Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PARADIGMA PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN

OLEH
NAMA-NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2:
1. NOVALITA G.M. DAUD( 2001140036)
2. NATALIA LEWANG( 2001140035)
3. MERLIN LUSI( 2001140160)
4. NOFRIANTY MUTI( 2001140163)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
KATA PENGANTAR

segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang atas izin-
Nya makalah yang berjudul “Paradigma Pengajaran dan Pembelajaran” dapat kami selesaikan.
Terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Strategi Pembelajaran 1yang telah
memberi materi dan saran dalam proses pembuatan makalah ini. Dan juga terima kasih kepada
teman-teman yang telah mambantu dalam pencarian dan resume materi sehingga makalah ini
dapat terselasaikan dengan waktu yang cukup singkat.
Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa makalah
kami masih jauh dari sempurna dan kepada teman-teman yang membaca makalah ini kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar kami bisa lebih baik lagi dalam
pembuatan makalah selanjutnya. Kami berharap makalah yang kami buat dapat bermanfaat
bagi yang membaca. Terima kasih.

Kupang, 11 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG……………………………………………......
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………….
C. TUJUAN……………………………………………..………………
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PARADIGMA……………………………….……..
B. PARADIGMA PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN DALAM
KURIKULUM……………………………….………………………..
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………………
B. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan perubahan dan dinamika masyarakat yang terus bergerak menuju
arus globalisasi, problem dan tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan
makin rumit dan kompleks. Kasus-kasus amoral seperti fenomena klitih, kerusuhan
supporter dan pergaulan bebas perlu menjadi perhatian serius dalam pendidikan.

Selain itu, terbukanya arus informasi dan interaksi dengan dengan negara-negara
lain, menuntut suatu bangsa untuk ikut menjadi bagian dalam masayarakat dunia.
Mobilitas yang tinggi, mempercepat pertemuan antarsuku dan antarbangsa. Hal
tersebut terkadang menimbulkan pertentangan antar sektor sosial-budaya. Apabila
hal ini tidak diantisipasi dengan baik maka dikhawatirkan suatu bangsa akan
mengalami ketertinggalan dari bangsa lain.

Sesuai dengan UU nomer 20 tahun 2003. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan,akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Maka dari itu, pendidikan tidak hanya dituntut untuk mampu melahirkan
generasi-generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga diharapkan dapat
menciptakan generasi bangsa yang cerdas secara emosional dan spiritual untuk
menjadi bekal dalam bermasyarakat. Karena makin rumit dan kompleksnya
persoalan yang muncul di tengah masyarakat, dibutuhkan paradigma pendidikan
masa depan yang dinilai lebih mampu menjawab tantangan zaman. Pendidikan
harus bisa menjawab tantangan-tantangan dan mengurai benang-benang masalah
yang muncul di tengah masyarakat.

Salah satu bagian penting dari pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum


merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian
kurikulum disusun untuk membentuk masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan agar sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut diperlukan paradigma yang tepat guna menghasilkan kurikulum yang
tepat.Maka dari itu dalam makalah ini akan menyajikan pembahasan mengenai
paradigma pengajaran dan pengembangan dalam perkembangan kurikulum..

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu paradigma?
2. Bagaimana paradigma pengajaran dan pembelajaran dalam perkembangan
kurikulum?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu paradigma
2. Untuk mengetahui bagaimana paradigma pengajaran dan pembelajaran
dalam perkembangan kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PARADIGMA

Bahasa Yunani, istilah paradigma berasal dari kata ,para deigma dari
kata para yang berarti di samping, di sebelah, dan dekynai yang berarti model,
contoh, arketipe, ideal. selain itu, disebutkan pula dalam pengertian lain,
paradigma adalah cara memandang sesuatu, dasar-dasar untuk menyeleksi
problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem, serta konstruk
berpikir yang mampu menjadi wacana untuk temuan ilmiah.

Menurut Thomas Khun, Paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis
yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi sumber hukum,
metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan
sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminologi


yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar,
sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, serta proses
dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi
maupun dalam pendidikan. Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan
tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa
yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.

Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang
di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama.
Paradigma ibarat kacamata, apabila kita memakai kacamata berwarna biru, maka
lingkungan di sekeliling kita akan tampak biru, apabila kita memakai kacamata
merah, maka lingkungan sekeliling kita akan tampak merah. Dengan demikian,
paradigma seseorang dengan orang lain bisa memiliki kesamaan dan juga bisa saja
berbeda.

Dari pemaparan diatas, dapat kita pahami paradigma adalah suatu asumsi dasar
dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi
sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat
menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma
membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari,
persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam
menginterprestasikan jawaban yang diperoleh.

Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa cara pandang atau paradigma
seseorang terhadap sesuatu akan mempengaruhi sikap, pikiran dan tindakan
kedepannya. Obyek yang sama, dipandang oleh subyek yang berbeda dengan cara
pandang atau paradigma yang berbeda bisa menghasilkan pola pikir, sikap dan
tindakan yang berbeda.

B. PARADIGMA PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN DALAM


PERKEMBANGAN KURIKULUM

Seiring dengan perubahan dan dinamika masyarakat yang terus bergerak menuju
arus globalisasi, problem dan tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan
makin rumit dan kompleks. Di era globalisasi ini batas-batas negara seoalah-olah
tak lagi tampak. Hal ini membawa pengaruh bahwa pendidikan nasional akan
terintegrasi dengan pendidikan dunia.

Permasalahan globalisasi dalam pendidikan dapat dilihat dari output


pendidikan. Seperti kita ketahui di era globalisasi ini telah terjadi pergeseran
paradigm tentang keunggulan negara, dari keunggulan komparatif menuju
keunggulan kompetitif. keunggulan kompetitif bertumpu pada kekayaan sumber
daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemikiran sumber
daya manusia yang berkualitas.

Lebih lanjut,karakter sumber daya manusia pada abad 21 memuntut seseorang


untuk memiliki : critical-tingking and problem-solving skills, communication and
collaboration skills, creativity and innovation skills, information and
communication technology Litteracy, contextual learning skills, information and
media literacy skills.

Critical-thinking and problem-solving skill berarti mampu berfikir secara kritis,


lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah. Communication
and collaboration berarti mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif
dengan berbagai pihak. Creativity berarti mampu mengembangkan kreativitas yang
dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif. Information and
communition tecnologi literacy berarti mampu memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari. Contextual
learning skill berarti mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang
kontekstual sebagai bagian dari pengembangan diri. Serta yang terakhir
adalah information and media literacy skills berarti mampu memahami dan
menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan
dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.
Selain itu, manusia era modern memiliki karakteristik kepribadian bersedia
menerima ide-ide dan pengalaman baru dan terbuka untuk perubahan dan
pembaharuan. Mempunyai kemampuan untuk membentuk pendapat baru. Memiliki
ketepatan waktu dan menyusun rencana kerja untuk waktu-waktu yang akan datang.

Dalam konteks pergeseran keunggulan dan tutntuan kualitas sumber daya


manusia di era global tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi
kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan
pendidikan global. Maka dari itu pendidikan harus bisa mempersiapkan peserta
didik untuk menghadapi tuntutan globalisasi tersebut. Paradigma yang tepat dalam
pengembangan kurikulum diharapkan mampu menghasilkan kurikulum yang tepat
sasaran dalam arti susuai dengan tujuan nasional.

1. Paradigma Teacher Centered dan Student Centered

Teacher centered adalah sebuah paradigma pengajaran yang menempatkan


guru sebagai poros utama dalam proses pembelajaran. Guru lebih banyak
melakukan kegiatan belajar mengajar dengan bentuk ceramah. Selain itu guru
hanya hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi
pelajaranl. Pendekatan ini akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa
hanya memiliki pengalaman mendengar paparan saja. Proses belajar mengajar
lebih banyak berjalan secara satu arah. Output yang dihasilkan oleh paradigma
pengajaran seperti ini tidak lebih hanya menghasilkan siswa yang kurang
mampu mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut berpendapat, tidak berani
mencoba yang akhirnya cenderung menjadi pelajaran pasif yang miskin
kreativitas.

Dari sini bisa kita lihat kembali, apabila output yang dihasilakan cenderung
mengarah pada yang demikian, maka paradigma teacher centered ini tidak bisa
lagi sepenuhnya digunakan, karena era globalisasi sekarang ini menuntut
adanya individu yang aktif dan kaya kreativitas.

Untuk menjawab tantangan era global, paradigma student centered hadir


sebagai salah satu alternative solusi dan jawaban atas permasalahan dan
tantangan ere global. Student centered adalah sebuah paradigma pembelajaran
yang berpusat pada diri siswa atau peserta didik. Paradigma yang kedua ini
diharapkan mampu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam
membangun pengetahuan,sikap dan perilaku. Melalui pembelajaran yang
mendorong keterlibatan siswa secara aktif berarti memberikan dorongan kepada
siswa untuk mengembangkan daya pikir serta membangun pemahaman dari
dirinya sendiri.

Seorang guru yang memandang peserta didik dengan paradigma teacher


centerd memiliki perlakuan yang berbeda dengan guru yang
berparadigma student centered. Guru yang berparadigma teacher
centered lebih banyak mengarahkan aktifitas pembelajaran pada diri guru atau
guru sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran. Sementara itu, guru yang
berparadigma student centered akan mengarahkan kegiatan pembelajaran yang
berpusat pada diri peserta didik. Dalam paradigma yang kedua ini, guru
bertindak sebagai fasilitator.

Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, maka


peserta didik diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk
memiliki daya kritis, mampu menganalisis dan dapat memecahkan masalahnya
sendiri.

2. Paradigma teaching dan paradigma learning.

Banyak orang yang sudah mengetahui bahwa ternyata potensi yang dimiliki
otak manusia itu sungguh luar biasa. Tetapi sayangnya potensi itu hanya tinggal
potensi. Sebagian besar manusia belum bisa menggunakan dan memanfaatkan
kehebatan potensi yang dimiliki otak yang dimilikinya. Sebagian besar metode
dan suasana pembelajaran di sekolah-sekolah yang digunakan oleh guru kita
tampaknya banyak menghambat daripada memotivasi potensi otak.

Oleh karena itu perlu adanya proses kreatif dan perumusan kembali
paradigma dan visi pendidikan. Paradigma dan visi pendidikan yang cocok bagi
tantangan zaman sekarang ini diantaranya adalah mengubah
paradigm teaching (mengajar) dengan paradigma learning (belajar).

Pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan


pengetahuan kepada siswa. Pengajaran juga diartikan sebagi interaksi belajar
dan mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses yang saling
mempengaruhi antara guru dan siswa. Adapun tujuan dari pengajaran adalah
untuk menyampaikan informasi kepada pesera didik. Maka dari itu dalam
pengajaran yang menjadi focus utama adalah guru sehigga proses belajar hanya
dapat berlangsung apabila ada pengajar.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan


sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, kemahiran dan tabiat serta pembentukan sikap dan kepercayaan
pada peserta didik.[16] Dengan demikian, pembelajaran menitik beratkan pada
bantuan kepada peserta didik untuk dapat belajar dengan baik karena tujuan dari
pembelajaran adalah terjadinya belajar pada diri peserta didik, bukan
menyampaikan informasi kepada si belajar sehingga kegiatan belajar dapat
berlangsung dengan atau tanpa pengajar.
Dengan perubahan ini proses pendidikan menjadi proses bagaimana belajar
bersama antara guru dan peserta didik dan sumber belajar lainnya. Guru dalam
hal ini juga termasuk dalam proses belajar, sehingga lingkungan sekolah
menjadi learning society (masyarakat belajar). Dalam paradigm seperti ini,
peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa) tetapi sebagai learner (yang
belajar).

3. Paradigma Assesment of Learning (AOL), Assesment For Learning(AFL)


dan Assesment As Learning (AAL)

Salah satu bagian vital dari proses pendidikan adalah asesmen. Tetapi sedikit
guru yang memberikan perhatian padanya. Kebanyakan guru berpikir bahwa
asesmen hanyalah bagian pelengkap dari suatu proses belajar. Mereka
melakukannya ketika mereka akan “mengambil” nilai untuk siswa.

Para guru tersebut mengadakan asesmen pada bagian akhir dari program
pengajaran, biasanya dilakukan melalui ujian tengah semester dan ujian akhir
semester. Ujian dilakukan lebih banyak melalui tes tertulis, menilai pelajaran
tertentu (olahraga dan sains) melalui paper-and-pencil tests adalah sama
halnya menilai seorang pemain basket dengan memberikan tes tertulis. Kita
mungkin dapat mengukur pengetahuannya mengenai permainan basket, tetapi
kita tidak dapat mengetahui keterampilannya dalam bermain basket.

Berdasarkan fungsinya, penilaian sering dibedakan dalam bebepara


kelompok yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif
berfungsi untuk memberi umpan balik terhadap kemajuan belajar peserta didik,
memperbaiki proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan pemahaman
atau prestasi belajar peserta didik. Penlaian sumatif adalah penilaian pencapaian
peserta didik pada suatu periode tertentu semisal pada akhir pokok bahasan atau
akhir semester.

Dalam perkembangannya, dibedakan kedalam tiga kelompok


yaitu Assesment of Learning (AOL), Assesment For Learning(AFL) dan
Assesment As Learning (AAL).[18] Konsep penilaian tersebut muncul
berdasarkan ide bahwa belajar tidak hanya transfer pengetahuan tetapi lebih
pada proses pengolahan kognitif yang aktif yang terjadi ketika seseorang
berinteraksi dengan ide-ide baru.

Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah


proses pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu terjadi di
akhir tahun atau di akhir peserta didik menyelesaikan pendidikan pada jenjang
tertentu. Setiap pendidik melakukan penilaian yang dimaksudkan untuk
memberikan pengakuan terhadap pencapaian hasil belajar setelah proses
pembelajaran selesai, berarti pendidik tersebut melakukan assessment of
learning. Ujian Nasional, ujian sekolah/madrasah, dan berbagai bentuk
penilaian sumatif merupakan contoh assessment of learning (penilaian hasil
belajar).

Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung


dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses
belajar mengajar. Dengan assessment for learning pendidik dapat memberikan
umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan
menentukan kemajuan belajarnya. Assessment for learning juga dapat
dimanfaatkan oleh pendidik untuk meningkatkan performan dalam
memfasilitasi peserta didik. Berbagai bentuk penilaian formatif, misalnya tugas,
presentasi, proyek, termasuk kuis merupakan contoh assessment for
learning (penilaian untuk proses belajar).

Penilaian AFL ini dilakukan untuk meningkatkan focus pembelajaran,


mengkreasikan pembelajaran, meningkatkan kinerja guru dan siswa selama
pembelajaran, memotivasi peserta didik, dan meningkatkan hubungan antara
kurikulum, pembelajaran dan penilaian.

Assesment As Learning adalah sebuah paradigma yang meletakkan penilaian


sebagai pembelajaran. Penilaian sebagai pembelajaran terjadi ketika siswa
adalah penilai mereka sendiri. Siswa memantau pembelajaran mereka sendiri,
mengajukan pertanyaan dan menggunakan berbagai strategi untuk memutuskan
apa yang mereka ketahui dan dapat lakukan, dan bagaimana menggunakan
penilaian untuk pembelajaran baru.

Dari ketiga penilaian dapat dipahami bahwa Assessment as learning mempunyai


fungsi yang mirip dengan assessment for learning, yaitu berfungsi sebagai formatif dan
dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Perbedaannya, assessment as
learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Peserta
didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri. Penilaian diri
(self assessment) dan penilaian antar teman merupakan contoh assessment as learning.

Dalam assessment as learning peserta didik juga dapat dilibatkan dalam


merumuskan prosedur penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga
mereka mengetahui dengan pasti apa yang harus dilakukan agar memperoleh capaian
belajar yang maksimal.

Selama ini assessment of learning paling dominan dilakukan oleh pendidik


dibandingkan assessment for learning dan assessment as learning. Penilaian pencapaian
hasil belajar seharusnya lebih mengutamakan assessment as learning dan assessment for
learning dibandingkan assessment of learning.

Beberapa paradigma diatas kiranya bisa menjadi alternatif bagi pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi era global. Dalam
kurikulum 2013 sendiri telah dikembangkan dalam beberapa aspek, baik dakam pembelajaran
ataupun dalam penilaian. Dalam rumusannya, pembelajaran dilakukan dengan pendekatan
scientific dengan berbagai metode lain yang mendorong peserta didik untuk menghasilkan
karya kontekstual.

Pendekatan scientific sendiri terdiri dari lima aktivitas yaitu mengamati,menanya,


mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Aktivitas pembelajaran ini
mengalami perkembangan dari kurikulum sebelumnya yang hanya melibatkan tiga aktivitas
yaitu eksplorasi, elaborasi dan komunikasi. Ragam aktivitas dalam pendekatan scientific
tersebut kemudian dipadukan dengan metode discovery learning, project based learning, dll.

Dari segi penilaian, sesuai Permendikbud nomor 66 tahun 2013 disebutkan bahwa
penilaian dalam kurikulum 2013 menggunakan penilaian otentik. Sifat dari penilaian otentik
adalah berpusat pada peserta didik, terintegrasi dengan pembelajaran, otentik, berkelanjutan
dan individual. Dari penilaian tersebut diharapkan mampu membentuk unsur-unsur kognitif
peserta didik seperti kemauan mengambil risiko,kreatif, tanggung jawab dan rasa kepemilikan.

Penilaian otentik merupakan sebutan yang digunakan untuk menggambarkan tugas-


tugas riil yang dibutuhkan peserta didik untuk dilaksanakan dalam menghasilkan pengetahuan
mereproduksi informasi.
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang menjadi sumber
hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan
sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam pengembangan
kurikulum, pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan tentang
pengembangan kurikulum.

Seiring berjalannya waktu, beberpa paradigma dalam pendidikan mengalami


pergeseran yang menyebabkan bergesernya kurikulum dalam pendidikan. Adapun
pergeseran paradigma dalam pendidikan hingga masa sekarang adalah
paradigm teacher centered ke student centered, paradigm Teaching ke
Paradigma Learning. Paradigma Assesment of Learning (AOL), Assesment For
Learning(AFL) dan Assesment As Learning (AAL).

Beberapa paradigma diatas mempengaruhi penyusunan dalam pengembangan


kurikulum di Indonesia. Dalam kurikulum 2013, sistem pembelajaran diarahkan pada
aktivitas mandiri peserta didik dengan pendekatan saintifik. Dalam penilaiannya,
menggunakan ragam penilaian yang memuat penilaian diri sendiri, penilaain otentik
dan beberapa penilaian lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Nana Syaodiq Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2002) hal. 61.

[2] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomer 20 tahun 2003 pasal 1.

[3] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomer 20 tahun 2003 pasal 19

[4] Lorens Bagus, Kamus Filsafat , (Jakarta; Gramedia, 2002), hlm. 779

[5] Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu ,( Yogyakarta: Rakesarasin,2001),hlm.177

[6] Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2015), hlm. 157-158.

[7] Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2015), hlm. 157-158.

[8] Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid : Esai-Esai Agama,Budaya, dan Politik dalam
Bingkai Strukturalisme Transendental (Bandung : Mizan, 2001), hal. 122.

[9] Trilling, Bernie and Charles Fadel , 21 Century skills : Learning for Life in Our Times (San
Fransisco : John Wiley & Sons, Inc. ossey-Bass, 2009)

[10] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum ( Bandung : PT Remaja
Rosda Karya, 2013), hal. 70.

[11] Ditjen dikti depdiknas, Tanya jawab Seputar unit dan Proses Pembelajaran di
Perguruan Tinggi(Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2004), hal 24

[12] Sudjana S, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif (Bandung : Production,


2005), hal 30.

[13] ibid

[14] Syaiful, Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran ( Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 20.

[15] Syaifudin Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfa Beta,
2014), hal.9 [16] C . Asriningsih, Belajar dan Pembelajaran ( Jakarta : Rineka CIpta,2012)
hal 5.

[17] Yunus Abidin, Desain Sistem Pembelajaran : Dalam Konteks Kurikulum 2013,
(Bandung : Refika Aditama, 2014), hal 23.

[18] Banned R.E Gitomer, Education Assesment in the 21st century, (London: Springer,
2009) hal. 10

[19] Deni Hadiana, “Penilaian Hasil Belajar untuk Siswa Sekolah Dasar”, dalam jurnal Pusat
Penilaian Pendidikan, Vol 21, No.1(April 2015) hal.15

Anda mungkin juga menyukai