Anda di halaman 1dari 34

Jurnal kemandirian 1

Model pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran inovatif yang


menekankan pada kegiatan kompleks dengan tujuan pemecahan masalah berdasarkan kegiatan
inkuiri dan menghasilkan produk (Bell, 2010). Produk yang dihasilkan dapat menjadi kontribusi
siswa terhadap peningkatan kualitas kehidupan. Proses penyelesaian masalah dalam kehidupan
dan pembuatan produknya dapat dikerjakan secara individu maupun kelompok. Pengerjaan
secara berkelompok dapat mendorong siswa untuk bekerja sama namun tetap bertanggung jawab
atas pekerjaannya secara mandiri. Melalui pembelajaran berbasis proyek,
Menurut Briesen (2011), kemampuan siswa dalam mengatur cara belajarnya dengan baik
dan efisien ini disebut kemandirian belajar. Kemandirian belajar merupakan aktivitas belajar
yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri tanpa bantuan
orang lain serta mampu mempertanggung jawabkan tindakannya (Cantwell & Archer, 2002).
Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila ia telah mampu melakukan tugas
belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang
baik mampu menemukan strategi pembelajaran yang tepat dan efisien, mampu mendapatkan
pengetahuan dari sumber-sumber yang digunakan, serta mampu memotivasi diri untuk terus
memahami materi yang dipelajari. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik juga
memiliki kemampuan literasi sains yang baik, (Gibbons, 2002).

Jurnal kemandirian 2

Proses pembelajaran saat ini harus terpusat pada siswa sehingga perlu adanya inovasi
pada aspek pembelajarannya. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas juga tidak
terlepas dari pengaruh kurikulum. Pada saat ini, di Indonesia diberlakukan Kurikulum 2013
(K13). (Mulyasa, 2013)Berlakunya K13 menuntut guru agar mampu menyusun suatu
pembelajaran yang menumbuhkan tingkat kemandirian belajar siswa. Oleh karena itu peran dari
K13, khususnya K13 revisi 2017 adalah membimbing siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran dengan tujuan untuk mengembangkan potensi kemandirian yang ada di dalam diri
siswa .

(Anggraini, 2017) Kemandirian belajar merupakan proses belajar yang mengajak siswa
pada aktivitas belajar secara aktif pada suatu mata pelajaran tertentu yang didorong oleh
kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri. Kemandirian belajar siswa
diperlukan agar mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan
dirinya. Kemandirian dalam belajar memberikan landasan yang kuat bagi keberhasilan siswa
dalam mencapai hasil belajar yang maksimal. Siswa yang memiliki kemandirian belajar akan
mampu bekerja secara individu maupun kelompok dan berani mengemukakan gagasan atau ide
yang dimiliki.

1
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan
kemandirian belajar siswa adalah project based learning (PjBL).(Leviathan, 2008) Pembelajaran
berbasis proyek merupakan pembelajaran yang inovatif yang menekankan pada kegiatan
kompleks dengan tujuan pemecahan masalah dengan berdasar pada kegiatan inkuri. Penerapan
model pembelajaran PjBL sangat realistis untuk pembelajaran pada mata pelajaran Rancang
Bangun Jaringan yang memerlukan kerja praktik. Penerapan model ini mendukung tercapainya
konsep belajar mandiri, yang meliputi siswa belajar atas inisiatif sendiri dalam mengidentifikasi
kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan
menetapkan stategi belajar serta mengevaluasi hasil belajar.

Jurnal kemandirian 3

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan dan


pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas pendidikan merupakan salah satu
faktor yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu cara
pembentukan manusia untuk menggunakan akal pikiran mereka sebagai jawaban dalam
menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang. Melalui pendidikan
diharapkan bangsa ini dapat mengikuti perkembangan dalam bidang sains dan teknologi yang
semakin berkembang.
Menurut Marhaeni Menurut Marhaeni (2015: 1) “pendidikan yang bermakna harus
berstandar pada empat pilar pendidikan, yaitu (1) Learning to know, yaitu peserta didik
mempelajari pengetahuan (2) Learning to do, yaitu peserta didik menggunakan pengetahuannya
untuk mengembangkan keterampilan, (3) Learning to be, yaitu peserta didik belajar
menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk hidup, (4) Learning to live together, yaitu
peserta didik belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan
adanya saling menghargai antara sesama manusia”.
Pendidikan mempunyai peran yang sangat sentral dalam mewujudkan sumber daya
manusia (SDM) yang mampu menghadapi tantangan zaman. Perubahan tersebut memberi
pengaruh yang besar terhadap berbagai kegiatan dan kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan
akan pendidikan. Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih
menitikberatkan peran guru dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa. Dewasa ini
paradigma tersebut bergeser menuju paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih
banyak kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (Dantes, 2014: 190).
Di berbagai kesempatan, kita sudah sering mendengar beberapa pakar menjelaskan
pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad
dimana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21
sangat penting, 4C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih

2
bermanfaat ketimbang sekedar penguasaan hardskill. Terkait dengan itu indikator seorang guru
tidak dinilai dari besaran skor yang didapatkan siswanya dalam sebuah ujian, namun dilihat dari
seberapa sukses anak didik mereka dalam menghadapi kehidupan nyata. Untuk mencapai
keberhasilan tersebut, dibutuhkan sebuah instrumen bernama pendidikan berkualitas. Kualitas
suatu pendidikan bersifat dinamis, artinya berkembang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
jaman.
Masyarakat abad 21 dihadapkan pada problematika yang jauh lebih rumit dan kompleks
dibandingkan 50 tahun lalu seiring munculnya fenomena sosial, alam, dan budaya seprti
globalisasi, pemanasan global, kesenjangan pembangunan antar negara, dan polemik imigrasi.
Kebutuhan masyarakat terhadap informasi dan teknologi praktis terus berkembang pesat.
Eksistensi 3 R (Reading, Writing, and Arithmetic) sebagai tiga keterampilan dasar abad 20 tidak
lagi dianggap cukup untuk dijadikan sebagai modal menghadapi atmosfir persaingan abad 21.
Tenaga pendidik, pelaku ekonomi, dan para pembuat kebijakan yang terkabung di dalamnya
berhasil merumuskan 4 keterampilan utama yang harus dipenuhi setiap individu, rumusan itu
mereka sebut sebagai “The 4Cs” – Critical Thinkking, Collaboration, Communication,
Creativity. Sebuah misi yang sangat berat bagi lembaga pendidikan untuk menanamkan empat
keterampilan tersebut di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru
agar muncul tiga macam hal tersebut (PPK, Literasi, 4C) maka perlu kreaktivitas guru dalam
meramunya. Hal ini diatur dalam Peraturan presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017 tentang
penguatan pendidikan karakter. Ini berarti bahwa sementara kita diminta untuk membangun 4C
pada siswa tetapi kenyataanya belum memadai untuk itu diperlukan upaya.Terkait dengan hal
tersebut maka menurut ketentuan PPK ada lima nilai karakter yang harus dikembangkan. Salah
satu nilai karakter PPK adalah kemandirian.
Kemandirian adalah Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak
bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu, untuk
merealisasikan harapan, mimpi dan cita – cita. Sub nilai mandiri antara lain etos kerja (kerja
keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi
pembelajar sepanjang hayat diduga melalui pembelajaran yang berbasis 4C maka kemandirian
akan bisa ditingkatkan. Selanjutnya hal penting yang perlu dikembangkan sekolah dasar adalah
kemampuan literasi. Hal tersebut tertuang pada undang – undang Sistem pendidikan nasional
(Sisdiknas) No 20/2003 pasal 4 ayat 5 yang berbunyi “Pendidikan diselenggarakan dengan
mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.”
Yang merupakan kemampuan literasi dasar adalah membaca, menulis dan berhitung atau 3R di
dalam P21. Mengingat pentingnya pengembangan literasi, maka 3 aspek literasi perlu
ditingkatkan, maka dari itu dalam penelitian ini akan juga diteliti bagaimanakah pengaruh 4C
terhadap membaca pemahaman sebagai salah satu unsur literasi.

3
Membaca pemahaman ialah kegiatan berpikir untuk memahami isi teks yang dibaca
Dalman, 2014:5 (dalam siti Maulidya, 2017). Berkaitan dengan hal di atas untuk mewujudkan
4C pada kemandirian dan kemampuan membaca pemahaman, salah satu model yang bisa
digunakan adalah Project - Based Learning (PJBL). Pembelajaran berbasis projek adalah model
pembelajaran yang menggunakan projek atau kegiatan sebagai media. Siswa melakukan
eksplorasi, penilaian, interprestasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk
hasi belajar. Pembelajaran berbasis projek merupakan model belajar yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
Pembelajaran berbasis projek dirancang untuk digunakan pada permasalahan kompleks
yang diperlukan siswa dalam melakukan investigasi dan memahaminya. Model PJBL ini akan
dipadukan dengan 4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration, Creativity). Melalui
Implementasi pjbl berbasis 4C diharapkan akan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap kemandirian dan kemampuan membaca pemahaman. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh model PJBL (Project - Based Learning) berbasis 4C terhadap kemandirian dan
kemampuan membaca pemahaman, diupayakan sebuah penelitian yang berjudul Pengaruh PJBL
(Project - Based Learning) berbasis 4C terhadap kemandirian dan kemampuan membaca
pemahaman siswa kelas IV Gugus III Kecamatan Kediri kabupaten Tabanan.

Jurnal kemandirian 4

Tuntutan kurikulum dan kebutuhan masyarakat sehari-hari mengisyaratkan generasi


millenium yaitu siswa harus memiliki kemampuan lebih. Siswa harus memiliki kepekaan
terhadap perkembangan teknologi, mampu melaksanakan aktivitas dan kegiatan tanpa
ketergantungan orang lain, bahkan siswa dituntut agar mampu untuk memenuhi/ mencukupi
kebutuhan sendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Oleh karna itu, guru senantiasa perlu
mengembangkan diri dengan pengetahuan yang mendukung profesionalitasnya dengan ilmu
pendidikan, menguasai secara penuh materi yang diajarkan, serta selalu mengembangkan model
pembelajaran (Arif, 2013).
Sekolah diharapkan mampu menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan anak untuk
mampu mengembangkan jiwa kemandirian agar permasalahan–permasalahan yang dihadapi
anak dapat teratasi oleh dirinya sendiri. Guru hendaklah melakukan proses pembelajaran
terintegrasi yang memungkinkan timbulnya interaksi sosial antar siswa, interaksi siswa dengan
guru, interaksi siswa dengan orang tua, dan interaksi siswa dengan masyarakat sekitar. Salah
satu upaya guru untuk mengatasi dan mewujudkan harapan di atas adalah dengan
mengembangkan jiwa kewirausahaan dan kemandirian siswa di sekolah melalui model
pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Home Industry yang melibatkan guru, orang tua,
dan masyarakat. Menurut Wekesa & Ongunya (2016) Project based learning technique has been

4
successfully used in developed countries to improve students’ achievement and also to prepare
them for life outside classroom. Selain itu perlu dikembangkan juga penggunaan media
teknologi Informasi atau internet (milenial) yang sudah membudaya sehingga terjadi
keterpaduan antara ketiga unsur yaitu kemandirian, jiwa kewirausahaan berupa Project Based
Learning (PjBL) Home Industry.

Jurnal kemandirian 5

Suatu pembelajaran dapat mencapai hasil yang maksimal apabila memperhatikan


beberapa faktor yang merupakan dasar mengajar, salah satunya dengan menguasai beberapa
metode dan teknik-teknik mengajar (Lukitaningsih, 2018). Guru harus mampu memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Guru menentukan penggunaan
metode tertentu yang sesuai dengan sifat dan kondisi bahan yang diajarkan dan tingkat
perkembangan (kematangan anak). Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode
mengajar ialah harus selalu bervariasi tidak monoton sehingga pembelajaran di kelas menjadi
efektif, sukses, serta memuaskan bagi peserta didik maupun guru. Hal ini dikarenakan mengajar
bukan sekedar memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, tetapi mengajar adalah
memimpin, membimbing, dan mengarahkan peserta didik untuk mendapatkan kebenaran
(pengetahuan), membentuk sikap dan kebiasaan belajar dan bekerja dengan baik. Tujuannya
untuk dapat belajar secara mandiri. Jadi mengajar adalah pembentukan (forming) sesuai dengan
kodrat anak dan lingkungan anak.
Kemandirian merupakan sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama
perkembangan, dan individu akan terus belajar bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai
situasi di lingkungan, sehingga akhirnya mampu berfikir dan bertindak sendiri (Fatimah, 2016).
Dengan kemandirian, seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang dengan
mantap. Kemandirian adalah bagian dari karakter yang terkait dengan diri sendiri. Kemandirian
adalah sikap dan perilaku yang tidak dapat dengan mudah mengandalkan orang lain untuk
menyelesaikan sesuatu (Asmani, 2014). Kemandirian dalam belajar adalah salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, tingkat kemandirian
seseorang dapat berdampak pada hasil belajarnya disekolah mengingat kemandirian merupakan
sikap pribadi yang dimiliki oleh setiap siswa. Kemandirian dapat diartikan sebagai suatu hal
yang berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada orang lain, begitu pun dalam kemandirian
belajar seorang siswa merupakan suatu aktivitas sadar dalam belajar tanpa adanya tekanan atau
desakan dari lingkungan sekitar untuk merealisasikan pertanggung jawaban diri sebagai pelajar
dalam menghadapi kesukaran (Yanti, S., & Surya, 2017)).
Kemandirian adalah sikap siswa dalam merealisasikan hasrat dan keinginan sehingga
siswa tidak menggantungkan diri kepada orang lain serta mampu melaksanakan belajar secara
mandiri, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu menyelesaikan tugas-tugas dengan
baik dan mampu jika belajar secara sendiri (Rachmayani, 2014). Adapun indikator kemandirian

5
belajar antara lain seperti memiliki rasa tanggung jawab, tidak tergantung atau bergantung
terhadap orang lain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan memiliki sikap percaya diri
(Murni, 2013). Sesuai dengan indikator menyebutkan siswa yang memiliki kemandirian belajar
akan memiliki sikap percaya diri dan tanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan
belajar. Contoh sikap percaya diri siswa misalnya saat mengerjakan soal atau tugas yang
diberikan oleh guru siswa tidak mencontoh atau melihat pekerjaan orang lain walaupun tugas
yang diberikan sulit untuk dikerjakan, siswa akan berusaha mencari cara untuk menyelesaikan
soal tersebut dengan mencari sumber belajar yang lain seperti buku dan bisa juga bertanya
langsung kepada guru pada saat pembelajaran. Tanggung jawab yang dimaksud dalam
pembelajaran yakni siswa mampu menjelaskan bagaimana tata cara langkah pengerjaan dalam
nyelesaikan tugas yang diberikan. Proses pembelajaran matematika dikelas hendaknya mampu
menciptakan kepercayaan diri dan memotivasi siswa untuk menyampaikan pemikirannya kepada
teman, guru atau terhadap orang lain karena hal ini dapat terjadi jika pengajaran dikelas
menanamkan sikap menghargai kontribusi siswa (Izzati, 2013).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Guru adalah mengintegrasikan pendidikan karakter
pada siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran Project Based Learning (PJBL).
Pembelajaran PJBL merupakan model belajar menggunakan masalah sebagai langkah awal
dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya
dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan mahasiswa dalam melakukan investigasi dan
memahaminya.
Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik
untuk mengerjakan proyek yang berguna dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat atau
lingkungan (Abdullah, 2013). Penerapan model pembelajaran PJBL telah dilakukan oleh Dadi
(2016) pada pembelajaran konsep dasar IPS II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada
perkuliahan konsep dasar IPS II di PGSD FKIP Universitas Bengkulu (Setiono, Yuliantini and
Dadi, 2020).
Suciati dkk. (2014:12) menyebutkan bahwa tujuan PjBL: (1) memperoleh pengetahuan
dan keterampilan baru dalam pembelajaran, (2) meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
pemecahan masalah proyek, (3) membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah
proyek yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa, (4) mengembangkan
dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk
menyelesaikan tugas/proyek, dan (5) meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada
PjBL yang bersifat kelompok.

6
Jurnal kemandirian 6

Disadari atau tidak, pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan. Pendidikan telah memberikan kontribusi mulai dari hal yang sederhana dalam
kehidupan sehari-hari sampai hal yang kompleks dan abstrak. Untuk dapat melakukan semua itu
diperlukan pemikir-pemikir yang kompeten, yang mampu menguasai dunia ilmu pengetahuan
dan mampu berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking) seperti berpikir analitis agar dapat
memecahkan persoalan yang dihadapi. Kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan dalam
memecahkan masalah yang dihadapi di dalam kehidupan. Dengan mampunya individu
memecahkan persoalan yang dihadapi maka secara otomatis akan menimbulkan sifat
kemandirian pada diri individu tersebut.

Jurnal kemandirian 7

Salah satu fungsi pendidikan adalah membangun kemandirian belajar. Di sekolah,


kemandirian muncul ketika murid mampu untuk belajar sendiri, mempunyai kepercayaan diri
yang tinggi dan selalu berusaha menghadapi masalah-masalah yang terjadi di kehidupan nyata
(Aliyyah ,Puteri, & Kurniawati,2017). Di Indonesia, tingkat kesadaran belajar mandiri masih
sangat kurang. Terbukti dari perilaku membolos, menyontek, mencari bocoran soal ujian, dan
melakukan kegiatan belajar hanya menjelang ujian. Kemendikbud mencatat terdapat 126
kecurangan selama ujian nasional 2019 (Abdi,2019).

Kemandirian belajar dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Djalia
(2014), faktor internal meliputi konsep diri, motivasi, sikap, minat dan kebiasaan. Faktor
eksternal meliputi keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar, dan sekolah di mana metode
pembelajaran termasuk dalam faktor eksternal tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan
yaitu pembelajaran berbasis proyek. Menurut Katz, metode proyek merupakan metode
pembelajaran yang dilakukan untuk melakukan pendalaman tentang satu topik pembelajaran
yang diminati satu atau beberapa anak (Puspitasari, 2017). Dengan diterapkannya model
pembelajaran berbasis proyek diharapkan melatih kemandirian, kolaborasi dan eksperimen di
dalam diri siswa atau peserta didik (Kemendikbud, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, kemandirian belajar murid sangat penting untuk
diperhatikan dan dikembangkan. Hal ini mendorong peneliti untuk fokus meneliti kemandirian
belajar anak dengan menggunakan asesmen berbasis project. Penelitian ini penting karena proses
belajar semakin terasa jika peserta didik aktif mencari dan menemukan dengan sendirinya
sehingga menambah pengalaman dan wawasan. Menurut Lilik, (2013:64), kemandirian belajar
adalah suatu keterampilan belajar di mana dalam proses belajar tersebut, individu dimotivasi,
dikendalikan dan dinilai oleh individu itu sendiri.

7
Thoha (dalam Dewi, 2018) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
belajar yakni: 1) Faktor kematangan usia, jenis kelamin, dan intelegensi yang termasuk dalam
faktor internal; 2) Faktor kebudayaan masyarakat, keluarga, sistem pendidikan di sekolah dan
sistem kehidupan di masyarakat yang termasuk dalam faktor eksternal. Indikator kemandirian
belajar yang dikemukakan oleh Sumarmo (2014) diantaranya sebagai berikut: 1) inisiatif belajar;
2) mendiagnosa kebutuhan belajar; 3)menetapkan target dan tujuan belajar, memonitor,mengatur
dan mengontrol; 4) memandang kesulitan sebagai tantangan; 5) memanfaatkan dan mencari
sumber yang relevan; 6) memilih dan menerapkan strategi belajar; 7) mengevaluasi proses dan
hasil belajar; 8) self efficacy atau konsep diri.

Jurnal kemandirian 8

Pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Kuriku-


lum yang saat ini diterapkan adalah kurikulum 2013. Melalui kurikulum 2013 yang dirancang
dengan karakteristik mengembangkan keseim-bangan antara sikap spiritual dan sosial, pendi-
dikan di Indonesia tidak hanya fokus pada sisi pengetahuan melainkan kegiatan pembelajaran di
sekolah diselenggarakan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan siswa.
Salah satu sikap yang diharapkan dapat berkembang melalui pelaksanaan pendidikan adalah
mandiri.

Kemandirian adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu dan
dapat mempertanggungjawabkannya (Fadhillah & Faradina, 2016). Kemandirian dapat diterap-
kan dalam banyak hal, salah satunya adalah ke-mandirian belajar. Kemandirian belajar merupa-
kan salah satu sikap yang penting dimiliki oleh siswa. Kemandirian belajar menurut (Boekaerts,
Zeidner, & Pintrich, 1999), adalah proses yang aktif dan konstruktif dimana peserta didik mene-
tapkan tujuan untuk pembelajaran mereka dan kemudian mencoba memantau, mengatur, dan
mengendalikan kognisi, motivasi, dan perilaku mereka, dipandu dan dibatasi oleh tujuan dan
fitur kontekstual mereka di lingkungan. Sedang-kan menurut (Tahar & Enceng, 2006),
kemandiri-an belajar adalah aktivitas belajar yang dilakukan oleh seseorang dengan
kebebasannya dalam menentukan dan mengelola sendiri bahan ajar, waktu, tempat, dan
memanfaatkan sumber bel-ajar yang diperlukan. Sehingga dapat dikatakan, seseorang yang
memiliki kemandirian belajar yang tinggi mampu mengelola kegiatan bel-ajarnya sendiri
dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

Pada kenyataannya, kebanyakan siswa cenderung enggan melakukan kegiatan belajar


mandiri. Menurut Arixs (Afandi, 2011), menya-takan bahwa setidaknya salah satu penyebab
rendahnya kemandirian belajar adalah sistem pembelajaran yang belum menuntut siswa untuk
berperan aktif mencari informasi yang dibutuh-kan dalam proses belajarnya. Rendahnya tingkat
keaktifan siswa menurut (Rizkianingsih, Sukisno, & Susilo, 2013), disebabkan oleh siswa
penggunaan metode pembelajaran diskusi-infor-masi yang diterapkan pada kegiatan

8
pembelajaran karena pada metode ini materi telah disampai-kan oleh guru sehingga siswa hanya
berperan sebagai penerima informasi.

Kemandirian belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan angket. Untuk lebih me-
mudahkan dalam mengukur tingkat kemandirian belajar (Zimmerman, 2008), membagi sikap
kemandirian kedalam 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Masing-masing tahap
dibagi menjadi beberapa indikator. Tahap pelaksanaan terbagi menjadi tiga indikator yaitu
tujuan belajar, penentuan sumber belajar, dan strategi belajar. Tahap pelaksanaan terbagi
menjadi cara memonitor kegiatan belajar dan pemantauan hasil belajar. Sedangkan tahap evalusi
terbagi menjadi refleksi diri terhadap ha-sil belajar, evaluasi pengalaman belajar, dan ke-
simpulan untuk pengalaman belajar selanjutnya. Kemandirian belajar sesorang dipahami sebagai
penyesuaian lingkungan untuk meme-nuhi kebutuhan mereka, ada penekanan pada penyesuaian
faktor pribadi, seperti strategi pem-belajaran, struktur tujuan, dan kepercayaan diri untuk
memenuhi tuntutan tugas. Akan tetapi menurut (Vassallo, 2011), perubahan pada ling-kungan
dapat dilakukan untuk mendukung usaha siswa dalam menyesuaikan diri terhadap konteks
pembelajaran. Misalnya, di kelas, adaptasi ling-kungan mungkin termasuk bertanya secara stra-
tegis kepada seorang guru, memilih rekan-rekan yang tidak peduli untuk berkolaborasi, memilih
model untuk ditiru, dan melakukan kegiatan yang menantang.

Jurnal kemandirian 9

Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat meminimalisir masalah tersebut
adalah dengan menerapkan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) pada
pemelajaran kursus menjahit. Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) merupakan
salah satu tipe pembelajaran berbasi proyek yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta kursus dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik. Belajar berbasis proyek (Project Based Learning) adalah
sebuah metode atau pendekatan pembelajaran yang inovatif. Fokus pembelajaran terletak pada
konsep-konsep dan prinsip- prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan pebelajar dalam
investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi
kesempatan pebelajar bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan
mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata (Wena 2009: 145).

Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan


kepada guru atau instruktur untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan peserta
didik dalam kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas- tugas yang kompleks berdasarkan
permasalahan (problem) sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata dan menuntut
peserta didik untuk melakukan kegiatan merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan,
melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk bekerja

9
secara mandiri maupun kelompok. Hasil akhir dari kerja proyek tersebut adalah suatu produk
yang antara lain berupa laporan tertulis atau lisan, presentasi atau rekomendasi.

Jurnal kemandirian 10

Hal ini sesuai dengan pandangan Rahardja, et.al (2000), yang menyatakan bahwa
kemandirian diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh
kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pelajar. Kemandirian pelajar
menggambarkan individu melakukan belajar, dan kewajiban dalam belajar dilakukan secara
sendiri serta sepenuhnya dikontrol sendiri.
Kemandirian belajar merupakan sikap yang mampu secara individu untuk menguasai
kompetensi, tanpa tergantung dengan orang lain, tanggung jawab, percaya diri dan mampu
mengontrol dirinya sendiri. Kemandirian belajar ini sangat diperlukan oleh peserta didik agar
prestasi belajar dapat dicapai secara optimal.
Hal tersebut dibuktikan oleh Agustinawati (2014), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Model Pembelajaran dan Kemandirian Belajar terhadap Hasil Belajar Sejarah Peserta didik Di
SMAN 7 Cirebon yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model
pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap hasil belajar peserta didik SMA. Hal ini
dibuktikan dengan nilai sig. 0,00 < 0,05.
Kegiatan belajar merupakan tujuan utama lembaga pendidikan yang harus dicapai untuk
peserta didiknya. Setiap kegiatan belajar membutuhkan kemandirian setiap peserta didik.
Menurut Slameto (2008) dalam kemandirian belajar peserta didik bertanggung jawab atas
pembuatan keputusan yang berkaitan dengan proses belajarnya dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan keputusan-keputusan tersebut. Kemandirian memerlukan kemampuan untuk
bertindak secara mandiri, tidak tergantung, digabung dengan kemampuan untuk melaksanakan
keputusan-keputusan sendiri.
Secara rinci Slameto (2008) juga menyatakan bahwa kemandirian belajar merupakan
kemampuan belajar secara mandiri yang terungkap melalui proses intensif yang dilakukan
peserta didik untuk mencapai tujuan belajar atau penguasaan materi pelajaran. Dalam upaya
tersebut peserta didik menggunakan berbagai keterampilan dan teknik yang kreatif atas prakarsa
(inisiatif dan motivasi) dalam penetapan tujuan belajar, pemilihan materi yang akan dipelajari,
intensitas penggunaan keterampilan belajar, penerapan teknik-teknik ilmiah dalam fase belajar,
penetapan standard keberhasilan belajar, dan peningkatan prakarsa peserta didik dibanding
intervensi guru.

Ciri-ciri kemandirian Belajar


Kemandirian belajar peserta didik dapat dilihat dari kegiatan belajar peserta didik. Peserta didik
yang memiliki kemandirian belajar, tidak perlu disuruh untuk belajar tetapi atas belajar atas

10
dasar kesadaran sendiri, dan kegiatan belajar dilaksanakan atas inisiatif sendiri. Terdapat
beberapa ciri kemandirian belajar.
Menurut Mudjiman (2007) ciri-ciri kemandirian belajar adalah sebagai berikut
1) Kegiatan belajarnya bersifat mengarahkan diri sendiri.
2) Dapat mengatasi masalah sendiri atas dasar pengalaman bukan mengharapkan jawaban dari
guru atau orang lain.
3) Tidak mau didekte guru.
4) Umumnya tidak sabar untuk segera memanfaatkan hasil belajar.
5) Lebih senang dengan problem centered learning daripada content-contered learning.
6) Lebih senang dengan partisipasi aktif.
7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki
8) Lebih menyukai collaborative learning.
9) Perencanaan dan evaluasi belajar, dilakukan dalam batas tertentu antara peserta didik dengan
guru.
10) Belajar harus dengan berbuat tidak cukup hanya mendengarkan.
Sumarmo (2004) juga berpendapat bahwa anak yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi
cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengawasan
program. Hal ini ditunjukkan dari mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya
secara efektif; menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan mengatur belajar dan
waktu secara efisien.

Adapun indikator kemandirian belajar menurut Sumarmo (2004) sebagai berikut:


1) inisiatif belajar, 2) mendiagnosa kebutuhan belajar, 3) menetapkan target dan tujuan belajar,
4) memonitor, mengatur dan mengontrol, 5) memandang kesulitan sebagai tantangan, 6)
memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, 7) memilih dan menerapkan strategi belajar,
8) mengevaluasi proses dan hasil belajar, 9) self eficacy (konsep diri).
Berdasarkan intrumen kemandirian belajar yang dikembangkan oleh Hidayati et.al (2010)
dirumuskan enam indikator kemandirian belajar anak yaitu: (1) ketidaktergantungan terhadap
orang lain, (2) memiliki kepercayaan diri, (3) berperilaku disiplin, (4) memiliki rasa tanggung
jawab, (5) berperilaku berdasarkan inisiatif sendiri, dan (6) melakukan kontrol diri.
Pada umumnya peserta didik yang memiliki kemandirian yang tinggi akan selalu aktif dan
memanfaatkan waktu belajarnya secara baik sesuai kebutuhannya, bekerja keras merencanakan
setiap kegiatan belajarnya, dan berusaha mengatasi kesulitan belajarnya dengan upaya sendiri
tanpa mengarapkan bantuan orang lain, serta mempunyai rasa keingintahuan yang dalam tentang
materi yang dipelajari.

Jurnal kemandirian 11
11
Pada dasarnya setiap anak mempunyai potensi yang bisa terus-menerus dikembangkan
dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda. Namun selama ini anak-anak selain terkesan
dituntut untuk menguasai banyak bidang pembelajaran di sekolah, mereka juga dituntut untuk
banyak mengikuti kehendak dari guru dan orang tua selama proses belajarnya, baik ketika di
rumah maupun di sekolah. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan anak tidak bisa secara
mandiri dalam mengembangkan kemampuan yang mereka miliki selama proses belajar.

Psikolog dari Universitas Negeri Malang, Aji Bagus Priyambodo, menjelaskan bahwa
anak usia remaja mampu berfikir semakin kreatif, mulai mempunyai sudut pandang dalam suatu
peristiwa, sampai mulai bisa menemukan penyelesaian masalah dengan caranya sendiri.3
Namun sayangnya, terkadang orang tua masih merasa ragu untuk benar-benar memberikan
keleluasaan kepada para remaja untuk berkembang sesuai dengan kemampuan dan bakat mereka
masing-masing. Bahkan dalam proses belajarnya, tidak jarang remaja masih harus sering
diarahkan oleh orang tua mereka, dan bukan karena inisiatif atau kehendak mereka masing-
masing. Dengan adanya hal tersebut, tentunya akan berdampak pada sikap kemandirian belajar
yang dimiliki oleh para remaja.

Bagi seorang siswa, memiliki sikap kemandirian belajar sangat diperlukan, karena
dengan demikian siswa akan belajar untuk mengatur dan mendisiplinkan dirinya sendiri. Selain
itu dengan memiliki sikap kemandirian belajar, juga menunjukkan sikap kedewasaan bagi orang
terpelajar. Kemandirian belajar dalam konteks proses belajar juga ditandai dengan adanya
perilaku tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam menghadapi tugas dan permasalahan
yang berkaitan dengan proses belajar, sehingga hasil belajar tersebut akan jauh lebih maksimal
dikarenakan sesuai dengan kemampuan tiap-tiap siswa itu sendiri. Namun sayangnya, pola asuh
orang tua seringkali terlampau memanjakan anak sehingga hal ini justru menyebabkan anak
mejadi gagal mandiri.4

Kemandirian belajar sendiri merupakan situasi di mana seseorang memiliki kemampuan


untuk mengambil keputusan dan inisiatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah,
memiliki rasa percaya diri untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, serta memiliki
keinginan untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.5 Selain itu, kemandirian belajar adalah
suatu motif untuk menguasai suatu keahlian dengan cara belajar secara intensif, terarah, dan
kreatif.6 Selanjutnya, kemandirian belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar
yang prosesnya didasari oleh rasa tanggung jawab dan juga kesadaran atas kebutuhan dirinya
sendiri.7

Pembentukan sikap kemandirian belajar ini bisa dibentuk sejak dini dan dilakukan secara
bertahap. Kemauan dari dalam diri siswa sangat berperan penting dalam menumbuhkan sikap
kemandirian belajar ini. Selain kemauan dari dalam diri siswa itu sendiri, peran orang tua dan
guru di sekolah juga sangat penting untuk memberikan dorongan pada siswa dalam

12
menumbuhkan sikap kemandirian belajar. Pembinaan sikap kemandirian belajar sendiri tentunya
juga bergantung pada pola pendidikan yang diberikan oleh orang tua di rumah. Siswa yang
diberikan kebebasan untuk bertindak dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri agar sikap
kemandiriannnya, utamanya kemandirian belajar, bisa tumbuh dan mengakar dalam diri siswa.
Siswa di rumah tidak bisa dipaksa, namun mereka lebih suka untuk dibimbing. Hal yang bersifat
memaksa hanya akan membuat siswa merasa tertekan.

Tema penelitian mengenai kemandirian belajar cukup banyak dikaji oleh para peneliti
terdahulu. Beberapa di antaranya dilakukan oleh Lisa Nur Aulia, dkk, yang berjudul “Upaya
Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa dengan Model Problem-Based Learning Berbantuan
Media Edmodo”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa media Edmodo dalam pembelajaran
yang dilakukah terhadap siswa dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam
pembelajaran dengan menggunakan model problem-based learning pada materi fluida dinamis.8

Terdapat pula penelitian Febriastuti, dkk, yang berjudul “Peningkatan Kemandirian


Belajar Siswa SMP Negeri 2 Giyer Melalui Pembelajaran Inkuiri Berbasis Proyek” yang mana
diperoleh hasil penelitian bahwa penerapan model project based learning dapat meningkatkan
kemandirian belajar siswa.9

Kemandirian belajar merupakan situasi di mana seseorang memiliki kemampuan untuk


mengambil keputusan dan inisiatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah,
memiliki rasa percaya diri untuk bertanggung jawab atas proses belajarnya, serta memiliki
keinginan untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.15 Sedangkan menurut pendapat Tasaik dan
Tuasikal, mengemukakan pengertian dari kemandirian belajar sebagai suatu sikap dalam belajar
yang mana memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mampu dalam menentukan segala hal
yang berkaitan dengan proses belajarnya sesuai dengan kebutuhan dirinya sendiri mulai dari
menentukan tujuan, perencanaan, penggunaan sumber-sumber belajar, evaluasi hasil belajar, dan
menentukan kegiatan belajarnya.16 Selain itu, kemandirian belajar juga diartikan sebagai suatu
keinginan untuk menguasai suatu keahlian dengan cara belajar secara intensif, terarah, dan
kreatif.17 Selanjutnya, kemandirian belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar
yang prosesnya didasari oleh rasa tanggung jawab dan juga kesadaran atas kebutuhan dirinya
sendiri.18

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian
belajar adalah suatu sikap dalam proses belajar yang didasari oleh rasa tanggung jawab dan atas
kemaunnya sendiri dengan menyesuaikan kebutuhan belajar untuk dirinya sendiri tanpa adanya
campur tangan dari orang lain. Bagi seorang siswa, memiliki sikap kemandirian belajar sangat
diperlukan karena dengan demikian siswa akan belajar untuk bersikap lebih dewasa dalam
mengatur kebutuhan belajar dan mendisiplinkan dirinya sendiri. Kemandirian belajar sendiri
juga dapat ditandai dengan adanya perilaku tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam

13
menghadapi tugas dan masalah yang berkaitan dengan proses belajar, sehingga hasil belajar
tersebut akan jauh lebih maksimal dikarenakan sesuai dengan kemampuan tiap-tiap siswa itu
sendiri. Ciri-ciri dari kemandirian belajar antara lain, terdapat keinginan atau hasrat yang kuat
untuk terus belajar, memiliki kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas-tugas yang dimiliki,
bertanggung jawab secara penuh terhadap apa yang dilakukan, memiliki inisiatif, serta mampu
dalam mengambil keputusan secara mandiri. 19

Jurnal kemandirian 12

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah Project Based
Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis proyek. Project based learning (PBL) merupakan
metode pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat dari proses pembelajaran. Ini
banyak digunakan untuk menggantikan metode pengajaran tradisional di mana Pendidik, yang
merupakan pusatnya, secara ketat mengikuti rencana pengajaran. Di kelas PBL, Pendidik
mengarahkan siswa pada pembelajaran yang mereka inginkan atau pembelajaran yang mengikuti
tujuan proyek. Proses PBL dengan demikian melibatkan proses pembelajaran yang mendalam
dengan manajemen pembelajaran sistematis untuk mendapatkan hasil yang berguna dan dapat
diterapkan, menciptakan motivasi, dan memperkuat keterampilan hidup yang diperlukan (Buck
Institute for Education, 2010; Harris dan Katz, 2001; Moursund, 1999).
Pembelajaran berbasis proyek tidak memiliki struktur tetap. Ini memiliki prosedur kerja
yang rumit dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk pengoperasian. Namun, ini fleksibel
dan proses pembelajaran melibatkan interaksi dan kerjasama di antara peserta didik, antara
peserta didik dan Pendidik, atau antara peserta didik dan spesialis. Lebih penting lagi, ketika
Pendidik melaksanakan proyek dan proyek selesai, peserta didik akan merasa bangga dengan
diri mereka sendiri. Hal ini membangkitkan motivasi bagi peserta didik untuk membuat proyek
yang lebih baik di masa depan (Jung, Jun, dan Gruenwald, 2001).
Dalam pengelolaan kelas PBL, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan ukuran
berbeda. Untuk kelompok kecil, semua siswa akan memiliki peran dan tanggung jawab yang
sama dalam membuat proyek. Proyek ini memungkinkan peserta didik untuk memahami
ideologi dan standar pembuatan proyek secara mendalam. Ini dapat memperkuat keterampilan
dan perilaku kerja seumur hidup. Proyek ini juga memberikan kesempatan kepada pelajar untuk
memecahkan masalah komunitas, survei karir masa depan, berkonsultasi dengan spesialis dan
berkomunikasi dengan para intelektual menggunakan teknologi internet. Para peserta didik juga
dapat mempresentasikan proyek mereka kepada kelompok sasaran di luar kelas. Proyek ini juga
dapat memotivasi pelajar lain yang bermotivasi rendah, yang memandang belajar sebagai hal
yang membosankan dan tidak berguna, untuk melihat signifikansi dan nilai pembelajaran (Buck
Institute for Education, 2010).

Jurnal kemandirian 13

14
Kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi
masalah, mempunyai rasa percaya diri, bertanggung jawab dan dapat melakukan sesuatu sendiri
tanpa tergantung pada orang lain. Bagi siswa yang sudah terbiasa mandiri dalam belajar ketika
dihadapkan pada sebuah masalah akan cenderung bersikap tenang saat pengerjaan tugas-tugas
belajar dikarenakan mereka mempunyai kepercayaan diri yang tinggi sehingga mereka tidak
mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. Solusi ada karena adanya sebuah masalah, maka
dari itu ketika dihadapkan pada suatu masalah diharapkan dapat berusaha untuk mencari
solusinya dan tetap konsisten.

Kemandirian belajar mengandung arti belajar berdasarkan kemampuan yang dimiliki.


Hal ini diperkuat oleh Sumarmo (2004) dalam (Sudiana et al., 2017) yang mengemukakan
bahwa kemandirian belajar sebagai kemampuan memantau kemampuan sendiri, dan merupakan
kerja keras personaliti manusia. Pengembangan kemandirian belajar sangat diperlukan dalam
keberhasilan proses perkuliahan. Mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi
cenderung dapat belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur jadwal
belajarnya secara efektif. Lebih daripada itu, mahasiswa dapat memperkirakan waktu dalam
mengerjakan tugas.
Faktanya seseorang yang tidak mempunyai kemandirian pasti tidak akan bisa berdiri
sendiri dan tidak akan timbul suatu kepercayaan diri dalam menghadapi kehidupan khususnya
dalam kehidupan di dunia pendidikan. (Yanti & Surya, 2017) mengemukakan bahwa belajar
mandiri ialah kegiatan belajar aktif, yang di dorong oleh motivasi mengenai suatu kompetensi
yang dimiliki. Bagi siswa yang merupakan generasi penerus bangsa sangat diharapkan
menumbuhkan sikap mandiri dan mempunyai semangat yang kuat untuk meningkatkan kualitas
mutu pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan sehingga proses pembelajaran dapat
tercapai.
Menurut (Nurfadilah & Hakim, 2019) upaya dalam bentuk kemandirian belajar siswa
merupakan suatu proses, dan proses ini hanya dapat dilaksanakan melalui kegiatan belajar.
Dalam hal ini guru perlu berupaya dengan melakukan variasi proses pembelajaran baik
pendekatan, metode, atau model pembelajaran yang inovatif sehingga tujuan yang diharapkan
berhasil. Penerapan strategi dan metode belajar yang tepat dapat mengarahkan siswa menjadi
pribadi yang unggul, mandiri, bersemangat, dan berorentasi tinggi. Kemandirian memerlukan
tanggung jawab, mereka yang mandiri adalah mereka yang bertanggung jawab, berinisiatif,
memiliki keberanian, dan sanggup menerima resiko serta mampu menjadi pembelajaran
terhadap dirinya sendiri. Sehingga indikator kemandirian belajar yaitu mempunyai kepercayaan
terhadap diri sendiri, kegiatan belajarnya bersifat mengarahkan pada diri sendiri, mempunyai
rasa tanggung jawab, mempunyai inisiatif untuk mengerjakan tugas sendiri.
Dalam upaya menjawab semua tantangan pembelajaran secara mandiri, maka metode
yang dianggap cocok dengan karakteristik dan tujuan pada mata kuliah media pembelajaran
penjas, serta perkembangan yang terjadi saat ini adalah model Project Based Learning. (Sevima,

15
2020) mengatakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan pada masa pandemi saat
sekarang ini yaitu menggunakan metode pembelajaran project based learning. Menurut
Mendikbud, metode project based learning ini sangat efektif diterapkan untuk para pelajar
dengan membentuk kelompok belajar kecil dalam mengerjakan projek, eksperimen, dan inovasi.
Metode pembelajaran ini sangatlah cocok bagi pelajar yang berada pada zona kuning atau hijau.
Dengan menjalankan metode pembelajaran yang satu ini, tentunya juga harus memerhatikan
protokol kesehatan yang berlaku.
Project Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif dan
menekankan belajar kontekstual dan mengikutsertakan siswa melakukan investigasi secara
kolaboratif, melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memotivasi siswa lebih aktif dan
berinisiatif untuk memperoleh hal-hal yang mereka inginkan baik pada sisi pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilannya. Model Project Based Learning merupakan pembelajaran
inovatif yang berpusat pada peserta didik (student centered) dan menempatkan guru sebagai
motivator dan fasilitator, di mana peserta didik diberi peluang bekerja secara otonom
mengkonstruksi belajarnya. Model project based learning mengarahkan peserta didik pada
permasalahan secara langsung kemudian penyelesaiannya melibatkan kerja proyek yang secara
tidak langsung aktif dan dilatih untuk bertindak maupun berpikir kreatif. Marlanti dalam (Kusadi
et al., 2020). Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
melalui pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang
otonom dan mandiri. Siswa mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya dengan memenuhi
aspek berpikir kreatif seperti berpikir lancar (fluency) dalam menyelesaikan masalah, berpikir
luwes (flexibility) untuk menghasilkan gagasan penyelesaian masalah, berpikir orisinal
(originality) untuk memberikan gagasan yang berbeda dan berpikir terperinci (elaboration)
untuk mengembangkan gagasanya (Munandar, 2009) dalam (Utami et al., 2015).

Menurut (Afriana, 2015) pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran


yang berpusat pada peserta didik dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
peserta didik. Pengalaman belajar peserta didik maupun konsep dibangun berdasarkan produk
yang dihasilkan dalam proses pembelajaran berbasis proyek. Hakikat kerja proyek adalah
berkelompok, maka pengembangan keterampilan belajar berlangsung diantara para siswa, yang
berarti terjadi suatu aktivitas antar siswa yang satu dengan yang lainnya. Made Wena dalam
(Lestari, 2016) juga menyatakan bahwa model project based learning adalah model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran
dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek merupakan suatu bentuk kerja yang
memuat tugas-tugas kompleks berdasarkan pertanyaan dan permasalahan yang sangat
menantang dan menuntun peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat
keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk
bekerja secara mandiri. Tujuan pembelajaran project based learning menurut Karaduman dalam
(Sudianto, 2018) menjadikan siswa menjadi mandiri dalam belajar, memiliki kemampuan

16
pemecahan masalah, dan siswa dapat menghapai masalah yang kemungkinan terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pemaparan yang telah disampaikan, maka akan
dibahas bagaimana kemandirian belajar mahasiswa pendidikan jasmani pada mata kuliah media
pembelajaran penjas.

Jurnal kemandirian 14

Kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran di SMP N 1 Ungaran juga belum


maksimal, hal tersebut terlihat dari penilaian afektif yang dilakukan guru. Penilaian sikap seperti
percaya diri, tanggung jawab, kontrol diri, ketelitian, dan disiplin belum sepenuhnya tertanam
dalam karakter siswa. Tema ekosistem seharusnya dapat diajarkan dengan mengajak siswa
mengenal lingkungannya. Banyaknya pabrik yang ada di Ungaran seharusnya dapat
dimanfaatkan siswa untuk belajar mengenai kondisi ekosistem serta pencemaran dan pemanasan
global. Pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dapat membuat
siswa lebih memahami ekosistem di wilayah tempat tinggalnya, memecahkan masalah-masalah
terkait ekosistem, serta menanamkan nilai dan karakter dalam pembelajaran.
Nilai-nilai penting dalam pembelajaran tidak dapat diperoleh peserta didik jika guru
hanya menggunakan metode ceramah dalam mengajar. Peserta didik harus diberi kesempatan
untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh sebab itu pembelajaran perlu didekatkan dengan
kondisi lingkungan alam dan sosial. Melalui pendekatan saintifik dengan model PjBL siswa juga
akan melatih keterampilannya dalam memecahkan masalah dan menghasilkan produk layaknya
seorang peneliti (Voronchenko, 2015). Pembelajaran dilakukan dengan model Project Based
Learning (PjBL) yang di dalamnya memuat langkah-langkah pendekatan saintifik. Melalui
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan
mengkomunikasikan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan menghasilkan produk
sebagai tugas proyek. Menurut Sani (2014) penerapan PjBL harus dimulai dari tahapan berikut
penyajian permasalahan, membuat perencanaan, menyusun penjadwalan, memonitor pembuatan
proyek, melakukan penilaian, dan evaluasi. Melalui pendekatan saintifik dengan model PjBL
membuat kemandirian belajar siswa menjadi lebih baik. Menurut Candy dalam Nagpal et al.,
(2013) belajar mandiri merupakan suatu proses, metode, filsafat pendidikan dimana siswa
memperoleh pengetahuannya dengan usaha sendiri dan mengembangkan kemampuannya untuk
memecahkan masalah secara kritis. Kemandirian belajar siswa dapat dilihat dari beberapa
indikator yaitu inisiatif, percaya diri, motivasi, disiplin, dan tanggung jawab (Pramana dan
Dewi, 2014). Tujuan dari penulisan artikel ini yaitu untuk menjelaskan efektivitas pendekatan
saintifik dengan model PjBL tema ekosistem untuk menumbuhkan kemandirian belajar siswa
SMP. Manfaat artikel ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pengunaan
pendekatan saintifik dengan model PjBL untuk menumbuhkan kemandirian belajar siswa SMP.

Jurnal kemandirian 15

17
Menurut Mujiman (2007, hal. 67) “Kemandirian Belajar dapat diartikan sebagai sifat serta
kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh
motif untuk menguasai sesuatu kompetensi yang telah dimiliki”. Seorang siswa dikatakan
mempunyai Kemandirian Belajar apabila mempunyai kemauan sendiri untuk belajar, siswa
mampu memecahkan masalah dalam proses belajar matematika, siswa mempunyai tanggung
jawab dalam proses belajar matematika, dan siswa mempunyai rasa percaya diri dalam setiap
proses belajar matematika. Sementara itu Sumarmo (2004, hal. 4) menyatakan karakteristik yang
termuat pada kemandirian belajar, adalah (1) Individu merancang belajarnya sendiri sesuai
dengan keperluan atau tujuan individu yang bersangkutan, (2) Individu memilih strategi dan
melaksanakan rancangan belajarnya, (3) Individu memantau kemajuan belajarnya sendiri,
mengevaluasi hasil belajarnya dan dibandingkan dengan standar tertentu. Uraian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar pada setiap siswa akan nampak jika
siswa telah menunjukkan perubahan dalam belajar. Siswa belajar untuk bertanggung jawab
terhadap tugas yang dibebankan padanya secara mandiri dan tidak bertanggungpada orang lain.
Manfaat kemandirian dalam belajar menurut Yamin (2010, hal. 101), antara lain : (1) Memupuk
tanggung jawab. (2) Meningkatkan keterampilan. (3) Memecahkan masalah. (4) Mengambil
keputusan. (5) Berpikir kreatif. (6) Berpikir kritis. (7) Percaya diri yang kuat. (8) Menjadi guru
bagi diri sendiri.
Pentingnya kemandirian diungkapkan oleh Yamin (2008, hal. 128) bahwa kemandirian
belajar yang diterapkan oleh siswa dan mahasiswa membawa perubahan yang positif terhadap
intelektualitas. Perlunya kemandirian belajar mahasiswa khususnya pada individu yang belajar
matematika dan sains didukung oleh beberapa penelitian dan hasil studi. Hasil penelitian
Saefullah, dkk. (2013, hal. 34) terdapat hubungan positif (searah) yang berarti antara sikap
kemandirian belajar dan prestasi belajar siswa, semakin baik sikap kemandirian belajar yang
dimiliki siswa, maka akan semakin baik pula prestasi belajar yang akan diraihnya, dan terdapat
pula hubungan positif (searah) antara sikap kemandirian belajar yang dimiliki siswa terhadap
kemampuan untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Sikap kemandirian belajar berkontribusi
sebesar 40,96% terhadap prestasi belajar yang akan diraih siswa. Hasil studi Hargis (2000, hal.
1) dalam temuannya menyebutkan bahwa adanya hubungan positif antara individu yang
memiliki kemampuan untuk mengatur pembelajaran dan perolehan pengetahuan atau pencapaian
mereka sendiri. Studi lain juga menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki derajat self
efficacy yang tinggi menunjukkan derajat kemandirian belajar yang tinggi juga (Wongsri
dkk.,2002 hal. 2). Dari uraian di atas maka kemandirian belajar sangat diperlukan oleh
pembelajar. Sebab seseorang yang tidak mempunyai kemandirian dalam belajar, tidak akan
mungkin melakukan aktivitas belajar. Sehingga pendidikan dan pengajaran pada pendidikan
tinggi perlu dikembangkan untuk memacu daya kemampuan dan kemandirian belajar
mahasiswa. Kemandirian belajar harus dimiliki setiap individu terutama yang mengikuti

18
pendidikan tinggi (Wongsri dkk., 2002 hal. 2). Mahasiswa diarahkan menjadi pembelajar yang
mandiri karena kemandirian merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

Jurnal kemandirian 17

Pendidikan merupakan bagian integral dalam kehidupan bangsa dan negara. Salah satu
faktor yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia adalah dengan
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pendidikan sangat
menentukan kualitas kehidupan bangsa dan negara. Peningkatan mutu pendidikan merupakan
komitmen untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, baik sebagai pribadi–pribadi
maupun sebagai modal dasar pembangunan bangsa.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional,
diantaranya pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga pendidik, penataan
manajemen pendidikan serta penerapan teknologi informasi pendidikan. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dewasa ini adalah dengan
pemberlakuan Kurikulum 2013.
Standar kompetensi lulusan harus mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang berimbang. Diharapkan hasil akhirnya nanti adalah peningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia
yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa
yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sehingga pendidik harus
mampu mengoptimalkan sikap ilmiah peserta didik supaya mempunyai kepribadian yang baik
dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi alam sekitar untuk
dijadikan sumber ilmu supaya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Upaya untuk
meningkatkan mutu pembelajaran Fisika yang merupakan bagian dari sains, maka diperlukan
perubahan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat PPL di SMA
Negeri 1 Kutowinangun terhadap pembelajaran fisika diperoleh bahwa kemandirian peserta
didik relatif rendah.
Banyak siswa yang mengalami kesusahan pada saat mengerjakan evaluasi dari guru. Hal
ini terlihat dari rendahnya hasil belajar fisika dan siswa hanya mampu menyajikan tingkat
hafalan yang baik terhadap meteri yang diterima tetapi pada dasarnya mereka tidak paham
terhadap materi itu. Ini terbukti ketika diadakan ulangan harian siswa tidak ingat apa yang sudah
dipelajari. Hal ini terjadi karena banyak guru ketika mengajar konsep hanya berpusat pada
kemampuan berikir tingkat rendah,mengingat dan menghafal.
Guru pada umumnya hanya menggunakan bahan ajar monoton yang sudah tersedia dan di jual
bebas di toko buku. Padahal isinya belum tentu sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika yang
sebenarnya.

19
Kemandirian sangat diperlukan seseorang, dengan adanya kemandirian akan timbul rasa
percaya diri, kemampuan sendiri, mengendalikan kemampuan sendiri,sehingga puas terhadap
apa yang dikerjakan atau dilakukan. Menurut sumahamijaya (2001:26), “Mandiri sebagai adanya
hak dan kewajiban yang dimiliki, mampu menentukan nasibnya sendiri, tidak tergantung pada
orang lain sampai batas kemampuan, mampu bertanggung jawab atas segala tidakan dan
perasaan, mampu membuang pola perilaku yang mengingkari diri sendiri”. Aspek-aspek
kemandirian menurut Havinghurst (Revi Syatriani,2010) yaitu: 1) Aspek emosi: aspek ini
ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya dengan kebutuhan
emosi dari orang lain 2) Aspek intelektual: aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi 3) Aspek sosisal: aspek ini ditunjukan dengan
kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu
aksi dari orang lain.

Jurnal kemandirian 18

Demi terbangunnya negara yang kokoh, yang dapat mengikuti era globalisasi, maka
diperlukan peranan pendidikan. Pendidikan dapat mengembangkan manusia ke arah yang lebih
baik, sehingga dapat diciptakan manusia yang dapat bersaing di era globalisasi. Pendidikan juga
merupakan investasi sumber daya manusia, dimana peningkatan kecakapan dan kemampuan
diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia untuk berprestasi di bidangnya.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Dalam
serangkaian proses pembelajaran di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan
yang paling penting. Menurut Wena (2009: 8), pembelajaran yang selama ini ada kurang
inovatif, pembelajaran banyak berpusat kepada guru sehingga kurang mengembangkan potensi
yang ada di dalam diri siswa.

Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005: 50), kemandirian dalam belajar adalah aktivitas
belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung
jawab sendiri dari pembelajaran. Kemandirian belajar siswa diperlukan agar mereka mempunyai
tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya. Kemandirian belajar yang
merupakan kemampuan dasar manusia terganggu oleh penyelenggaraan sistem pendidikan yang
bersifat ”teacher center”. Proses pembelajaran dirancang melalui kurikulum yang instruktif, dan
guru bertugas sebagai pelaksananya. Akibatnya, kemandirian belajar sebagai kemampuan
alamiah manusia berkurang. Kemampuan ini menjadi kemampuan potensial yang harus digali
kembali oleh sistem pendidikan formal.

Jurnal kemandirian 19

Penyesuaian diri pada siswa yaitu mampu beradaptasi secara tepat terhadap
lingkungannya. Padahal prospeknya memerlukan proses. Kemandirian dan penyesuaian siswa,

20
menunjukan sikap anak untuk tidak selalu terpaku pada guru sekolah atau pada pembelajaran di
lingkungan sekolah melainkan juga di luar sekolah. Karakteristik pembelajaran pada setiap
satuan pendidikan terkait erat pada standar kompetensi lulusan dan standar isi. Permendikbud
nomor 22 tahun 2006 mengungkap bahwa proses pembelajaran satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis siswa.
Kemandirian adalah suatu kondisi dimana seorang memiliki hasrat untuk hidup sendiri,
bersaing, dan ingin maju demi kebaikan dirinya sendiri dengan di tompang kemampuan yang
dimiliki tanpa adanya pengaruh atau hasutan orang lain. Makna mandiri dan penyesuaian diri
siswa mampu memberi pangaruh pada siswa terhadap prestasi-prestasi yang akan dicapainya
nanti dalam proses pembelajaran serta mampu memberi pengarahan pada siswa untuk
menjalankannya lebih baik. Untuk mendorong kemampuan siswa menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan
pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).
Pemecahan masalah yang ditemukan sendiri oleh siswa secara mandiri akan lebih
bermakna dari pada informasi yang diberitahukan. Anak harus berperan mandiri saat belajar di
kelas. Konsepnya adalah belajar dengan berproyek (project based learning). Menurut John
Thomas (dalam Hosnan, 2014:321) project based learning adalah pembelajaran yang
memerlukan tugas-tugas kompleks, didasarkan pada pertanyaan/masalah menantang, yang
melibatkan siswa dalam mendesain, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau keiatan
investigasi, memberikan siswa kesempatan untuk bekerja secara mandiri selama periode dan
berujung pada realistic produk atau presentasi. Menurut Widodo (2012: 10) Kemandirian belajar
merupakan sikap individu khususnya siswa dalam pembelajaran yang mampu secara individu
untuk menguasai kompetensi, tanpa tergantung dengan orang lain dan tanggung jawab. Siswa
tersebut secara individu memiliki sikap tanggung jawab, tidak tergantung orang lain, percaya
diri dan mampu mengontrol dirinya sendiri. Kemandirian belajar ini sangat diperlukan siswa
agar pencapaian prestasi belajar dapat optimal.
Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi dari Ibu Guru kelas IV permasalahan yang
terjadi dalam proses pembelajaran yaitu masih didominasi dengan teori sedangkan praktik
mengkomunikasikan itu sendiri masih sangat sedikit. Akibatnya, siswa kurang mandiri untuk
berbicara di depan kelas dan penguasaan materi tidak bertahan lama. Berdasarkan interpretasi
hasil belajar siswa, kualitas dalam pembelajaran masih perlu diperbaiki agar KKM dapat
terlampaui. Hasil belajar muatan Bahasa Indonesia yaitu sebanyak 19 dari 34 siswa atau sekitar
55,88% siswa sudah mendapatkan nilai di atas batas minimal sedangkan 16 dari 34 siswa atau
sekitar 44,12% belum mendapatkan nilai mencapai batas minimal atau KKM untuk hasil belajar

21
tematik muatan Bahasa Indonesia. Muatan IPS sebanyak 64,71% dan muatan PPKn sebanyak
85,29 % siswa sudah mendapatkan nilai diatas batas minimal. Kondisi seperti ini yang terus
menerus berlanjut akan menyebabkan hasil belajar siswa kurang maksimal. Rencana pemecahan
masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model
pembelajaran project based learning. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama untuk
meningkatkan kemandirian dan hasil belajar tematik siswa kelas IV SD menerapkan model
pembelajaran project based learning dan kedua untuk mendeskripsikan kemandirian dan hasil
belajar tematik siswa kelas IV SD menerapkan model pembelajaran project based learning.
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu penerapan langkah-langkah model pembelajaran project
based learning pada pembelajaran yang dilakukan sesuai sintaks diduga dapat meningkatkan
kemandirian dan penerapan model pembelajaran project based learning meningkatkan hasil
belajar siswa.

Jurnal kemandirian 20

Pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dalam rangka menumbuh kembangkan
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini dilalui dengan proses
pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa. Menurut Warsono dan Hariyanto,
(2012:7) belajar pada hakikatnya merupakan hasil dari proses interaksi antara siswa dengan
lingkungan sekitarnya. Dalam melakukan proses ini, siswa menggunakan seluruh kemampuan
dasar yang dimilikinya sebagai dasar untuk melakukan berbagai kegiatan agar memperoleh hasil
belajar yang diharapkan. Sehingga dalam proses pembelajaran akan terlihat keterlibatan siswa
dalam penyelesaian masalah.

Sejalan dengan diberlakuan kurikulum 2013 yang menuntut pada proses pembelajaran.
menurut Abidin, (2013:20) sasaran pembelajaran dalam kurikulum 2013 mencakup
pengembangan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dielaborasikan untuk setiap
satuan pendidikan. Oleh karena itu dalam pembelajaran yang mengimplementasikan kurikulum
2013, guru bukan satu-satunya sumber belajar. Dengan demikian pemberlakuan kurikulum 2013
sangat erat hubungannya dengan pembelajaran proses saintifik. Pembelajaran proses saintifik
merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis dan kritis dalam upaya
masalah pemebelajaran ini akan melibatkan siswa dalam kegiatan memecahkan masalah yang
kompleks melalui kegiatan curah gagasan, berfikir kreatif, melakukan aktivitas penelitian, dan
membangun konseptualisasi pengetahuan (Abidin, 2013: 125). Salah satu prinsip pembelajaran
berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas,
inisiatif, inspirasi, inovasi, dan kemandirian (Anonim,2013). Melalui proses pembelajaran
tersebut diharapkan siswa dapat menemukan pengetahuannya sendiri dari konsep-konsep
pembelajaran kimia yang dipelajarinya sehingga kelak bisa diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.

22
Pembelajaran dalam ilmu kimia membutuhkan lebih banyak kreativitas siswa baik secara
psikis maupun fisik karena ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana
gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, transformasi,
dinamika dan energetika zat (Anonim, 2010). Pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa
sangat erat hubungannya dengan keterampilan kemandiri siswa dalam memecahkan masalah.
Menurut Desmita, (2014:185) kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan
nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan
diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh
dari orang lain. Sehingga perlu model pembelajaran yang sesuai untuk mengemas pembelajaran
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan efektif.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap guru kimia di SMAN 4 Kota Jambi
kurikulum yang diterapkan di sekolah sudah memakai kurikulum 2013, dan ternyata masih
banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi kimia kelas XI khususnya pada
materi hidrolisis garam, karena pokok bahasan tersebut mengandung konsep yang perlu
dipahami siswa melalui pengamatan langsung dengan menggunakan keterampilan proses.
Kopetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada materi hidrolisis garam adalah memahami
garam-garam yang mengalami hidrolisis dan merancang, melakukan dan menyimpulkan serta
menyajikan hasil percobaan untuk menentukan jenis garam yang mengalami hidrolisis.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, masalah ini terjadi disebabkan beberapa
faktor, diantaranya pembelajaran yang seharusnya berpusat pada siswa masih berpatokan pada
guru sebagai pengarah dan menjelaskan setiap tahapan prosesnya, guru telah menggunakan
model yang dapat melatih keterampilan proses siswa di laboratorium tetapi pada prosesnya
siswa masih kurang teliti, kurang tanggung jawab dan kurang mandiri dalam proses pelaksanaan.
Siswa masih belum bisa bekerja sendiri dalam menyelesaikan masalah yang diberikan guru
karena dari hasil wawan cari di guru masih banyak siswa yang mencontek pada saat ujian, dan
pada saat pengerjaan tugas siswa lebih suka menyalin tugasdari temannya. Tingkah laku yang
tidak bertanggung jawab inilah yang menyebab kan siswa kurang mandiri dalambelakar.
Kemandirian siswa dalam proses pembelajaran ini sangat penting diperhatikan oleh guru,
kemandirian menekankan pada aktivitas siswa dalam belajar yang penuh tanggung jawab atas
keberhasilan dalam belajar. Sikap kemandirian dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tingkah laku. Dengan adanya perubahan tingkah
laku maka siswa juga memiliki peningkatan berpikir, menganggap bahwa dalam belajar harus
bisa mandiri tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah yang ada di sekolah dibutuhkan model pembelajaran
yang mampu meningkatkan keterampilan proses memecahkan masalah dan kemandirian siswa,
yaitu model PjBL salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemandirian siswa
dalam pembelajar yang mengintegrasikan dengan masalah nyata. Sesuai dengan pendapat Boss

23
dan Kraus bahwasanya pada model pembelajaran PjBL sangat baik digunakan untuk
mengembangkan motivasi belajar, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, dan
membiasakan siswa mendayagunakan kemampuan berfikir tinggi (Abidin, 2014:168).
Dalam model PjBL ini, diharapkan siswa dapat menumbuhkan keterampilan
menyelesaikan masalah dalam mengorganisasikan proyek, bertindak sebagai pemecah masalah,
dan dalam pembelajaran dibangun proses berpikir, kerja kelompok, berkomunikasi dan saling
memberi informasi. Selain itu model PjBL dapat memberikan kesempatan kepada siswa
merancang prosedur untuk bereksplorasi, mengumpulkan dan menganalisis data serta
memecahkan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik secara aktif
membangun pengetahuan sendiri. Sehingga siswa mampu untuk mengerjakan secara mandiri,
dalam menemukan alternatif pemecahan masalah berupa produk. Dengan begitu secara langsung
penulis dapat melihat kemandirian siswa pada penerapan model pembelajaran PjBL.
Adapun penelitian yang relevan mengenai model PjBL untuk meningkatkan
keterampilan proses berbasis masalah: Penelitian Nur (2016) menyebutkan bahwa kemandirian
belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Brain based learning (BBL) lebih baik
dari pada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, dan terdapat hubungan
positif antara kemandirian belajar dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Melissa (2016) menyimpulkan bahwa meningkatnya
kemandirian belajar siswa dengan menggunakan pendekatan PBL, peningkatan kemandirian
belajar dilihat dari adanya peningkatan prestasi siswa yang mempunyai kemandirian belajar
dalam kategori sangat tinggi pada kondisi awal sebesar 9%, siklus I sebesar 27% dan siklus II
sebesar 41%. Penelitian Yektyastuti (2015) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
peningkatan kemandirian belajar antara kelas eksperimen yang menggunakan media
pembelajaran chemondro dan kelas control yang tidak menggunakan media tersebut pada
pembelajaran kimia materi kelarutan.
Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan
akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian
berasal dari kata dasar “diri”, dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri
itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan
kemandirian adalah autonomy. Monks, dkk (1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk
melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk untuk menemukan dirinya melalui proses
mencari identitas ego, yaitu merupakan merupakan perkembangan kearah individualitas yang
mantap dan berdiri sendiri. Sedangkan menurut Seifert dan Hoffnung (1994), mendefenisikan
otonomi sebagai “the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feeling, and actions
freely and responsibly while overcoming feelings of shame and doubt”. Demikian Chaplin
(2002), mendefenisikan otonomi adalah kebebasan individu manusia unruk memilih , untuk
menjadi kesatuan yang bisa memerintah , menguasai dan menentukan dirinya sendiri.

24
Jurnal kemandirian 21

Peradaban manusia yang berkembang secara linier mengikuti perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi. Secara berturut-turut masyarakat berkembang dari masyarakat
primitif, masyarakat agraris, masyarakat industri, dan kemudian menjadi masyarakat informasi.
Situasi abad 21 sering kali diidentikan dengan masyarakat informasi tersebut, yang ditandai oleh
munculnya fenomena masyarakat digital. Sekarang ini, abad 21 dan masa mendatang, muncul
apa yang disebut sebagai revolusi industri 4.0. Indonesia yang merupakan bagian dari
masyarakat global, juga berkembang sebagaimana alur tersebut. Masyarakat Indonesia memang
sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dengan era digital. Setiap aktivitas manusia akan
digerakkan melalui serangkaian teknologi digital. Transaksi perdagangan, komunikasi,
semuanya digerakkan secara digital (Ngafifi, M. 2014). Teknologi digital juga membantu
memudahkan dalam mencari informasi yang dibutuhkan untuk belajar.

Belajar merupakan sebuah proses untuk memperoleh suatu perubahan perilaku baik
dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai-nilai yang positif yang akan
menjadi pengalaman untuk mendapatkan sejumlah hasil dari apa yang sudah dipelajari.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan kepribadian manusia dan
mengembangkan cara berfikir setiap individu agar menjadi manusia yang berguna bagi bangsa
dan negara. Sekolah Dasar menjadi salah satu tonggak yang penting bagi keberlangsungan
terbentuknya kepribadian dan pengetahuan seorang anak.

Siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi cenderung belajar lebih baik, mampu
memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam
menyelesaikan tugasnya; mengatur belajar dan waktu secara efisien, dan memperoleh skor yang
tinggi dalam sains (Hargis dalam Sumarmo 2004). Kemandirian dalam belajar sangat diperlukan
untuk membentuk pribadi siswa yang percaya diri, bertanggung jawab dan mampu mengatasi
masalah. Kemandirian belajar siswa akan mengantarkan siswa untuk belajar menganalisa dan
mengembangkan pikiran kritis. Hanya saja hanya sebagian kecil dari siswa yang mampu belajar
secara mandiri. Hal tersebut disebabkan pembelajaran online yang dilaksanakan oleh guru belum
efektif.

Sejalan dengan masalah tersebut, perlu diupayakan suatu tindakan di kelas berupa
strategi, model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemandirian belajar Model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa harus berpusat pada siswa.
Siswa secara aktif melaksanakan pembelajaran serta menyelesaikan tugasnya dengan penuh rasa
tanggung jawab. Untuk mewujudkan hal tersebut, guru dapat memberikan tugas proyek
sederhana kepada siswa. Siswa dengan bimbingan guru dapat melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan karya yang menjadi tujuan proyek

25
tersebut. Pembelajaran dengan proyek sebagai inti pembelajaran dinamakan pembelajaran
berbasis proyek atau project-based learning (PjBL).

Project-based learning dapat dikombinasikan dengan pembelajaran online. Pembelajaran


ini dinamakan pembelajaran online berbasis project-based learning. Pembelajaran tersebut
menggunakan teknologi dan informasi sebagai media untuk berinteraksi juga proyek sebagai inti
pembelajaran. Melalui pembelajaran online berbasis project-based learning ini diharapkan
kemandirian siswa dalam belajar dapat lebih ditingkatkan. Project-Based Learning adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai inti pembelajaran. Siswa melakukan
eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk
hasil karya. Melalui pembelajaran online berbasis proyek ini diharapkan kemampuan dan
kemandirian siswa dalam belajar dapat lebih ditingkatkan, sehingga dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya.

Jurnal kemandirian 22

Dalam proses pembelajaran, guru merupakan faktor yang paling dominan yang
menentukan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang baik, tentu akan menghasilkan
hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan salah satu indikator pencapaian tujuan
pembelajaran. Hasil belajar siswa pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari
dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa. Salah satu faktor yang paling berpengaruh
terhadap hasil belajar adalah kemandirian belajar siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar,
metode merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Sehingga seorang guru haruslah
dapat menentukan metode pembelajaran yang cocok digunakan pada setiap materi pelajaran
yang akan diajarkan agar terciptanya kondisi belajar mengajar di kelas yang menyenangkan.
Model pembelajaran yang disarankan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tersebut salah satu diantaranya adalah model Problem Based Learning (PBL) dan
model Project Based Learning (PjBL). Ngalimun [3] menyatakan bahwa penggunaan PBL dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka
dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. Menurut Thomas dalam
Donni Juni Priansa [4] menyatakan bahwa pembelajaran PjBL memberikan kesempatan kepada
guru untuk mengelola pembelajaran dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek dapat
berupa tugas-tugas yang kompleks bagi siswa yang mampu membangkitkan minat belajar siswa,
merangsang kemampuan dalam memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan
investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri.

Kurangnya kemandirian belajar siswa juga dapat dilihat dari ketergantungan siswa
kepada guru. Pelaksanaan proses pembelajarannya masih dominan menggunakan metode
konvensional yaitu ceramah, tanya jawab dan demonstrasi. Guru menjelaskan materi serta

26
melakukan demonstrasi di depan kelas dan juga menulisnya di papan tulis kemudian para siswa
mencatat serta mempraktikkan materi yang disampaikan oleh guru. Pada pembelajaran praktik
siswa tidak diberikan jobsheet yang berisi langkah-langkah praktikum pada materi yang sedang
dipelajari. Media pembelajaran yang digunakan adalah papan tulis dan proyektor. Metode
pembelajaran konvensional dengan pembelajaran yang digunakan cenderung lebih terpusat pada
guru membuat siswa menjadi kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Kimsesiz, Dolgunsoz, dan Konca [17], menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis proyek merupakan pendekatan konstruktivis yang berpusat kepada siswa dimana siswa
pada pembelajaran terlibat secara aktif serta dapat menemukan dan menghasilkan sesuatu baik
secara sendiri maupun berkelompok yang kemudian dapat mengembangkan akademis dan
keterampilan sosial-psikologis. Sedangkan menurut Kosasih [18] menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) adalah model pembelajaran yang
menggunakan proyek/kegiatan sebagai tujuannya. Karakteristik pembelajaran PjBL yaitu (1)
fokus pada konsep penting, (2) belajar berpusat kepada siswa, (3) merupakan proses inkuiri, (4)
proyek bersifat realistik, (5) terkait dengan permasalahan nyata/autentik, (6) investigasi
konstruktif, dan (7) menghasilkan produk [14].
Model pembelajaran PjBL merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu
tugas proyek dunia nyata untuk memecahkan suatu permasalahan dengan mengumpulkan
informasi yang dikerjakan secara berkelompok dengan siswa lainnya pada periode waktu yang
ditentukan dan dipresentasikan hasil kerja mereka. Proses pembelajaran dilakukan dengan
langkah menentukan konteks dan ide proyek, merencanakan penyelesaian proyek, melakukan
penyelesaian tugas proyek, kemudian melakukan presentasi hasil proyek, serta evaluasi proses
dan hasil proyek.

Mudjiman [20] menyatakan kemandirian belajar dapat diartikan sebagai sifat serta
kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh
motif untuk menguasai sesuatu kompetensi yang dimiliki. Suhendri dan Mardalena [21]

27
menyatakan bahwa, kemandirian belajar adalah suatu aktivitas belajar yang dilakukan siswa
tanpa bergantung kepada orang lain baik teman maupun gurunya dalam mencapai tujuan belajar
yaitu menguasai materi dan pengetahuan dengan baik dengan kesadarannya sendiri siswa serta
dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Knowles dalam Conradie [22] menyatakan belajar mandiri sebagai suatu
proses belajar yang dilakukan secara inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam
kebutuhan belajar, merumuskan tujuan, mengidentifikasi sumber belajar dan materi
pembelajaran, memilih dan mengimplementasikan sesuai dengan strategi belajar, dan
mengevaluasi hasil belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang kemandirian belajar maka dapat disimpulkan
kemandirian belajar adalah kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri dalam kegiatan belajar
dan bertanggung jawab tanpa selalu tergantung kepada orang lain untuk mencapai tujuan belajar
yang dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa itu sendiri, maupun yang berasal dari luar
yakni lingkungan keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan masyarakat. Semakin besar peran
siswa dalam kegiatan belajar mengindikasikan bahwa siswa tersebut memiliki tingkat
kemandirian belajar yang tinggi. Indikator yang diukur dalam kemandirian belajar siswa yaitu
memiliki kontrol diri, tidak tergantung kepada orang lain, percaya diri, memiliki perilaku
disiplin, memiliki rasa tanggung jawab, serta memiliki inisiatif dalam belajar.

Jurnal kemandirian 24

Proses pembelajaran saat ini harus terpusat pada siswa sehingga perlu adanya inovasi
pada aspek pembelajarannya. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas juga tidak
terlepas dari pengaruh kurikulum. Pada saat ini, di Indonesia diberlakukan Kurikulum 2013
(K13). (Mulyasa, 2013)Berlakunya K13 menuntut guru agar mampu menyusun suatu
pembelajaran yang menumbuhkan tingkat kemandirian belajar siswa. Oleh karena itu peran dari
K13, khususnya K13 revisi 2017 adalah membimbing siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran dengan tujuan untuk mengembangkan potensi kemandirian yang ada di dalam diri
siswa.

(Anggraini, 2017) Kemandirian belajar merupakan proses belajar yang mengajak siswa
pada aktivitas belajar secara aktif pada suatu mata pelajaran tertentu yang didorong oleh
kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri. Kemandirian belajar siswa
diperlukan agar mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan
dirinya. Kemandirian dalam belajar memberikan landasan yang kuat bagi keberhasilan siswa
dalam mencapai hasil belajar yang maksimal. Siswa yang memiliki kemandirian belajar akan
mampu bekerja secara individu maupun kelompok dan berani mengemukakan gagasan atau ide
yang dimiliki.

28
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah penggunaan model
pembelajaran yang diterapkan pada mata pelajaran Rancang Bangun Jaringan.Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa
adalah project based learning (PjBL).(Leviathan, 2008) Pembelajaran berbasis proyek
merupakan pembelajaran yang inovatif yang menekankan pada kegiatan kompleks dengan
tujuan pemecahan masalah dengan berdasar pada kegiatan inkuri. Penerapan model
pembelajaran PjBL sangat realistis untuk pembelajaran pada mata pelajaran Rancang Bangun
Jaringan yang memerlukan kerja praktik. Penerapan model ini mendukung tercapainya konsep
belajar mandiri, yang meliputi siswa belajar atas inisiatif sendiri dalam mengidentifikasi
kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan
menetapkan stategi belajar serta mengevaluasi hasil belajar.

Jurnal kemandirian 25

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan dan


pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas pendidikan merupakan salah satu
faktor yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu cara
pembentukan manusia untuk menggunakan akal pikiran mereka sebagai jawaban dalam
menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang. Melalui pendidikan
diharapkan bangsa ini dapat mengikuti perkembangan dalam bidang sains dan teknologi yang
semakin berkembang. Menurut Marhaeni (2015: 1) “pendidikan yang bermakna harus
berstandar pada empat pilar pendidikan, yaitu (1) Learning to know, yaitu peserta didik
mempelajari pengetahuan (2) Learning to do, yaitu peserta didik menggunakan pengetahuannya
untuk mengembangkan keterampilan, (3) Learning to be, yaitu peserta didik belajar
menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk hidup, (4) Learning to live together, yaitu
peserta didik belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan
adanya saling menghargai antara sesama manusia”. Pendidikan mempunyai peran yang sangat
sentral dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menghadapi tantangan
zaman. Perubahan tersebut memberi pengaruh yang besar terhadap berbagai kegiatan dan
kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan akan pendidikan. Paradigma pengajaran yang telah
berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran guru dalam mentransfer pengetahuan
kepada siswa.
Dewasa ini paradigma tersebut bergeser menuju paradigma pembelajaran yang
memberikan peran lebih banyak kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan yang
dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Dantes, 2014: 190).

Jurnal kemandirian 26

29
Peranan kemandirian dalam belajar tidak bisa dipandang remeh. Hasil pengamatan
peneliti dalam observasi di lapangan telah ditemukan fakta, yaitu: a) dalam mengerjakan tugas-
tugas yang diberikan dosen banyak mahasiswa yang mengambil jalan pintas dengan menyalin
jawaban dari teman tanpa memahami penyelesaian dari masalah tersebut. b) bila diberi tugas
kelompok, sebagian mahasiswa lebih mengandalkan kemampuan teman lain untuk mengerjakan.
Bagi mereka dari mana asal muasal selesaian tugas tersebut tidaklah penting. Yang terpenting
adalah ada hasil pekerjaan yang dapat ditunjukkan dihadapan dosen dengan menyerahkan kertas
kerjanya.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas maka pengajaran pada tingkat pendidikan tinggi
perlu mendapatkan perhatian khusus. Strategi pembelajaran yang digunakan dosen juga perlu
dikembangkan. Tidak hanya sekedar memberikan tugas yang banyak tapi minim evaluasi,
namun juga pembelajaran yang memacu kemandirian belajar dan kemampuan berpikirnya.
Kemampuan belajar mandiri mutlak diperlukan mahasiswa untuk menghadapi tugas mandiri,
tugas proyek maupun tugas akhir Menurut Mujiman (2007, hal. 67)
“Kemandirian Belajar dapat diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang dimiliki siswa
untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu
kompetensi yang telah dimiliki”. Seorang siswa dikatakan mempunyai Kemandirian Belajar
apabila mempunyai kemauan sendiri untuk belajar, siswa mampu memecahkan masalah dalam
proses belajar matematika, siswa mempunyai tanggung jawab dalam proses belajar matematika,
dan siswa mempunyai rasa percaya diri dalam setiap proses belajar matematika. Sementara itu
Sumarmo (2004, hal. 4) menyatakan karakteristik yang termuat pada kemandirian belajar, adalah
(1) Individu merancang belajarnya sendiri sesuai dengan keperluan atau tujuan individu yang
bersangkutan, (2) Individu memilih strategi dan melaksanakan rancangan belajarnya, (3)
Individu memantau kemajuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan
dibandingkan dengan standar tertentu.
Uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar pada setiap
siswa akan nampak jika siswa telah menunjukkan perubahan dalam belajar. Siswa belajar untuk
bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya secara mandiri dan tidak
bertanggung pada orang lain. Manfaat kemandirian dalam belajar menurut Yamin (2010, hal.
101), antara lain : (1) Memupuk tanggung jawab. (2)Meningkatkan keterampilan. (3)
Memecahkan masalah. (4) Mengambil keputusan. (5) Berpikir kreatif. (6) Berpikir kritis. (7)
Percaya diri yang kuat. (8) Menjadi guru bagi diri sendiri. Pentingnya kemandirian diungkapkan
oleh Yamin (2008, hal. 128) bahwa kemandirian belajar yang diterapkan oleh siswa dan
mahasiswa membawa perubahan yang positif terhadap intelektualitas. Perlunya kemandirian
belajar mahasiswa khususnya pada individu yang belajar matematika dan sains didukung oleh
beberapa penelitian dan hasil studi. Hasil penelitian Saefullah, dkk. (2013, hal. 34) terdapat
hubungan positif (searah) yang berarti antara sikap kemandirian belajar dan prestasi belajar
siswa, semakin baik sikap kemandirian belajar yang dimiliki siswa, maka akan semakin baik

30
pula prestasi belajar yang akan diraihnya, dan terdapat pula hubungan positif (searah) antara
sikap kemandirian belajar yang dimiliki siswa terhadap kemampuan untuk meningkatkan
prestasi belajarnya. Sikap kemandirian belajar berkontribusi sebesar 40,96% terhadap prestasi
belajar yang akan diraih siswa. Hasil studi Hargis (2000, hal. 1) dalam temuannya menyebutkan
bahwa adanya hubungan positif antara individu yang memiliki kemampuan untuk mengatur
pembelajaran dan perolehan pengetahuan atau pencapaian mereka sendiri. Studi lain juga
menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki derajat self-efficacy yang tinggi menunjukkan
derajat kemandirian belajar yang tinggi juga (Wongsri dkk.,2002 hal. 2). Dari uraian di atas
maka kemandirian belajar sangat diperlukan oleh pembelajar. Sebab seseorang yang tidak
mempunyai kemandirian dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar
Sehingga pendidikan dan pengajaran pada pendidikan tinggi perlu dikembangkan untuk memacu
daya kemampuan dan kemandirian belajar mahasiswa.

Jurnal kemandirian 28

Demi terbangunnya negara yang kokoh, yang dapat mengikuti era globalisasi, maka
diperlukan peranan pendidikan. Pendidikan dapat mengembangkan manusia ke arah yang lebih
baik, sehingga dapat diciptakan manusia yang dapat bersaing di era globalisasi. Pendidikan juga
merupakan investasi sumber daya manusia, dimana peningkatan kecakapan dan kemampuan
diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia untuk berprestasi di bidangnya.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Dalam
serangkaian proses pembelajaran di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan
yang paling penting. Menurut Wena (2009: 8), pembelajaran yang selama ini ada kurang
inovatif, pembelajaran banyak berpusat kepada guru sehingga kurang mengembangkan potensi
yang ada di dalam diri siswa.

Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005: 50), kemandirian dalam belajar adalah aktivitas
belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung
jawab sendiri dari pembelajaran. Kemandirian belajar siswa diperlukan agar mereka mempunyai
tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya. Kemandirian belajar yang
merupakan kemampuan dasar manusia terganggu oleh penyelenggaraan sistem pendidikan yang
bersifat ”teacher center”. Proses pembelajaran dirancang melalui kurikulum yang instruktif, dan
guru bertugas sebagai pelaksananya. Akibatnya, kemandirian belajar sebagai kemampuan
alamiah manusia berkurang. Kemampuan ini menjadi kemampuan potensial yang harus digali
kembali oleh sistem pendidikan formal.

31
Jurnal kemandirian 29

Kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi


masalah, mempunyai rasa percaya diri, bertanggung jawab dan dapat melakukan sesuatu sendiri
tanpa tergantung pada orang lain. Bagi siswa yang sudah terbiasa mandiri dalam belajar ketika
dihadapkan pada sebuah masalah akan cenderung bersikap tenang saat pengerjaan tugas-tugas
belajar dikarenakan mereka mempunyai kepercayaan diri yang tinggi sehingga mereka tidak
mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. Solusi ada karena adanya sebuah masalah, maka
dari itu ketika dihadapkan pada suatu masalah diharapkan dapat berusaha untuk mencari
solusinya dan tetap konsisten.
Kemandirian belajar mengandung arti belajar berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Hal ini diperkuat oleh Sumarmo (2004) dalam (Sudiana et al., 2017) yang mengemukakan
bahwa kemandirian belajar sebagai kemampuan memantau kemampuan sendiri, dan merupakan
kerja keras personaliti manusia. Pengembangan kemandirian belajar sangat diperlukan dalam
keberhasilan proses perkuliahan. Mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi
cenderung dapat belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur jadwal
belajarnya secara efektif. Lebih daripada itu, mahasiswa dapat memperkirakan waktu dalam
mengerjakan tugas.
Faktanya seseorang yang tidak mempunyai kemandirian pasti tidak akan bisa berdiri
sendiri dan tidak akan timbul suatu kepercayaan diri dalam menghadapi kehidupan khususnya
dalam kehidupan di dunia pendidikan. (Yanti & Surya, 2017) mengemukakan bahwa belajar
mandiri ialah kegiatan belajar aktif, yang di dorong oleh motivasi mengenai suatu kompetensi
yang dimiliki. Bagi siswa yang merupakan generasi penerus bangsa sangat diharapkan
menumbuhkan sikap mandiri dan mempunyai semangat yang kuat untuk meningkatkan kualitas
mutu pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan sehingga proses pembelajaran dapat
tercapai.
Menurut (Nurfadilah & Hakim, 2019) upaya dalam bentuk kemandirian belajar siswa
merupakan suatu proses, dan proses ini hanya dapat dilaksanakan melalui kegiatan belajar.
Dalam hal ini guru perlu berupaya dengan melakukan variasi proses pembelajaran baik
pendekatan, metode, atau model pembelajaran yang inovatif sehingga tujuan yang diharapkan
berhasil. Penerapan strategi dan metode belajar yang tepat dapat mengarahkan siswa menjadi
pribadi yang unggul, mandiri, bersemangat, dan berorentasi tinggi. Kemandirian memerlukan
tanggung jawab, mereka yang mandiri adalah mereka yang bertanggung jawab, berinisiatif,
memiliki keberanian, dan sanggup menerima resiko serta mampu menjadi pembelajaran
terhadap dirinya sendiri. Sehingga indikator kemandirian belajar yaitu mempunyai kepercayaan
terhadap diri sendiri, kegiatan belajarnya bersifat mengarahkan pada diri sendiri, mempunyai
rasa tanggung jawab, mempunyai inisiatif untuk mengerjakan tugas sendiri.
Dalam upaya menjawab semua tantangan pembelajaran secara mandiri, maka metode
yang dianggap cocok dengan karakteristik dan tujuan pada mata kuliah media pembelajaran

32
penjas, serta perkembangan yang terjadi saat ini adalah model Project Based Learning. (Sevima,
2020) mengatakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan pada masa pandemi saat
sekarang ini yaitu menggunakan metode pembelajaran project based learning. Menurut
Mendikbud, metode project based learning ini sangat efektif diterapkan untuk para pelajar
dengan membentuk kelompok belajar kecil dalam mengerjakan projek, eksperimen, dan inovasi.
Metode pembelajaran ini sangatlah cocok bagi pelajar yang berada pada zona kuning atau hijau.
Dengan menjalankan metode pembelajaran yang satu ini, tentunya juga harus memerhatikan
protokol kesehatan yang berlaku.
Project Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif dan
menekankan belajar kontekstual dan mengikutsertakan siswa melakukan investigasi secara
kolaboratif, melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memotivasi siswa lebih aktif dan
berinisiatif untuk memperoleh hal-hal yang mereka inginkan baik pada sisi pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilannya. Model Project Based Learning merupakan pembelajaran
inovatif yang berpusat pada peserta didik (student centered) dan menempatkan guru sebagai
motivator dan fasilitator, di mana peserta didik diberi peluang bekerja secara otonom
mengkonstruksi belajarnya. Model project based learning mengarahkan peserta didik pada
permasalahan secara langsung kemudian penyelesaiannya melibatkan kerja proyek yang secara
tidak langsung aktif dan dilatih untuk bertindak maupun berpikir kreatif. Marlanti dalam (Kusadi
et al., 2020). Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
melalui pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang
otonom dan mandiri. Siswa mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya dengan memenuhi
aspek berpikir kreatif seperti berpikir lancar (fluency) dalam menyelesaikan masalah, berpikir
luwes (flexibility) untuk menghasilkan gagasan penyelesaian masalah, berpikir orisinal
(originality) untuk memberikan gagasan yang berbeda dan berpikir terperinci (elaboration)
untuk mengembangkan gagasanya (Munandar, 2009) dalam (Utami et al., 2015).
Menurut (Afriana, 2015) pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
peserta didik. Pengalaman belajar peserta didik maupun konsep dibangun berdasarkan produk
yang dihasilkan dalam proses pembelajaran berbasis proyek. Hakikat kerja proyek adalah
berkelompok, maka pengembangan keterampilan belajar berlangsung diantara para siswa, yang
berarti terjadi suatu aktivitas antar siswa yang satu dengan yang lainnya. Made Wena dalam
(Lestari, 2016) juga menyatakan bahwa model project based learning adalah model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran
dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek merupakan suatu bentuk kerja yang
memuat tugas-tugas kompleks berdasarkan pertanyaan dan permasalahan yang sangat
menantang dan menuntun peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat
keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk
bekerja secara mandiri. Tujuan pembelajaran project based learning menurut Karaduman dalam

33
(Sudianto, 2018) menjadikan siswa menjadi mandiri dalam belajar, memiliki kemampuan
pemecahan masalah, dan siswa dapat menghapai masalah yang kemungkinan terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pemaparan yang telah disampaikan, maka akan
dibahas bagaimana kemandirian belajar mahasiswa pendidikan jasmani pada mata kuliah media
pembelajaran penjas.

34

Anda mungkin juga menyukai