Disusun oleh:
Dona Dwi Amelia (23202086)
Vinni Khamizah (23202087)
M. Naswan Haris Fathoni R. (23202089)
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis pengetahuan seperti menuntut
siswa untuk mampu bersaing dengan siswa yang lain, tanpa tersekat dalam
sekat-sekat geografis negara. Menurut Rotherdam dan Willingham (Harli.T &
Widyaismara.M, 2013: 36) Kecakapan abad 21, menuntut kualitas siswa
dalam keterampilan menguasai IT (Informasi dan Teknologi), kemampuan
sosial dan komunikasi, memecahkan masalah, bekerja sama dan berpikir
kritis. Pembelajaran yang mencerminkan kecakapan abad 21 yaitu
pembelajaran yang mengacu pada keaktifan siswa dalam menganalisis dan
menyusun pemahamannya sendiri berdasarkan pengalaman dan pengetahuan
yang dimilikinya atau high order thinking. Salah satu strategi
pembelajarannya adalah pembelajaran kontekstual.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan di Abad 21?
2. Apa Saja Isu-Isu yang terjadi pada Pendidikan Abad 21?
3. Bagaimana cara menyelesaikan isu yang terjadi pada abad 21?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk memahami bagaimana pendidikan abad 21.
2. Untuk mengetahui Isu yang terjadi di era abad 21.
3. Untuk memahami bagaimana isu tersebut dapat diselesaikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Nurkholis. (2013). Pendidikan dalam Upaya Memajukan Teknologi. Pendidikan, 1 (1), 26
2
KEMENDIKBUD, Cerdas
Berkarakter, https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/sahabatkarakter/kegiatan/93212a18-
7b1e-4f4e-9919-51129308a785.pdf diakses pada tanggal 29 November 2023.
3
teman sekelas akan memberikan tanggapan atau sudut pandang yang lain
terkait ide atau gagasan tersebut. Sehingga setiap siswa bisa bebas
mengemukakan ide atau pendapat yang dimilikinya. kreativitas juga dapat
dimaknai sebagai kemampuan berpikir outside the box tanpa dibatasi aturan
yang cenderung mengikat. Anak-anak yang memiliki kreativitas tinggi
mampu berpikir dan melihat suatu masalah dari berbagai sisi atau perspektif.
Hasilnya, mereka akan berpikiran lebih terbuka dalam menyelesaikan
masalah. Pada konsep ini peserta didik akan diajak untuk bisa membiasakan
diri dalam melakukan dan menjelaskan setiap ide yang dipikirkannya. Ide ini
akan dipresentasikan kepada teman kelas secara terbuka sehingga nantinya
akan menimbulkan reaksi dari teman kelas. Aktivitas ini bisa menjadikan
sudut pandang peserta didik menjadi luas dan terbuka dengan setiap
pandangan yang ada.
2. Collaboration (Kerjasama)
Dengan mengusung konsep ini, maka setiap siswa dapat bekerja sama
dalam sebuah kelompok. Sehingga diharapkan setiap siswa terampil dalam
bekerja sama, menyelesaikan masalah dalam kelompok, memiliki skill
kepemimpinan, serta meningkatkan empati. Aktivitas ini penting diterapkan
dalam proses pembelajaran agar anak mampu dan siap untuk bekerja sama
dengan siapa saja dalam kehidupannya mendatang. Saat berkolaborasi
bersama orang lain, anak akan terlatih untuk mengembangkan solusi terbaik
yang bisa diterima oleh semua orang dalam kelompoknya. Konsep kerjasama
akan mengajak peserta didik untuk belajar membuat kelompok, menyesuaikan
dan kepemimpinan. Tujuan kerjasama ini agar peserta didik mampu bekerja
lebih efektif dengan orang lain, meningkatkan empati dan bersedia menerima
pendapat yang berbeda. Manfaat lain dari kerjasama ini untuk melatih peserta
didik agar bisa bertanggung jawab, mudah beradaptasi dengan lingkungan,
masyarakat, dan bisa menentukan target yang tinggi untuk kelompok dan
individu.
3. Communication (Komunikasi)
4
Setiap siswa didorong untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi yang dimilikinya. Baik itu komunikasi secara verbal maupun
tulisan. Mereka akan didorong untuk melakukan komunikasi, berdiskusi, dan
juga menyampaikan gagasan di hadapan banyak orang. Keterampilan ini
terdiri dari sejumlah sub-skill, seperti kemampuan berbahasa yang tepat
sasaran, kemampuan memahami konteks, serta kemampuan membaca
pendengar (audience) untuk memastikan pesannya tersampaikan. Dalam hal
ini peserta didik diminta untuk bisa menguasai, mengatur, dan membangun
komunikasi yang baik dan benar bail secara tulisan, lisan, maupun
multimedia. Peserta didik diberi waktu untuk mengelola hal tersebut dan
menggunakan kemampuan komunikasi untuk berhubungan seperti
menyampaikan gagasan, berdiskusi hingga memecahkan masalah yang ada.
4. Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis & Pemecahan
Masalah)
Konsep 4C yang terakhir adalah Critical Thinking and Problem
Solving, dengan adanya konsep ini maka siswa diharapkan mampu untuk
berpikir kritis dan logis sehingga bisa melakukan pemecahan masalah. Siswa
akan diajak untuk menjelaskan, menganalisis dan menciptakan solusi dari
permasalahan yang ada. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat
dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang
lain. Berpikir kritis secara esensial adalah proses aktif dimana seseorang
memikirkan berbagai hal secara mendalam, mengajukan pertanyaan untuk diri
sendiri, menemukan informasi yang relevan untuk diri sendiri daripada
menerima berbagai hal dari orang lain Dalam konsep ini peserta didik belajar
memecahkan masalah yang ada dan mampu menjelaskan, menganalisis dan
menciptakan solusi bagi individu maupun masyarakat. Peran peserta didik
dalam penerapan pembelajaran abad 21 adalah; belajar secara kolaboratif,
5
belajar berbasis masalah, memiliki kemampuan high order thinking, serta
belajar mengajukan pertanyaan.3
3
Zubaidah, S. (2018). Mengenal 4C: Learning and Inovation skills untuk Menghadapi Revolusi Industri
4.0. Makalah: Disampaikan dalam seminar 2nd Science Education National Conference di Universitas
Trunojoyo Madura 13 Oktober.
4
Tim Penyusun UIN Sunan Ampel, Management isu, UIN Sunan Ampel Press: Surabaya 2020 hlm.22
6
Kemunculan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intellegence) juga dapat
menanamkan sifat mandiri dalam diri pelajar. 5.
7
konten kurikulum merdeka terdiri dari kompetensi, pelaksanaan pembelajaran
yang fleksibel dan karakter pelajar pancasila. Sedangkan spiritnya, pihak
satuan pendidikan, guru dan peserta didik diberikan keleluasaan untuk
pengembangan proses pembelajaran. Satuan pendidikan juga didorong dapat
berkolaborasi dengan berbagai pihak pemangku kepentingan seperti dunia
industri, perguruan tinggi, praktisi dan masyarakat untuk mewujudkan
merdeka belajar.6 Namun, pada faktanya kualitas pendidikan di Indonesia
masih terbilang rendah dibanding Negara lain. Hal tersebut dipengaruhi oleh
banyaknya factor. Bahkan penerapan kurikulum baru, kurikulum merdeka
sendiri menuai banyak problema dan isu, di mana ketidaksiapan siswa
maupun guru untuk menerapkan kurikulum ini di beberapa tempat. Hal
tersebut menciptakan dampak negative seperti penurunan prestasi siswa
dikarenakan waktu adaptasi terhadap kurikulum baru cukup lama. Transisi
kebijakan dan proses belajar mengajar yang membuat banyak siswa merasa
bingung. Tidak memadainya sarana dan prasarana dalam sebuah lembaga
pendidikan untuk menunjang proses belajar atau menunjang untuk penerapan
kurikulum merdeka. Tidak hanya hal tersebut, dilansir dari website
kementrian pendidikan dan budaya bahwa ketidaksiapan tenaga pendidik juga
menjadi factor besar. Guru sebagai pilar utama pelaksanan kurikulum
merdeka. Eksistensi guru dalam penerapan kurikulum merdeka merupakan
sebagai lokomotif dan penggerak keberhasilan berbagai program merdeka
belajar seperti pembejaran berdiferensiasi, pelaksanaan project penguatan
profil pelajar pancasila dan asesmen pembelajaran serta pemberdayaan
teknologi sebagai alat pendukung pembelajaran. Karena itu, itu penguatan
keberadaan guru melalui program pengembangan sesuai kebutuhan perlu
dilakukan secara terus menerus dan konsisten, apalagi jika melihat hasil
6
KEMENDIKBUD, Penerapan Kurikulum
Merdeka, https://kspstendik.kemdikbud.go.id/read-news/tantangan-dalam-penerapan-
kurikulum-merdeka . diakses pada tanggal 29 November 2023
8
program pengembangan profesi guru selama ini belum memiliki dampak
signifikan terhadap peningkatan mutu kualitas di Indonesia.
Di mana hal tersebut juga menjadi factor rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia. Bukti kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah
di antaranya pada hasil PISA (Programme for Internatinal Student Assesment)
yang merupakan tes tentang membaca, matematika, dan sains pada tahun
2018 Indonesia menempati peringkat 10 terendah dari 78 negara dengan
angka 371 untuk membaca, 379 untuk matematika, dan 396 untuk sains.
Menurut survei dari PERC (Politic and Economic Risk Consultan), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan terakhir yaitu urutan ke-12 dari 12
negara di Asia.
Serta menurut RISE atau Research on Improving Systems of
Education melalui studi kualitatifnya juga menunjukkan bahwa fokus
perekrutan guru adalah untuk memenuhi kebutuhan menjadi ASN (Aparatur
Sipil Negara) bukan profesionalitas guru tersebut. Lebih dari 50% guru di
Indonesia adalah pegawai negeri dan 90% tumpuan belajar ada pada mereka
padahal kualitas mereka tidak dapat terjamin dengan baik. Kurang baiknya
manajemen sumber daya manusia dalam perekrutan ASN sebagai tenaga
pendidik mengakibatkan sulit dibedakannya guru yang benar-benar ingin
mengajar atau sekadar ingin memperoleh jabatan sebagai pegawai pemerintah.
Perekrutan ASN tidak begitu memperhatikan kecapakan guru yang mana
harusnya guru dituntut mempunyai keinginan tinggi untuk mendidika siswa
secara baik dan mengajar dengan efektif. Guru yang memiliki skor tinggi
dalam seleksi yang akan lolos dan hal tersebut tidak efektif dalam hal
penyaringan guru untuk menghasilkan guru yang benar-benar profesional.
Karena hal tersebut, penerapan kurikulum baru menjadi problema
yang dihadapi oleh dunia pendidikan sekarang.
C. Solusi Dalam Mengatasi Isu Pendidikan Abad 21
9
Dalam perkembangan teknologi di zaman ini yang semakin pesat,
tentunya hal yang lumrah untuk memanfaatkan teknologi untuk
mempermudah kehidupan. Seperti pemanfaatan AI dalam dunia pendidikan
yang akan sangat membantu jika digunakan secara benar dan memiliki
regulasi serta protocol pemerintah yang jelas mengenai AI dalam pendidikan.
Secara keseluruhan, peran AI yang terus berkembang dalam dunia pendidikan
menawarkan peluang dan tantangan bagi para guru. Dengan bersikap proaktif
dalam pendekatan mereka terhadap teknologi ini, para pendidik dapat
memanfaatkan AI untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan mendorong
kesetaraan di kelas, sambil tetap mempertahankan peran unik yang dimainkan
guru dalam mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan pembelajaran siswa
mereka. Dunia kita terus berkembang, dan kita perlu menerima bahwa
kekuatan Kecerdasan Buatan kemungkinan besar akan membawa lebih
banyak manfaat daripada bahaya.
10
dengan pengetahuan yang ada, karena zaman terus berubah dan guru wajib up
to date agar dapat mendampingi siswa berdasarkan kebutuhan mereka.
Karena hal itu, guru harus memiliki kualitas dan professional yang
baik dan unggul. Dan untuk mengatasi permasalahan mengenai rendahnya
kualitas guru di Indonesia yang disebabkan oleh kurang efektifnya perekrutan
guru tentunya merupakan PR yang tidak mudah tetapi ada beberapa hal yang
dapat dilakukan. Pertama, khusus ASN sebagai guru sebaiknya terpisah
dengan perekrutan pada umumnya sebab seringkali perekrutan tersebut hanya
sebagai formalitas. Perlu ada percobaan menjadi pengajar sebelum direkrut
sebagai pegawai pemerintahan agar yang diterima adalah guru yang memang
profesional dan terbaik. Seleksi tersebut telah diterapkan di beberapa negara
maju seperti Irlandia dan Australia.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Segala problematika dan isu yang sedang terjadi saat ini cukup untuk
menjadi pertimbangan pemerintah serta lembaga pendidikan dalam
memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Dikarenakan dampak yang
terjadi cukup mempengaruhi individu dan proses belajar mengajar. Hal ini
12
dapat menjadi bahan evaluasi untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang
lebih baik lagi.
13
DAFTAR PUSTAKA
14