
Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis,
lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;
(d) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi
secara efektif dengan berbagai pihak;
(e) Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation
Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk
menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif;
(f) Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and
Communications Technology Literacy), mampu memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan
aktivitas sehari-hari;
(g) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills), mampu
menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai
bagian dari pengembangan pribadi, dan
(h) Kemampuan informasi dan literasi media, mampu memahami dan
menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan
beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta
interaksi dengan beragam pihak.
Untuk menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap orang harus
memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi
digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan
komunikasi (Frydenberg & Andone, 2011). Sejumlah penelitian tentang
pemanfaatan teknologi informasi yang mendukung pembelajaran abad 21 telah
dilakukan di berbagai negara.

3
2. KETERAMPILAN ABAD 21
Pendidikan saat ini diharapkan dapat menghasilkan SDM yang memiliki
kemampuan komunikasi dan kolaborasi yang kuat, ahli dalam menggunakan
teknologi, keterampilan berpikir kreatif dan inovatif serta kemampuan untuk
memecahkan masalah (Miller & Northern dalam Adrian & Rusman, 2017).
Senada dengan pendapat tersebut, Murti dalam artikel Adrian & Rusman
(2017) mengungkapkan bahwa di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin
penting untuk menjamin peserta didik memiliki keterampilan belajar dan
berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta
dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup
(life skills). Berbagai kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik di era
globalisasi saat ini sering disebut juga dengan keterampilan abad 21 (21st
Century Skills) dan konsep pendidikannya lebih dikenal dengan istilah
pembelajaran abad 21 (21st Century Learning).
Ada banyak literatur yang memberi ulasan tentang keterampilan abad
21. Pada intinya semua ahli akan menjadikan dasar ciri-ciri abad 21 untuk
mengambil dan memutuskan bentuk keterampilan yang harus dimiliki. Wagner
(2010) dalam Winaryati (2018) menyampaikan tentang The Seven Survival
Skills for Careers, College, and Citizenship yang terdiri dari (1) kemampuan
berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) kolaborasi dan kepemimpinan, (3)
ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan berjiwa entrepeneur,
(5) mampu berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis, (6) mampu
mengakses dan menganalisis informasi, dan (7) memiliki rasa ingin tahu dan
imajinasi. Tujuannya agar peserta didik kita dapat menghadapi kehidupan yang
komplek ini, bermanfaat bagi dunia kerja, dan tanggungjawab sebagai warga
negara.
Menurut Binkley, M. at.al (2010), dari The University Of Melbourne,
menyampaikan sepuluh keterampilan yang identifikasi menjadi empat
kelompok sebagai berikut:
a. Cara berpikir meliputi (1). Kreativitas dan inovasi, 2). Pemikiran
kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, 3).
Pembelajaran untuk belajar, metakognisi);
b. Cara kerja: (4). komunikasi, 5). kolaborasi (kerja sama tim);

4
c. Alat untuk bekerja meliputi: (6). Melek informasi, 7). ICT literacy),
d. Hidup di dunia meliputi: (8). Kewarganegaraan - lokal dan global, 9).
Hidup dan karir, 10). Tanggung jawab pribadi & sosial - termasuk
kesadaran dan kompetensi budaya).
Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi kompetensi
yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”- communication, collaboration,
critical thinking, dan creativity. Mengingat sekarang ini era globalisasi, maka
siswa kita harus menunjukkan keunggulan dalam skala global, bukan hanya
lokal atau skala nasional saja.
Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills, (2) learning and
innovation skills, dan (3) Information media and technology skills. Ketiga
keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan
pelangi keterampilan pengetahuan abad 21/21st century knowledge-skills
rainbow (Trilling dan Fadel, 2009). Skema tersebut diadaptasi oleh organisasi
nirlaba p21 yang mengembangkan kerangka kerja (framework) pendidikan
abad 21 ke seluruh dunia melalui situs www.p21.org yang berbasis di negara
bagian Tuscon, Amerika. Adapun konsep keterampilan abad 21 dan core
subject 3R, dideskripsikan berikut ini.

Gambar 2. Keterampilan Abad 21

Pada skema yang dikembangkan oleh p21 diperjelas dengan tambahan


core subject 3R. Dalam konteks pendidikan, 3R adalah singkatan dari reading,
writing dan arithmatic, diambil lafal “R” yang kuat dari setiap kata. Dari subjek
reading dan writing, muncul gagasan pendidikan modern yaitu
literasi yang digunakan sebagai pembelajaran untuk memahami gagasan
melalui media kata-kata. Dari subjek aritmatik muncul pendidikan modern yang
berkaitan dengan angka yang artinya bisa memahami angka melalui
matematika. Dalam pendidikan, tidak ada istilah tunggal yang relevan
dengan literasi (literacy) dan angka (numeracy) yang dapat mengekspresikan

5
kemampuan membuat sesuatu (wrighting). 3R yang diadaptasi dari abad 18
dan 19 tersebut, ekivalen dengan keterampilan fungsional literasi, numerasi
dan ICT yang ditemukan pada sistem pendidikan modern saat ini. Selanjutnya,
untuk memperjelas fungsi core subject 3R dalam konteks 21st century skills,
3R diterjemahkan menjadi life and career skills, learning and innovation
skills dan information mediaand technology skills.
Penjelasan tentang keterampilan menurut (Trilling and Fadel, 2009:47)
adalah sebagai berikut:
1. Life and Career Skills Life and Career skills (keterampilan hidup dan
berkarir) meliputi (a) fleksibilitas dan adaptabilitas/Flexibility and
Adaptability, (b) inisiatif dan mengatur diri sendiri/Initiative and
SelfDirection, (c) interaksi sosial dan budaya/Social and Cross-
Cultural Interaction, (d) produktivitas dan akuntabilitas/Productivity
and Accountability dan (e) kepemimpinan dan tanggung
jawab/Leadership and Responsibility.
2. Learning and Innovation Skills Learning and innovation skills
(keterampilan belajar dan berinovasi) meliputi (a) berpikir kritis dan
mengatasi masalah/Critical Thinking and Problem Solving, (b)
komunikasi dan kolaborasi/Communication and Collaboration, (c)
kreativitas dan inovasi/Creativity and Innovation.
3. Information Media and Technology Skills Information media and
technology skills (keterampilan teknologi dan media informasi)
meliputi (a) literasi informasi/information literacy, (b) literasi
media/media literacy dan (c) literasi ICT/Information and
Communication Technology literacy.

3. KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN ABAD 21


Pada dasarnya, kompetensi abad 21 ini sudah diadaptasi dalam sistem
pendidikan di Indonesia melalui Kurikulum 2013. Bahkan tidak hanya konsep
mengenai keterampilan abad 21 saja, namun Kurikulum 2013 juga mengadopsi
dua konsep utama lainnya yaitu pendekatan saintifik dan penilaian autentik
(Murti, 2015; Wahyudin, Rusman & Rahmawati, 2017; Kamiludin & Suryaman,
2017). Pendekatan saintifik di-gunakan untuk membiasakan peserta didik
dengan cara berpikir ilmuwan dan pembelajarannya dilakukan dengan

6
prosedur 5M yaitu: mengamati, menanya, mengeksplorasi/mengumpulkan data,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan (Sufairoh, 2016; Clorawati, Rohiyat dan
Amir, 2017).
Terjadi transisi pembelajaran pada masa industri (industrial age)
ke masa pengetahuan (knowledge age). Adapun perubahan tersebut sebagai
berikut: pergeseran paradigma dalam praktek pendidikan. Banyak
pembelajaran pada masa industri (industrial age) bertolak belakang dengan
pembelajaran masa pengetahuan (knowledge age), dimana belajar
berdasarkan fakta, drill dan praktek sangat efektif untuk pembelajaran masa
industri, tetapi pada masa industri pembelajaran berubah menjadi belajar
berbasis project (project based) dan masalah (problem based),
penyelidikan (inquiry) dan desain (design), dan menemukan (discovery).
Pada masa industri (industrial age) pembelajaran ditafsirkan sebagai
upaya pemahiran keterampilan melalui pembiasaan siswa secara bertahap dan
terperinci dalam memberikan respon atas stimulus yang diterimanya yang
diperkuat oleh tingkah laku yang patut dari para pengajar.
Pembelajaran pada masa industri (industrial age) menempatkan siswa pada
posisi kurang menguntungkan karena siswa dianggap kurang atau bahkan
sama sekali tidak memiliki potensi individual.
Pada masa pengetahuan (knowledge age), pembelajaran didefinisikan
sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya untuk meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Pembelajaran dapat
diartikan sebagai upaya guru untuk memberikan stimulus, bimbingan,
pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Pembelajaran dalam definisi ini bukanlah sebuah proses pembelajaran
pengetahuan, melainkan prosespembentukan pengetahuan oleh siswa melalui
kinerja kognitifnya.
Pada masa pengetahuan (knowledge age) seolah-olah semuanya
tergantung pada teknologi informasi dan komputasi, namun ada beberapa hal
pada pembelajaran yang dapat dilaksanakan tanpa menggunakan teknologi
tersebut. Meskipun teknologi informasi dan komunikasi adalah katalis
penting untuk memindahkan pembelajaran dari masa industri (industrial age)

7
ke masa pengetahuan (knowledge age) namun hal tersebut merupakan alat
bukan penentu hasil dalam proses pembelajaran.
Adapun penilaian dengan pendekatan otentik dimaksudkan untuk
dapat mengukur secara signifikan hasil belajar peserta didik pada aspek sikap,
keterampilan, dan pengetahuan (Kemendikbud, 2013). Signifikan yang
dimaksud dalam konteks ini adalah penilaian dilakukan secara komprehensif,
sehingga diperoleh informasi yang lengkap mengenai kemajuan belajar peserta
didik. Teknologi digital memainkan peran yang semakin penting dalam semua
jenis penilaian. Teknologi dapat digunakan untuk mendukung guru dalam
administrasi dan pengelolaan data penilaian.
Pembelajaran abad 21 harus mampu menghasilkan SDM yang
memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, memecahkan masalah,
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan teknologi informasi, mampu
mengambil keputusan, serta memiliki karakter yang kuat dan positif. Beberapa
aspek kompetensi tersebut di atas dapat dicapai manakala peserta didik diberi
kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir
tingkat tingginya (Higher Order Thinking Skills = HOTS). HOTS
menunjukkan fungsi intelektual pada level yang lebih kompleks, mencakup
keterampilan belajar dan strategi belajar yang digunakan, memberikan alasan,
berpikir dengan kreatif dan inovatif, pengambilan keputusan, dan memecahkan
masalah. Karakteristik penilaian berbasis HOTS antara lain sebagai berikut:
1) Proses penilaiannya terintegrasi dengan proses pembelajaran dan
bersifat on going
2) Proses penilaiannya melibatkan empat elemen yaitu sharing learning
goal and success criteria, using effective questioning, self-assessment &
self-reflection, dan feedback
3) Proses penilaiannya bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan HOTS, sikap dan perilaku positif peserta didik, serta
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
4) Proses penilaiannya menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi
(evaluating), dan mencipta (creating) sehingga peserta didik mampu
untuk: berpikir kritis (critical thinking), memberikan alasan secara logis,
analitis, dan sistematis (practical reasoning), memecahkan masalah

8
secara cepat dan tepat (problem solving), membuat keputusan secara
cepat dan tepat (decision making), dan menciptakan suatu produk yang
baru (creating), dan bukan sekedar menghafal atau mengingat.
5) Pendidik dapat memberikan permasalahan kepada peserta didik
sebagai bahan diskusi dan pemecahan masalah sehingga dapat
merangsang aktivitas berpikir.
6) Kegiatan penilaiannya dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi,
kegiatan lapangan, praktikum, menyusun laporan.

C. PENDIDIKAN ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Berbeda mencolok dengan revolusi industry tahap sebelumnya,
revolusi industri 4.0 ditandai dengan berkembangnya Internet of atau for
Things yang diikuti teknologi baru dalam data sains, kecerdasan buatan,
robotik, cloud, cetak tiga dimensi, dan teknologi nano.
Revolusi digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari
revolusi industri 4.0 (4IR). Disebut revolusi digital karena terjadinya
proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Revolusi
Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan
konektivitas di sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan
persaingan kerja menjadi tidak linear.
Salah satu karakteristik unik dari revolusi industri 4.0 adalah
pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence
(Tjandrawinata, 2016). Salah satu bentuk pengaplikasian tersebut adalah
penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia sehingga lebih
murah, efektif, dan efisien. Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi
mengubah cara
beraktifitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan
transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya. Manusia bahkan akan
hidup dalam ketidakpastian (uncertainty) global, oleh karena itu manusia
harus memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan yang berubah
sangat cepat.
Pemahaman umum seperti hubungan antara pendidikan dan struktur
sosial ekonomi serta keterlibatan posisi pendidikan, membantu kita untuk
membentuk proyeksi pendidikan masa depan yang terkait dan antisipatif

9
terhadap 4IR. Kemenristek mempersiapkan orientasi dan literasi baru dalam
bidang pendidikan tinggi, terutama yang sangat terkait erat dengan persiapan
sumber daya manusia dalam menghadapi 4IR.
Literasi lama yang mengandalkan baca, tulis dan matematika harus
diperkuat dengan mempersiapkan literasi baru dalam bidang pendidikan
tinggi, dalam rangka membersiapkan sumber daya manusia yang kompeten
di masa depan.Tiga literasi baru tersebut adalah (1) Data Literation adalah
kemampuan untuk membaca, analisa dan menggunakan informasi dari Big
Data dalam dunia digital; (2) Technology Literation; adalah kemampuan
untuk memahami sistem mekanika dan teknologi dalam dunia kerja, seperti
Coding, Artifical Intellence (AI) dan prinsip-prinsip teknik rekayasa
(engineering principles);dan (3) Human Literation adalah dalam bidang
kemanusiaan, komunikasi dan desain (rancangan)yang perlu dikuasai oleh
semua lulusan sarjana di Indonesia.
Keberhasilan Indonesia untuk menggiring SDM muda menghadapi 4IR,
juga ditentukan oleh kualitas dari Dosen, Guru, maupun Tenaga Pendidik
lainnya (Nasir, 2018) yaitu menguasai: (1) Skills (dalam kepemimpinan dan
tim kerjasama), (2) Kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru dan
tantangan global (Cultural Agility), serta (3) mempunyai kemampuan untuk
berwirausaha (Entrepreneurship), termasuk penguasaan social
entrepreneurship. Adopsi teknologi baru kedalam 4IR, juga ditandai dengan
kemampuan SDM Indonesia untuk melakukan berbagai terobosan inovasi,
meningkatkan kemampuan untuk menggunakan informasi dari internet
dengan optimum, memperluas akses dan meningkatkan proteksi „Cyber
Security‟.
National Research Council of The National Academies (2010) dalam
workshop pendidikan sains dan pengembangan keterampilan abad 21
menganjurkan agar dalam pembelajaran, siswa lebih ditekankan pada
pembelajaran keterampilan-keterampilan abad 21 seperti: (1) kemampuan
beradaptasi atau penyesuaian diri dengan lingkungannya, (2) keterampilan
berkomunikasi, (3) kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak
rutin ditemukan siswa, (4) manajemen diri/pengembangan diri, dan 5) sistem
berpikir. Keterampilan-keterampilan tersebut perlu dibelajarkan untuk
menghadapi tuntutan global saat ini.

10
Tuntutan pembelajaran Abad XXI seperti dijabarkan tersebut menjadi
relevan, mengingat perkembangan 4IR yang jika diperhatikan secara kontinyu
mereduksi fungsi rutin manusia, pada titik ini keterampilan berpikir tingkat
tinggi termasuk metakognisi penting untuk dibelajarkan secara
komprehensif karena merupakan komponen yang sangat penting dalam
pembelajaran. Metakognisi memegang peranan penting dalam membentuk
siswa mandiri yang merupakan tujuan akhir dari pembelajaran yang
dicanangkan dalam National Research Council of The National Academies
karena metakognisi membelajarkan siswa untuk merefleksi proses berpikir
tentang bagaimana memahami permasalahan, menyusun strategi
penyelesaian dan merefleksi kesalahan melalui penilaian yang akurat
untuk membuat keputusan yang tepat. Metakognisi merupakan proses mental
yang pembelajarannya harus diterapkan secara hati-hati. Melakukan kegiatan
pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran metakognisi merupakan
kunci untuk mengembangkan kemampuan metakognisi siswa (Thomas, 2012).
Kompetensi yang diharapkan dapat dicapai siswa sesuai tuntutan kurikulum
tahun 2013 harus menjadi tujuan umum keberhasilan pembelajaran, yang
salah satunya merupakan kemampuan metakognisi.
Kemendikbud (2013) dalam Kurikulum 2013 menjelaskan bahwa sains
menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan
proses sains. Salah satu tujuan pendidikan sains di sekolah adalah agar
peserta didik dapat memahami sejumlah (a modest amount) konsep dan
dapat menerapkan atau mengaplikasikan konsep-konsep itu secara fleksibel.
Pengembangan kurikulum pendidikan Indonesia pada hakikatnya telah
menyediakan kerangka yang kuat untuk meminimalisir dampak negatif 4IR.
Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran untuk membentuk
kecakapan hidup dan memberikan bekal dalam pengembangan karir.
Tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran yang paling besar di Indonesia
saat ini adalah adanya sistem pembelajaran yang mengutamakan
pengukuran kemampuan kognitif. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah
belum menekankan pemecahan masalah melalui proses-proses
pembangunan keterampilan berpikir siswa. Hal ini disebabkan karena
pembelajaran proses memerlukan waktu yang lebih lama dan biaya yang
lebih besar tetapi menghasilkan pengalaman belajar yang lebih baik.

11
Blended learning merupakan pembelajaran yang menggunakan
sintak-sintak model pembelajaran tatap muka dengan mengintegrasikan
aplikasi online dalam setiap sintak-sintak model yang digunakan dalam
pembelajaran. Pengertian pembelajaran berbasis blended learning adalah
pembelajaran yang mengkombinasi strategi penyampaikan pembelajaran
menggunakan kegiatan tatap muka, pembelajaran berbasis komputer (offline),
dan komputer secara online (internet dan mobile learning). Tujuan utama
pembelajaran blended adalah memberikan kesempatan bagi berbagai
karakteristik pebelajar agar terjadi belajar mandiri, berkelanjutan, dan
berkembang sepanjang hayat, sehingga belajar akan menjadi lebih efektif,
lebih efisien, dan lebih menarik.
Banyak model pembelajaran yang dapat diaplikasikan secara online
atau diintegrasikan dalam sistem blended learning. Garrison, Anderson, dan
Archer (2001) mengembangkan model blended learning dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri sebagai model dasar. Selain itu,
Reflective-Metacognitive Learning (RML) Model juga relevan untuk
diintegrasikan dalam prose pembelajaran online. RML Model merupakan
model pembelajaran yang dikembangkan dengan atribusi-atribusi reflektif
dalam setiap tahapan pembelajaran untuk mengaktifkan proses berpikir
secara sadar untuk meingkatkan kemampuan metakognisi siswa.
Revitalisasi sistem pembelajaran 4IR meliputi, 1) kurikulum dan
pendidikan karakter, 2) bahan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi, 3) kewirausahaan, 4) penyelarasan, dan 5) evaluasi. Satuan
pendidikan meliputi, 1) unit sekolah baru dan ruang kelas baru, 2) ruang
belajar lainnya, 3) rehabilitasi ruang kelas, 4) asrama siswa dan guru, 5)
peralatan, dan 6) manajemen dan kultur sekolah. Elemen peserta didik
meliputi, 1) pemberian beasiswa dan 2) pengembangan bakat minat. Elemen
pendidik dan tenaga kependidikan meliputi, 1) penyediaan, 2) distribusi, 3)
kualifikasi, 4) sertifikasi, 5) pelatihan, 6) karir dan kesejahteraan, dan 7)
penghargaan dan perlindungan.
Penguatan empat elemen yang ada dalam sistem pendidikan
membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0. Salah satu
gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru
sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi

12
baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu, 1)
literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi manusia (Aoun, 2017). Tiga
keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di
masa depan atau di era industri 4.0. Literasi digital diarahkan pada tujuan
peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan
informasi di dunia digital (big data), literasi teknologi bertujuan untuk
memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan
literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi
dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017).
Adaptasi gerakan literasi baru dapat diintegrasi dengan melakukan
penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap
era industri 4.0. Respon pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah
pembelajaran abad 21. Pembelajaran abad 21 berorientasi pada gaya hidup
digital, alat berpikir, penelitian pembelajaran dan cara kerja pengetahuan

D. DAFTAR PUSTAKA
Ghufron, G. (2018, September). Revolusi Industri 4.0: Tantangan, Peluang, dan
Solusi bagi Dunia Pendidikan. In Seminar Nasional dan Diskusi Panel
Multidisiplin Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
2018 (Vol. 1, No. 1).
Muhali, M. (2018, September). Arah Pengembangan Pendidikan Masa Kini
Menurut Perspektif Revolusi Industri 4.0. In Prosiding Seminar Nasional
Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala.
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., Nyoto, A., & Malang, U. N. (2016). Transformasi
pendidikan abad 21 sebagai tuntutan pengembangan sumber daya
manusia di era global. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Matematika (Vol. 1, No. 26, pp. 263-278).
Winaryati, E. (2018). Penilaian kompetensi siswa abad 21. In PROSIDING
SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL (Vol. 1, No. 1).
www.21stcenturyskills.org

13

Anda mungkin juga menyukai