BAGIAN I
1. Apa yang memotivasi anda menjadi guru? Apa yang anda lakukan untuk
mewujudkan motivasi tersebut?
a. Tantangan apa yang anda hadapi dalam mewujudkan motivasi tersebut?
Bagaimana anda mengatasinya?
Saya adalah perempuan desa yang tidak berduit namun memiliki mimpi
selangit. Sejak kecil saya suka pergi ke sekolah, meskipun belum terdaftar secara
resmi karena waktu itu usia saya masih sekitar 4 atau 5 tahun. Waktu itu pun tidak
ada TK atau PAUD di desa saya. Karena benar, saya terlahir di salah satu desa di
Kabupaten Sampang. Sejak itu saya menyukai dunia belajar mengajar. Potret
seorang pendidik yang senantiasa menyebarkan ilmunya, memberikan dampak
positif kepada sesama, dan menjadi bagian dari proses kesuksesan siswanya
membuat saya termotivasi untuk menjadi seorang guru. Saya kerap membaca
beberapa artikel yang dimuat di platform media sosial bahwa terkadang sosok
seorang yang kini menjadi guru pada awalnya tidak bercita-cita menjadi guru, tapi
saya justru sebaliknya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar bahkan saya sudah
memutuskan untuk nantinya kuliah dengan jurusan Bahasa Inggris lalu menjadi
seorang guru di bidang itu. Motivasi intrinsik ini terus tertanam hingga sekarang.
Termotivasi untuk menjadi seorang pendidik ternyata megantarkan saya pada
proses yang tidak mudah. Banyak tantangan yang harus ditaklukkan. Salah satu
hambatan pertama yang saya rasakan adalah karena mengenyam pendidikan di
sekolah desa yang waktu itu masih minim sarana dan prasarana. Perpustakaan saja
baru didirikan ketika saya menjelang kelulusan. Sehingga akses untuk belajar dan
menambah pengetahuan di luar kelas pun menjadi terbatas. Untungnya keluarga
saya selalu mendukung cita-cita saya untuk menjadi guru Bahasa Inggris, sehingga
saya mengikuti kursus Bahasa Inggris ke kabupaten sebelah. Ketika masih kelas 4
SD saya sudah terbiasa pergi sendiri menggunakan angkutan umum karena lumayan
jauh untuk ikut kursus di kabupaten sebelah itu. Dan di sana pulalah, dunia baru
seakan terbuka bagi saya. Saya menjadi tahu bahwa dunia tak hanya sesempit desa
saya. Berteman dengan berbagai orang dari sekolah yang berbeda dan pengalaman
yang berbeda, membuat saya semakin semangat untuk belajar lebih di sana. Pada
akhirnya Ketika lulus dari sekolah dasar, saya memutuskan untuk melanjutkan
Sekolah Menengah Pertama di sana. Bukannya tidak mencintai desa sendiri, tapi
saya ingin memiliki pengalaman lain, wawasan yang lebih luas, dan mengeksplorasi
potensi yang ada pada diri saya, untuk kemudian pada akhirnya saya bawa pulang
dan terapkan di tempat sendiri demi kemajuan bersama.
Selain itu, masalah finansial juga menjadi salah satu tantangan yang harus saya
taklukkan. Saya masih ingat betul ketika saya mengenyam Pendidikan di strata 1,
saya jarang membeli buku. Biasanya saya hanya meminjam ke teman di kelas lain
atau ke kakak tingkat. Bukan saya tidak ingin mengoleksi buku tersebut, namun
kondisi keuangan yang menipis membuat saya harus selalu menahan diri agar tidak
membeli buku. Waktu itu pun saya mencoba berbisnis agar dapat membantu orang
rumah untuk membayar UKT. Hingga Alhamdulillah pada semester 5 saya
mendapatkan beasiswa prestasi dari pihak kampus. Masalah keuangan ini mungkin
juga banyak dialami oleh berbagai orang, namun kita harus pandai untuk
mengatasinya. Saya bersyukur tidak menyerah dan terus berusaha untuk
melanjutkan pendidikan dengan semampunya. Hingga pada akhirnya saya bisa
lulus dengan nilai cumlaude.
b. Apa kelebihan yang mendukung peran anda sebagai guru? Jelaskan
alasannya dan berikan contohnya!
Sebagai seorang pendidik, memiliki pengetahuan yang luas saja tidak cukup,
melainkan kemampuan berkomunikasi dengan baik juga banyak mempengaruhi
keberhasilan proses belajar mengajar. Selain memang saya anak Pendidikan Bahasa
yang belajar masalah berkomunikasi dengan baik, saya juga telah menggeluti dunia
public speaking sejak kecil. Sejak kelas 3 sekolah dasar saya telah mengikuti salah
satu lomba public speaking di jenjang provinsi. Hal itu terus berlangsung hingga
saya menjadi mahasiswi bahkan terpilih sebagai paper presenter di Johor
International Student Leaders Conference di Malaysia. Kemampuan berkomunikasi
yang baik di depan publik ini menjadi keuntungan tersendiri bagi peran saya sebagai
seorang pendidik. Dengan kemampuan berkomunikasi ini membantu saya dalam
penyampaian materi kepada siswa sehingga mudah dicerna dan dipahami. Selain
itu, karena saya mengajar Bahasa, saya selalu melatih kemampuan berkomunikasi
siswa saat mengajar speaking skill. Biasanya siswa selalu saya beri pertanyaan
sebagai stimulus agar siswa mau untuk praktik berbicara menggunakan Bahasa
Inggris dengan baik dan produktif.
Selain itu, saya juga aktif dalam dunia kepenulisan dan telah menerbitkan 4
buku selama menjadi mahasiswi s1. Skill menulis itu selalu saya sisipkan dalam
setiap pembelajaran. Karena writing skill adalah productive skill yang harus
dimiliki oleh siswa, maka biasanya saya meminta siswa untuk terbiasa mengasah
productive skill mereka. Dimulai dengan menulis kalimat-kalimat sederhana terkait
cerita keseharian, lalu mencoba membuat paragraf, teks, dan jika cukup waktunya
akan memiliki project untuk menulis buku antologi. Pun jika tidak memiliki cukup
waktu untuk membuat karya yang besar, setidaknya siswa terbiasa untuk menulis
sejak awal. Karena skill menulis akan selalu dibutuhkan, tidak hanya di dalam kelas
saja.
Pengalaman dalam dunia organisasi sejak SMP yang mayoritas diberi Amanah
sebagai sekretaris membuat saya terbiasa terhadap kelengkapan dokumen.
Pengalaman ini membantu saya saat menyusun dan melengkapi dokumen-dokumen
yang dibutuhkan oleh seorang guru. Hal ini memang terlihat sederhana, namun jika
tidak terbiasa maka akan mengalami kesulitan dan akan mencari jalna pintas,
misalnya dengan copy paste saja.
Selain itu, sejak tahun lalu, saya aktif mengelola akun youtube yang berisi
informasi terkait perkuliahan, Bahasa inggris dan semacamnya. Dengan
pengalaman mengelola akun youtube tersebut mempermudah saya untuk membuat
media pembelajaran baik berupa video dan lainnya dengan menarik. Sebab, menjadi
seorang guru haruslah kreatif dalam mengelola kelas agar siswa dapat belajar
dengan motivasi tinggi dan mempermudah dalam memahami materi.
c. Bagaimana hasilnya?
Sejak dinyatakan lulus sebagai wisudawan terbaik dari program studi Tadris
Bahasa Inggris di IAIN Madura, saya memutuskan untuk melamar sebagai pengajar
di sebuah Madrasah Aliyah di pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, sebuah
pesantren ternama di Madura. Tak beberapa lama, saya kembali dihubungi dan
diinformasikan bahwa saya diterima untuk menjadi guru pengajar Bahasa Inggris
di sana.
Rasanya kemarin masih mimpi, sekarang sudah terealisasi. Hari itu hari sabtu,
hari pertama saya mengajar. Meski sudah terbiasa membantu mengajar di sekolah
lain sebelumnya, pengalaman pertama mengajar sebagai guru tetap ini sangatlah
mengesankan. Ada harapan-harapan baru yang tercipta dalam menjadi bagian dari
proses sukses setiap peserta didik.
Kini, selain menjadi seorang guru, saya juga melanjutkan studi di jenjang pasca
Sarjana di Universitas Negeri Surabaya dengan program studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Inggris. Hal ini didasari agar saya tetap menadapat insight baru sehingga
selalu mengasah kemampuan dan potensi diri tanpa merasa puas dengan apa yang
telah didapatkan. Sengaja mengambil Pendidikan Bahasa dan Sastra, karena dalam
Pendidikan, sastra adalah hal yang menarik untuk dilibatkan. Saya berharap
nantinya ilmu yang sudah dan sedang saya pelajari selalu bisa bermanfaat untuk
umat.
BAGIAN II
2. Ceritakan pengalaman ketika Anda perlu mempelajari hal-hal baru untuk
meningkatkan performa. Hal-hal baru apa yang Anda pelajari?
a. Bagaimana cara Anda mengidentifikasi area yang perlu di
tingkatkan/dikembangkan? Mengapa Anda merasa perlu
meningkatkan/mengembangkan area tersebut?
Saya adalah orang yang selalu mencoba hal-hal baru dari kecil. Mencoba
berbagai hal hingga akhirnya saya menemukan passion saya dalam dunia
Pendidikan. Jika dulu saya selalu mempelajari hal-hal yang tidak dalam satu
rumpun, misal belajar membuat kaligrafi, belajar tilawah, kepenulisan, belajar
photography, editing video dan yang lainnya, kini saya fokus mengembangkan
diri saya dalam ranah pendidikan, tentunya untuk mendukung peran saya sebagai
seorang guru. Beberapa hal yang dulu pernah saya pelajari tidak pernah sia-sia,
justru membantu saya dalam dunia pendidikan.
Karena terbiasa mengeksplorasi diri, saya juga terbiasa mengevaluasi diri juga
sharing dengan rekan lain. Di situlah saya biasanya menemukan potensi apa yang
perlu dikembangkan dan ditingkatkan lagi. Saat ini, hal yang sedang saya pelajari
lebih lanjut adalah penelitian. Mengadakan penelitian baik lapangan maupun studi
kepustakaan, menulis artikel, mengikuti konferensi, dan hal lain yang sejenis. Hal
itu akan memberikan saya pengetahuan baru terkait hasil penelitian terkini dalam
dunia pendidikan dan mencoba memecahkan kasus yang ada dalam dunia
pendidikan. Sebagai seorang pendidik, saya merasa wajib untuk melek dan update
terhadap informasi terbaru dalam dunia pendidikan.
b. Tindakan apa saja yang Anda lakukan untuk mengembangkan diri Anda?
Adakah cara-cara di luar kebiasaan atau berbeda yang Anda lakukan dalam
proses pengembangan? Berikan contoh yang spesifik!
Menjadi seorang guru sekaligus mahasiswi pasca sarjana memang perlu
membagi waktu dengan baik. Namun, di sela-sela itu, saya selalu menyempatkan
untuk terus mengembangkan potensi yang ada dalam diri saya. Contohnya dengan
mengikuti webinar. Sejak dunia dilanda pandemic Covid-19, segala aktivitas
beralih menjadi daring (dalam jaringan). Dampak positif yang dapat diambil dari
hal ini adalah mudahnya akses untuk belajar karena tidak perlu mobilitas yang
tinggi. Mengikuti webinar atau pelatihan secara daring sangat efisien dalam
masalah waktu.
Selain saya tetap aktif menambah wawasan melalui buku maupun artikel
penelitian, maupun youtube, kegiatan pelatihan atau workshop yang diadakan
oleh sekolah sangat membantu untuk meningkatkan skill saya. Kemudian, meski
telah menjadi seorang guru, kemampuan dalam mengajar perlu untuk terus
dikembangkan. Dalam mengembangkan kemampuan tersebut, saya membuka
sebuah kursusan bernama ELWIF Course. Karena disadari atau tidak, mengajar
di sekolah dengan di kursusan akan berbeda dan memiliki tantangan yang berbeda.
Sehingga hal tersebut selain menambah pengalaman mengajar, saya menjadi
selektif dalam memilih metode, strategi, dan teknik dalam mengajar.
c. Apa tantangan atau kesulitan yang Anda hadapi dalam proses pengembangan
diri tersebut? Bagaimana Anda mengatasinya?
Dalam setiap hal, tantangan akan selalu ada. Begitu pula dalam proses
pengembangan diri. Terdapat beberapa kesulitan yang saya alami seperti cara
mengatur waktu. Menjadi seorang guru adalah hal yang sangat complicated, tidak
cukup hanya dengan mengajar lalu dilupakan. Saya selalu berusaha untuk maksimal
dalam persiapan pembelajaran. Kemudian status mahasiswi pasca sarjana saya juga
terkadang mengalihkan waktu untuk bisa mengembangkan potensi diri. Sehingga
membutuhkan manajemen waktu yang bagus untuk mengatasi hal ini. Selama ni
saya berusaha untuk selalu menyempatkan diri dalam mengasah potensi diri karena
itu juga untuk menunjang peran saya sebagai guru.
Selain itu, motivasi yang naik turun juga menjadi tantangan bagi saya. Sama
seperti iman, motivasi harus selalu di-charge. Bersyukurnya menjadi guru adalah
keinginan saya sendiri sehingga Ketika motivasi menurun, saya selalu ingat dengan
niat pertama untuk menjalani profesi ini, dengan begitu saya menjadi semangat
kembali untuk terus mengembangkan kemampuan agar menjadi pendidik yang
baik. Selain itu, saya juga bersyukur memiliki keluarga dan lingkungan mengajar
yang supportif. Kegiatan seperti pelatihan atau workshop yang diadakan sekolah
sangat membantu saya dalam mengatasi masalah motivasi ini.
d. Apa hasil yang Anda peroleh/rasakan dengan mengembangkan perilaku
tersebut? Bagaimana Anda menerapkannya dalam peran Anda?
Setiap proses pasti akan membuahkan hasil. Dalam proses mengeksplorasi
diri, pada akhirnya menjadi keuntungan bagi saya karena dapat menunjang peran
saya sebagai guru. Contohnya Ketika saya mengikuti pelatihan pembuatan video
pembelajaran. Maka kemampuan editing video itu langsung saya terapkan dengan
membuat video pembelajaran untuk kelas tempat saya mengajar. Karena tidak
dapat dipungkiri, dengan menggunakan media pembelajaran, siswa akan menjadi
lebih semangat untuk belajar, mengifisiensi waktu, dan mempermudah mereka
dalam memahami materi. Begitu pula dengan kemampuan lain, tidak akan sia-sia
kita mempelajarinya. Misalnya saya kini menjadi mahasiswi pasca sarjana dengan
prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Nah, wawasan tentang sastra yang berkaitan
dengan Pendidikan itulah selalu saya terapkan di dalam kelas. Sehingga sastra
menjadi sarana dalam menjelaskan materi, misalnya menggunakan puisi, lagu,
atau cerita pendek dalam mengajari tenses pada siswa.
BAGIAN III
3. Terkadang kita diminta untuk melakukan sesuatu yang menurut kita tidak
sesuai dengan nilai, etika, pedoman kerja, ataupun aturan yang berlaku.
a. Ceritakan satu pengalaman Anda terkait situasi tersebut. Jelaskan secara
detail!
Dalam menjalani proses, kita pasti dihadapkan dengan situasi yang sebenarnya
tidak kita inginkan namun perlu kita lakukan. Salah satu contohnya terkait media.
Ketika bumi kita dilanda Covid-19 kemarin, pemerintah meregulasi agar segala
pembelajaran berubah menjadi daring (dalam jaringan) dengan menggunakan
aplikasi yang mendukung seperti zoom, google meet, Edmodo, dan lain
sebagainya sebagai platform penunjang pembelajaran. Hal ini tentu menjadi
culture shock di awal pemberlakuan kebijakan tersebut. Karena tidak semua
sekolah dan siswa bahkan guru telah berpengalaman dalam melaksanakan
pembelajaran daring. Di beberapa daerah pedalaman, melaksanakan pembelajaran
daring menuai pro kontra dari wali murid, juga terkendala dengan media. Tidak
semua dari siswa memiliki Handphone, pun jika memilikinya mereka terbebani
untuk membeli kuota internet setiap waktu. Pada beebrapa siswa yang memang
memiliki akses lebih mudah, mereka memilik handphone namun awam dalam
menggunakan aplikasi pembelajaran. Kondisi yang seperti itu tentu
membingungkan, regulasi pemerintah mengharuskan untuk melaksanakan
pembelajaran daring untuk mencegahnya terjainya penyebaran Covid-19, namun
di sisi lain, kondisi di masyarakat tidak memungkinkan. Jadi guru terpaksa
mengadakan pembelajaran dengan membuat kelompok-kelompok kecil dan
berpindah-pindah tempat dari rumah ke rumah. Hal ini dilakukan karena tidak
dapat melaksanakan pembelajaran daring secara penuh, juga untuk tetap mencegah
terjadinya pertemuan pembelajaran luring secara massal luring. Guru sembari
memberi sosialisasi dan edukasi yang baik terhadap masyarakat agar mereka
memberi pengertian terhadap kebijakan pemerintah yang memang untuk kebaikan
Bersama dalam menghindari pandemi Covid-19. Karena pada awalnya wali murid
juga sering menentang karena tidak ingin anaknya selalu bermain HP.
b. Tindakan apa yang Anda lakukan dan mengapa hal tersebut Anda lakukan?
Seperti yang telah dijelaskan di poin awal, itu adalah salah satu contoh di mana
terkadang kita harus dihadapkan dengan situasi yang membingungkan, dalam
dunia pendidikan. Dalam hal tersebut, guru dan pihak sekolah diharuskan
memiliki keputusan yang baik untuk semuanya. Memilih untuk melaksanakan
pembelajaran dengan membuat kelompok-kelompok kecil missal 2-3 orang di
satu tempat, dan kelompok lain di tempat yang lain pula. Hal tersebut dilakukan
selain untuk mengatasi terkendalanya media yang tidak dimiliki oleh siswa, hal
tersebut juga bertujuan agar tidak terjadi kesalah pahaman terkait regulasi
pemerintah, pihak sekolah, dan wali murid. Jadi guru sekaligus bertugas untuk
memberi sosialisasi terhadap wali murid dan anak didik itu sendiri. Karena
sebenarnya, bisa saja wali murid pro kontra terhadap kebijakan itu di awal karena
mereka kurang update terhadap informasi terkini atau kurang memahami terhadap
alasan pemerintah di balik merumuskannya kebijakan baru tersebut karena
mereka tidak mengonsumsi informasi dari sumber utama, melainkan dari mulut
ke mulut. Oleh karena itu, guru dan segenap pihak sekolah wajib memberi
pemahaman terhadap masyarakat.
c. Bagaimana hasilnya?
Dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui kelompok-kelompok
kecil di masyarakat, pembelajaran dapat terlaksana meski tidak maksimal. Karena
sangat memakan waktu. Namun, sosialisasi dan edukasi yang baik dari guru
membuat kebijakan yang telah disebutkan di atas dapat diterima dengan baik pula.
Namun tentu hal itu tidak menjadi akhir dari drama Covid-19. Setelah wali murid
dapat mengerti bahwa anaknya bermain HP adalah untuk belajar, maka mereka
memberi akses untuk menggunakan HP, meski ada beberapa siswa yang meminjam
pada tante atau omnya. Hal tersebut sangat menghambat terhadap jalannya
pembelajaran daring. Pun setelah akhirnya seluruh siswa sudah siap dengan kuota
internet meski dengan signal yang terkadang susah, mereka kesulitan dalam
menggunakan platformnya. Ambil contoh saat menggunakan zoom. Mereka
kebingungan, sehingga waktu habis hanya untuk belajar menggunakan zoom,
bahkan perlu diberikan tutorial oleh guru agar membantu murid dalam
meaksanakan hal tersebut. Pilihan terakhir, jika memang menyulitkan maka harus
menggunakan platform lain yang lebih mudah, WhatsApp misalnya. Namun tentu
saja hal tersebut membuat pembelajaran kurang maksimal.
BAGIAN IV
4. Ceritakan secara spesifik situasi pengalaman Anda saat bekerja sama dengan
orang lain yang memiliki beragam perbedaan, seperti budaya, cara pandang,
latar belakang, pendidikan, cara berpikir, dll
a. Ceritakan secara spesifik situasinya? Apa tujuan dari kerjasama yang
terjadi? Keberagaman seperti apa yang Anda hadapi?
Bersosialisasi dengan banyak orang yang beragam memiliki daya tarik
tersendiri bagi saya. Karena berbeda tidak selalu berkonotasi negatif, justru saya
meyakini bahwa perbedaan itu akan melahirkan keajaiban. Saya pun tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan bekerja sama dengan berbagai macam orang dengan
perbedaan latar belakang, budaya, cara pandang dan sebagainya. Sejak kecil, di
mulai saat saya berusia 8 tahun, dan terpilih untuk mewakili Kabupaten sampan
dalam lomba pidato di Porseni tingkat provinsi. Momen itu mengantarkan saya
untuk mengetahui bahwa dunia begitu beragam. Di usia sekecil itu saya bertemu
dengan banyak siswa dan guru dari sekolah yang berbeda, Bahasa yang berbeda,
bahkan cara berpakaian yang berbeda. Sejak hari itu saya menyukai bertemu dan
bekerja sama dengan orang lain yang memiliki beragam perbedaan, karena kita
akan mendapatkan banyak hal baru, wawasan baru, sudut pandang baru, dan segala
hal baru yang bahkan sebelumnya kita tidak pernah berpikir bahwa itu ada.
Setelahnya, saya kerap berkesempatan untuk bekerja sama dengan orang yang
memiliki beragam perbedaan, namun pengalaman yang sangat terasa yaitu saat saya
terpilih sebagai paper presenter di Johor International Student Leaders Conference
di Johor, Malaysia. Acara itu dihadiri oleh berbagai peserta yang datang dari
berbagai negara di dunia. Sesampainya di sana, kami diminta untuk mencari 10
kenalan baru dan diberi waktu untuk berbincang. Nah, di situlah saya benar-benar
merasakan berada di tempat yang luar biasa penuh dengan perbedaan. Mulai dari
berbeda negara, budaya, Bahasa, bahkan agama. Kemudian kami dibagi dalam
beberapa kelompok yang diberi misi untuk diselesaikan. Dalam momen itu,
penerimaan atas perbedaan orang lain benar-benar dipertaruhkan. Karena kita harus
berdiskusi dengan banyak kepala yang memiliki sudut pandang berbeda, namun
kita harus memutuskan satu hal atas nama tim kita.
Bekerja sama dengan orang lain yang memiliki beragam perbedaan akan sering
kita jumpai. Bahkan di tempat saya mengajar pun, kami para guru terdiri dari latar
belakang yang berbeda, budaya yang berbeda, dan sudut pandang yang berbeda.
Karena sekolah tempat saya mengajar di bawah naungan pondok pesantren, jadi
guru-guru yang tidak memiliki pengalaman atau Riwayat Pendidikan di pesantren
harus memahami dan menyesuaikan dengan kultur pesantren. Saya meyakini,
bahwa ada beberapa hal dalam hidup yang tak hanya perihal benar atau salah, tapi
tentang dari sudut mana kita melihatnya, dari perspektif apa kita memahaminya.
Jadi, jangan pernah mengecam perbedaan, karena tidak segala hal harus seragam,
ada kalanya juga mesti beragam.
b. Langkah-langkah apa yang Anda lakukan untuk mencapai tujuan kerja
sama? Bagaimana Anda memastikan langkah-langkah tesebut sudah sesuai
dengan kebutuhan semua pihak?
Seperti yang saya ceritakan di poin pertama, salah satu momen yang begitu
menggambarkan perbedaan adalah saat saya menjadi paper presenter di Johor
International Student Leaders Conference di Johor, Malaysia. Waktu itu kami
dikelompokkan dalam beberapa tim. Saya terpilih di kelompok 16 yang terdiri dari
6 orang termasuk saya sendiri. Di kelompok itu pun saya satu-satunya yang
beragama Islam. Setiap kelompok diberi misi untuk memecahkan beberapa teka-
teki di museum. Di situlah, kerja sama antar tim terbangun. Tidak peduli negara,
suku, ras, Pendidikan, bahkan agama yang berbeda, yang kami tahu kami adalah
satu tim yang wajib bekerja sama. Dalam setiap misi, kami selalu berdiskusi dan
bahu membahu memecahkannya. Jika terdapat misi yang berkaitan dengan
geografis dan budaya di dunia misalnya, maka salah seorang temanku dari India
yang memimpin diskusi karena ia berpengalaman mengunjungi berbagai negara.
Walaupun ia yang memimpin diskusi, tapi kita selalu menerima ide, usulan dan
pendapat dari setiap anggota tim tanpa terkecuali. Begitu pun jika berkaitan dengan
tulisan arab dan menyusun ayat Al-Qur’an yang sengaja dihilangkan oleh panitia,
saya yang diminta untuk memimpin diskusi sebagai satu-satunya anggota kelompok
yang beragama Islam. Begitu seterusnya hingga seluruh misi terpecahkan. Mungkin
tujuan kami memang hanya untuk memecahkan misi, namun tanpa kami sadari
kami melatih kemampuan teamwork dengan berbagai orang yang beragam. Dalam
mencapai tujuan kerja sama, kita tidak boleh mementingkan diri sendiri atau
pendapat kita pribadi. Kita harus saling bertukar pikiran dan mencoba untuk
memahami pendapat orang lain. Karena isi kepala kita sedikit banyak ditentukan
oleh latar belakang kita. Maka, jika bekerja sama dengan orang yang memiliki latar
belakang berbeda, akan menghasilkan pendapat yang berbeda pula. Jadi, prinsip
saling menghargai orang lain harus dipegang betul. Bayangkan saja, jika di
pengalaman saya saat di Malaysia itu kami tidak mau saling mendengarkan
pendapat, tapi kekeuh dengan ide masing-masing, maka mungkin saja misi itu tidak
akan terselesaikan.
Hal-hal seperti itu selalu saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih
real. Misalnya dalam pembelajaran. Di dalam kelas, tentu setiap siswa memiliki
perbedaan, baik dari latar belakang, riwayat Pendidikan, ekonomi, bahkan cara
belajar. Sebagai guru saya tidak boleh egois dengan mementingkan kesenangan
saya dalam mengajar. Jadi, saya harus melihat dan menyesuaikan kebutuhan setiap
siswa. Jika siswa memiliki cara belajar yang berbeda, misal visual, auditory, bahkan
kinestetik, maka metode pembelajaran yang digunakan setidaknya dapat
mengcover cara belajar siswa. Sehingga seluruh siswa dapat belajar dengan
maksimal. Jika tidak memungkinkan untuk tercapai dalam satu pertemuan, maka
setiap pertemuan dapat menggunakan metode yang berbeda. Misal sesekali
menggunakan LCD, di lain hari siswa diajak mendengarkan lagu berbahasa Inggris,
atau di hari yang lain siswa di ajak ke luar kelas, praktek drama, dan lain sebagainya.
c. Apa hasil yang Anda capai saat itu? Adakah komentar atau respon
lingkungan (mis. rekan sejawat ataupun pihak lain) terhadap tindakan
Anda? Bagaimana dampaknya terhadap kerja sama tersebut?
Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka dibutuhkan usaha yang maksimal
pula. Begitupun saat kita bekerja sama dengan orang yang memiliki beragam
perbedaan. Tidak mudah untuk menyatukan perbedaan pendapat, karena setiap
pendapat selalu disertai dengan alasan yang kuat. Jika melihat pengalaman saya
saat mengituki Johor Students Leaders Conference di atas, maka hasil akhir bahwa
tim kami mampu memecahkan misi itu adalah buah dari kesabaran menyatukan
pendapat dari berbagai kepala. Dampak yang didapat pun tidak hanya berhenti di
situ, melainkan paradigma terkait teamwork yang terbangun akan terus mengakar
dan bisa diterapkan dalam kehidupan, utamanya dalam dunia Pendidikan. Contoh
kecilnya tadi, jika sebagai guru saya tidak menyesuaikan terhadap cara belajar
siswa, maka bisa saja mereka tidak dapat belajar dengan maksimal karena tidak
sesuai dengan cara mereka belajar.
Melalui seringnya bekerja sama dengan orang yang memiliki beragam
perbedaan, maka kita akan semakin mudah pula dalam menerima perbedaan itu
sendiri. Karena perbedaan itu rahmat. Sesuai dengan semboyan negara kita,
Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua.
BAGIAN V