Anda di halaman 1dari 4

Pekerjaan di abad 21 bersifat lebih internasional, multikultural dan saling berhubungan.

Pada abad
terakhir ini telah terjadi pergeseran yang signifikan dari layanan manufaktur kepada layanan yang
menekankan pada informasi dan pengetahuan. Pengambilan keputusan bersama, berbagi informasi,
berkolaborasi, berinovasi, dan kecepatan bekerja menjadi aspek yang sangat penting pada saat ini.

Saat ini, indikator keberhasilan lebih didasarkan pada kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi, dan
menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang kompleks, dapat beradaptasi dan berinovasi
dalam menanggapi tuntutan baru dan mengubah keadaan, dan memperluas kekuatan teknologi untuk
menciptakan pengetahuan baru.

 Wagner (2010) dan Change Leadership Group dari Universitas Harvard mengidentifikasi
kompetensi dan keterampilan bertahan hidup yang diperlukan oleh siswa dalam menghadapi
kehidupan, dunia kerja, dan kewarganegaraan di abad ke-21 ditekankan pada tujuh (7)
keterampilan berikut: (1) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) kolaborasi dan
kepemimpinan, (3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan berjiwa
entrepeneur, (5) mampu berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis, (6) mampu
mengakses dan menganalisis informasi, dan (7) memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi.

 US-based Apollo Education Group mengidentifikasi sepuluh (10) keterampilan yang diperlukan
oleh siswa untuk bekerja di abad ke-21, yaitu keterampilan berpikir kritis, komunikasi,
kepemimpinan, kolaborasi, kemampuan beradaptasi, produktifitas dan akuntabilitas, inovasi,
kewarganegaraan global, kemampuan dan jiwa entrepreneurship, serta kemampuan untuk
mengakses, menganalisis, dan mensintesis informasi (Barry, 2012). Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh OECD didapatkan deskripsi tiga (3) dimensi belajar pada abad ke-21 yaitu
informasi, komunikasi, dan etika dan pengaruh sosial (Ananiadou & Claro, 2009). Kreativitas juga
merupakan salah satu komponen penting agar dapat sukses menghadapi dunia yang kompleks
(IBM, 2010).

 US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan
di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”- communication, collaboration, critical thinking, dan creativity.
Kompetensi-kompetensi tersebut penting diajarkan pada siswa dalam konteks bidang studi inti
dan tema abad ke-21. Assessment and Teaching of 21st Century Skills (ATC21S)
mengkategorikan keterampilan abad ke-21 menjadi 4 kategori, yaitu way of thinking, way of
working, tools for working dan skills for living in the world (Griffin, McGaw & Care, 2012). Way
of thinking mencakup kreativitas, inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pembuatan
keputusan. Way of working mencakup keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi dan
bekerjasama dalam tim. Tools for working mencakup adanya kesadaran sebagai warga negara
global maupun lokal, pengembangan hidup dan karir, serta adanya rasa tanggung jawab sebagai
pribadi maupun sosial. Sedangkan skills for living in the world merupakan keterampilan yang
didasarkan pada literasi informasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi baru, serta
kemampuan untuk belajar dan bekerja melalui jaringan sosial digital.
1. Critikal thingking : Pada era literasi digital dimana arus informasi sangat berlimpah, siswa perlu
memiliki kemampuan untuk memilih sumber dan informasi yang relevan, menemukan sumber
yang berkualitas dan melakukan penilaian terhadap sumber dari aspek objektivitas, reliabilitas,
dan kemutahiran.
2. Kemampuan komunikasi mencakup keterampilan dalam menyampaikan pemikiran dengan jelas
dan persuasif secara oral maupun tertulis, kemampuan menyampaikan opini dengan kalimat
yang jelas, menyampaikan perintah dengan jelas, dan dapat memotivasi orang lain melalui
kemampuan berbicara
3. Siswa dapat bekerja bersama-sama secara kolaboratif pada tugas berbasis proyek yang autentik
dan mengembangkan keterampilannya melalui pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok.
Pada dunia kerja di masa depan, keterampilan berkolaborasi juga harus diterapkan ketika
menghadapi rekan kerja yang berada pada lokasi yang saling berjauhan.
4. Kreativitas dan inovasi akan semakin berkembang jika siswa memiliki kesempatan untuk berpikir
divergen. Siswa harus dipicu untuk berpikir di luar kebiasaan yang ada, melibatkan cara berpikir
yang baru, memperoleh kesempatan untuk menyampaikan ide-ide dan solusi-solusi baru,
mengajukan pertanyaan yang tidak lazim, dan mencoba mengajukan dugaan jawaban.
5. Produktif adalah sebuah sikap yang ingin terus berkarya, dan menghasilkan sesuatu yang
ada manfaatnya baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

TOLERANSI

a. Model Investigasi Kelompok (Group Investigation); Model ini bertolak dari pandangan John Dewey
(1917), Herbert Tellen (1960) dalam Joyce dan Weil (1986) yang memberikan pernyataan dengan tegas
bahwa “pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokrasi
secara langsung”. Atas dasar ini maka model ini menawarkan agar dalam mengembangkan masalah
moral dan sosial siswa diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama atau “cooperative
inquiry” terhadap masalah-masalah sosial dan moral, maupun masalah akademis. Pada dasarnya model
ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefenisikan masalah, mengekplorasi berbagai
cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes
hipotesis. Dalam rangka itu, para guru seyogyanya mengorganisasikan proses belajar melalui kerja
kelompok dan mengarahkannya, membantu para siswa menemukan informasi, dan mengelola
terjadinya berbagai interaksi dan aktivitas belajar.

b. Model Bermain Peran (Role Playing); Model ini dirancang oleh Fanie dan Heorge Shaftel (1984),
khususnya untuk membantu siswa memperlajari nilai-nilai sosial dan moral dan pencerminannya dalam
prilaku. Di samping itu model ini digunakan pula untuk membantu para siswa mengumpulkan dan
mengorganisasikan isu-isu moral dan sosial, mengem-bangkan empathy terhadap orang lain, dan
berupaya memperbaiki keterampilan sosial. Dalam model ini siswa dibimbing untuk memecahkan
berbagai konflik belajar mengambil peran orang lain, dan mengamati prilaku sosial.

c. Model Penelitian Yurisprudensi (Jurisprodential Inquiry) Model ini pada mulanya dirancang dan
digunakan untuk para pelajar Sekolah Menengah Pertama dalam mengjarkan ilmu sosial. Pada dasarnya
metode ini menerapkan metode studi kasus dalam proses peradilan dan menerapkannya dalam suasana
belajar di sekolah. Dalam model ini para pelajar sengaja dilibatkan dalam masalah-masalah sosial yang
menuntut pembuatan kebijakan pemerintah yang diperlukan serta berbagai pilihan untuk mengatasai
isu tersebut, misalnya tentang konflik moral, nirtoleransi dan sikap-sikap sosial lainnya. Walaupun model
ini semula dan terutama dirancang untuk digunakan dalam pengajaran ilmu sosial, potensial untuk
digunakan dalam bidang studi yang membahas isu-isu kebijaksanaan umum atau berkaitan dengan
kebijaksanaan umum, termasuk yang berkenaan dengan isu-isu atau konpflik moral dalam kehidupan
sehari-hari.

d. Model Penelitian Sosial (Social Science Inquiry) Model ini dikembangkan atas dasar kerangka
konseptual yang sama dengan penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan
model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial. Walaupun modelmodel sosial ini dirancang secara
khusus untuk memanfaatkan proses sosial, dapat juga digunakan untuk mencapai tujuan akademis,
seperti latihan berfikir dan pembangunan konsep. Dasar dari model ini ialah proses kesepakatan sosial
(social negotiation). Model ini menuntut para pelajar untuk menguji dirinya sendiri, prilaku kelompok,
dan proses sosial dan etis yang lebih besar.
Imanda, N., Habibah, S., & Hajidin, H. (2019). UPAYA GURU DALAM MENERAPKAN SIKAP JUJUR
SISWA KELAS IV B DI SD NEGERI UNGGUL LAMPEUNEURUT. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 4(1).

Maolia, N. M., Bramasta, D., & Andriani, A. (2019). Sikap Toleransi dan Tanggung Jawab Siswa Kelas V
SD Negeri 1 Patikraja. Malih Peddas (Majalah Ilmiah Pendidikan Dasar), 9(1), 22-9.

Endang, B. (2009). Mengembangkan sikap toleransi dan kebersamaan di kalangan siswa. Jurnal Visi
Ilmu Pendidikan, 1(2), 89-105.

Zubaidah, S. (2016, December). Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang diajarkan melalui
pembelajaran. In Seminar Nasional Pendidikan (Vol. 2, No. 2, pp. 1-17).

Septikasari, R., & Frasandy, R. N. (2018). Keterampilan 4C abad 21 dalam pembelajaran pendidikan
dasar. Tarbiyah Al-Awlad: Jurnal Kependidikan Islam Tingkat Dasar, 8(2), 107-117.

Anda mungkin juga menyukai