OLEH:
IRWAN
G2F1 17 002
PSL
Irwan
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi PPW Minat PSL
Universitas Halu Oleo Sulawesi Tenggara
Email: agrotek_irwan@yahoo.co.id
Abstract: The road widening works project around the protected forest is a
consolidation of the contents of the Regional Regulation on the Muna District
Budget which is the result of a consensus between all DPRD members and the
Local Government and the reality of the community's demand for the
development and provision of basic services, especially post-Pilkada road access
without regard to the rights and authority of the forestry service of Southeast
asaulawesi province. The impact of the road widening project greatly affect the
environmental conditions around the city of Raha and surrounding areas and
pollute the sources of water in the spring water Jompi. The government has issued
regulations such as TAP MPR No IX / 2001 on Agrarian Reform and Natural
Resource Management, and MPR Tap No. III / 2000 on the source of the law and
the order of legislation, Article 3,4,6,10,17 in Law Number 41 Year 1999 on
Forestry, in order not to do the transfer function that causes damage to protected
forest area
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu diikuti tindakan
berupa pelestarian sumber daya alam dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum seperti tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar - besarnya
kemakmuran rakyat”.
Jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 berlandaskan semangat sosial, yang menempatkan penguasaan
seperti sumber daya alam untuk kepentingan publik kepada negara. Pengaturan
ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemegang mandat untuk
melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia. Untuk itu, pemegang mandat ini
seharusnya punya legitimasi yang sah dan ada yang mengontrol kebijakan yang
dibuatnya dan dilakukannya, sehingga dapat tercipta peraturan perundang-
undangan sebagai penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang sesuai
dengan semangat demokrasi ekonomi.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) sebagaimana telah diubah dan diperbaharui oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang merupakan payung
hukum di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dijadikan dasar bagi
pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia dewasa ini. Dengan demikian
Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Undang-Undang Kehutanan merupakan dasar ketentuan pelaksanaan
dalam pengelolaan lingkungan hidup serta sebagai dasar penyesuaian
terhadap perubahan atas peraturan yang telah ada sebelumnya, serta
menjadikannya sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh di dalam suatu
sistem.
Pemerintah Indonesia merencanakan 10% dari daratan Indonesia akan
ditetapkan menjadi kawasan konservasi. Namun demikian dalam kenyataan di
lapangan banyak dijumpai penebangan pohon, kawasannya di rambah dan tidak
cepat dilakukan penanaman kembali.
“Akibatnya bukan saja habitat satwa terganggu namun juga ekosistem
alam akan turut berubah drastis, dan pada gilirannya kehidupan
manusia turut terancam bahaya”.
Alih fungsi kawasan hutan merupakan permasalahan yang marak
terjadi Indonesia. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menyebutkan bahwa alih fungsi adalah perubahan peruntukan
dan fungsi kawasan hutan. Perubahan peruntukan kawasan hutan terjadi
melalui proses tukar-menukar kawasan hutan dan pelepasan kawasan
hutan.
Pada dasarnya kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap
memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak
dibenarkan mengubah suatu kawasan hutan yang memiliki fungsi
perlindungan, dan harus dilakukan kajian yang mendalam serta
komperhensif. Dalam pemanfaatan kawasan hutan harus disesuaikan
dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi.
Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling
penting yaitu agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Meski secara
normatif, konversi atau perubahan kawasan hutan tidak dilarang oleh
undang-undang, namun untuk menjaga kualitas lingkungan, sejauh
mungkin dihindari terjadinya konversi/perubahan terhadap hutan alam
yang masih produktif, guna menghindari kerusakan kawasan hutan (Suttan
Iskandar, 2011: 533).
Dalam pengelolaan lingkungan hidup terdapat hubungan antara
lingkungan hidup dengan beberapa bidang lainnya seperti perindustrian,
kehutanan, dan pertambangan. Konsekuensi dari hubungan bidang-bidang
tersebut terletak pada izin usaha dari tiap bidang yang harus memiliki izin
lingkungan. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 36 ayat (1) UUPPLH
yaitu”setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau
UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan”. Hal ini berarti bahwa
UUPPLH menjadi payung hukum bagi peraturan perundang-undangan
lainnya. Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan
aparatur dan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan yang berlaku.
Dalam UUPPLH terdapat tiga bidang penegakan hukum yaitu: Penegakan
hukum administrasi, Penegakan hukum pidana, dan Penegakan hukum
perdata. Penegakan hukum lingkungan menjadi permasalahan saat
menentukan upaya hukum apa yang dapat dilakukan dalam penyelesian
suatu kasus lingkungan. UUPPLH dalam penjelasan umum ayat (6)
menegaskan bahwa penegakan hukum pidana dalam memperkenalkan
ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti,
pemidaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum
pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana
lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang
mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir
setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil
(Maret Priyanta, 2012: 361).
Sudah kita ketahui bersama bahwa masalah lingkungan timbul sebagai
akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Manusia dalam memanfaatkan
sumber daya alam akan menimbulkan suatu perubahan terhadap ekosistem yang
akan mempengaruhi kelestarian sumber daya alam itu sendiri. Pemanfaatan sumber
daya alam yang melebihi ambang batas daya dukung lahan dan tanpa
memperhatikan aspek kelestariannya akan mendorong terjadinya suatu bencana
yang akan merugikan masyarakat juga, seperti kasus yanga ada di Kabupaten
Muna dimana kawasan hutan lindung di alih fungsikan dan digarap dijadikan
sebuah jalur pelebaran jalan Raha-Wamengkoli sehingga menimbulkan konflik
antara PEMDA Kab. Muna dan Dinas Kehutanan propinsi Sulawesi tenggara.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, melahirkan sebuah rumusan masalah antara lain:
1. Mengapa terjadi konflik dalam pengalih fungsian Hutan Lindung Warangga
2. Apa dampak pengalih fungsian Hutan linding warangga
3. Identifikasi Peraturan dan Kebijakan dalam Pengelolaan Hutan Lindung
4. Kebijakan Pemerintah mengenai Alih Fungsi Hutan Lindung
BAB II PEMBAHASAN
Hukum Nasional:
Buku:
Jurnal:
Iinternet:
https://www.researchgate.net/publication/323754766_KAJIAN_KEBIJAKAN_
PENGELOLAAN_HUTAN_LINDUNG