Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan di era digital merupakan pendidikan yang harus
mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi ke dalam
seluruh mata pelajaran yang ada di Sekolah (Munir, 2012). Saat ini,
dunia tengah memasuki era revolusi industri 4.0 dimana teknologi telah
menjadi basis dalam kehidupan bermasyarakat. Peran pendidikan
sangat penting bagi perkembangan dan perwujudan dari individu yang
berpengaruh pada perkembangan teknologi. Meninjau dari
perkembangan teknologi pada saat ini, para pengusaha, peneliti,
pendidik, dan para pemimpin dunia sangat setuju serta mendukung
pendidikan yang berfokus pada keterampilan abad 21 yang berguna
untuk meningkatkan daya saing antar individu (Vockley dan Lang,
2008).
Keterampilan abad ke-21 yang ditekankan pada kurikulum 2013
diharapkan dapat mewujudkan generasi yang produktif, kreatif,
inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi. Oleh karena itu, peserta didik tidak
cukup belajar hanya pada pengetahuan dasar, namun juga diperlukan
berfikir secara kritis sehingga siswa mampu menganalisis dan
memecahkan masalah secara faktual, dapat bekerja sama dengan orang
lain, dapat berkomunikasi secara lisan maupun tulisan secara efektif,
sehingga mereka dapat bertukar pendapat secara terbuka (Saavedra dan
Opfer, 2012). Pendidikan di abad 21 menuntut setiap individu untuk
memiliki keterampilan baik hard skill maupun soft skill agar dapat terjun
dalam dunia pekerjaan dan siap berkompetisi dengan negara lain.
Menurut Trilling dan Fadel (2009), keterampilan abad 21 ialah Learning
and Innovation Skills yang terdiri dari 4 aspek, yaitu critical thinking and

1
2

Problem Solving (berpikir kritis pemecahan masalah), communication


(komunikasi), collaboration (kolaborasi/ kerjasama), dan creativity
(kreativitas). Dalam hal ini, kemampuan pemecahan masalah sangat
dibutuhkan oleh peserta didik yang diharapkan dapat mengembangkan
keterampilan berpikir peserta didik.
Pemecahan masalah berperan penting dalam kelangsungan hidup
bermasyarakat. Pemecahan masalah merupakan sumber dari
penemuan baru, evolusi sosial budaya, dasar bagi ekonomi berbasis
pasar, komunikasi dan pembelajaran dalam memperbaiki kualitas
hidup (Muhtarom, 2017). Dalam bidang pendidikan abad 21,
kemampuan pemecahan masalah sangat dibutuhkan untuk mencapai
keberhasilan dalam pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan sosial
lainnya. Sebagai calon generasi penerus bangsa dan calon warga negara
yang cerdas, peran peserta didik dalam meningkatkan kemajuan bangsa
sangat dibutuhkan. Keterampilan pemecahan masalah memungkinkan
mereka dalam menghadapi berbagai tantangan yang muncul secara
efektif (Mukhopadhyay, 2013). Dalam hal ini, teknik pemecahan
masalah akan membantu peserta didik dalam menghadapi
permasalahan yang ada di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
luar sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Pernyataan tersebut sesuai dengan Pasific Policy Research Center
(2010) yaitu, pembelajaran di abad 21 harus fokus pada masalah dan
proses dalam dunia nyata, mendukung pengalaman belajar berbasis
penyelidikan, memberikan kesempatan untuk pendekatan proyek
kolaboratif terhadap pembelajaran, dan bagaimana proses peserta didik
dalam pembelajaran. Selain itu, Rotterham dan Daniel (2009)
menyatakan bahwa pembelajaran yang paling tepat untuk diterapkan
pada abad 21 adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, misalnya
pembelajaran berbasis masalah yang memungkinkan siswa dalam
3

berkolaborasi, menyelesaikan masalah berdasarkan fakta yang terjadi,


dan terlibat dalam lingkungan atau masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas, terlihat bahwa kemampuan
pemecahan masalah siswa sangat penting. Namun faktanya
kemampuan pemecahan masalah siswa masih tergolong rendah, hal ini
didukung oleh hasil keikutsertaan Indonesia dalam Treads in
International Matematics and Science Study (TIMSS) yang merupakan
studi internasional dalam mengukur tingkat kemampuan siswa SD dan
SMP pada mata pelajaran matematika dan IPA secara internasional.
Menurut Martin (2015) ada 3 aspek penilaian TIMSS yaitu knowing yang
mencakup aspek pengetahuan, fakta, konsep dan prosedur yang harus
diketahui siswa, applying yaitu penerapan yang berfokus pada
kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep
untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan, dan
reasoning skills yang berfokus pada penyelesaian masalah, konteks yang
kompleks dan melakukan langkah penyelesaian masalah yang banyak.
Pada studi ini, Indonesia mendapatkan skor pada mata pelajaran
sains sebesar 397 yang berada pada urutan 44 dari 49 negara dengan
rata-rata skor internasional 500. Kriteria TIMSS membagi pencapaian
peserta survei ke dalam empat tingkat yaitu: rendah (low 400), sedang
(intermediate 475), tinggi (high 550) dan lanjut (advanced 625) sehingga
dari data di atas posisi Indonesia berada pada tingkat perolehan rata-
rata skor yang rendah.
Pernyataan tersebut, didukung oleh hasil pra-penelitian yang
telah dilakukan di MTs Negeri 3 Kota Surabaya dengan menyebarkan
soal tes keterampilan pemecahan masalah pada materi tekanan zat cair.
Indikator tes keterampilan pemecahan masalah tersebut, meliputi (1)
siswa mampu mengidentifikasi masalah, (2) siswa mampu menuliskan
penyebab dari identifikasi masalah, (3) merumuskan masalah, (4)
menentukan solusi dari permasalahan, (5) menyimpulkan. Dari pra-
4

penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa 46,4% siswa mampu


mengidentifikasi permasalahan berdasarkan studi kasus yang telah
diberikan, 46,4% siswa mampu menuliskan penyebab dari identifikasi
permasalahan, 31,2% siswa mampu membuat rumusan masalah, 47,3%
mampu menentukan solusi dari permasalahan, dan 38% siswa mampu
menyimpulan atau meninjau kembali hasil dari penyelesaian masalah.
Dari hasil pra-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
keterampilan pemecahan masalah siswa masih kurang, karena
penguasaan kurang dari 75% yang artinya jika skor pada masing-
masing indikator kurang dari 75% maka indikator keterampilan
pemecahan masalah masih tergolong rendah (Kemendikbud, 2016).
Rendahnya hasil tes keterampilan pemecahan masalah siswa
didukung oleh hasil wawancara dengan tiga guru mata pelajaran IPA
di MTs Negeri 3 Kota Surabaya. Dari hasil wawancara, diperoleh
informasi: (1) pembelajaran di kelas dilakukan dengan cara diskusi
secara berkelompok, praktikum, demonstrasi; (2) belum pernah
dilatihkan keterampilan pemecahan masalah pada siswa; (3) guru
hanya fokus pada hasil belajar sebagai indikator ketuntasan belajar
siswa, sehingga kurang adanya kesempatan untuk siswa dalam
menggali pengetahuan IPA yang didasarkan pada permasalahan
berdasarkan fakta yang terjadi di kehidupan nyata dan kurang
terampilnya siswa dalam proses penyelesaian masalah.
Kurangnya keterampilan pemecahan masalah berdasarkan survei
internasional, hasil pra-penelitian serta wawancara oleh tiga guru SMP,
maka dibutuhkan model pembelajaran yang dapat membantu siswa
dalam proses pemecahan masalah. Salah satu model pembelajaran yang
dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah
pada pembelajaran kurikulum 2013 yaitu model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) atau model pembelajaran berbasis masalah yang
akan membiasakan peserta didik untuk memecahkan masalah secara
5

terampil. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan


salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang
berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada
masalah di dunia nyata (Rusman, 2012). Menurut Susilo (2012) melalui
model pembelajaran berdasarkan masalah, siswa dapat memecahkan
masalah secara terstruktur dan bertahap sehingga diperoleh hasil
pemecahan masalah yang cepat dan tepat. Kemudian pada akhirnya
dari pemecahan masalah yang ada, siswa mampu menemukan dan
menguasai konsep materi yang telah diajarkan.
Motivasi siswa dalam memecahkan masalah berdasarkan fakta
yang terjadi, juga dapat diterapkan pembelajaran diluar kelas (Outdoor
Study). Pembelajaran luar kelas (Outdoor Study) dapat membantu siswa
dalam menemukan banyak informasi yang relevan mengenai
permasalahan yang ada, dapat melatihkan keterampilan pemecahan
masalah berdasarkan permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata,
siswa menjadi lebih dekat dengan alam baik secara langsung dan tidak
langsung, kemudian siswa akan berinteraksi secara langsung dengan
anggota kelompok serta menemukan banyak informasi yang relevan
mengenai permasalahan yang ada, dapat melatihkan keterampilan
pemecahan masalah berdasarkan permasalahan yang terjadi di
kehidupan nyata (Maulidiyahwarti, 2016).
Outdoor Study menurut Ali (2008) merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang memanfaatkan alam sebagai sumber belajar dan
berpengaruh terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa.
Melalui pembelajaran Outdoor Study ini siswa menjadi lebih dekat
dengan alam baik secara langsung maupun tidak langsung, kemudian
siswa akan berinteraksi secara langsung dengan anggota kelompok
serta menemukan banyak informasi yang relevan mengenai
permasalahan yang ada (Maulidiyahwarti, 2016).
6

Penelitian terkait model Pembelajaran Problem Based Learning


untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah yang dilakukan
oleh Anggraini (2015) yang berhasil mengembangkan Lembar Kerja
Peserta Didik dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning yang layak digunakan untuk melatihkan keterampilan
pemecahan masalah siswa SMP. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa validitas LKS berorientasi problem solving pada materi kalor dan
perpindahannya berdasarkan aspek didaktis, konstruksi, dan teknis
masing-masing mendapatkan persentase secara berurutan sebesar
90,7%, 91,6%, dan 91,7% dengan interpretasi sangat layak serta
kepraktisan LKS berorientasi problem solving pada materi kalor dan
perpindahannya berdasarkan pengamatan aktivitas siswa ketika
menggunakan LKS mendapatkan interpretasi sangat aktif.
Selain itu, pembelajaran di luar kelas (Outdoor Learning) juga
dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa, sesuai
dengan Jurnal Pendidikan yang ditulis oleh Taqwan dan Haji (2019)
menyatakan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh pembelajaran luar kelas (Outdoor learning) dan gaya belajar
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa SMP negeri 05. Besar
pengaruh pembelajaran luar kelas (Outdoor learning) dan gaya belajar
terhadap kemampuan pemecahan masalah 97,3%. Melalui
pembelajaran Outdoor Learning, siswa menjadi lebih dekat dengan alam
baik secara langsung dan tidak langsung, kemudian siswa akan
berinteraksi secara langsung dengan anggota kelompok serta
menemukan banyak informasi yang relevan mengenai permasalahan
yang ada serta dapat melatihkan keterampilan pemecahan masalah
berdasarkan permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata
(Maulidiyahwarti, 2016).
Berdasarkan kajian literatur terkait dengan outdoor learning maka
di dalam penelitian ini akan diterapkan model pembelajaran Problem
7

Based Learning (PBL) berbasis sains outdoor. Menurut kamus Besar


Bahasa Indonesia sains mempunyai arti pengetahuan sistematis yang
diperoleh dari suatu observasi, penelitian, uji coba yang mengarah
pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki
dan dipelajari. Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia
outdoor mempunyai arti di luar, sehingga sains outdoor dapat diartikan
sebagai pembelajaran yang dilakukan di luar kelas dengan melihat
fakta yang terjadi di lapangan yang bertujuan untuk mengakrabkan
siswa dengan lingkungannya, melakukan interaksi secara langsung
dengan anggota kelompok, menemukan banyak informasi yang
relevan mengenai permasalahan yang ada sesuai dengan fakta yang
terjadi. Lingkungan yang mendukung menjadi salah satu faktor
penunjuang keberhasilan pembelajaran yang dilakukan diluar kelas
sehingga pembelajaran berbasis sains outdoor dapat membantu siswa
dalam proses pembelajaran.
Sekolah MTs Negeri 3 Kota Surabaya merupakan salah satu
sekolah dengan program adiwiyata yang menerapkan prinsip bersih
lingkungan dan hijau lingkungan, dimana materi yang cocok
digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis sains outdoor yaitu
materi pencemaran air dengan objek penelitian sungai yang ada
didepan sekolah MTs Negeri 3 Kota Surabaya. Sungai tersebut
merupakan salah satu sungai kecil yang bersumber dari sungai besar di
Surabaya. Sungai yang ada didepan sekolah tersebut terancam tingkat
kebersihannya karena banyak pedagang kaki lima yang berjualan di
sekitar sungai sehingga mengundang siswa untuk membeli makanan
yang dijual dan membuang bungkus makanan sembarangan tanpa
memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar khususnya pada sungai
tersebut. Adanya air sungai yang tercemar dengan berbagai macam
polutan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber belajar dengan materi
8

pencemaran air dan dapat memenuhi kompetensi dasar menganalisis


terjadinya pencemaran air dan dampaknya bagi ekosistem.
Berdasarkan paparan di atas, belum adanya penelitian dengan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis sains outdoor
pada materi pencemaran air terkait dengan keterampilan pemecahan
masalah. Dari uraian tersebut peneliti ingin menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada materi pencemaran air
untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah dengan
menambahkan pembelajaran berbasis sains outdoor yang dapat
membantu siswa dalam mendapatkan informasi secara langsung
dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat
membantu siswa dalam melatihkan keterampilan pemecahan masalah
berdasarkan permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana keterlaksanaan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) berbasis Sains Outdoor untuk melatihkan
keterampilan pemecahan masalah pada peserta didik kelas VII SMP?
2. Bagaimana keterampilan pemecahan masalah setelah diterapkan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis Sains
Outdoor pada peserta didik kelas VII SMP ?
3. Bagaimana respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) berbasis Sains Outdoor sebagai upaya untuk melatihkan
keterampilan pemecahan masalah?
9

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mendeskripsikan keterlaksanaan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) berbasis Sains Outdoor untuk melatihkan
keterampilan pemecahan masalah peserta didik SMP pada materi
pencemaran air.
2. Mendeskripsikan keterampilan pemecahan masalah setelah
diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
berbasis Sains Outdoor pada materi pencemaran air.
3. Mendeskripsikan respon peserta didik terhadap kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) berbasis Sains Outdoor sebagai upaya untuk
melatihkan keterampilan pemecahan masalah.

D. Manfaat Penelitian
Berikut ini adalah manfaat yang akan diperoleh
1. Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini didapatkan manfaat yang bersifat teoritis
yaitu dapat dijadikan referensi strategi pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning berbasis
sains outdoor untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah.
2. Manfaat praktis
a. Bagi guru
Manfaat praktis bagi guru yaitu, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan evaluasi guru atau mutu pendidikan terkait
dengan melatihkan keterampilan pemecahan masalah untuk
menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
10

b. Bagi Siswa
Melatihkan keterampilan pemecahan masalah yang
didalamnya terdapat keterampilan berpikir secara ilmiah, selain
itu dapat digunakan sebagai sarana berlatih bagi siswa untuk
dapat belajar secara mandiri dalam memahami konsep-konsep
IPA.
c. Bagi Sekolah
Dapat memberikan dedikasi untuk meningkatkan kualitas
belajar mengajar disekolah tersebut.
d. Bagi peneliti lain
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi maupun
bahan masukan terhadap kegiatan belajar mengajar dalam
melakukan penelitian selanjutnya.

E. Batasan Penelitian
Batasan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan
lebih terarah dan tidak terlalu meluas. Batasan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-C MTs Negeri 3 Kota
Surabaya.
2. Materi yang diambil dalam penelitian ini berkaitan dengan materi
pencemaran air.
3. Indikator keterampilan pemecahan masalah yang diteliti meliputi :
a. Mengidentifikasi masalah
b. Merumuskan pertanyaan
c. Menyusun solusi pemecahan masalah
d. Menentukan solusi dan melaksanakan penyelesaian
e. Menganalisis hasil penyelesaian
f. Menyimpulkan
11

F. Asumsi
Dalam penelitian ini dapat diasumsikan sebagai berikut :
1. Lembar validasi diisi oleh tiga validator secara objektif.
2. Lembar aktifitas peserta didik diisi oleh enam pengamat secara
objektif.
3. Setiap peserta didik menjawab soal pre-test dan post-test dengan
bersungguh-sungguh dan bekerja secara individu sesuai dengan
kemampuannya sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
4. Peserta didik dianjurkan memberikan tanggapan terkait materi
yang diterangkan guru kepada siswa.
5. Peserta didik mengikuti proses pembelajaran dengan seksama.
6. Hasil tes yang diperoleh merupakan cerminan dari masing-masing
peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran yang sebenarnya.
12

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Model Pembelajaran Problem Based Learning


Menurut Fakhriyah (dalam, Akbar 2018) model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) atau dikenal dengan model pembelajaran
berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menggunakan
permasalahan nyata yang ditemui di lingkungan sebagai dasar untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep melalui kemampuan berpikir
kritis dan memecahkan masalah.
Husamah (2013:92) menyatakan bahwa Problem Based Learning
(PBL) menekankan bahwa siswa berperan sebagai seorang profesional
dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul di lingkungan
sekitar. Penyelesaian masalah tersebut harus didahului oleh
penyelidikan yang dilakukan oleh siswa. Siswa melakukan
penyelidikan mengenai masalah tersebut, misalnya penyebab masalah
terjadi dan dampaknya terhadap lingkungan sekitar. Penyelidikan
tersebut mengantar siswa untuk menemukan berbagai informasi
mengenai masalah yang diangkat. Informasi-informasi ini membantu
siswa untuk menentukan solusi yang tepat dalam memecahkan
masalah tersebut. Pembelajaran seperti ini mendorong siswa untuk
terampil menyelesaikan permasalahan.
Model pembelajaran PBL mengajak siswa untuk belajar dan
bekerja secara berkelompok, serta merangsang siswa untuk belajar
melalui rasa ingin tahu mereka untuk mencari solusi dari
permasalahan dengan fakta yang terjadi (Permendikbud no. 58,2014).
Menurut Galuh (2016) dalam penelitiannya, Problem Based Learning
berbasis Outdoor Study memberikan nilai lebih bagi siswa. Mereka
berinteraksi secara langsung dengan anggota kelompok dan
lingkungan. Siswa dapat menemukan banyak informasi yang relevan

12
13

mengenai permasalahan. Kemudian, siswa mengaitkan antar informasi


yang diperoleh untuk menemukan solusi yang paling tepat. Siswa
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan
melakukan penyelidikan dan mencari solusi dari masalah yang
diangkat.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan
bahwa, pembelajaran Problem Based Learning merupakan pembelajaran
yang berorientasi pada pemecahan masalah yang timbul dari
permasalahan yang sesuai dengan kejadian nyata. Dalam pembelajaran
dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) siswa
diharapkan dapat membentuk pengetahuan atau konsep baru dari apa
yang mereka peroleh, dari informasi yang didapatkan, sehingga
kemampuan berpikir siswa benar-benar akan terlatih.

B. Karakteristik Problem Based Learning


Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-
masing untuk membedakan model yang satu dengan model yang lain.
Seperti yang diungkapkan Trianto (2009: 93) bahwa karakteristik model
PBL yaitu: (a) adanya pengajuan pertanyaan atau masalah, (b) berfokus
pada keterkaitan antar disiplin, (c) penyelidikan autentik, (d)
menghasilkan produk dan mempresentasikannya, (e) kerja sama.
Adapun karakteristik PBL menurut Tim Kemendikbud (2014:27)
mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini
1) Kurikulum: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena
memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
2) Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerability para
peserta didik ke diri dan kelompoknya.
3) Realisme: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang
serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini
14

mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap


profesional.
4) Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan
dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang
relevan sehingga dengan demikian telah terjadi proses
pembelajaran yang mandiri.
5) Umpan Balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para
peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini
mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
6) Keterampilan Umum: PBL dikembangkan tidak hanya pada
keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai
pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti
pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
7) Driving Questions: PBL difokuskan pada pertanyaan atau
permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat
menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu
pengetahuan yang sesuai.
8) Constructive Investigations: sebagai titik pusat, proyek harus
disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
9) Autonomy: proyek menjadikan aktivitas peserta didik sangat
penting.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik yang paling utama dalam model pembelajaran problem
based learning yaitu adanya suatu permasalahan yang nyata,
pembelajaran berpusat pada siswa serta berada didalam suatu
kelompok kecil. Pada model Problem Based Learning melibatkan siswa
dalam suatu penyelidikan ilmiah dengan menginterpretasi,
menjelaskan fenomena dalam fakta yang terjadi serta membangun
pemahaman siswa mengenai fenomena yang terjadi dalam dunia
nyata.
15

C. Sintaks Problem Based Learning


Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran Problem Based
Learning menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1) Menurut Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2012: 243)
mengemukakan bahwa langkah-langkah PBL adalah sebagai
berikut.
Tabel 2.1 Sintaks PBL Menurut Ibrahim dan Nur (dalam
Rusman, 2012: 243)
Tahap Sintaks Keterangan
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
Orientasi siswa kepada
1. Memotivasi siswa untuk terlibat aktif
masalah
dalam pemecahan masalah yang
dipilih.
Membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasikan
2. mengorganisasikan tugas belajar yang
siswa
berhubungan dengan masalah tersebut
Mendorong siswa untuk
Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai,
3. penyelidikan individu melaksanakan eksperimen untuk
dan kelompok. mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Membantu siswa dalam merencanakan
Mengembangkan dan
dan menyiapkan karya yang sesuai
4. menyajikan hasil
seperti laporan, model dan berbagi
karya.
tugas dengan teman.
Menganalisa dan Mengevaluasi hasil belajar tentang
5. mengevaluasi proses materi yang telah dipelajari /meminta
pemecahan masalah. kelompok presentasi hasil kerja.
Sumber : Rusman (2012)
16

2) Menurut Nurdyansyah (2016) (dalam, Alief 2018) langkah


pembelajaran problem based learning adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Langkah Pembelajaran PBL Nurdyansyah(2016)
Indikator Kegiatan Guru
Fase 1 Guru menjelaskan pembelajaran,
Orientasi siswa pada masalah menjelaskan logistic yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah dan
memotivasi siswa untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang
dipilih
Fase 2 Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasikan siswa untuk mendefinisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3 Guru mendorong siswa untuk
Membimbing pengalaman mengumpulkan informasi yang sesuai,
individu atau kelompok melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah
Fase 4 Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan dan merencanakan dan menyiapkan karya
menyajikan hasil karya yang sesuai seperti laporan, vidio, dan
model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5 Guru membantu siswa untuk
Menganalisis dan mengevaluasi melakukan refleksi atau evaluasi
proses pemecahan masalah terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.

Sumber: Nurdyansyah (2016)


17

Berdasarkan dari beberapa sumber rujukan maka dapat


disimpulkan bahwa tahapan dari problem based learning pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Langkah Pembelajaran Problem Based Learning yang


digunakan peneliti

Tahapan Keterangan
- Menjelaskan tujuan pembelajaran
- Demonstrasi untuk memunculkan
masalah.
1. Orientasi
- Memotivasi siswa untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang
dipilih
- Membantu siswa untuk
mendefinisikan mengorganisasikan
2. Mengorganisasi siswa
tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tertentu.
- Membimbing serta mendorong siswa
dalam mengumpulkan informasi yangs
3. Membimbing penyelidikan sesuai.
individu maupun kelompok - Melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan serta
pemecahan masalah.
- Membantu siswa dalam perencanaan
4. Mengembangkan dan karya yang sesuai dengan pemecahan
menyajikan hasil karya masalah tersebut. Contoh dengan
membuat laporan
5. Menganalisis dan - Melakukan evaluasi hasil belajar
mengevaluasi proses mengenai materi yang telah dipelajari
pemecahan masalah dengan cara mempresentasian hasil
kerja tersebut.
18

D. Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning


Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu
metode pembelajaran yang mempunyai banyak kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) menurut Wulandari (2013) adalah sebagai berikut: (a) pemecahan
masalah dalam PBL cukup bagus untuk memahami isi pelajaran; (b)
pemecahan masalah berlangsung selama proses pembelajaran
menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan kepada
siswa; (c) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran; (d)
membantu proses transfer siswa untuk memahami masalah-masalah
dalam kehidupan sehari-hari; (e) membantu siswa mengembangkan
pengetahuannya dan membantu siswa untuk bertanggungjawab atas
pembelajarannya sendiri; (f) membantu siswa untuk memahami
hakekat belajar sebagai cara berfikir bukan hanya sekedar mengerti
pembelajaran oleh guru berdasarkan buku teks; (g) PBL menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan dan disukai siswa; (h)
memungkinkan aplikasi dalam dunia nyata; dan (i) merangsang siswa
untuk belajar secara kontinu.
Kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning menurut
Sanjaya (2008) (dalam, Wulandari 2013) adalah sebagai berikut: (a)
apabila siswa mengalami kegagalan atau kurang percaya diri dengan
minat yang rendah mala siswa enggan untuk mencoba lagi; (b) PBL
membutuhkan waktu yang cukup untuk persiapan; dan (c)
pemahaman yang kurang tentang mengapa masalah-masalah yang
dipecahkan maka siswa kurang termotivasi untuk belajar.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran Problem Based Learning
diantaranya sebagai berikut :
1. Kelebihan
a. Mengembangkan peserta didik dalam berfikir kritis
19

b. Meningkatkan aktivitas peserta didik


c. Dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja
kelompok.
d. Dapat melatih siswa dalam menganalisis suatu permasalahan
e. Membekali peserta didik mampu memecahkan masalah dalam
kehidupan nyata.
f. Mentransfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata
g. Memberikan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang dimilikinya dalam dunia nyata
2. Kekurangan
a. Keberhasilan PBL memerlukan waktu persiapan yang cukup.
b. Siswa tidak percaya diri dalam memecahkan suatu
permasalahan
c. Tidak semua peserta didik terampil dalam bertanya
d. Perlunya motivasi kuat dari peserta didik untuk mempelajari
masalah yang ada dalam materi pembelajaran

E. Pembelajaran Outdoor Study (Sains Outdoor)


Pengertian sains menurut kamus Besar Bahasa Indonesia
mempunyai arti pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu
observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat
dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki dan dipelajari.
Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia outdoor
mempunyai arti di luar, sehingga sains outdoor dapat diartikan sebagai
pembelajaran yang dilakukan di luar kelas dengan melihat fakta yang
terjadi di lapangan yang bertujuan untuk mengakrabkan siswa dengan
lingkungannya, melakukan interaksi secara langsung dengan anggota
kelompok, menemukan banyak informasi yang relevan mengenai
permasalahan yang ada sesuai dengan fakta yang terjadi. Lingkungan
20

yang mendukung dapat menjadi salah satu faktor penunjuang


keberhasilan pembelajaran yang dilakukan diluar kelas sehingga
pembelajaran berbasis sains outdoor dapat membantu siswa dalam
proses pembelajaran.
Menurut Karjawati dalam buku Husamah (2013) menyatakan
bahwa outdoor study adalah strategi dimana guru mengajak siswa
belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan
dengan tujuan untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya.
Melalui strategi outdoor study lingkungan di luar sekolah dapat
digunakan sebagai sumber belajar. Peran guru dalam pembelajaran
adalah sebagai motivator, artinya guru sebagai pemandu agar siswa
belajar secara aktif, kreatif, dan akrab dengan lingkungan serta dapat
terampil dalam pemecahan masalah (Husamah 2013:23).
Outdoor Study menurut Ali (2008) merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang memanfaatkan alam sebagai sumber belajar dan
berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Melalui pembelajaran
Outdoor Study siswa menjadi lebih dekat dengan alam baik langsung
dan tidak langsung, kemudian siswa akan berinteraksi secara langsung
dengan anggota kelompok serta menemukan banyak informasi yang
relevan mengenai permasalahan yang ada (Maulidiyahwarti, 2016).
Dan dampak dari pembelajaran Outdoor Study menurut Kerr (2016)
adalah pengetahuan dan afektif siswa (seperti aspek sosisal, personal
dan tingkah laku).
Menurut Komarudin dalam buku Husamah (2013:19) yang
berjudul pembelajaran di luar kelas (Outdoor study) menyatakan bahwa
outdoor study merupakan aktifitas luar sekolah yang berisi kegiatan di
luar kelas atau sekolah dan di alam bebas lainnya, seperti bermain di
lingkungan sekolah, taman, perkampungan pertanian atau nelayan,
berkemah, dan kegiatan yang bersifat kepetualangan, serta
pengembangan aspek pengetahuan yang relevan. Proses pembelajaran
21

bisa terjadi dimana saja, di dalam ataupun di luar kelas, bahkan di luar
sekolah. Proses pembelajaran yang dilakukan di luar kelas atau bahkan
di luar sekolah, memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan
berfikir siswa.
Dalam penelitiannya Gruenewald dan Smith (2014) mengatakan
bahwa pembelajaran di luar ruangan telah dipertimbangkan dalam
bidang Pendidikan informal yang ada di kota Thousand Oaks.
Misalnya, pembelajaran di luar ruangan terjadi selama musim panas,
kunjungan lapangan ke taman negara dan cagar alam, atau melalui
kegiatan seperti interpretasi sejarah alam melalui backpacking, arum
jeram, dan sepeda tur. Pembelajaran diluar ruangan adalah suatu
pendekatan yang melibatkan siswa dalam pengaturan pendidikan
formal sebagai pendekatan alternatif sebagai salah satu cara dalam
pengelolaan kelas berbasis outdoor. Pembelajaran diluar ruangan
mengacu pada berbagai dasar teori diantaranya pendidikan berbasis
tempat, pembelajaran ekspedisi, dan pembelajaran pengalaman.
Pembelajaran di luar ruangan dapat diartikan sebagai pembelajaran
dalam konteks luar ruang berdasarkan pengalaman, interaksi dengan
fenomena fisik serta budaya dan sesuai dengan fakta yang terjadi.
Lingkungan sekolah dapat dijadikan sebagai sumber belajar
bagi siswa di sekolah. Contoh dari lingkungan sekolah yang dapat
dijadikan sebagai media pembelajaran yaitu sungai (perairan). Sungai
di MTs Negeri 3 Kota Surabaya merupakan salah satu sungai kecil yang
bersumber dari sungai besar yang ada di Surabaya. Sungai tersebut
digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga oleh
warga sekitar, selain pembuangan limbah rumah tangga lokasi sungai
yang dekat dengan sekolah membuat sungai tersebut terancam tingkat
kebersihannya, hal tersebut dapat terjadi karena di sekitar sungai
tersebut terdapat banyak pedagang kaki lima yang menyebabkan
timbulnya berbagai macam polutan yang dapat mencemari sungai
22

tersebut sehingga sungai berwarna keruh, kotor, berbau. Adanya


sungai yang tercemar dengan berbagai macam polutan tersebut dapat
dijadikan sebagai sumber belajar dengan materi pencemaran air dan
dapat memenuhi kompetensi dasar menganalisis terjadinya
pencemaran air dan dampaknya bagi ekosistem
Berdasarkan kajian literatur terkait dengan outdoor study, maka
dapat disimpulkan bahwa Outdoor Study (sains outdoor) merupakan
pembelajaran yang di lakukan di luar kelas dengan melihat fakta yang
terjadi di lapangan dengan tujuan untuk mengakrabkan siswa dengan
lingkungannya, melakukan interaksi secara langsung dengan anggota
kelompok, menemukan banyak informasi yang relevan mengenai
permasalahan yang ada sesuai dengan fakta yang terjadi. Lingkungan
yang mendukung menjadi salah satu faktor penunjuang keberhasilan
pembelajaran yang dilakukan diluar kelas sehingga pembelajaran
berbasis sains outdoor dapat membantu siswa dalam proses
pembelajaran.

F. Langkah – Langkah Outdoor Study (Sains Outdoor)


Melalui Outdoor Study (Sains Outdoor), siswa dapat mengaitkan
materi-materi atau konsep dalam IPA dengan lingkungan (situasi
nyata). Siswa dapat lebih kreatif, memiliki sikap positif terhadap IPA
dan menyadari bahwa IPA merupakan ilmu yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari. Husamah (2013) menerangkan langkah-
langkah Outdoor Study melalui 4 tahap seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.4 Langkah-Langkah Outdoor study (Sains Outdoor)
Tahap Outdoor Study Kegiatan
Pendahuluan  Menentukan tujuan belajar secara
bersama-sama.
 Guru memberikan informasi awal
kepada siswa.
23

Tahap Outdoor Study Kegiatan


 Menentukan tugas masing-masing
kelompok dan membagi waktu
Pengembangan  Siswa berkelompok melaksanakan
tugas yang telah diberikan.
 Guru memotivasi dan memantau
kegiatan siswa dalam setiap kelompok.
 Setelah waktu habis, membahas hasil
kerja kelompok.
 Guru memberikan penguatan
Penerapan  Tahap evaluasi guru memberikan soal-
soal kepada siswa untuk dikerjakan
secara individu
Penutup  Siswa bersama guru menyimpulkan
pembelajaran.
 Guru memberikan tindak lanjut
Sumber : Husamah (2013)
Dari penjelasan diatas secara lebih sederhana, langkah Outdoor
Study dimulai dari menentukan tujuan, membagi tugas, kegiatan inti,
evaluasi hingga simpulan dan tindak lanjut. Dari pelaksanaan langkah
Outdoor Study dilakukan dengan memanfaatkan lingkungan sekitar
atau alam sebagai sumber pembelajaran oleh siswa dan guru.

G. Keterampilan Pemecahan Masalah


Keterampilan pemecahan masalah merupakan kemampuan
dasar seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah yang melibatkan
seseorang dalam berfikir secara kritis, logis, dan sistematis. Kaya (2014)
menyatakan bahwa keterampilan pemecahan masalah adalah
keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang dan dapat
digunakan di berbagai bidang dikehidupan sehari-hari seperti
24

menyelesaikan permasalahan ketika melakukan penanaman tanaman


kacang panjang yang disiram setiap hari pada waktu yang sama
dengan volume air yang berbeda. Lalu dilakukan pengukuran pada
minggu ke dua, berdasarkan hasil pengukuran besar ketinggian kacang
panjang tersebut berbeda, perbedaan dari besar ketinggian tanaman
kacang panjang ini disebabkan oleh perbedaan volume air yang
diberikan kepada tiap tanaman kacang panjang sehingga dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan pada tanaman kacang tersebut.
Pemecahan masalah menurut Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP) merupakan kompetensi strategic berupa aplikasi dari konsep
dan keterampilan dalam memahami, memilih strategi pemecahan, dan
menyelesaikan masalah (Suprika, 2014). Menurut Winarso (2014)
apabila pemecahan yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang
diinginkan, maka siswa harus mulai kembali berpikir dari awal untuk
mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai masalah yang
sedang dihadapi. Memnun (2012) juga mengemukakan bahwa
memungkinkan individu untuk mendapatkan keterampilan
pemecahan masalah dan melatih individu yang bisa mengatasi
masalah yang dihadapi selama kehidupan nyata mereka, adalah tujuan
prioritas dan tujuan utama dari pendidikan saat ini. Hal ini
menunjukkan bahwa keterampilan pemecahan masalah memiliki
peranan penting dalam pendidikan. Sedangkan keterampilan
pemecahan masalah menurut Titin (2018) adalah suatu cara atau
strategi dengan prosedur yang tepat untuk mencapai suatu tujuan
dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di kehidupan nyata.
Dalam memecahkan suatu masalah, siswa perlu memiliki
pengetahuan dasar (knowledge based) dan keterampilan dasar (skill
based), menurut Robinson & lyle (2001) dalam Frikroturrofiah (2017)
Pengetahuan dasar ini merupakan pengatahuan-pengetahuan yang
didapat dari mencari informasi atau pengalaman yang pernah didapat,
25

sedangkan keterampilan dasar merupakan keterampilan siswa untuk


memecahkan masalah yang dilihat dari 4 aspek yaitu keterampilan
menganalisis masalah, keterampilan mengkaitkan konsep relevan
dengan masalah dan keterampilan cara penyelesaian masalah dengan
tepat.
Faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan pemecahan
masalah pada siswa menurut Resnick dan Ford dalam Suprika (2014)
yaitu :
1. Keterampilan siswa dalam merepresentasikan masalah.
2. Keterampilan siswa dalam memahami ruang lingkup masalah.
3. Struktur pengetahuan siswa.
Adapun Indikator pemecahan masalah menurut beberapa ahli
adalah sebagai berikut :
1. Indikator pemecahan masalah menurt John Dewey dalam
Winarso (2014) sebagai berikut:
Tabel 2.5 Tahapan Pemecahan Masalah menurut John Dewey
No Tahapan Keterampilan Indikator
yang diperlukan
1 Mendefinisikan Mengetahui dan
dan merumuskan merumuskan
masalah dengan masalah
jelas.
2 Mengidentifikasi Menggunakan
penyebab masalah pengetahuan Mengidentifikasi
atau menelaah untuk masalah
permasalahan memperinci dan
menganalisa
masalah dari
berbagai sudut
pandang
26

No Tahapan Keterampilan Indikator


yang diperlukan
3 Mencari solusi- Berimajinasi dan
solusi yang menghayati
memungkinkan ruang lingkup,
atau merumuskan sebab akibat dan
hipotesis alternative
penyelesaian
4 Menghimpun dan Kecakapan
mengelompokkan mencari dan
data sebagai solusi menyusun data
dari permasalahan dalam bentuk
dan bahan diagram, gambar
pembuktian dan tabel
hipotesis
5 Menerapkan solusi Kecakapan
atau membuktikan menelaah dan
hipotesis membahas data,
keterampilan
mengambil
keputusan dan
kesimpulan
6 Meninjak lanjuti Kecakapan
dan mengevaluasi membuat
alternative
penyelesaian,
kecakkapan
dengan
memperhitungka
27

No Tahapan Keterampilan Indikator


yang diperlukan
n akibat yang
terjadi pada
setiap pilihan
Sumber : Winarso (2014)

2. Menurut Tarwiyati (2017) ada 4 indikator pemecahan masalah


diantaranya sebagai berikut :
Tabel 2.6 Indikator Pemecahan masalah menurut Tarwiyati
(2017)
Indikator Keterangan
- Merumuskan masalah
Memahami masalah
- Membuat hipotesis
- Mengidentifikasi variabel
- Mendefinisikan operasional
Merencanakan penyelesaian variabel
- Membuat prosedur
eksperimen
- Melakukan eksperimen
Melakukan rencana
- Menganalisis data
Menafsir kembali hasilnya - Membuat kesimpulan
Sumber : Tarwiyati (2017)
3. Menurut Primadani (2016) keterampilan pemecahan masalah
merupakan keterampilan proses sains siswa dengan indikator
sebagai berikut :
Tabel 2.7 Indikator pemecahan masalah menurut Primadani
(2016)
Indikator Keterangan
Memahami masalah - Mengidentifikasi masalah
28

Indikator Keterangan
- Merumuskan masalah
- Menentukan strategi/cara
pemecahan masalah
Merencanakan penyelesaian
- Menyebutkan prosedur
pemecahan masalah
Sumber : Primadani (2016)
Dari beberapa indikator yang telah dijelaskan oleh
beberapa sumber penelitian yang relevan maka dalam penelitian
ini indikator yang akan dilihat adalah :
1. Mengidentifikasi masalah
2. Merumuskan pertanyaan
3. Menyusun solusi pemecahan masalah
4. Menentukan solusi dan melaksanakan penyelesaian
5. Menganalisis hasil penyelesaian
6. Menyimpulkan

H. Keterkaitan Model Pembelajaran Problem Based Learning, Outdoor


Study (Sains Outdoor), dan Keterampilan Pemecahan Masalah
Sains pada hakikatnya berkaitan dengan cara mencari tahu dan
memahami tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya
penguasaan tentang kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Siswa yang belajar sains, tidak lagi menerima informasi
tentang produk sains, tetapi melakukan proses ilmiah untuk
menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip dibidang sains
(Yuniastuti, 2013: 5). Keterampilan pemecahan masalah merupakan
seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuan dalam
melakukan penyelidikan ilmiah (Rustaman, Purwianingsih, Redjeki
2010). Keterampilan pemecahan masalah memberikan kesempatan
29

siswa untuk secara nyata bertindak sebagai ilmuwan (Dimyati dan


Mudjiono, 2013). Dalam hal ini diperlukan suatu model pembelajaran
yang dapat menekan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran agar
dapat memperoleh penemuan dan proses penyelesaiannya dalam suatu
permasalahan melalui penyelidikan ilmiah. Salah satu model
pembelajaran yang menerapkan proses pembelajaran melalui
penyelesaian dalam suatu masalah yaitu model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL). Dalam model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) diawali dengan penyajian masalah yang otentik sesuai dengan
fakta yang terjadi.
Menurut haninta (2017) pembelajaran dengan model Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas, keterampilan berpikir
ketika siswa melihat langsung fakta yang terjadi di lingkungan sekitar
(Outdoor Study). Penerapan pembelajaran PBL berbasis Outdoor Study,
siswa akan diberikan masalah oleh guru sesuai tema dengan
memanfaatkan alam atau lingkungan yang ada di sekitar sekolah sebagai
sumber belajar. Siswa akan menemukan pemecahan dari masalah yang
ada, mengkomunikasikan hingga mampu menguasai konsep. Dengan
adanya keberhasilan siswa dalam penguasaan konsep menandakan
bahwa siswa memiliki lebih dari pemahaman konsep dan pengetahuan
yang dimilikinya. Model pembelajaran PBL berbasis Outdoor Study juga
dapat membantu membangun keterampilan sosial dan personal siswa,
seperti empati, kerjasama dan mendengarkan orang lain.
Adapun langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning
berbasis Sains Outdoor (Outdoor study) menurut Arends (2008) dan
Husamah (2013) yang akan disajikan pada Tabel 2.8 sebagai berikut:
30

Tabel 2.8 Langkah-Langkah Model Pembelajran Problem Based


Learning Berbasis Outdoor study (Sains Outdoor) menurut
Arends (2008) dan Husamah (2013).
Tahap PBL berbasis Outdoor Kegiatan
Study (Sains Outdoor)
Orientasi siswa pada masalah - Guru menginformasikan tujuan-
tujuan pembelajaran
- Guru memberikan informasi awal
kepada siswa
- Guru memotivasi siswa agar
terlibat dalam kegiatan pemecahan
masalah
Mengorganisasikan siswa untuk - Guru membantu siswa
belajar dengan memanfaatkan menentukan dan mengatur tugas-
alam atau lingkungan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah itu
Membantu penyelidikan - Guru mendorong siswa
mandiri dan kelompok mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen,
mencari penjelasan dan solusi
dengan memanfaatkan alam
- Guru memantau kegiatan
penyelidikan
Mengembangkan dan - Guru membantu siswa dalam
mempresentasikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan
hasil karya
- Guru memberikan penguatan
Menganalisis dan mengevaluasi - Guru membantu siswa melakukan
proses pemecahan masalah refleksi atas penyelidikan dan
31

Tahap PBL berbasis Outdoor Kegiatan


Study (Sains Outdoor)
proses-proses yang mereka
gunakan
- Siswa bersama guru
menyimpulkan pembelajaran
- Guru memberikan tindak lanjut
Sumber : Arends (2008) dan Husamah (2013)

Adapun keterkaitan model pembelajaran Problem Based Learning


berbasis Sains Outdoor (Outdoor study) dengan Keterampilan Pemecahan
Masalah yang akan disajikan pada Tabel 2.9 sebagai berikut:
Tabel 2.9 Keterkaitan Model PBL Berbasis Sains Outdoor
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa.
No Sintaks Problem Based Learning Tahapan Pemecahan
berbasis Sains Outdoor Masalah
(Outdoor Study)
1 Orientasi siswa pada masalah
- Menyampaikan tujuan
pembelajaran
- Mengajukan fenomena,
mendemostrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah
- Guru memotivasi siswa agar
terlibat dalam kegiatan
pemecahan masalah
2 Mengorganisasikan siswa untuk Mengidentifikasi masalah
belajar dengan memanfaatkan - Siswa mengidentifikasi
alam atau lingkungan pokok permasalahan
dari studi kasus
32

No Sintaks Problem Based Learning Tahapan Pemecahan


berbasis Sains Outdoor Masalah
(Outdoor Study)
- Membantu siswa
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang berkaitan dengan
masalah yang dimunculkan
3 Membimbing pengalaman Mengidentifikasi masalah
individu/ kelompok - Siswa melakukan
- Guru mendorong siswa eksperimen sederhana
mengumpulkan informasi untuk mendapatkan
yang sesuai, melaksanakan penjelasan secara
eksperimen, mencari teoritis dari
penjelasan dan solusi dengan permasalahan
memanfaatkan alam Merumuskan masalah
- Guru memantau kegiatan - Siswa membuat
penyelidikan gagasan berupa
rumusan masalah
terkait dengan
identifikasi yang telah
dilakukan sebelumnya
Merancang solusi
- Siswa merancang solusi
permasalahan
berdasarkan teori yang
diperoleh dari hasil
eksperimen
Mengumpulkan data
33

No Sintaks Problem Based Learning Tahapan Pemecahan


berbasis Sains Outdoor Masalah
(Outdoor Study)
- Siswa mencari referensi
informasi terkait
permasalahan dari
berbagai sumber
4 Mengembangkan dan Menentukan solusi
menyajikan hasil karya Siswa menentukan dan
- Membantu siswa dalam menyajikan solusi
menyiapkan hasil karya permasalahan berdasarkan
- Membagi siswa untuk teori hasil eksperimen dan
membagi tugas dengan siswa referensi informasi yang
lainnya diperoleh
- Guru memberikan penguatan
5 Menganalisis dan mengevaluasi Meninjau kembali
proses pemecahan masalah Siswa me-review proses
- Membantu siswa melakukan pemecahan masalah yang
refleksi atau evaluasi terhadap telah dilakukan mulai dari
proses dan hasil penyelidikan tahapan mengidentifikasi
- Siswa bersama guru masalah sampai
menyimpulkan pembelajaran menentukan solusi

I. Kajian Materi Pencemaran Air


Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan dari air tanah akibat
aktivitas manusia atau faktor alam. Danau, sungai, lautan, dan air tanah
adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia yang
merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Manfaat terbesar
danau, sungai, lautan, dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian,
34

bahan baku air minum, dan sebagai saluran pembuangan air hujan dan
air limbah, bahkan berpotensi sebagai objek wisata.
Air yang sudah tercemar akan mengalami perubahan warna, bau,
dan menyebabkan kematian sebagian atau bahkan seluruh organisme
yang hidup pada air yang sudah tercemar tersebut. Beberapa bahan yang
menyebabkan terjadinya pencemaran air yaitu limbah pabrik, pestisida,
detergen, minyak dan sisa-sisa organisme yang membusuk. Tingkat
pencemaran air dapat dihitung dengan menghitung kadar oksigen pada
air tersebut (Nurhayati, 2013). Pembuangan limbah rumah tangga,
pembuangan detergen, dan sisa-sisa industri. Limbah dari pabrik-pabrik
industri merupakan ancaman yang serius bagi ekosistem air (Karmana,
2008).
1. Ciri-ciri Pencemaran Air
Ciri-ciri pencemaran air dapat dilihat dari parameter fisika,
biologi, dan kimia sebagai berikut (Warlina, 2004) :
a. Fisika
1.) Perubahan suhu air
Parameter ini sangat diperlukan dalam penentuan
karakter limbah, karena menyangkut kecepatan reaksi dan
pengaruhnya terhadap kelarutan suatu gas, bau dan rasa.
Beberapa jenis bakteri populasinya dipengaruhi oleh suhu
dari limbah, dan organisme perairan sangat peka terhadap
perubahan suhu air. Semakin tinggi kenaikan suhu air maka
makin sedikit oksigen yang larut di dalamnya.
Retnowati (2003) menyatakan bahwa suhu yang
berbahaya bagi organisme air berkisar antara 35°C - 40°C.
Untuk mengukur suhu air yang tepat diperlukan alat yang
tepat yaitu thermometer.
35

2.) Perubahan warna, bau dan rasa air


Air yang bersih adalah air yang tidak berwarna atau
bening, tak berbau, serta tidak berasa.Air yang tercemar
bahan buangan industri menyebabkan perubahan warna,
bau, dan rasa. Selain disebabkan oleh bahan dari buangan
industri, bau juga dapat pula berasal dari hasil bahan
buangan oleh mikroba.
b. Kimia
1.) Zat kimia yang terlarut
Bahan industri berupa bahan anorganik yang dapat
larut maka air akan mendapat tambahan ion-ion logam yang
umumnya beracun, bahan-bahan anorganik ini seperti Cd,
Cr, Pb, dan lain-lain.
2.) Perubahan pH
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan mempunyai pH antara 6,5 – 7,5. Air dapat bersifat
asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Air limbah dan
buangan dari industri yang di buang ke sungai akan
mengubah pH air, sehingga dapat mengganggu kehidupan
organisme air.
c. Biologi
Menurut Badjoeri (2007) bakteri coliform dan E.coli
merupakan indikator pencemaran biologis karena banyak
ditemukan hidup di badan air seperti sungai yang terkontaminasi
oleh kotoran manusia atau hewan berdarah panas.
Hampir semua air limbah mengandung beraneka ragam
mikroorganisme. Mikroorganisme sangat berperan dalam proses
degradasi bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke
air lingkungan, baik sungai, danau, ataupun laut. Apabila bahan
buangan yang di degradasi cukup banyak maka mikroorganisme
36

juga berkembang biak, kemungkinan mikroba patogen ikut


berkembang dan dapat menimbulkan penyakit.
Parameter yang umum untuk mengenal adanya
pencemaran adalah BOD dan COD. BOD (Biological Oxygen
Demand) atau kebutuhan oksigen biologis untuk menguraikan
bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme, peristiwa ini
merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air
lingkungan mengandung oksigen yang cukup. COD (Chemical
Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen kimia (untuk reaksi
oksidasi) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada di dalam air terurai secara alami. Oleh karena
itu, nilai BOD dan COD yang tinggi menunjukkan air tercemar
berat. Pada limbah-limbah yang mudah terurai secara biologi,
perbandingan BOD dan COD tidak besar (1-1,5) tetapi untuk yang
sulit terurai secara biologi perbandingannya dapat menjadi sangat
tinggi (2,5 – 5).
2. Sumber Pencemaran
Kegiatan manusia dapat mencemari sumber air, sungai, danau
dan pantai. Hasil kegiatan manusia yang mencemari air berasal dari
limbah. Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan. Bahan-bahan
kimia yang dapat menyebabkan terganggunya kesejahteraan hidup
manusia, hewan maupun tumbuh-tubuhan disebut dengan bahan
tercemar. Sumber pencemar dibagi menjadi 2 yaitu alami
(pembusukan secara biologis, aktivitas gunung, terbakarnya semak,
dan kerusakan akibat halilintar) dan buatan (bahan bakar hasil
industri, kendaraan bermotor, proses-proses dalam pabrik, dan sisa-
sisa buangan).
37

3. Bahan Pencemar Air yang Berasal dari Limbah


Sastrawijaya mengemukakan pendapatnya terkait sumber
pencemaran air antara lain limbah rumah tangga, limbah industri, dan
limbah pertanian (Intan, 2018):
a. Limbah Rumah Tangga
Aktivitas harian manusia dapat menghasilkan polutan
dalam bentuk senyawa organik, atau senyawa kimia misalnya
sabun mandi, shampo, detergen, dan pembersih lainnya. Bahan
buangan berupa sabun dan detergen dalam air akan mengganggu
kehidupan organisme air, karena dapat menaikkan pH air (10,5-
11). Kandungan fosfat pada detergen dapat menyebabkan
pertumbuhan yang tak terkendali dari tumbuhan air seperti alga
dan eceng gondok. Selain itu sampah pelastik juga dapat
menyumbat saluran pembuangan air sehingga dapat
menyebabkan banjir ketka hujan turun.
b. Limbah industri
Aktivitas industri menghasilkan polutan yang lebih
banyak dibandingkan dengan limbah rumah tangga. Jenis limbah
industri dapat berupa limbah organik yang menghasilkan bau
seperti limbah pabrik tekstil atau limbah pabrik kertas. Selain itu,
limbah pabrik anorganik berupa cairan panas, berbuih, dan
berwarna, serta mengandung asam belerang juga dapat
menimbulkan bau yang menyengat.
c. Perubahan Warna
Tingkat kejernihan air dapat dilakukan dengan uji tingkat
kekeruhan. Semakin keruh air maka semakin banyak zat-zat
terlarut yang terdapat dalam air. Air yang berada dalam kondisi
normal yaitu air yang bersih, tidak berwarna (bening atau tidak
keruh). Sedangkan pada air yang tercemar yang dilihat dari ciri-
ciri fisik yaitu air berwarna keruh, memiliki aroma yang tidak
38

sedap, rasa air yang berubah diimbangi dengan perubahan pH


air.
d. Timbulnya Endapan
Bahan buangan industri yang berbentuk padat, apabila
tidak terurai sempurna maka akan mengendap pada sungai dan
menjadi koloidal yang akan menghalangi masuknya sinar
matahari ke dalam lapisan air sehingga dapat mengganggu proses
fotosintesis organisme dalam perairan.
4. Dampak Pencemaran Air
Menurut Eka (2009) dampak dari pencemaran air yang dapat
menyebabkan turunnya kualitas kesehatan masayarakat adalah
sebagai berikut :
a. Terjadinya beban penyakit. Pola penyakit yang diderita oleh
masyarakat sebagian besar adalah penyakit diare dan penyakit
kulit.
b. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung dalam pola hidup
hidup bersih dan sehat.
c. Rendahnya kualitas kesehatan penduduk sekitar sungaidan
terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata.
d. Terjadi kerusakan lingkungan hidup sehingga fungsi ekosistem
menjadi terganggu dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
5. Upaya Penanggulangan Pencemaran Air
Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air dari
bahan-bahan tersuspensi dan terapung, menguraikan bahan (yakni
bahan organik yang dapat terurai oleh aktivitas makhluk hidup),
meminimalkan bakteri patogen, serta memerhatikan estetika dan
lingkungan. Pengolahan air limbah dapat dilakukan sebagai berikut
(Sulistyorini, 2009).
39

a. Pembuatan Kolam Stabilisasi


Dalam kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah
untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah
dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum digunakan
adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif (pengolahan air limbah
yang tercemar bahan organik pekat), dan kolam maturase
(pemusnahan mikroorganisme patogen). Kolam stabilisasi ini
dapat digunakan oleh semua kalangan karena mudah
memilikinya dan murah harganya.

b. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)


Pengolahan air limbah ini menggunakan alat-alat khusus.
Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary
treatment (pengolahan pertama), secondary treatment (pengolahan
kedua), dan tertiary treatment (pengolahan lanjutan). Primary
treatment merupakan pengolahan pertama yang bertujuan untuk
memisahkan zat padat dan zat cair dengan menggunakan filter
(saringan) dan bak sedimentasi. Secondary treatment merupakan
pengolahan kedua yang bertujuan untuk mengoagulasikan,
menghilangkan koloid, dan menstabilisasikan zat organik dalam
limbah. Tertiary treatment merupakan lanjutan dari pengolahan
kedua, yaitu penghilangan nutrisi atau unsur hara, khususnya
nitrat dan fosfat, serta penambahan klor untuk memusnahkan
mikroorganisme patogen.
c. Pengelolaan Excreta
Untuk mencegah meresapnya air limbah excreta ke sumur
atau resapan air, jamban yang dibuat harus sehat. Syaratnya, tidak
mengotori permukaan tanah, permukaan air dan air tanah di
sekitarnya, tidak menimbulkan bau, sederhana, jauh dari
40

jangkauan serangga (lalat, nyamuk, atau kecoa), murah, dan


diterima oleh pemakainya.
Dalam meminimalisasi sampah hasil limbah rumah tangga
khususnya, dapat dilakukan upaya pengurangan sampah. Hal ini
sebagaimana disebutkan oleh Kistinnah (2009) bahwa cara
menangani limbah cair dan padat diharapkan tidak menyebabkan
polusi dengan prinsip ekologi yang dikenal dengan istilah 4R,
yaitu recycle, reuse , reduce, dan repair .
1.) Recycle (Pendaurulangan)
Proses recycle misalnya untuk sampah yang dapat
terurai dijadikan kompos. Kompos ini dipadukan dengan
pemeliharaan cacing tanah, sehingga dapat diperoleh hasil
yang baik. Cacing tanah dapat menyuburkan tanah dan
kompos digunakan untuk pupuk.
2.) Reuse (Penggunaan Ulang)
Proses reuse dilakukan untuk sampah yang tidak dapat
terurai dan dapat dimanfaatkan ulang. Misalnya botol bekas
sirop dapat digunakan lagi untuk menyimpan air minum.
3.) Reduce
Reduce adalah melakukan pengurangan bahan/
penghematan. Contohnya jika akan berbelanja ke pasar atau
supermarket, sebaiknya dari rumah membawa tas. Janganlah
meminta tas plastik dari toko atau supermarket kalau
akhirnya hanya dibuang saja.
4.) Repair
Repair artinya melakukan pemeliharaan. Contohnya
membuang sampah tidak sembarangan, terutama tidak
membuang sampah di perairan.
41

J. Teori yang Mendukung


1. Teori Kontruktivisme oleh John Dewey
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education
(Siswoyo, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau
reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman,
dan menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman
selanjutnya. Dalam teori konstruktivisme disebutkan bahwa
permasalahan dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh
siswa sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan
terdapat keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang
dihadapi sehingga siswa tersebut dapat merekonstruksi melalui
pengetahuan yang dimiliki.
Dalam teorinya, John Dewey tidak hanya
mengembangkan teori konstruktivistik yang terangkum dalam
teori kognitif tetapi juga mengembangkan teori perkembangan
moral peserta didik. John Dewey membagi perkembangan moral
anak menjadi tiga tahapan, yaitu tahap premoral atau
preconventional, tahap conventional, dan tahap autonomous
(Siswoyo, 2011). Selanjutnya John Dewey menjelaskan beberapa
tahapan yang dikemukakan, yaitu:
a. Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh
desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai
dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria
kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat
atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan
pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima
kriteria kelompoknya.
42

Teori belajar konstruktivis memaksimalkan pemahaman


siswa dan menekankan peran aktif siswa dalam membangun
pemahaman dan memperoleh informasi. Teori belajar
kontrukstivis berkaitan dengan pembelajaran berbasis masalah
antara lain: (a) permasalahan diperoleh dari interaksi dengan
scenario permasalahan dan lingkungan belajar; (b) interaksi
dengan masalah dan proses inkuiri menciptakan disonansi
kognitif yang menstimulasi belajar; dan (c) pengalaman terjadi
melalui proses kolaborasi negosiasi social dan evaluasi terhadap
keberadaan sebuah sudut pandang. (Nurdyansyah, 2016).
2. Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu
berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta
ketika mereka berusaha untuk memecahkan suatu masalah yang
dimunculkan. Hubungannya dengan Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) yaitu dalam hal mengaitkan informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui
kegiatan belajar dalam interaksi social dengan teman
(Nurdyansyah, 2016).
3. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Belajar untuk penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia. Bruner juga
menggunakan konsep scaffolding yaitu suatu proses untuk
membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.

Dari teori belajar yang mendukung, keterampilan pemecahan


masalah dapat dilatihkan di sekolah dengan menerapkan model
Pembelajaran Problem Based Learning. Sesuai dengan teori
43

Konstruktivis, model Pembelajaran Problem Based Learning menuntut


siswa berperan aktif dalam membangun pemikiran dan
menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Penyelesaian masalah yang dikaitkan dengan
pengetahuan kognitif yang telah diperoleh sebelumnya
(pembelajaran bermakna) dengan bantuan teman sebaya dan
dengan bimbingan guru mata pelajaran (scaffolding)

K. Penelitian Terdahulu Yang Relevan


Penelitian Ubay (2018) dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Melatih Keterampilan
Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII Pada Materi Tekanan” hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanan pembelajaran
telah terlaksana dengan sangat baik, keterampilan pemecahan
masalah siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model
Pembelajaran Berbasis Masalah dikategorikan baik, dan siswa
memberikan respon positif terhadap kegiatan pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Putri (2018) dengan
judul Pengembangan lembar Kegiatan Peserta Didik SMP
Berorientasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Untuk Melatihkan Keterampilan Pemecahan Masalah Pada Materi
Pemanasan Global” dengan hasil kepraktisan dari keterlaksanaan
pembelajaran sebesar 96,66%, keterlaksanaan LKPD 1 80,47% dan
82,81 % LKPD 2. Angket respon menunjukkan respon 95,05%
dengan kategori sangat baik. Keefektifan LKPD keterampilan
pemecahan masalah menunjukkan 41,65% peserta didik engalami
peningkatan dengan kategori tinggi dan sisanya pada kategori
sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa LKPD yang
44

dikembangkan layak untuk melatihkan keterampilan pemecahan


masalah pada peserta didik.
Penelitian yang dilakukan oleh Haninta (2017) yang berjudul
Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Berbasis Outdoor
Study Tema Ekosistem Terhadap Penguasaan Konsep dan
Kecerdasan Interpersonal siswa. Dalam penelitian tersebut
disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) berbasis
Outdoor Study tema Ekosistem berpengaruh terhadap penguasaan
konsep dan kecerdasan interpersonal siswa.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wulan (2016) yang
berjudul Penerapan Pembelajaran Outdoor Learning Process (OLP)
Melalui Pemanfaatan Taman Sekolah Sebagai Sumber Belajar Materi
Klasifikasi Tumbuhan Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa
SMP. Dalam penelitian ini didapatkan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru dengan menerapkan pembelajaran OLP sudah terlaksana
dengan sangat baik karena mendapatkan penilaian dari ketiga
pengamat dengan presentase ≥80%.
Penelitian Anggraini, Maya (2012) yang berjudul
Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Berorientasi Problem Solving
Pada Materi Kalor dan Perpindahannya Kelas VII SMP. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa validitas LKS berorientasi
problem solving pada materi kalor dan perpindahannya berdasarkan
aspek didaktis, konstruksi, dan teknis masing-masing mendapatkan
persentase secara berurutan sebesar 90,7%,91,6%, dan 91,7% dengan
interpretasi sangat layak, kepraktisan LKS berorientasi problem
solving pada materi kalor dan perpindahannya berdasarkan
pengamatan aktivitas siswa ketika menggunakan LKS mendapatkan
interpretasi sangat aktif. Keefektifan LKS berorientasi problem solving
pada materi kalor dan perpindahannya yang ditinjau dari respon
45

siswa memperoleh dengan rata-rata persentase sebesar 90%. Hal ini


dapat disimpulkan bahwa Lembar Kegiatan Siswa berorientasi
problem solving pada materi kalor dan perpindahannya kelas VII SMP
telah layak digunakan sebagai perangkat pembelajaran karena
sudah valid, praktis dan efektif.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Supriantoro, Dwi
(2019) yang berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Ipa
Dengan Model Problem Based Learning Berbasis Outdoor Learning.
Hasil penilaian ahli isi mata pelajaran terhadap perangkat
pembelajaran rerata berkualifikasi sangat baik, hasil penilaian ahli
desain terhadap perangkat pembelajaran rerata dalam kualifikasi
sangat baik, Hasil uji lapangan peserta didik kualifikasi baik dan
respon positif peserta didik 82% kategori baik, hasil penilaian dan
tanggapan guru mata pelajaran kualifikasi sangat baik. Hasil antara
pretes dan postes menggunakan derajat kebebasan 29 dan taraf
signifikansi 0,05 ,diperoleh melalui uji-t taraf korelasi data pretes
dan pos tes 0,547 dan tingkat signifikansi 0,001 dan uji t = -6,733, df
= 35. Nilai signifikasi 0,001 < 0,05; maka terdapat perbedaan
signifikan antara hasil pretes dan posttes dan nilai signifikasi (2-
tailed) = 0,000. Terdapat perbedaan mean yang signifikan antara
pretes dan posttes siswa kelas VIII B sebelum dan sesudah
menggunakan perangkat pembelajaran IPA model PBL berbasis
outdoor learning. Hal ini menunjukkan perangkat pembelajaran IPA
model PBL berbasis outdoor learning efektif untuk digunakan.
Berdasarkan penelitian di atas, peneliti ingin mengetahui
hubungan model pembelajaran Problem Based Learning berbasis Sains
Outdoor dengan keterampilan pemecahan masalah. Oleh karena itu,
peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Sains Outdoor untuk Melatihkan
Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VII.
46

L. Kerangka Berpikir

Fakta Harapan
1. Model pembelajaran di sekolah masih 1. Model pembelajaran di sekolah
konvensional dengan guru sebagai pusat disesuaikan dengan model
kegiatan pembelajaran pembelajaran yang berfokus pada
2. Hasil study pendahuluan pada siswa siswa yaitu model pembelajaran PBL.
menunjukkan bahwa keterampilan 2. Meningkatkan kemampuan siswa
pemecahan masalah siswa dalam kategori dalam memecahkan permasalahan
kurang sehingga perlu dilatihkan proses yang terjadi disekolah maupun luar
keterampilan pemecahan masalah. sekolah.

Masalah : kurangnya variasi mengajar dalam Proses pembelajaran pada materi pencemaran air,
belum di terapkannya model pembelajaran PBL, serta kurang dilatihkannya kemampuan
pemecahan masalah dalam materi pencemaran air dengan melihat langsung fakta yang terjadi
di lingkungan sekolah

Landasan Teori Landasan Kajian Empiris


1. Teori konstruktifisme yang 1. Alief (2018) “Penerapan Model Pembelajaran
mengatakan bahwa permasalahan Berbasis Masalah Untuk Melatihkan
dieroleh dari interaksi dengan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa Kelas
permasalahan dan lingkungan VII Pada Materi Tekanan”
belajar. 2. Putri (2018) “Pengembangan Lembar Kegiatan
2. Teori belajar Vigotsky, siswa Peserta Didik SMP Berorientasi Model
mengaitkan informasi baru dengan Pembelajaran PBL Untuk Melatihkan
struktur kognitif yang telah dimiliki Keterampilan Pemecahan Masalah Pada Materi
melalui kegiatan belajar dalam Pemanasan Global”
interaksi social dengan teman
(scaffolding).

Solusi : Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbasis Sains Outdoor Untuk
Melatihkan Keterampilan Pemecahan Masalah Pada Siswa Kelas VII SMP

Gambar 2.8 Kerangka Berpikir


47

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah pre experimental dengan
pemilihan sampel secara purposive sampling. Rancangan penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini berupa “One grup pretest and posttest
design”. Penelitian ini didasarkan pada tujuan penelitian yang
mendeskripsikan dampak dari pembelajaran Problem Based Learning
berbasis sains outdoor dalam melatihkan keterampilan pemecahan
masalah. Pada rancangan ini dilakukan pretest di awal pertemuan untuk
mengetahui keadaan awal subjek sebelum diberi perlakuan dan posttest
di akhir pertemuan. Berikut adalah desain penelitian one group pretest
and posttest design :

O1 X O2

Gambar 3.1 Rancangan “One Group pretest and posttest design”


(Sugiono, 2015)
Keterangan :
O1 = nilai pretest untuk menguji keterampilan pemecahan masalah
(sebelum diberi perlakuan)
O2 = niali posttest untuk menguji keterampilan pemecahan masalah
(setelah diberi perlakuan)
X = perlakuan (model pembelajaran PBL berbasis sains outdoor)

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di MTs Negeri 3 Kota Surabaya
pada tahun ajaran 2019/2020.

47
48

C. Populasi dan Subjek Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Negeri 3
Surabaya kelas VII tahun pelajaran 2019/2020. Subjek yang digunakan
dalam penelitian ini adalah siswa dari kelas VII-C sejumlah 32 siswa
tahun ajaran 2019/2020. Pemilihan subjek dengan teknik purposive
sampling berdasarkan kemampuan siswa yang homogen atas saran dari
guru mata pelajaran IPA di sekolah.

D. Definisi Operasional Variabel


1. Model Pembelajaran Problem Based Learning berbasis Sains
Outdoor
Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran problem based learning berbasis Sains
Outdoor. Model pembelajaran berbasis pada masalah dengan objek
air sungai yang tercemar disertai masalah yang bermakna,
konstektual, relevan yang yang sesuai dengan permasalahan yang
ada di kehidupan nyata sesuai dengan fakta yang terjadi. Dalam
pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator serta pembimbing
bagi peserta didik dalam menyelesaikan pemecahan masalah. Materi
yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi pencemaran air.
Penilaian pelaksanaan pembelajaran berdasarkan fase pada model
pembelajaran Problem Based Learning berbasis sains outdoor yaitu, (a)
orientasi pada masalah, (b) mengorganisasikan siswa untuk belajar,
(c) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, (d)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (e) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Keterampilan Pemecahan Masalah
Keterampilan pemecahan masalah siswa merupakan variabel
respon yang diteliti dalam penelitian ini. Keterampilan pemecahan
masalah dideskripsikan dan diukur berdasarkan aspek penilaian
49

yang terdapat pada LKS dan aspek pengamatan aktivitas siswa


dalam kelompok.
Aspek penilaian pada LKS disesuaikan dengan indikator
keterampilan pemecahan masalah, yaitu: (a) mengidentifikasi
masalah; (b) menyusun rumusan pertanyaan; (c) menyusun solusi
pemecahan masalah; (d) menentukan solusi dan melaksanakan
penyelesaian (emenganalisis hasil penyelesaian; (f) meninjau
kembali proses pemecahan masalah serta menyimpulkan.
3. Respon Siswa
Respon siswa merupakan tanggapan siswa terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning berbasis sains outdoor untuk
melatihkan keterampilan pemecahan masalah pada materi
pencemaran air, baik mengenai ketertarikan siswa terhadap model
pembelajaran yang digunakan , kemudahan dalam memahami dan
menerima materi pembelajaran, maupun manfaat yang diperoleh
dalam pembelajaran. Respon siswa diukur melalui penggunakan
angket respon siswa berupa pertanyaan-pertanyaan dengan
jawaban responden ya (1) atau tidak (0). Angket respon siswa
diberikan pada akhir pertemuan.

E. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Penyusunan proposal penelitian
b. Melakukan peninjauan ke sekolah yang akan dijadikan sebagai
tempat penelitian.
c. Melakukan observasi kelas secara langsung untuk mendapatkan
informasi terkait penelitian
d. Pembuatan perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus,
RPP, LKPD, dan instrumen penilaian keterampilan pemecahan
50

masalah yang kemudian divalidasikan kepada satu guru mata


pelajaran IPA dan dua dosen ahli.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Memberikan pretest kepada peserta didik untuk mengetahui
tingkat keterampilan pemecahan masalah awal.
b. Melakukan pembelajaran selama tiga kali pertemuan dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
berbasis sains Outdoor
c. Memberikan posttest untuk melihat perkembangan tingkat
keterampilan pemecahan masalah siswa setelah menerapkan
model pembelajaran Problem Based Learning berbasis sains
outdoor selama tiga kali pertemuan.
d. Memberikan angket respon siswa terhadap penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning berbasis sains outdoor untuk
melatihkan keterampilan pemecahan masalah setelah tiga kali
pertemuan
e. Mengumpulkan data hasil observasi, hasil pretest, hasil posttest,
serta angket respon siswa.
3. Analisis
a. Menganalisis data keterlaksanaan pembelajaran secara
deskriptif untuk mengidentfikasi keterlaksanaan pembelajaran.
b. Menganalisis data pretest dan posttest secara deskriptif untuk
melihat nilai yang diperoleh dari keterampilan pemecahan
masalah siswa setelah penerapan model pembelajaran Problem
Based Learning berbasis sains outdoor untuk melatihkan
keterampilan pemecahan masalah pada materi pencemaran air.
c. Menganalisis data respon siswa secara deskriptif untuk melihat
respon siswa terhadap pembelajaran Problem Based learning
berbasis sains outdoor untuk melatihkan keterampilan
pemecahan masalah siswa SMP kelas VII.
51

F. Perangkat Pembelajaran
a. Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk
setiap bahan kajian mata pelajaran. Isi dan format penulisan silabus
sesuai dengan Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Silabus berisi
kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, alokasi waktu dan sumber belajar. Materi yang
digunakan yaitu mengenai Pencemaran Air. Silabus akan ditelaah
terlebih dahulu kepada satu dosen ahli.
b. RPP/ Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RPP ialah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara
terperinci dari suatu materi pembelajaran atau tema tertentu yang
mengacu pada silabus. RPP merupakan langkah-langkah yang akan
dilakukan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan yang disusun
dalam skenario kegiatan pada penelitian ini menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning berbasis sains Outdoor dengan
materi pencemaran air. RPP ini akan ditelaah terlebih dahulu kepada
satu dosen ahli.
c. LKS/ Lembar Kerja Siswa
Lembar Kerja Siswa adalah panduan untuk siswa yang digunakan
dalam melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.
LKS ini berisi serangkaian kegiatan praktikum atau kegiatan
penyelidikan terkait materi pencemaran air untuk melatihkan
keterampilan pemecahan masalah kepada siswa. LKS ini akan
ditelaah kepada satu dosen ahli.

G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan
untuk mengumpulkan data agar data lebih mudah untuk diolah. Pada
penelitian ini instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut :
52

1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran


Instrumen ini digunakan untuk mengukur keterlaksanaan
sintaks model pembelajaran Problem Based Learning berbasis Sains
Outdoor pada materi pencemaran air. Aspek yang diamati meliputi
persiapan pembelajaran, pelaksanaan yang didalamnya memuat
sintaks pembelajarn PBL berbasis sains outdoor, pengelolaan waktu
serta suasana kelas ketika pembelajaran.
2. Lembar Observasi Keterampilan Pemecahan Masalah
Digunakan untuk mengukur keterampilan pemecahan
masalah siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam
instrumen ini berisi indikator-indikator tercapainya keterampilan
pemecahan masalah yang diamati meliputi: (a) mengidentifikasi
masalah; (b) menyusun rumusan pertanyaan; (c) menyusun solusi
pemecahan masalah; (d) menentukan solusi dan melaksanakan
penyelesaian (emenganalisis hasil penyelesaian; (f) meninjau
kembali proses pemecahan masalah serta menyimpulkan.
3. Lembar Soal Tes Keterampilan Pemecahan Masalah
Instrumen ini berupa soal-soal uraian secara tertulis yang
berorientasi pada ranah keterampilan pemecahan masalah dengan
materi pencemaran air. Pada instrumen ini terdapat dua jenis soal
tes keterampilan pemecahan masalah yaitu soal pretest untuk
menguji keterampilan pemecahan masalah sebelum diberikan
model pembelajaran PBL berbasis sains outdoor dan posttest untuk
menguji keterampilan pemecahan masalah sesudah diberikan model
pembelajaran PBL berbasis sains outdoor pada materi pencemaran
air. Dalam instrumen pretest dan posttest mewakili indikator
keterampilan pemecahan masalah yang diukur. Adapun
keterampilan pemecahan masalah yang akan diukur dalam
penelitian ini meliputi: (a) mengidentifikasi masalah; (b) menyusun
rumusan pertanyaan; (c) menyusun solusi pemecahan masalah; (d)
53

menentukan solusi dan melaksanakan penyelesaian (emenganalisis


hasil penyelesaian; (f) meninjau kembali proses pemecahan masalah
serta menyimpulkan.
4. Lembar Angket Respon Siswa
Lembar angket respon siswa berisi pernyataan yang
menggambarkan respon siswa terhadap proses pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
berbasis sains outdoor untuk melatihkan keterampilan pemecahan
masalah pada materi pencemaran air yang dilaksanakan oleh guru
mata pelajaran IPA. Lembar angket respon siswa berisi 10 butir soal
terkait tanggapan siswa dalam bentuk checklist, mengenai proses
pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan model pembelajaran
Problem Based Learning berbasis sains outdoor, materi yang diajarkan,
pengalaman belajar, manfaat yang diperoleh dari proses
pembelajaran atau ketercapaian keterampilan pemecahan masalah
yang dilatihkan, dengan menggunakan jawaban responden ya dan
tidak.

H. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data diperoleh dengan cara berikut ini :
1. Metode Observasi
Data keterlaksanaan pembelajaran model PBL berbasis sains
outdoor pada materi pencemaran air diperoleh dari metode
observasi. Keterlaksanaan dalam menerapkan model pembelajaran
PBL berbasis sains outdoor di observasi oleh enam pengamat, yaitu
guru IPA dan lima mahasiswa dari jurusan IPA. Untuk memperoleh
data keterlaksanaan pembelajaran, sebelumnya memberikan
instrumen lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran kepada
satu guru IPA dan lima mahasiswa dari jurusan IPA, kemudian
pengamat melakukan observasi saat proses pembelajaran
54

berlangsung. Observasi dilakukan pada setiap pertemuan


pembelajaran.
2. Metode Tes
Metode tes digunakan untuk memperoleh data peningkatan
keterampilan pemecahan masalah siswa. Tes soal keterampilan
pemecahan masalah diberikan pada saat sebelum (pretest) dan
sesudah (posttest) diterapkannya model pembelajaran PBL berbasis
sains outdoor dengan indikator pemecahan masalah. Mula-mula
siswa diberikan soal pretest untuk mengidentifikasi kemampuan
keterampilan pemecahan masalah awal siswa kemudian diberi soal
posttest setelah dilaksanakan model pembelajaran PBL berbasis sains
outdoor dengan indikator keterampilan pemecahan masalah,
sehingga dapat diidentifikasi besar nilai keterampilan pemecahan
masalah setelah memperoleh pembelajaran dengan model
pembelajaran PBL berbasis sains outdoor untuk melatihkan
keterampilan pemecahan masalah pada materi pencemaran air.
3. Metode Angket
Metode angket digunakan untuk menggali respon siswa
terhadap pembelajaran model pembelajaran PBL berbasis sains
outdoor pada materi pencemaran lingkungan diakhir pertemuan

I. Teknik Analisis Data


1. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran
Keterlaksanaan langkah pembelajaran dengan model
pembelajaran Problem Based Learning berbasis sains outdoor untuk
Melatihkan Keterampilan Pemecahan Masalah akan diperoleh
lembar pengamatan pembelajaran. Data hasil keterlaksanaan
pembelajaran akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan
mendiskripsikan skor dalam setiap aspek yang telah diamati. Skala
penilaian keterlaksanaan pembelajaran merupakan perolehan nilai
55

modus dari dua pertemuan yang dilaksanakan selama proses


pembelajaran seperti pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Skor Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran
Penilaian Skala
Sangat baik 5
Baik 4
Cukup 3
Kurang 2
Sangat Kurang 1
(Riduwan, 2013)
Selanjutnya, masing-masing aspek pada instrumen penilaian
keterlaksanaan pembelajaran akan dihitung modusnya dan akan
dikonversikan dengan kriteria keterlaksanaan pembelajaran sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Skala Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran
Penilaian Skala
Sangat baik 5
Baik 4
Cukup 3
Kurang 2
Sangat Kurang 1
(Riduwan, 2013)

Pengelolaan pembelajaran dikatakan efektif apabila


kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran telah mencapai
kategori baik apabila persentase mencapai modus ≥ 4.
2. Analisis Keterampilan Pemecahan Masalah
a. Analisis Ketuntasan Keterampilan Pemecahan Masalah tiap
Siswa
Data hasil pretest dan posttest digunakan untuk mengetahui
keterampilan pemecahan masalah tiap siswa dengan
menggunakan rumus :

Skor yang dicapai


Nilai KPM = X 100%
Skor maksimum
56

Data hasil observasi keterampilan pemecahan masalah juga dapat


dihitung dengan rumus yang sama dan selanjutnya
dikonversikan ke dalam kriteria pada tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3.4 Kriteria Ketuntasan Keterampilan Pemecahan
Masalah
Nilai Kategori
>92-100 Sangat Baik (A)
>84-92 Baik (B)
≥75-84 Cukup (C)
<75 Kurang (D)
(Kemendikbud, 2016)
Siswa dinyatakan tuntas dengan nilai ≥ 75 baik dari hasil tes
maupun observasi keterampilan pemecahan masalah dengan
predikat cukup.
b. Analisis Keterampilan Pemecahan Masalah tiap aspek
Berdasarkan data hasil tes dan pengamatan keterampilan
pemecahan masalah siswa juga dapat diketahui presentase
keterampilan pemecahan masalah tiap aspek. Presentase
keterampilan pemecahan masalah tiap aspek dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
𝐹
P(%) = 𝑁 × 100 %

Keterangan :
P = presentase keterampilan proses tiap aspek (%)
F = jumlah skor yang diperoleh pada tiap aspek
Keterampilan
N = jumlah skor ideal (maksimum) untuk tiap aspek
Kemudian presentase tiap aspek yang dicapai dapat dikonversi
dengan kriteria pada Tabel 3.5 berikut:
57

Tabel 3.5 Kriteria Ketuntasan Keterampilan Pemecahan


Masalah Tiap Aspek
Rentang Nilai Predikat
>92-100 Sangat Baik (A)
>84-92 Baik (B)
≥75-84 Cukup (C)
<75 Kurang (D)
(Kemendikbud, 2016)
Berdasarkan kriteria di atas, ketercapaian tiap aspek keterampilan
pemecahan masalah yang diukur dikatakan tuntas apabila
mencapai predikat cukup atau dengan skor ≥75.
c. Analisis Signifikasi perbedaan hasil pretest dan posttest
Untuk menentukan signifikasi perbedaan hasil pretest dan posttest,
maka analisisnya dengan menggunakan uji-t berpasangan. Akan
tetapi sebelum menggunakan uji-t berpasangan , maka perlu
dianalisis terlebih dahulu data tersebut berdistribusi normal atau
tidak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji
normalitas. Berikut adalah langkah untuk menentukan signifikasi
perbedaan hasil pretest dan posttest.
1. Uji t-Berpasangan
Untuk mengetahui signifikasi perbedaan hasil pretest dan
posttest maka dapat dihitung dengan rumus.
𝑀𝑑
𝑡=
∑ 𝑥2 𝑑

𝑁 (𝑁 − 1)
Keterangan
Md = mean dari perbedaan pretest dan posttest
Xd = diviasi masing-masing subjek
x2 d = jumlah kuadrat deviasi
N = jumlah subjek pada sampel
58

dk = ditentukan dengan N-1


(Arikunto, 2010)
Pengujian hipotesis menggunakan uji t-berpasangan dengan
menentukan hipotesis sebagai berikut :

H0 : µ1 = µ2, jika rata-rata hasil pretest siswa sama dengan

posttest.

H1 : µ1 ≠ µ2, jika rata-rata hasil pretest siswa tidak sama

dengan hasil posttest.


Adapun kriteria H0 ditolak jika thitung > ttabel. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara nilai pretest
dan posttest.
d. Analisis kategori peningkatan dengan Gain Ternormalisasi
Ketika terjadi besar peningkatan keterampilan pemecahan
masalah yang diperoleh siswa dapat dianalisis dengan
menggunakan gain ternormalisasi. Selanjutnya dikonversikan
dengan kategori yang dikemukakan Hake (2002). Dari N-gain (g)
yang diperoleh dapat diketahui kategori peningkatan
keterampilan pemecahan masalah yang dicapai. Skor gain
ternormalisasi adalah hasil perbandingan antara skor gain yang
didapatkan siswa dengan skor gain tertinggi yang didapatkan
siswa. Berikut adalah rumus gain ternormalisasi:

% 𝑆𝑓−% 𝑆𝑖
<g>=
% 𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠−% 𝑆𝑖

Keterangan :
Sf : skor final (posttest)
Si : skor awal (pretest)
Smaks : skor maksimal
Hasil perhitungan gain ternormalisasi kemudian dikonversikan
sesuai kategori seperti pada tabel berikut ini :
59

Tabel 3.6 Kategori N-gain Ternormalisasi


Rentang N-gai Skor Kategori
0,70 < g < 1,00 Tinggi
0,30 < g ≤ 0,70 Sedang
0,00 ≤ g ≤ 0,30 Tinggi
(Hake, 2002)
e. Analisis Hasil Angket Respon Siswa
Respon hasil pembelajaran siswa dinilai dengan menggunakan
Teknik skala Guttan, yaitu pilihan jawaban “ya” diberikan skor 1,
dan untuk pilihan jawaban “tidak” diberikan skor 0. Data respon
siswa dianalisis menggunakan presentase rumus berikut :
𝐹
P = 𝑁 x 100 %

(Riduwan, 2012)
Keterangan :
P : presentase jawaban siswa
F : jumlah siswa yang menjawab “ya”
N : jumlah seluruh siswa
Setelah didapatkan presentase hitungnya, dikonversikan pada
tabel berikut ini :

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Angket Respon siswa


Presentase Jawaban Siswa Kriteria
(%)
0-20 Sangat rendah
21-40 Rendah
41-60 Sedang
61-80 Tinggi
81-100 Sangat tinggi
(Riduwan, 2012)
60

Berdasarkan kriteria di atas, penerapan model


pembelajaran Problem Based Learning berbasis sanis outdoor pada
materi pencemaran lingkungan siswa SMP kelas VII dinyatakan
mendapat respon positif apabila data hasil analisis respon siswa ≥
61
61

Anda mungkin juga menyukai