DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat-Nya dan karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini
“KONSEP PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM PENDIDIKAN TAMAN
SISWA DI YOGYAKARTA”
Pada kesempatan kali ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah
Ilmu Pendidikan yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan makalah ini.
Selain itu, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat membuat makalah ini menjadi lebih baik
dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................2
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................3
BAB I .........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................4
A. Latar Belakang .................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................4
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................5
BAB II ........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN .........................................................................................................................6
A. Sejarah Pendidikan Taman Siswa ......................................................................................6
B. Latar belakang berdirinya Pendidikan Taman Siswa .........................................................8
C. Prinsip Pembelajaran Ki Hadjar Dewantara ......................................................................8
D. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Taman Siswa ........................................................9
1) Kurikulum Taman Siswa ...............................................................................................9
2) Metode Pembelajaran Taman Siswa ............................................................................... 12
E. Relevansi Pendidikan Taman Siswa dengan Pendidikan saat ini ...................................... 13
BAB III ..................................................................................................................................... 15
PENUTUP ................................................................................................................................ 15
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 15
B. Saran .............................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia, karena pendidikan adalah media dalam memimpin kepribadian dan mengembangkan
potensi yang dimiliki manusia. Kualitas manusia sebagai makhluk multi-dimensional sangat
ditentukan oleh proses pendidikannya. Hal ini berarti bahwa proses yang baik dan benar akan
berimplikasi secara signifikan terhadap kualitas outputnya. Secara alami pendidikan merupakan
kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia.
Ki Hadjar Dewantara (1977: 3) menyatakan bahwa pengaruh pendidikan pada umumnya
mampu memerdekakan manusia atas hidupnya secara lahir, sedangkan merdekanya hidup secara
batin terdapat dalam pendidikan. Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya baik lahir
maupun batin tidak tergantung pada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatan yang dia miliki.
Taman Siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan Pembangunan masyarakat yang
menggunakan pendidikan dalam arti yang luas untuk mencapai cita-cita anak bangsa. Bagi Taman
Siswa Pendidikan bukanlah tujuan tetapi menjadi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu
mewujudkan manusia Indonesia merdeka lahir dan batin. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah
secara fisik, ekonomi, maupun politik. Sedangkan Merdeka secara batiniah adalah mampu
mengendalikan keadaan dalam situasi dan kondisi yang beragam.
Sebagai badan yang sangat berperan dalam hal pendidikan di Indonesia, Taman Siswa
memiliki asas-asas yang hingga kini masih terpatri dan dijadikan selogan pendidikan. Asas Taman
Siswa adalah “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Asas
tersebut tidak dengan mudahnya mengalir dengan kehidupan bangsa Indonesia. Dengan segala
halangan yang ada, tidak menciutkan semangat para pejuang pendidikan untuk menyerukan
harapan mereka agar pendidikan tidak hanya dinikmati oleh kalangan atas saja.
Para pejuang pendidikan hendaknya dihargai dan diapresiasi oleh semua penikmatnya, yang
tidak ikut berjuang namun ikut mempertahankan perjuangannya, yaitu generasi penerus bangsa
saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Pendidikan Taman Siswa?
2. Bagaimana prinsip Ki Hadjar Dewantara dalam pembelajaran Pendidikan Taman Siswa?
3. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Taman Siswa?
4. Bagaimana relevansi Pendidikan Taman Siswa dengan pendidikan nasional saat ini?
4
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui sejarah Pendidikan Taman Siswa.
2. Mengetahui prinsip Ki Hadjar Dewantara dalam pembelajaran Pendidikan Taman Siswa.
3. Mengetahui bagaimana pelaksanaan Pendidikan Taman Siswa.
4. Mengetahui relevansi Pendidikan Taman Siswa dengan pendidikan nasional saat ini.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Taman Siswa dan program kegiatannya lebih menekankan nasionalisme kebudayaan. Pada
permulaan masa pendudukan Jepang, perguruan Taman Siswa mengalami perkembangan yang
amat pesat, namum pada akhirnya tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu dengan
mengelabuhi pemerintah Jepang, nama Taman Siswa diganti dengan nama lain. Mata pelajaran
yang diberikan sama isi nya dengan pendidikan umum. Setelah kemerdekaan, Taman Siswa
lebih meningkatkan peranannya di Indonesia.
Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi
seorang guru dikenal sebagai Patrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Dewantara
setelah diirnya mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria
Montessori di Italia dan Rabindranath Tagore di India dan Benggala. Patrap Triloka memiliki
unsur-unsur (dalam bahasa Jawa):
ing ngarsa sung tulada (ꦲꦶꦁꦔꦂꦱꦱꦸꦁꦠꦸꦭꦝ, "(yang) di depan memberi teladan"),
kemauan/inisiatif"),
tut wuri handayani (ꦠꦸꦠꦸꦫꦶꦲꦶꦤ꧀ꦢꦪꦤ꧀ꦶ, "dari belakang mendukung").
Patrap Triloka dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.
7
B. Latar belakang berdirinya Pendidikan Taman Siswa
Latar belakang didirikannya Taman Siswa adalah kondisi Indonesia pada saat itu berada
dalam naungan kolonialisme Belanda. Tidak ada hak yang merata untuk mengakses pendidikan
bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pendidikan hanya ditujukan untuk segolonhan
keturunan Belanda, dan sebagian kecil keturunan pribumi yaitu keturunan priyayi saja. Hal
tersebut dikarenakan tingginya biaya pendidikan dan memang merupakan bagian dari politik
Pendidikan kolonial Belanda.
Pemerintah kolinal Belanda sengaja membatasi jumlah pendudukan pribumi yang bisa
mendapat Pendidikan, karena mereka khawatir jika banyak masyarakat pribumi yang
berpendidikan maka akan membahayakan posisi mereka di kemudian hari. Pembatasan
tersebut dilakukan melalui berbagai cara, di samping tingginya biaya pendidikan juga dengan
sistem penilaian dan penghargaan yang intelektualis. Para pribumi dituntut untuk lulus dari
ujian yang sangat ketat dan banyak tuntutan, sehingga belajar tidak untuk berkembangan hidup
dan kejiawaan, namun sebaliknya mereka belajar untuk mendapat nilai-nilai yang tinggi dalam
“school report” nya, atau mendapat ijazah saja.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka Ki Hadjar Dewantara berusaha merumuskan kembali
sistem Pendidikan yang lebih humanis dan bisa didapat oleh Sebagian besar masyarakat
pribumi. Gagasan tersebut diwujudkan dalam Lembaga Pendidikan Taman Siswa. Lembaga
Pendidikan ini bermaksud mengalihkan sistem Pendidikan kolinial yang bersifat intelektualis,
individualis, dan materialistis karena dalam pengajarannya harus bersifat memelihara
tumbuhnya benih-benih kebudayaan.
8
dengan selalu mengingat bahwa semua kemajuan ilmu dan pengetahuan serta segala peri
kehidupan itu adalah kemurahan dari Tuhan untuk segenap manusia di seluruh dunia,
meskipun hidupnya masing-masing menurut garis sendiri.
Ki Hadjar Dewantara juga menekankan pentingnya yuntuk terus hidup dalam kesenian,
peradaban, dan keagamaan kita. Dengan begitu Langkah kita menuju zaman baru akan berhasil
dan kekal.
Ki Hadjar Dewantara menetapkan 7 asas Taman Siswa pada tahun 1922 dengan butir
pertama yang berbunyi:
“…Sang anak harus tumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala
kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekaan seluas-luasnya. Pendidikan yang beralaskan
paksaan-hukuman-ketertiban (regeringtucht en orde) kita anggap memperkosa hidup
kebatinan sang anak. Yang kita pakai sebagai alat Pendidikan yaitu pemeliharaan dengan
sebesar perhatian untuk mendapat tumbunya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya
sendiri. Itulah yang kita namakan Among Methode.”
Selanjutnya butir kedua berbunyi: “…pelajaran berarti mendidik anak-anak akan menjadi
manusia yang Merdeka hatinya, Merdeka pikirannya dan Merdeka tenaganya.” (Dwiarso,
1964)
Dari kutipan tersebut dapat diartikan bahwa Ki Hadjar Dewantara menganggap bahwa
Pendidikan yang ideal bagi anak adalah Pendidikan yang membebaskan, tanpa pemaksaan,
yang membentuk anak agar memiliki jiwa Merdeka. Pendidikan ideal tersebut dapat dicapai
dengan menggunaksn sistem among.
9
pendidikan di Taman Siswa menurut (Fudyartanta, 1998) dalam bukunya, terkait mengenai
pelajaran formal tidak terlalu berbeda dengan sekolah formal yang didirikan oleh
pemerintah Belanda, hanya kemudian Ki Hadjar menambahkan rasa kebangsaan dan
kebudayaan sendiri didalamnya.
Memang untuk pembelajaran formal Taman Siswa tidak jauh berbeda dengan sekolah
pemerintah, namun Taman Siswa mengajarkan pelajaran-pelajaran lain yang tidak
diajarkan di sekolah pemerintah, hal ini berguna untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan
juga penanaman kebudayaan kepada peserta didik. Hal ini menjadikan Taman Siswa unik
dan berbeda, keunikan ini ditambah dengan suatu konsep yang diterapkan dalam
pendidikan di taman siswa yaitu konsep paguron.
Konsep paguron yang diterapkan di Taman Siswa memberikan suasana yang berbeda
bagi dunia pendidikan Taman Siswa. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dilakukan
semata-mata di dalam kelas dengan guru sebagai pusat utama, namun juga dilakukan di
luar kelas di dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Sebagai pendukung dari pola
pendidikan menyeluruh ini Taman Siswa menyediakan pondok asrama atau dikenal dengan
wisma. Ki Hadjar Dewantara hendak membentuk suatu lingkungan pendidikan yang
berlandaskan kekeluargaan. Keseluruhan kegiatan pendidikan baik didalam kelas maupun
di luar kelas disebut dengan jam Pendidikan.
“Jam pendidikan” Taman Siswa bukan seperti “jam kantor” atau “jam bicara”
pengacara. Perguruan tidak mengenal “schooltijd” atau dikenal dengan waktu sekolah, atau
“schooluren” jam sekolah. Jam paguron Taman Siswa adalah jam kehidupan keluarga
sepanjang hari, dikenal dengan tugas kita di Taman Siswa selama 24 jam sehari. Seperti
anggota keluarga, pamongnya ialah orang tua dan anak didik sebagai anaknya. Sebagai
orang tua dan anak mereka harus sering bersama dan orang tua memberikan pendidikan
dan juga pengawasan kepada sang anak selama 24 jam. Pola pendidikan keluarga
memberikan rasa aman dan nyaman kepada para anak yang dididik, mereka tidak akan
merasa asing dengan lingkungan pendidikan yang seperti ini, karena seperti keluarga
sendiri.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda hanya perguruan Tamansiswa yang
mengatur para siswanya, agar menggunakan sebutan “Bapak” atau “Ibu” kepada para
pamongnya. Menurut (Iskandar, 1989) Hal ini membuktikan bahwa sistem keluarga
dijalankan dengan baik, panggilan seperti ini akan meningkatkan ikatan emosional anak
didik dengan lingkungan perguruan Taman Siswa, dengan begitu mereka bisa merasakan
perguruan sebagai rumah kedua mereka. Semua anak didik mematuhi peraturan tata tertib
dengan sebaik-baiknya. Jadwal pelajaran setiap hari (termasuk pelajaran-pelajaran ekstra
kurikuler, seperti: bercocok tanam, tukang kayu, melukis, ekstra keagamaan, kepramukaan,
seni budaya, menabuh gamelan).
Pendidikan di Taman Siswa ini memberikan bebrapa kegiatan ekstrakulikuler
sebagai kegiatan di luar jam pembelajaran di dalam kelas. Hal ini dilakukan untuk menekan
10
penanaman budaya barat yang gencar dilakukan oleh kolonial Belanda. Selain itu, kegiatan
ekstrakulikuler dilakukan untuk membentuk watak dan karakter yang baik bagi peserta
didik.
Pada Kurikulum Taman Siswa, beberapa pembelajaran yang diberikan anatara lain:
1. Ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psikologi)
2. Ilmu hidup jasmani (fisik)
3. Ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral)
4. Ilmu keindahan atau ketertiban lahir (estetika)
5. Ilmu tambo Pendidikan (ikhtisar cara-cara Pendidikan)
Pada materi yang pertama yaitu ilmu kehidupan batin dan manusia, pada pembelajaran
ini diharapakan para peserta didik akan semakin matang secara psikologisnya. Kedua yaitu
ilmu jasmani atau ilmu fisik. Pada pembelajaran ilmu mengenai fisik ini berkaitan dengan
kebugaran tubuh atau olahraga. Ketiga yaitu ilmu etika atau moral yang bisa dikaitkan
dengan ilmu budi pekerti. Keempat yaitu ilmu estetika atau keindahan yang erat kaitannya
dengan kesenian dan kerajinan, dan yang kelima yaitu ilmu mengenai Tambo pendidikan
atau tata cara pendidikan, ilmu ini biasanya diberikan di jenjang pendidikan Taman Guru.
Pada materi-materi pembelajaran tersebut dapat dilihat bahwa Taman Siswa tidak
ingin menjadikan anak didik hanya memiliki intelektualitas yang tinggi, tetapi juga
memiliki integritas yang baik dengan berbagai macam keahlian yang dimiliki pada setiap
anak didik. Hal ini merupakan bentuk perlawanan Ki Hadjar Dewantara terhadap pola
pendidikan kolonial Belanda pada saat itu yang mementingkan intelektualitas semata.
Pendidikan Taman Siswa juga memberikan pembelajaran tentang kepribadian. Hal ini
dilakukan untuk mempertahankan kepribadian bangsa agara tidak berganti dengan
kepribadian Belanda. Pembelajaran ini dilaksanakan pada Pendidikan budi pekerti. Pada
Pendidikan ibudi pejerti ini dilaksanakan berbeda dengan setiap jenjangnya, mengikuti
perkembangan peserta didik. Pendidikan budi pekerti terbagi menjadi empat tingkatan,
yaitu:
1. Untuk bagian Taman Indria dan Taman Anak, bagi anak-anak berumur antara 5 – 8
tahun: segala pengajaran berupa pembiasaan semata-mata yang bersifat global dan
spontan atau occasional.
2. Untuk bagian Taman Muda, bagi anak-anak berumur antara 9 – 12 tahun: dalam
periode ini anak-anak diberikan pengertian tentang segala tingkah laku kebaikan
dalam kehidupannya sehari-hari.
3. Untuk bagian Taman Dewasa, bagi anak-anak yang berumur 14 – 16 tahun: inilah
periode atau waktunya anak-anak disamping meneruskan pencarian pengertian,
juga mulai melatih diri terhadap segala laku yang berat dengan niat yang disengaja.
4. Untuk bagian Taman Madya atau Taman Guru, tempat pendidikan anak-anak yang
sudah dewasa, berumur 17 – 20 tahun dengan tingkat pemahaman yang sudah
11
tinggi. Pendidikan budi pekerti diberikan melalui pelajaran etik dan hukum
kesusilaan. Jadi tidak hanya mempelajari adat-adat kesusilaan tetapi juga dasar-
dasar dari kesusilaan itu sendiri.
Pendidikan budi pekerti yang diberikan disesuaikan dengan kubutuhan dan juga
tingkatan anak didik. Seperti anak-anak yang sudah semstinya bermain maka pembelajaran
budi pekerti yang diberikan yaitu melalui pembiasaan. Bagi anak didik yang sudah cukup
dewasa akan diberikan Pelajaran khusus mengenai etika dan kesusilaan.
12
seharusnya anak yang berperan aktif dengan kemerdekaan yang dimiliki. Seorang pamong
yang kemudian memperhatikan kemerdekaan ini agar tidak menjadi sebebas-bebasnya dan
juga menjadi penolong anak didik jika menghadapi masalah.
Posisi pamong yang berada di belakang anak didik sebagai pembimbing atau
penuntun ini merupakan bentuk pelaksanaan salah satu dari trilogi kepemimpinan yang
dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu Tut Wuri Handayani merupakan perpaduan
yang tepat untuk memajukan anak didik. Tanpa mengindahkan kodrat anak didik dan juga
memberikan kemerdekaan untuk berkembang dengan jalan yang mereka inginkan tanpa
sebebas-bebasnya. Sifat seperti ini juga sangat bagus jika diterapkan pada pembelajaran
saat ini.
13
untuk belajar di sekolah. Pendidikan yang diharapkan sesuai dengan sistem among yaitu
bagaimana seorang pamong mampu membimbing dan menuntun anak didik agar
berkembang lahir dan batinnya menurut bakat yang dimilki oleh anak didik tanpa
memberikat paksaan kehendak.
Selain itu guru tidak boleh lagi hanya menjadi orang yang pandai mengajar di depan
ruang kelas, namun pada masa pembangunan saat ini seorang guru harus memiliki
kemampuan lainya seperti halnya sebagai pengajar juga sebagai pendidik, melakukan
pengawasan kegiatan anak didik, pembinaan, penyuluhan dan memiliki wawasan yang luas
dan terbuka. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan saat menuntut guru harus melek
teknologi, maka bukan hal yang aneh ketika guru juga harus sanggup di bidang tersebut
sebagai penunjang sistem pendidikan yang terlaksana saat ini. Guru juga dituntut untuk
berperilaku jujur, konsekuen, sederhana, dan cinta kasih kepada anak didiknya. Karena
guru itu digugu (didengarkan) dan dicontoh oleh anak didik, maka guru pun menurut sistem
among juga harus memiliki kemampuan untuk menjaga sikap dan kepribadianya yang
selalu diamati oleh para anak didiknya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem among yang diterapkan di perguruan Taman Siswa merupakan buah
pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang samapai sekarang masih tepat untuk diaplikasikan.
Bagaimana tidak, disini Ki Hadjar Dewantara menawarkan konsep pendidikan yang
menyokong kodrat alam anak didik, bukan dengan “tuntutan dan paksaan” tetapi dengan
tuntunan agar berkembang lahir dan batin anak menurut kodratnya. Hal inilah yang
sesungguhnya juga diterapkan di beberapa sistem pendidikan negara maju yang kita
terpukau karenanya. Namun, kita tidak menyadari bahwa bumi kita juga telah memiliki
konsep pendidikan yang sama sejak lama.
Bercermin dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara setidaknya dapat menjadi inspirasi
bagi kita dalam menyikapi pendidikan di Indonesia. Hal ini didasarkan dari kondisi
kekinian yang dalam pelaksanaan pendidikan telah condong pada pemikiran teknis belajar
mengajar dari dunia maju tanpa menyokong kedalaman kebudayaan bangsa. Maka sudah
selayaknya melakukan revolusi pendidikan Indonesia sebagai sebuah upaya
mengembalikan hakikat pendidikan di negara kita tercinta Indonesia.
Taman Siswa memberikan harapan baru untuk kemajuan bangsa Indonesia, bukan
hanya pada masa awal kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan masa pasca kemerdekaan,
tetapi juga untuk pendidikan nasional saat ini. Taman Siswa sangat relevan untuk
menyikapi perkembangan pendidikan Indonesia saat ini, sejalan dengan prinsip pendidikan
yang humanis-religius.
Sisi humanisme terlihat dari prinsip pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan
bersendikan kodrat alam dan kekeluargaan. Sedangkan sisi religiusnya dilihat dari tujuan
pendidikan Taman Siswa yang bertujuan membangun anak didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi
anggota mssyarakat yang bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta
manusia pada umumnya.
B. Saran
Kita sebagai generasi penerus bangsa yang berada di tengah-tengah masyarakat
yang luas, hendaknya selalu berusaha menjadi pribadi yang mempunyai prinsip, serta sikap
yang mencerminkan bawa kits bisa dan harus menjadi seorang pendidik yang mendidik
atas dasar ajaran dengan nilai-nilai yang telah di ajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam
Pendidikan Taman Siswa yang relevan dengan pendidikan nasional saat ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Dwiarso, K. P. (1964). "Madjelis Luhur Taman Siswa Yogyakarta". Pidato: Kenang-kenagan promosi
Doktor Honoris Causa di UGM.
Fudyartanta, K. R. (1998). Mengenal Taman Siswa Seri I, Sejarah dan Pendidikan Sistem Among.
Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Hariyadi, K. (1982). 60 Tahun Taman Siswa. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Hasana, I. (2023, Juni 08). Tamansiswa, Organisasi Pendidikan Bentukan Ki Hajar Dewantara. Retrieved
from Dinas Pendidikan dan Kebudayaan:
https://disdikbud.acehtengahkab.go.id/berita/kategori/pendidikan/tamansiswa-organisasi-
pendidikan-bentukan-ki-hajar-
dewantara#:~:text=Sejarah%20Berdirinya%20Tamansiswa,tahun%20kemerdekaan%20Belanda%
20dan%20Prancis
Iskandar, K. I. (1989). Warisan Monumental dari Bapak Pendidikan Nasional artikel didalam Ki Hadjar
Dewantara dalam Pandangan Cantrik dan Mentrikaya. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa.
Ivan Prapanca Wardhana, L. A. (2020). KONSEP PENDIDIKAN TAMAN SISWA SEBAGAI DASAR
KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL MERDEKA BELAJAR DI INDONESIA.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL, 232-242.
Kumalasari, D. (2010). KONSEP PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM PENDIDIKAN
TAMAN SISWA ( Tinjauan Humanis-Religius). ISTORIA, 47-59 Vol VIII.
Rizal, I. K. (2013). KONSEP PAGURON KI HADJAR DEWANTARA DALAM TAMAN SISWA 1922-
1945. 74-95.
Sajoga. (1956). “Riwayat perjuangan Taman Siswa 1922-1952” dalam “30 tahun Taman Siswa”.
Yogyakarta: Pertjetakan Taman Siswa.
Surjomihardjo, A. (1986). Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa Dalam Sejaragh Indonedia Modern.
Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Warjodo. (1956). “Sedikit Tentang Organisasi Perguruan” dalam “30 Tahun Taman Siswa”. Yogyakarta:
Perdjetakan Taman Siswa.
Waskito, E. B. (1989). Implementasi Konsep Pancadarma sebagai Ciri KHas Pendidikan TamanSiswa.
Yogyakarta: UST.
Wiratmoko, D. (2011). SISTEM PENDIDIKAN TAMAN SISWA; STUDI KASUS PEMIKIRAN KI
HADJAR DEWANTARA. 1-12.
Yaamin, M. (2009). Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar Dari Paulo Freire dan Ki Hajar
Dewantara. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
16