Anda di halaman 1dari 25

PERTANYAAN ESAI PPG PRAJABATAN

Oleh : Imroatul Mufidah, S.Pd

BAGIAN I

1. Apa yang memotivasi anda menjadi guru? Apa yang anda lakukan untuk
mewujudkan motivasi tersebut?
a. Tantangan apa yang anda hadapi dalam mewujudkan motivasi tersebut?
Bagaimana anda mengatasinya?
Saya adalah perempuan desa yang tidak berduit namun memiliki mimpi
selangit. Sejak kecil saya suka pergi ke sekolah, meskipun belum terdaftar secara
resmi karena waktu itu usia saya masih sekitar 4 atau 5 tahun. Waktu itu pun tidak
ada TK atau PAUD di desa saya. Karena benar, saya terlahir di salah satu desa di
Kabupaten Sampang. Sejak itu saya menyukai dunia belajar mengajar. Potret
seorang pendidik yang senantiasa menyebarkan ilmunya, memberikan dampak
positif kepada sesama, dan menjadi bagian dari proses kesuksesan siswanya
membuat saya termotivasi untuk menjadi seorang guru. Saya kerap membaca
beberapa artikel yang dimuat di platform media sosial bahwa terkadang sosok
seorang yang kini menjadi guru pada awalnya tidak bercita-cita menjadi guru, tapi
saya justru sebaliknya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar bahkan saya sudah
memutuskan untuk nantinya kuliah dengan jurusan Bahasa Inggris lalu menjadi
seorang guru di bidang itu. Motivasi intrinsik ini terus tertanam hingga sekarang.
Termotivasi untuk menjadi seorang pendidik ternyata megantarkan saya pada
proses yang tidak mudah. Banyak tantangan yang harus ditaklukkan. Salah satu
hambatan pertama yang saya rasakan adalah karena mengenyam pendidikan di
sekolah desa yang waktu itu masih minim sarana dan prasarana. Perpustakaan saja
baru didirikan ketika saya menjelang kelulusan. Sehingga akses untuk belajar dan
menambah pengetahuan di luar kelas pun menjadi terbatas. Untungnya keluarga
saya selalu mendukung cita-cita saya untuk menjadi guru Bahasa Inggris, sehingga
saya mengikuti kursus Bahasa Inggris ke kabupaten sebelah. Ketika masih kelas 4
SD saya sudah terbiasa pergi sendiri menggunakan angkutan umum karena lumayan
jauh untuk ikut kursus di kabupaten sebelah itu. Dan di sana pulalah, dunia baru
seakan terbuka bagi saya. Saya menjadi tahu bahwa dunia tak hanya sesempit desa
saya. Berteman dengan berbagai orang dari sekolah yang berbeda dan pengalaman
yang berbeda, membuat saya semakin semangat untuk belajar lebih di sana. Pada
akhirnya Ketika lulus dari sekolah dasar, saya memutuskan untuk melanjutkan
Sekolah Menengah Pertama di sana. Bukannya tidak mencintai desa sendiri, tapi
saya ingin memiliki pengalaman lain, wawasan yang lebih luas, dan mengeksplorasi
potensi yang ada pada diri saya, untuk kemudian pada akhirnya saya bawa pulang
dan terapkan di tempat sendiri demi kemajuan bersama.
Selain itu, masalah finansial juga menjadi salah satu tantangan yang harus saya
taklukkan. Saya masih ingat betul ketika saya mengenyam Pendidikan di strata 1,
saya jarang membeli buku. Biasanya saya hanya meminjam ke teman di kelas lain
atau ke kakak tingkat. Bukan saya tidak ingin mengoleksi buku tersebut, namun
kondisi keuangan yang menipis membuat saya harus selalu menahan diri agar tidak
membeli buku. Waktu itu pun saya mencoba berbisnis agar dapat membantu orang
rumah untuk membayar UKT. Hingga Alhamdulillah pada semester 5 saya
mendapatkan beasiswa prestasi dari pihak kampus. Masalah keuangan ini mungkin
juga banyak dialami oleh berbagai orang, namun kita harus pandai untuk
mengatasinya. Saya bersyukur tidak menyerah dan terus berusaha untuk
melanjutkan pendidikan dengan semampunya. Hingga pada akhirnya saya bisa
lulus dengan nilai cumlaude.
b. Apa kelebihan yang mendukung peran anda sebagai guru? Jelaskan
alasannya dan berikan contohnya!
Sebagai seorang pendidik, memiliki pengetahuan yang luas saja tidak cukup,
melainkan kemampuan berkomunikasi dengan baik juga banyak mempengaruhi
keberhasilan proses belajar mengajar. Selain memang saya anak Pendidikan Bahasa
yang belajar masalah berkomunikasi dengan baik, saya juga telah menggeluti dunia
public speaking sejak kecil. Sejak kelas 3 sekolah dasar saya telah mengikuti salah
satu lomba public speaking di jenjang provinsi. Hal itu terus berlangsung hingga
saya menjadi mahasiswi bahkan terpilih sebagai paper presenter di Johor
International Student Leaders Conference di Malaysia. Kemampuan berkomunikasi
yang baik di depan publik ini menjadi keuntungan tersendiri bagi peran saya sebagai
seorang pendidik. Dengan kemampuan berkomunikasi ini membantu saya dalam
penyampaian materi kepada siswa sehingga mudah dicerna dan dipahami. Selain
itu, karena saya mengajar Bahasa, saya selalu melatih kemampuan berkomunikasi
siswa saat mengajar speaking skill. Biasanya siswa selalu saya beri pertanyaan
sebagai stimulus agar siswa mau untuk praktik berbicara menggunakan Bahasa
Inggris dengan baik dan produktif.
Selain itu, saya juga aktif dalam dunia kepenulisan dan telah menerbitkan 4
buku selama menjadi mahasiswi s1. Skill menulis itu selalu saya sisipkan dalam
setiap pembelajaran. Karena writing skill adalah productive skill yang harus
dimiliki oleh siswa, maka biasanya saya meminta siswa untuk terbiasa mengasah
productive skill mereka. Dimulai dengan menulis kalimat-kalimat sederhana terkait
cerita keseharian, lalu mencoba membuat paragraf, teks, dan jika cukup waktunya
akan memiliki project untuk menulis buku antologi. Pun jika tidak memiliki cukup
waktu untuk membuat karya yang besar, setidaknya siswa terbiasa untuk menulis
sejak awal. Karena skill menulis akan selalu dibutuhkan, tidak hanya di dalam kelas
saja.
Pengalaman dalam dunia organisasi sejak SMP yang mayoritas diberi Amanah
sebagai sekretaris membuat saya terbiasa terhadap kelengkapan dokumen.
Pengalaman ini membantu saya saat menyusun dan melengkapi dokumen-dokumen
yang dibutuhkan oleh seorang guru. Hal ini memang terlihat sederhana, namun jika
tidak terbiasa maka akan mengalami kesulitan dan akan mencari jalna pintas,
misalnya dengan copy paste saja.
Selain itu, sejak tahun lalu, saya aktif mengelola akun youtube yang berisi
informasi terkait perkuliahan, Bahasa inggris dan semacamnya. Dengan
pengalaman mengelola akun youtube tersebut mempermudah saya untuk membuat
media pembelajaran baik berupa video dan lainnya dengan menarik. Sebab, menjadi
seorang guru haruslah kreatif dalam mengelola kelas agar siswa dapat belajar
dengan motivasi tinggi dan mempermudah dalam memahami materi.
c. Bagaimana hasilnya?
Sejak dinyatakan lulus sebagai wisudawan terbaik dari program studi Tadris
Bahasa Inggris di IAIN Madura, saya memutuskan untuk melamar sebagai pengajar
di sebuah Madrasah Aliyah di pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, sebuah
pesantren ternama di Madura. Tak beberapa lama, saya kembali dihubungi dan
diinformasikan bahwa saya diterima untuk menjadi guru pengajar Bahasa Inggris
di sana.
Rasanya kemarin masih mimpi, sekarang sudah terealisasi. Hari itu hari sabtu,
hari pertama saya mengajar. Meski sudah terbiasa membantu mengajar di sekolah
lain sebelumnya, pengalaman pertama mengajar sebagai guru tetap ini sangatlah
mengesankan. Ada harapan-harapan baru yang tercipta dalam menjadi bagian dari
proses sukses setiap peserta didik.
Kini, selain menjadi seorang guru, saya juga melanjutkan studi di jenjang pasca
Sarjana di Universitas Negeri Surabaya dengan program studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Inggris. Hal ini didasari agar saya tetap menadapat insight baru sehingga
selalu mengasah kemampuan dan potensi diri tanpa merasa puas dengan apa yang
telah didapatkan. Sengaja mengambil Pendidikan Bahasa dan Sastra, karena dalam
Pendidikan, sastra adalah hal yang menarik untuk dilibatkan. Saya berharap
nantinya ilmu yang sudah dan sedang saya pelajari selalu bisa bermanfaat untuk
umat.
BAGIAN II
2. Ceritakan pengalaman ketika Anda perlu mempelajari hal-hal baru untuk
meningkatkan performa. Hal-hal baru apa yang Anda pelajari?
a. Bagaimana cara Anda mengidentifikasi area yang perlu di
tingkatkan/dikembangkan? Mengapa Anda merasa perlu
meningkatkan/mengembangkan area tersebut?
Saya adalah orang yang selalu mencoba hal-hal baru dari kecil. Mencoba
berbagai hal hingga akhirnya saya menemukan passion saya dalam dunia
Pendidikan. Jika dulu saya selalu mempelajari hal-hal yang tidak dalam satu
rumpun, misal belajar membuat kaligrafi, belajar tilawah, kepenulisan, belajar
photography, editing video dan yang lainnya, kini saya fokus mengembangkan
diri saya dalam ranah pendidikan, tentunya untuk mendukung peran saya sebagai
seorang guru. Beberapa hal yang dulu pernah saya pelajari tidak pernah sia-sia,
justru membantu saya dalam dunia pendidikan.
Karena terbiasa mengeksplorasi diri, saya juga terbiasa mengevaluasi diri juga
sharing dengan rekan lain. Di situlah saya biasanya menemukan potensi apa yang
perlu dikembangkan dan ditingkatkan lagi. Saat ini, hal yang sedang saya pelajari
lebih lanjut adalah penelitian. Mengadakan penelitian baik lapangan maupun studi
kepustakaan, menulis artikel, mengikuti konferensi, dan hal lain yang sejenis. Hal
itu akan memberikan saya pengetahuan baru terkait hasil penelitian terkini dalam
dunia pendidikan dan mencoba memecahkan kasus yang ada dalam dunia
pendidikan. Sebagai seorang pendidik, saya merasa wajib untuk melek dan update
terhadap informasi terbaru dalam dunia pendidikan.
b. Tindakan apa saja yang Anda lakukan untuk mengembangkan diri Anda?
Adakah cara-cara di luar kebiasaan atau berbeda yang Anda lakukan dalam
proses pengembangan? Berikan contoh yang spesifik!
Menjadi seorang guru sekaligus mahasiswi pasca sarjana memang perlu
membagi waktu dengan baik. Namun, di sela-sela itu, saya selalu menyempatkan
untuk terus mengembangkan potensi yang ada dalam diri saya. Contohnya dengan
mengikuti webinar. Sejak dunia dilanda pandemic Covid-19, segala aktivitas
beralih menjadi daring (dalam jaringan). Dampak positif yang dapat diambil dari
hal ini adalah mudahnya akses untuk belajar karena tidak perlu mobilitas yang
tinggi. Mengikuti webinar atau pelatihan secara daring sangat efisien dalam
masalah waktu.
Selain saya tetap aktif menambah wawasan melalui buku maupun artikel
penelitian, maupun youtube, kegiatan pelatihan atau workshop yang diadakan
oleh sekolah sangat membantu untuk meningkatkan skill saya. Kemudian, meski
telah menjadi seorang guru, kemampuan dalam mengajar perlu untuk terus
dikembangkan. Dalam mengembangkan kemampuan tersebut, saya membuka
sebuah kursusan bernama ELWIF Course. Karena disadari atau tidak, mengajar
di sekolah dengan di kursusan akan berbeda dan memiliki tantangan yang berbeda.
Sehingga hal tersebut selain menambah pengalaman mengajar, saya menjadi
selektif dalam memilih metode, strategi, dan teknik dalam mengajar.
c. Apa tantangan atau kesulitan yang Anda hadapi dalam proses pengembangan
diri tersebut? Bagaimana Anda mengatasinya?
Dalam setiap hal, tantangan akan selalu ada. Begitu pula dalam proses
pengembangan diri. Terdapat beberapa kesulitan yang saya alami seperti cara
mengatur waktu. Menjadi seorang guru adalah hal yang sangat complicated, tidak
cukup hanya dengan mengajar lalu dilupakan. Saya selalu berusaha untuk maksimal
dalam persiapan pembelajaran. Kemudian status mahasiswi pasca sarjana saya juga
terkadang mengalihkan waktu untuk bisa mengembangkan potensi diri. Sehingga
membutuhkan manajemen waktu yang bagus untuk mengatasi hal ini. Selama ni
saya berusaha untuk selalu menyempatkan diri dalam mengasah potensi diri karena
itu juga untuk menunjang peran saya sebagai guru.
Selain itu, motivasi yang naik turun juga menjadi tantangan bagi saya. Sama
seperti iman, motivasi harus selalu di-charge. Bersyukurnya menjadi guru adalah
keinginan saya sendiri sehingga Ketika motivasi menurun, saya selalu ingat dengan
niat pertama untuk menjalani profesi ini, dengan begitu saya menjadi semangat
kembali untuk terus mengembangkan kemampuan agar menjadi pendidik yang
baik. Selain itu, saya juga bersyukur memiliki keluarga dan lingkungan mengajar
yang supportif. Kegiatan seperti pelatihan atau workshop yang diadakan sekolah
sangat membantu saya dalam mengatasi masalah motivasi ini.
d. Apa hasil yang Anda peroleh/rasakan dengan mengembangkan perilaku
tersebut? Bagaimana Anda menerapkannya dalam peran Anda?
Setiap proses pasti akan membuahkan hasil. Dalam proses mengeksplorasi
diri, pada akhirnya menjadi keuntungan bagi saya karena dapat menunjang peran
saya sebagai guru. Contohnya Ketika saya mengikuti pelatihan pembuatan video
pembelajaran. Maka kemampuan editing video itu langsung saya terapkan dengan
membuat video pembelajaran untuk kelas tempat saya mengajar. Karena tidak
dapat dipungkiri, dengan menggunakan media pembelajaran, siswa akan menjadi
lebih semangat untuk belajar, mengifisiensi waktu, dan mempermudah mereka
dalam memahami materi. Begitu pula dengan kemampuan lain, tidak akan sia-sia
kita mempelajarinya. Misalnya saya kini menjadi mahasiswi pasca sarjana dengan
prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Nah, wawasan tentang sastra yang berkaitan
dengan Pendidikan itulah selalu saya terapkan di dalam kelas. Sehingga sastra
menjadi sarana dalam menjelaskan materi, misalnya menggunakan puisi, lagu,
atau cerita pendek dalam mengajari tenses pada siswa.
BAGIAN III
3. Terkadang kita diminta untuk melakukan sesuatu yang menurut kita tidak
sesuai dengan nilai, etika, pedoman kerja, ataupun aturan yang berlaku.
a. Ceritakan satu pengalaman Anda terkait situasi tersebut. Jelaskan secara
detail!
Dalam menjalani proses, kita pasti dihadapkan dengan situasi yang sebenarnya
tidak kita inginkan namun perlu kita lakukan. Salah satu contohnya terkait media.
Ketika bumi kita dilanda Covid-19 kemarin, pemerintah meregulasi agar segala
pembelajaran berubah menjadi daring (dalam jaringan) dengan menggunakan
aplikasi yang mendukung seperti zoom, google meet, Edmodo, dan lain
sebagainya sebagai platform penunjang pembelajaran. Hal ini tentu menjadi
culture shock di awal pemberlakuan kebijakan tersebut. Karena tidak semua
sekolah dan siswa bahkan guru telah berpengalaman dalam melaksanakan
pembelajaran daring. Di beberapa daerah pedalaman, melaksanakan pembelajaran
daring menuai pro kontra dari wali murid, juga terkendala dengan media. Tidak
semua dari siswa memiliki Handphone, pun jika memilikinya mereka terbebani
untuk membeli kuota internet setiap waktu. Pada beebrapa siswa yang memang
memiliki akses lebih mudah, mereka memilik handphone namun awam dalam
menggunakan aplikasi pembelajaran. Kondisi yang seperti itu tentu
membingungkan, regulasi pemerintah mengharuskan untuk melaksanakan
pembelajaran daring untuk mencegahnya terjainya penyebaran Covid-19, namun
di sisi lain, kondisi di masyarakat tidak memungkinkan. Jadi guru terpaksa
mengadakan pembelajaran dengan membuat kelompok-kelompok kecil dan
berpindah-pindah tempat dari rumah ke rumah. Hal ini dilakukan karena tidak
dapat melaksanakan pembelajaran daring secara penuh, juga untuk tetap mencegah
terjadinya pertemuan pembelajaran luring secara massal luring. Guru sembari
memberi sosialisasi dan edukasi yang baik terhadap masyarakat agar mereka
memberi pengertian terhadap kebijakan pemerintah yang memang untuk kebaikan
Bersama dalam menghindari pandemi Covid-19. Karena pada awalnya wali murid
juga sering menentang karena tidak ingin anaknya selalu bermain HP.
b. Tindakan apa yang Anda lakukan dan mengapa hal tersebut Anda lakukan?
Seperti yang telah dijelaskan di poin awal, itu adalah salah satu contoh di mana
terkadang kita harus dihadapkan dengan situasi yang membingungkan, dalam
dunia pendidikan. Dalam hal tersebut, guru dan pihak sekolah diharuskan
memiliki keputusan yang baik untuk semuanya. Memilih untuk melaksanakan
pembelajaran dengan membuat kelompok-kelompok kecil missal 2-3 orang di
satu tempat, dan kelompok lain di tempat yang lain pula. Hal tersebut dilakukan
selain untuk mengatasi terkendalanya media yang tidak dimiliki oleh siswa, hal
tersebut juga bertujuan agar tidak terjadi kesalah pahaman terkait regulasi
pemerintah, pihak sekolah, dan wali murid. Jadi guru sekaligus bertugas untuk
memberi sosialisasi terhadap wali murid dan anak didik itu sendiri. Karena
sebenarnya, bisa saja wali murid pro kontra terhadap kebijakan itu di awal karena
mereka kurang update terhadap informasi terkini atau kurang memahami terhadap
alasan pemerintah di balik merumuskannya kebijakan baru tersebut karena
mereka tidak mengonsumsi informasi dari sumber utama, melainkan dari mulut
ke mulut. Oleh karena itu, guru dan segenap pihak sekolah wajib memberi
pemahaman terhadap masyarakat.
c. Bagaimana hasilnya?
Dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui kelompok-kelompok
kecil di masyarakat, pembelajaran dapat terlaksana meski tidak maksimal. Karena
sangat memakan waktu. Namun, sosialisasi dan edukasi yang baik dari guru
membuat kebijakan yang telah disebutkan di atas dapat diterima dengan baik pula.
Namun tentu hal itu tidak menjadi akhir dari drama Covid-19. Setelah wali murid
dapat mengerti bahwa anaknya bermain HP adalah untuk belajar, maka mereka
memberi akses untuk menggunakan HP, meski ada beberapa siswa yang meminjam
pada tante atau omnya. Hal tersebut sangat menghambat terhadap jalannya
pembelajaran daring. Pun setelah akhirnya seluruh siswa sudah siap dengan kuota
internet meski dengan signal yang terkadang susah, mereka kesulitan dalam
menggunakan platformnya. Ambil contoh saat menggunakan zoom. Mereka
kebingungan, sehingga waktu habis hanya untuk belajar menggunakan zoom,
bahkan perlu diberikan tutorial oleh guru agar membantu murid dalam
meaksanakan hal tersebut. Pilihan terakhir, jika memang menyulitkan maka harus
menggunakan platform lain yang lebih mudah, WhatsApp misalnya. Namun tentu
saja hal tersebut membuat pembelajaran kurang maksimal.
BAGIAN IV
4. Ceritakan secara spesifik situasi pengalaman Anda saat bekerja sama dengan
orang lain yang memiliki beragam perbedaan, seperti budaya, cara pandang,
latar belakang, pendidikan, cara berpikir, dll
a. Ceritakan secara spesifik situasinya? Apa tujuan dari kerjasama yang
terjadi? Keberagaman seperti apa yang Anda hadapi?
Bersosialisasi dengan banyak orang yang beragam memiliki daya tarik
tersendiri bagi saya. Karena berbeda tidak selalu berkonotasi negatif, justru saya
meyakini bahwa perbedaan itu akan melahirkan keajaiban. Saya pun tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan bekerja sama dengan berbagai macam orang dengan
perbedaan latar belakang, budaya, cara pandang dan sebagainya. Sejak kecil, di
mulai saat saya berusia 8 tahun, dan terpilih untuk mewakili Kabupaten sampan
dalam lomba pidato di Porseni tingkat provinsi. Momen itu mengantarkan saya
untuk mengetahui bahwa dunia begitu beragam. Di usia sekecil itu saya bertemu
dengan banyak siswa dan guru dari sekolah yang berbeda, Bahasa yang berbeda,
bahkan cara berpakaian yang berbeda. Sejak hari itu saya menyukai bertemu dan
bekerja sama dengan orang lain yang memiliki beragam perbedaan, karena kita
akan mendapatkan banyak hal baru, wawasan baru, sudut pandang baru, dan segala
hal baru yang bahkan sebelumnya kita tidak pernah berpikir bahwa itu ada.
Setelahnya, saya kerap berkesempatan untuk bekerja sama dengan orang yang
memiliki beragam perbedaan, namun pengalaman yang sangat terasa yaitu saat saya
terpilih sebagai paper presenter di Johor International Student Leaders Conference
di Johor, Malaysia. Acara itu dihadiri oleh berbagai peserta yang datang dari
berbagai negara di dunia. Sesampainya di sana, kami diminta untuk mencari 10
kenalan baru dan diberi waktu untuk berbincang. Nah, di situlah saya benar-benar
merasakan berada di tempat yang luar biasa penuh dengan perbedaan. Mulai dari
berbeda negara, budaya, Bahasa, bahkan agama. Kemudian kami dibagi dalam
beberapa kelompok yang diberi misi untuk diselesaikan. Dalam momen itu,
penerimaan atas perbedaan orang lain benar-benar dipertaruhkan. Karena kita harus
berdiskusi dengan banyak kepala yang memiliki sudut pandang berbeda, namun
kita harus memutuskan satu hal atas nama tim kita.
Bekerja sama dengan orang lain yang memiliki beragam perbedaan akan sering
kita jumpai. Bahkan di tempat saya mengajar pun, kami para guru terdiri dari latar
belakang yang berbeda, budaya yang berbeda, dan sudut pandang yang berbeda.
Karena sekolah tempat saya mengajar di bawah naungan pondok pesantren, jadi
guru-guru yang tidak memiliki pengalaman atau Riwayat Pendidikan di pesantren
harus memahami dan menyesuaikan dengan kultur pesantren. Saya meyakini,
bahwa ada beberapa hal dalam hidup yang tak hanya perihal benar atau salah, tapi
tentang dari sudut mana kita melihatnya, dari perspektif apa kita memahaminya.
Jadi, jangan pernah mengecam perbedaan, karena tidak segala hal harus seragam,
ada kalanya juga mesti beragam.
b. Langkah-langkah apa yang Anda lakukan untuk mencapai tujuan kerja
sama? Bagaimana Anda memastikan langkah-langkah tesebut sudah sesuai
dengan kebutuhan semua pihak?
Seperti yang saya ceritakan di poin pertama, salah satu momen yang begitu
menggambarkan perbedaan adalah saat saya menjadi paper presenter di Johor
International Student Leaders Conference di Johor, Malaysia. Waktu itu kami
dikelompokkan dalam beberapa tim. Saya terpilih di kelompok 16 yang terdiri dari
6 orang termasuk saya sendiri. Di kelompok itu pun saya satu-satunya yang
beragama Islam. Setiap kelompok diberi misi untuk memecahkan beberapa teka-
teki di museum. Di situlah, kerja sama antar tim terbangun. Tidak peduli negara,
suku, ras, Pendidikan, bahkan agama yang berbeda, yang kami tahu kami adalah
satu tim yang wajib bekerja sama. Dalam setiap misi, kami selalu berdiskusi dan
bahu membahu memecahkannya. Jika terdapat misi yang berkaitan dengan
geografis dan budaya di dunia misalnya, maka salah seorang temanku dari India
yang memimpin diskusi karena ia berpengalaman mengunjungi berbagai negara.
Walaupun ia yang memimpin diskusi, tapi kita selalu menerima ide, usulan dan
pendapat dari setiap anggota tim tanpa terkecuali. Begitu pun jika berkaitan dengan
tulisan arab dan menyusun ayat Al-Qur’an yang sengaja dihilangkan oleh panitia,
saya yang diminta untuk memimpin diskusi sebagai satu-satunya anggota kelompok
yang beragama Islam. Begitu seterusnya hingga seluruh misi terpecahkan. Mungkin
tujuan kami memang hanya untuk memecahkan misi, namun tanpa kami sadari
kami melatih kemampuan teamwork dengan berbagai orang yang beragam. Dalam
mencapai tujuan kerja sama, kita tidak boleh mementingkan diri sendiri atau
pendapat kita pribadi. Kita harus saling bertukar pikiran dan mencoba untuk
memahami pendapat orang lain. Karena isi kepala kita sedikit banyak ditentukan
oleh latar belakang kita. Maka, jika bekerja sama dengan orang yang memiliki latar
belakang berbeda, akan menghasilkan pendapat yang berbeda pula. Jadi, prinsip
saling menghargai orang lain harus dipegang betul. Bayangkan saja, jika di
pengalaman saya saat di Malaysia itu kami tidak mau saling mendengarkan
pendapat, tapi kekeuh dengan ide masing-masing, maka mungkin saja misi itu tidak
akan terselesaikan.
Hal-hal seperti itu selalu saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih
real. Misalnya dalam pembelajaran. Di dalam kelas, tentu setiap siswa memiliki
perbedaan, baik dari latar belakang, riwayat Pendidikan, ekonomi, bahkan cara
belajar. Sebagai guru saya tidak boleh egois dengan mementingkan kesenangan
saya dalam mengajar. Jadi, saya harus melihat dan menyesuaikan kebutuhan setiap
siswa. Jika siswa memiliki cara belajar yang berbeda, misal visual, auditory, bahkan
kinestetik, maka metode pembelajaran yang digunakan setidaknya dapat
mengcover cara belajar siswa. Sehingga seluruh siswa dapat belajar dengan
maksimal. Jika tidak memungkinkan untuk tercapai dalam satu pertemuan, maka
setiap pertemuan dapat menggunakan metode yang berbeda. Misal sesekali
menggunakan LCD, di lain hari siswa diajak mendengarkan lagu berbahasa Inggris,
atau di hari yang lain siswa di ajak ke luar kelas, praktek drama, dan lain sebagainya.
c. Apa hasil yang Anda capai saat itu? Adakah komentar atau respon
lingkungan (mis. rekan sejawat ataupun pihak lain) terhadap tindakan
Anda? Bagaimana dampaknya terhadap kerja sama tersebut?
Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka dibutuhkan usaha yang maksimal
pula. Begitupun saat kita bekerja sama dengan orang yang memiliki beragam
perbedaan. Tidak mudah untuk menyatukan perbedaan pendapat, karena setiap
pendapat selalu disertai dengan alasan yang kuat. Jika melihat pengalaman saya
saat mengituki Johor Students Leaders Conference di atas, maka hasil akhir bahwa
tim kami mampu memecahkan misi itu adalah buah dari kesabaran menyatukan
pendapat dari berbagai kepala. Dampak yang didapat pun tidak hanya berhenti di
situ, melainkan paradigma terkait teamwork yang terbangun akan terus mengakar
dan bisa diterapkan dalam kehidupan, utamanya dalam dunia Pendidikan. Contoh
kecilnya tadi, jika sebagai guru saya tidak menyesuaikan terhadap cara belajar
siswa, maka bisa saja mereka tidak dapat belajar dengan maksimal karena tidak
sesuai dengan cara mereka belajar.
Melalui seringnya bekerja sama dengan orang yang memiliki beragam
perbedaan, maka kita akan semakin mudah pula dalam menerima perbedaan itu
sendiri. Karena perbedaan itu rahmat. Sesuai dengan semboyan negara kita,
Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua.
BAGIAN V

5. Ceritakan salah satu pengalaman Anda saat mengembangkan kemampuan dan


keterampilan dari orang lain (contoh: anak didik, rekan sejawat, anggota
komunitas/organisasi).
a. Seperti apa situasinya pada saat itu? Siapa yang Anda kembangkan?
Mengapa pengembangan itu diperlukan?
Pada Juli 2020, saya mendirikan sebuah kursus bernama ELWIF Course.
Sebuah kursus Bahasa Inggris yang saya rintis atas dasar permintaan masyarakat.
Kursus Bahasa Inggris ini diperuntukkan pada pelajar pemula. Karena masyarakat
di sini merasa anaknya tidak belajar Bahasa Inggris karena di sekolah dasar tidak
ada pelajaran Bahasa Iggris. Sehingga mayoritas peserta di ELWIF Course masih
belajar di Sekolah dasar. Kegiatan kursus ini diadakan setiap Jum'at siang dan
Minggu pagi. Karena atas dasar permintaan dari masyarakat, maka saya merasa
sangat perlu untuk menindaklanjuti dengan memulai kursus tersebut. Terbukti
anak-anak sangat bersemangat hingga ada sekitar 40 orang yang mendaftar dan
mengikuti kegiatan. Karena peserta kursus ini mayoritas anak kecil yang belum
pernah belajar Bahasa Inggris, maka salah satu metode yang saya gunakan adalah
Total Physical Response (TPR) dalam rangka mengajak mereka untuk belajar
sambil bermain. Mengajak mereka agar menyukai Bahasa inggris melalui
kegiatan-kegiatan yang menarik dan tidak monoton akan membuat mereka betah
dan semangat untuk terus belajar Bahasa Inggris.
Selain dalam bidang kebahasaan, saya juga menggeluti dunia literasi dan
perkembangannya. Ketika saya menjadi Paper Presenter di JISLC Malaysia pun
saya membawakan paper bertajuk literasi. Apalagi kini saat mengambil program
Pasca Sarjana, saya mendapat mata kuliah Literasi dan penelitian untuk Thesis
saya juga bertajuk literasi. Hal itu membuat saya selalu bergelut dengan dunia
literasi, yang tentu begitu menyenangkan. Saya ingin menjadi bagian dari
peningkatan literasi di Indonesia. Sejak saya menerbitkan buku pertama hingga
sekarang buku ke empat, saya kerap kali diminta mengisi pelatihan atau seminar
kepenulisan. Biasanya dalam pelatihan kepenulisan itu pesertanya bermacam-
macam, yang tentu pengalaman, tantangan, dan hasilnya pun beragam. Saya
pernah mengisi pelatihan kepenulisan untuk anak SMA, pesantren, dan
mahasiswa. Atas dasar kepedulian terhadap peningkatan literasi di Indonesia,
saya begitu bersemangat mengisi pelatihan atau seminar bertajuk kepenulisan.
Karena dengan menulis, peserta akan melewati fase berpikir, membaca, riset dan
sebagainya, yang termasuk bagian dari kemampuan literasi. Oleh karenanya,
dalam pelatihan kepenulisan, biasanya saya akan meminta peserta untuk langsung
praktik menulis setelah mendapatkan teori dasar. Salah satu contohnya saat saya
menjadi trainer di Training kepenulisan di salah satu pondok pesantren di Madura.
Saya diminta untuk menjadi mentor 15 orang santri yang telah dipilih untuk
mengikuti kelas kepenulisan itu. Saat pertemuan pertama dengan pihak pesantren
saya langsung mengusulkan agar ada hasil akhir atau bukti karya di akhir
kepenulisan berupa buku antologi. Sehingga peserta tidak hanya mendapatkan
pengalaman belajar menulis, melainkan juga pengalaman menulis. Tidak hanya
mendapatkan ilmunya, tapi juga karyanya.
b. Apa yang menjadi fokus pada pengembangan? Bagaimana cara Anda
membangun kesepakatan untuk mencapai hasil yang diharapkan?
Dalam pengalaman saya merintis dan mengembangkan kursus, fokus saya
adalah untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris siswa melalui
belajar bersama. Saya mencoba mengajar dengan menggunakan berbagai metode
pengajaran yang telah saya pelajari. Salah satunya TPR yang telah disebutkan di
poin pertama. Saya berusaha untuk mengajarkan bahasa Inggris semudah
mungkin. di Kursus ini, meski tidak hanya fokus pada speaking skill, namun
peserta selalu diminta dan diberikan kesempatan untuk praktik berbicara baik
dengan teman kelas atau tamu dari luar. Kesulitan yang kerap saya alami adalah
mayoritas peserta kursus tidak pernah belajar bahasa inggris sebelumnya jadi
terkadang mereka merasa kesulitan karena baru belajar. Namun, seiring
berjalannya waktu mereka dapat menyesuaikan dan belajar dengan baik.
Adapun pada contoh yang ke dua, saat saya menjadi mentor pada kelas
kepenulisan, maka fokus saya adalah untuk mengembangkan kemampuan menulis
peserta. Baik rekan sesama organisasi, siswa, maupun santri, tergantung pada
peserta dari penyelenggara. Di awal pertemuan, saya selalu berdiskusi dengan
peserta terkait rencana yang saya buat dan apa yang mereka ekspektasikan dari
kegiatan pelatihan kepenulisan itu. Sehingga sebelum memulai pelatihan menulis,
tujuan sudah disepakati dengan jelas. Hal ini dilakukan untuk menghindari peserta
yang kemungkinan akan berhenti di tengah program kepenulisan. Sehingga saya
sebagai mentor harus mau mendengar apa yang sebenarnya mereka inginkan dan
ekspektasikan dari pelatihan itu. Pada sebuah pelatihan kepenulisan, hambatan
utama yang kerap terjadi adalah naik turunnya motivasi dari peserta. Sehingga
saya sebagai mentor harusterus memberi stimulus agar motivasi untuk menulis
mereka tetap terjaga. Dan hasil akhir yang telah kita sepakati Bersama dapat
tercapai.
c. Langkah-langkah apa yang Anda ambil untuk pengembangan tersebut? Apa
hambatan yang Anda temui dan bagaimana cara mengatasinya? Apa yang
Anda lakukan untuk mempertahankan motivasi dari orang tersebut?
Dalam mengembangkan suatu kemampuan, diperlukan strategi khusus agar
tujuan yang telah direncanakan di awal dapat terealisasikan. Begitupun yang saya
alami saat berusaha mengembangkan kemampuan Bahasa Inggris anak-anak
melalui ELWIF Course. Mengajari anak-anak agar mampu menggunakan Bahasa
Inggris dengan baik harus ulet dan sabar. Sebab, semangat mereka akan naik turun
tergantung dengan mood mereka yang mudah berubah secara tiba-tiba. Dalam
mempertahankan motivasi mereka untuk terus belajar Bahasa Inggris, saya
menggunakan berbagai metode agar pembelajaran menjadi menarik dan
menyenangkan. Berbagai media dan materi penunjang juga saya gunakan. Misal,
mereka belajar melalui lagu, melalui video youtube dan sebagainya.

Kemudian dalam mengembangkan kemampuan kepenulisan, biasanya


saya mulai dengan pemaparan teori yang langsung dilanjutkan dengan praktik
nulis bersama. Dalam setiap pelatihan, tujuan yang ingin saya capai adalah buku
antologi yang ditulis oleh peserta pelatihan itu sendiri. Sehingga setelah selesai
pelatihan mereka mendapatkan karya, tidak hanya teori saja. Saya akan berdiskusi
dengan peserta dimulai dari pemilihan tema, topik, judul hingga naskah itu selesai.
Kesulitan yang biasanya saya temukan yaitu naik turunnya motivsi peserta saat
menulis. Sehingga perlu selalu diberi stimulus dan challenge agar naskah dapat
terselesaikan sesuai deadline. Umumnya, saya akan memberi stimulus berupa ice
breaking di tengah-tengah program menulis. Pun saya sering memancing dengan
berdiskusi terkait outline atau kelanjutan tulisan mereka sehingga mereka akan
mendapatkan ide baru dalam menulis.

d. Bagaimana hasil yang diperoleh dari upaya Anda membantu mereka?


Hasil terbaik selalu diharapkan dalam setiap program yang dijalankan. Dalam
menjalankan program kursus Bahasa Inggris, tentu hasil yang diinginkan adalah
peserta kursus dapat menggunakan Bahasa Inggris baik secara tertulis maupun
lisan. Melalui kursus Bahasa Inggris itu, kini mereka dapat menggunakan Bahasa
Inggris baik tertulis maupun lisan meskipun masih terbatas. Salah seorang dari
mereka pun kini tengah mengikuti lomba pidato Bahasa Inggris, bermodal belajar
di kursus karena di sekolah tidak mendapat pelajaran Bahasa Inggris. Untuk siswa
yang sudah lulus dan melanjutkan ke sekolah menengah pertama, kemampuan
berbahasa Inggris yang mereka dapatkan di ELWIF Course sangat membantu
mereka dalam belajar Bahasa Inggris di jenjang yang lebih tinggi. Kemudian jika
berbicara hasil dari pelatihan kepenulisan, maka Alhamdulillah di akhir pelatihan
terkumpul naskah dari setiap peserta yang siap diterbitkan. Sehingga peserta tidak
hanya mendapatkan Teknik kepenulisan, melainkan juga karyanya selama
mengikuti program tersebut. Semoga dengan begitu, akan menjadi motivasi
tersendiri bagi mereka untuk terus berkarya dan mengembangkan kemampuan
menulis mereka.
BAGIAN VI
6. Ceritakan salah satu keputusan penting dalam suatu kegiatan baik di
pekerjaan/ organisasi/ komunitas/ perkuliahan yang pernah Anda ambil.
a. Apa yang menyebabkan Anda harus mengambil keputusan tersebut? Apa
peran Anda saat itu?
Sejak menjadi mahasiswa, saya aktif dalam berbagai kegiatan akademik dan
sosial kemasyarakatan. Salah satunya melalui organisasi IMABA (Ikatan
Mahasiswa Bata-Bata). Sebuah organisasi non-profit yang menjadi wadah untuk
mengekplorasi potensi diri dan bermanfaat untuk umat. Organisasi ini
diperuntukkan bagi alumni Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, baik
yang sedang menempuh Pendidikan perguruan tinggi di Indonesia maupun di luar
negeri. Pada Maret 2021, saya diberi Amanah untuk menjadi ketua umum Puteri
IMABA. Menjadi seorang ketua tentu memiliki tanggung jawab yang sangat
besar, apalagi dalam membuat sebuah keputusan, seorang ketua akan menjadi
penentu akhir dalam memutuskan.
Pengalaman dalam mengambil keputusan yang sangat berat adalah saat kami
hendak mengadakan perayaan anniversary IMABA yang ke-17. Waktu itu, pada
awal 2022 Indonesia belum sembuh dari prahara Covid-19. Kegiatan tatap muka
diperbolehkan namun berbatas. Sedangkan usulan dari setiap wilayah IMABA di
Indonesia menginginkan kegiatan diselenggarakan secara luring (luar jaringan)
atau tatap muka. Sebab sudah lama kegiatan kami selalu daring (dalam jaringan)
dan dinilai kurang maksimal. Tentu untuk langsung memenuhi permintaan
anggota dari setiap wilayah memerlukan pertimbangan yang matang, karena tidak
mudah untuk melaksanakan kegiatan secara luring apalagi dengan peserta yang
cukup banyak.
Selain itu, kami juga hendak mengundang Bapak Sandiaga Uno, Menteri
pariwisata dan ekonomi kreatif dan R. Abdul Latif Amin Imron, sebagai Keynote
speaker. Kemudian bapak H. Anwar Sadad, M. Ag. Wakil keta DPRD Jawa Timur,
bapak H. Slamet Junaidi, Bupati Sampang, dan Dr. Gamal Albinsaid sebagai
pemateri dalam seminar yang akan kami selenggarakan. Beberapa dari orang yang
telah disebutkan di atas tidak dapat hadir tatap muka karena mempertimbangkan
pandemic covid-19 yang belum usai.
Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk
mengadakan acara secara hybrid. Walaupun akan membutuhkan persiapan yang
ekstra, setidaknya acara dapat memenuhi permintaan setiap wilayah untuk dapat
bertatap muka, dapat menjangkau seluruh peserta yang tidak dapat merapat ke
lokasi acara, juga dapat memfasilitasi keynote speaker dan pemateri baik secara
daring maupun luring.
b. Bagaimana Anda mengidentifikasi dan memeroleh pemahaman yang lebih
baik tentang permasalahan yang ada?
Dalam setiap permasalahan akan selalu diikuti dengan solusi sebagai
penyelesaian. Tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan keluar. Pada
pengalaman yang saya ceritakan di poin pertama, mungkin bukan masalah yang
terlalu berat. Namun, posisi saya sebagai ketua sangat menentukan hasil akhirnya.
Sebelum berdiskusi dengan pengurus inti dan pengurus lainnya, saya lebih dulu
memetakkan setiap hal yang akan menjadi pertimbangan. Berpikir logic dan
realistis sangat diperlukan dalam membuat suatu keputusan, apalagi jika berkaitan
dengan banyak orang.
Tentu setiap dampak positif dan negatif dari setiap keputusan yang akan
diambil itu saya musyawarahkan dengan seluruh pengurus. Dengan berdiskusi,
pola pikir kita akan semakin terbuka, bisa saja yang tidak sempat dipikirkan oleh
kita, telah dipikirkan oleh yang lainnya. Dan ternyata itu merupakan hal urgen.
Meski membutuhkan waktu yang lama, diskusi harus tetap dijalankan dalam
membuat suatu keputusan. Sebab suara dari setiap pengurus berhak didengar.
Pada waktu itu, saya mencoba mengurai alasan dari permintaan anggota di
setiap wilayah untuk menyelenggarakan acara secara tatap muka, memikirkan
kembali hambatan, tantangan dan dampak yang akan didapatkan jika hal tersebut
benar-benar dilaksanakan secara tatap muka sesuai desakan dari anggota di setiap
wilayah. Begitupun jika sacaranya dilaksanakan secara daring, maka kira-kira apa
saja dampak yang akan dirasakan. Begitu saya mencoba mengurai permasalahan
sebelum akhirnya memutuskan mengadakan acara secara hybrid, kolaborasi
antara luring dan daring.
c. Apa saja yang menjadi pertimbangan Anda? Mengapa? Jelaskan proses atau
langkah-langkah dalam mengambil keputusan tersebut!
Dalam setiap keputusan, baik kebutusan benar atau salah akan memiliki
resikonya masing-masing. Pada contoh salah satu pengalaman saya yang telah
saya ceritakan, banyak hal yang perlu dipertimbangkan mengingat hal kegiatan
tersebut melibatkan banyak orang.
Waktu itu, yang menjadi pertimbangan saya untuk melaksanakan kegiatan
secara tatap muka adalah dengan adanya edaran izin untuk melaksanakan kegiatan
tatap muka, namun terbatas. Selain itu, usulan dari anggota di setiap wilayah agar
menyelenggarakan kegiatan secara luring karena sudah lama tidak silaturrahmi
secara langsung sejak dilantiknya saya sebagai ketua pada tahun 2021. Dua hal
tersebut menjadi pertimbangan untuk menggelar kegiatan secara luring meski
memiliki beberapa resiko. Yang pertama, jika dilaksanakan secara luring,
kegiatan ini tidak akan maksimal karena jumlah peserta akan dibatasi. Sedangkan
anggota IMABA sangat banyak. Selain itu, tidak semua keynote speaker dan
pemateri dapat hadir secara tatap muka. Adapun jika dilaksanakan daring, maka
tidak ada pertemuan tatap muka sama sekali sejak saya dilantik sebagai ketua.
Selain itu waktu itu sudah banyak kegiatan masyarakat yang dilaksanakan secara
luring meski dengan peserta terbatas.
Dengan beberapa hal itulah, akhirnya diputuskan untuk mengambil jalan tenagh
dengan menggelar kegiatan secara hybrid. Kombinasi antara luring dan daring.
Sehingga kami melaksanakan anniversary itu di gedung Pemuda, Kab. Bangkalan
secara tatap muka, namun juga mengakomodir pemateri dan peserta secara daring
melalui aplikasi zoom. Tentu hal ini membutuhkan tenaga dan pikiran yang ekstra,
karena kami belum pernah berpengalaman mengadakan kegiatan secara hybrid
sebelumnya. Alhadmulillah dengan kerja sama antar panitia, semua dapat berjalan
dengan lancar sesuai harapan.
d. Bagaimana hasil dari keputusan yang Anda ambil?
Dari berbagai hal yang menjadi pertimbangan lalu diputuskan untuk membuat
kegiatan secara hybrid, acara dapat berjalan dengan lancar dan maksimal.
Kegiatan dilaksanakan secara tatap muka di gedung Pemuda, Kab. Bangkalan,
sekaligus daring melalui aplikasi zoom. Dari dua keynote speaker yang diundang,
Bapak Sandiaga Uno, Menteri pariwisata dan ekonomi kreatif hadir secara daring
melalui zoom dan R. Abdul Latif Amin Imron hadir langsung ke lokasi acara.
Begitu pund dengan pemateri, hanya H. Anwar Sadad, M. Ag. Wakil keta DPRD
Jawa Timur, yang hadir secara tatap muka, sedangkan yang lain via zoom. Meski
membutuhkan tenaga dan pikiran yang ekstra, karena kami belum pernah
berpengalaman mengadakan kegiatan secara hybrid sebelumnya, kami bersyukur
karena acara dapat berjalan dengan lancar serta kami mendapatkan pengalaman
baru. Jika di awal saya tidak mengambil keputusan untuk melaksanakan secara
hybrid, maka mungkin acara ini tidak dapat mengakomodir dari ke dua arah, yakni
secara daring dan luring.
BAGIAN VII
7. Ceritakan secara spesifik saat Anda dihadapkan dengan beberapa tugas dalam
waktu yang bersamaan
a. Seperti apakah situasinya pada saat itu? Kapan situasi tersebut terjadi?
Dalam menjalani suatu kegiatan, meski telah diatur sedemikian rupa, terkadang
ada saja hal-hal yang menjadi hambatan. Salah satunya waktu yang terkadang
mendadak berubah sehingga aka nada kegiatan yang berbenturan. Sejak duduk di
bangku Madrasah Aliyah, saya sudah terbiasa membuat jadwal harian, semacam ‘to
do list’ yang selalu saya bawa ke mana-mana. Karena saya mengenyam Pendidikan
MA di pondok pesantren yang kegiatannya cukup padat, ditambah lagi menjadi
pengurus osis, pengurus kamar, pegurus kelas, juga mengikuti kegiatan ekstra,
maka hal itu mengharuskan saya untuk mengatur waktu agar semua berjalan dengan
lancar. Hal tersebut telah seakan mandarah daging dan membuat saya terbiasa untuk
mengatur waktu dengan membuat ‘to do list’ hingga sekarang. Namun tentu saja,
meski ‘to do list’ tersebut sangat membantu, bukan berarti saya tidak pernah
dihadapkan dengan kegiatan yang berbenturan. Salah satu pengalaman yang saya
alami adalah saat diminta untuk mengisi seminar kepenulisan yang diadakan oleh
HMPS TBI IAIN Madura. Kebetulan hari itu adalah hari sabtu di mana saya
memiliki jadwal mengajar di MA Mambaul Ulum Bata-Bata 1. Ketika bingung
dengan dua kegiatan itu, ditambah lagi panitia acara di organisasi IMABA hendak
memajukan jadwal rapat pada hari itu juga, yang awalnya akan dilaksanakan malam
terpaksa harus dimajukan siang harinya karena pembina kita akan ke luar kota.
Waktu itu, yang saya lakukan adalah memetakkan mana yang menjadi
kewajiban dan mana yang perlu didahulukan. Sehingga, saya memutuskan untuk
tetap mengajar di sabtu pagi itu. Lalu, setelahnya mencari solusi pada dua kegiatan
yang lain. Untuk kegiatan seminar, saya melakukan lobbying kepada panitia agar
bisa diundur atau diganti hari lain. Namun, jadwalnya sudah disetujui Kaprodi yang
dalam artian tidak dapat diganti, karena mereka sudah menyiapkan tempat dan lain
sebagainya. Untung saja waktu itu acara utamanya adalah diklat TBI yang
kegiatannya diadakan selama tiga hari, sehingga setiap hari terdapat seminar yang
berbeda. Di situlah saya berinisiatif untuk menukar jadwal dengan pemateri pada
seminar kepemimpinan yang akan diadakan di hari minggunya. Setelah melakukan
negoisasi dengan pemateri seminar kepemimpinan dan melakukan koordinasi
dengan pihak panitia, akhirnya jadwal saya untuk menjadi pemateri dapat teratasi,
yakni berubah hari minggu. Karena untuk semata-mata menolak dan tidak
menghadiri rasanya kurang elok, sebab saya pernah berproses di HMPS TBI, maka
jika mereka membutuhkan, saya harus siap membantu.
Kemudian, jika satu kegiatan sudah dapat diatur waktunya, maka tinggal rapat
persiapan kegiatan di organisasi IMABA, di mana saya adalah ketua dalam
organisasi tersebut. Karena rapat ini tidak dapat dirubah lagi waktunya, maka saya
meminta maaf tidak dapat hadir pada rapat, namun memasrahkan mandate pada
wakil ketua saya. Karena itu adalah rapat persiapan kegiatan yang di dalamnya
sudah dibentuk kepanitiaan. Sehingga walaupun saya tidak dapat menghadiri rapat
secara langsung, rapat akan berjalan di bawah pimpinan ketua panitia.
b. Apa yang Anda lakukan dalam mengatur tugas-tugas tersebut? Bagaimana
Anda memastikan tugas-tugas tersebut sesuai dengan waktu yang
ditentukan?
Setiap tugas, kegiatan, dan program pasti memiliki Batasan waktunya masing-
masing. Semakin banyak kegiatan yang dijalankan, maka akan semakin
menantang pula bagi kita untuk mampu mengelola waktu dengan baik. Pada
pengalaman saya, yang telah saya ceritakan di poin pertama memang tidak terlalu
rumit karena salah satu kegiatan bisa dirubah waktunya. Itulah kenapa, saya
biasanya selalu mengatur waktu dari jauh-jauh hari, sekalipun akan ada masa di
mana kita dihadapkan dengan kegiatan yang bersamaan, maka sebisa mungkin
saya berinisiatif untuk merubah waktunya, jika memungkinkan agar dapat
menghadiri dan berpartisipasi dalam seluruh kegiatan tersebut.
Pada pengalaman tersebut, saya memilih untuk memprioritaskan jadwal
mengajar, saya memilih datang ke kelas walaupun mungkin ada pilihan untuk
memberi tugas saja pada siswa atau meminta bantu guru piket untuk mengganti.
Namun, hal itu tidak saya lakukan karena saya sadar, mengajar adalah kewajiban.
Selain itu, saya selalu berprinsip bahwa waktu 2 x 45 menit, jika saya tinggalkan
akan mempengaruhi proses mereka menuju kesuksesan. Saya selalu berpikir,
mungkin waktu 2 x 45 menit adalah waktu yang sebentar untuk saya. Namun 2 x
45 menit itu harus dikalikan dengan jumlah siswa yang ada di kelas, sehingga saya
bisa tau ternyata banyak waktu orang lain yang akan saya korbankan. Oleh karena
itu, saya memilih untuk menjadikan mengajar sebagai prioritas. Dengan hadir ke
kelas, saya dapat memastikan bahwa kegiatan belajar mengajar akan berjalan
sesuai dengan rencana dan harapan dan target pembelajaran akan tercapai.
Namun, jika saya hanya meninggalkannya, misalkan hanya dengan memberi tugas
atau dipasrahkan pada guru pengganti, saya tidak dapat memastikan target
pembelajaran akan tercapai.
Kemudian setelah menentukan kegiatan prioritas, maka yang saya lakukan
adalah mencari solusi untuk kegiatan yang lain agar tetap maskimal. Adapun
pemecahan solusi yang saya lakukan adalah seperti yang saya jelaskan di poin
pertama. Merubah waktu untuk acara seminar, dan memasrahkan wewenang pada
wakil ketua saya di acara rapat. Untuk memastikan hal tersebut tetap berjalan
sesuai rencana, maka pada kegiatan seminar, saya selalu melakukan komunikasi
dan koordinasi dengan pihak panitia, agar acara yang telah mereka susun
sebelumnya dapat berjalan dengan lancar. Kemudian untuk rapat, sebelum saya
memberikan wewenang penuh terhadap wakil saya, saya telah menyampaikan poi
napa yang nantinya perlu dibahas dalam rapat. Selain itu, karena pada rapat
tersebut akan berada di bawah pimpinan ketua panitia, saya selalu memantau dan
mengawasi dari jauh dengan cara berkomunikasi dengan intens terhadap ketua
panitia selaku penyelenggara kegiatan.
c. Sumber daya apa yang Anda butuhkan dalam membantu penyelesaian
tugas-tugas tersebut? Apa hambatan yang Anda temui dan bagaimana cara
mengatasinya?
Dalam penyelesaian suatu hal, kita pasti akan membutuhkan bantuan. Entah
media atau bahkan sumber daya manusia. Pada pengalaman yang saya alami
tersebut, saya membutuhkan sumber daya manusia untuk membantu saya
menyelesaikan tugas dengan baik dan maksimal.
Jika pemateri seminar kepemimpinan tidak mau bertukar jadwal dengan saya,
mungkin saya akan merasa kewalahan. Untungnya dengan bantuannya, saya dapat
menjadi pemateri seminar kepenulisan keesokan harinya. Selain itu, dalam rapat
organisasi, saya sangat terbantu dengan wakil saya yang saya beri amanah penuh
untuk menggantikan saya di rapat. Hal tersebut juga menggambarkan bahwa pada
kasus ini, sumber daya manusia sangat saya andalkan dalam membantu
penyelesaian tugas saya.
Walaupun sudah diatur dan direncanakan sedemikian rupa, kemungkinan
besar hambatan pasti akan ada. Namun bersyukurnya waktu itu tidak ada
hambatan yang berarti karena saya sudah mewanti-wanti betul. Seperti pada
panitia seminar, saya benar-benar berkoordinasi agar tidak ada perubahan jadwal
lagi, juga pada wakil saya agar bisa mengkoordinir dan mengawasi rapat dengan
baik.
d. Bagaimana hasilnya?
Dari permasalahan yang ada, serta inisiatif untuk menyelesaikannya,
alhamdulillah semua kegiatan berjalan dengan lancar. Saya dapat mengajar
dengan maksimal dan pikiran yang tidak terpecah. Karena untuk kegiatan seminar
sudah diatur ulang jadwalnya dan untuk rapat sudah dihandle wakil saya.
Hal ini menjadi pelajaran bagi saya untuk ke depannya agar selalu berpikir
dengan kepala dingin untuk memecahkan masalah. Bayangkan saja jika waktu itu
saya ceroboh dan terburu-buru, mungkin saya langsung mengiyakan dan
menghadiri acara seminar karena mereka sudah mengatur kegiatan dengan
matang. Namun, dengan kepala yang dingin, kita bisa memetakkan terlebih
dahulu, kegiatan mana yang kiranya perlu diprioritaskan. Kegiatan mana yang
kiranya akan lebih fatal dan tak tergantikan. Kegiatan mana yang kiranya masih
bisa diatur ulang.
Dalam menjalani proses ke depannya, akan ada banyak kegiatan yang
berbenturan semacam ini. Maka saya percaya bahwa semua akan terselesaikan
asal dipikirkan dengan matang.

Anda mungkin juga menyukai