Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rio Handi Prasetya

NIM : 150732604577

Matkul : Dasar-dasar Jurnalistik

Tugas : Cerpen Sejarah

Cinta dan Revolusi

Pagi hari di tengah kehangatan matahari yang mulai terbit terdapat


seorang pemuda duduk sendirian memandangi kerumunan mahasiswa baru di
jalanan kampus Universitas Indonesia. Matanya berlinang tak kuasa menahan
haru setelah ia dapat masuk dan melanjutkan ke pendidikan jenjang Perguruan
Tinggi, apalagi lembaga itu berstatus negeri. Ya… Paijo adalah nama seorang
pemuda tadi

Berangkat dari keluarga petani di daerah Solo Paijo menjadi seorang


mahasiswa baru di Fakultas Ilmu Budaya khususnya di jurusan Sejarah pada
tahun 1964. Satu jam ia duduk menikmati suasan haru yang kini tengah
dirasakannya sekarang, lalu datang serang pemuda lagi berpakaian kemeja hitam
dengan pita warna merah terikat di lengan sebelah kananya dan berteriak “ayo
lekas masuk dek, Ospek akan segera dimulai” ujar pemuda itu. Tanpa berfikir
panjang Paijo langsung mengikuti perintah dari pemuda berkemeja hitam tadi.

Inilah hari pertama Paijo merasakan bangku kuliah. Lebih dari 8 jam Paijo
mengikuti retetan susunan acara Ospek di Universitasnya. Bunyi jargon-jargon
yang diteriakkan mahasiswa baru yang di komando oleh pemuda-pemuda yang
senior di tempat itu menandai berakhirnya acara ospek hari pertama. Paijo pun
lekas keluar dari peruh pekuknya gedung yang dipenuhi mahasiswa baru
seangkatannya, dan lekas menuju ke kosnya.

Sore hari, saat gelapnya malam mulai menyapa dengan suara lantunan
Adzan Magrib yang berkumandang. Paijo pun lekas berangkat ke mushola yang
berada di dekat kosnya. Dengan bacaan Assalamualaikum Wr. Wb. Berakhir juga
ibadah sholat Magrib sore itu. Setelah keluar dari Mushola kecil itu tak disengaja
Paijo bertemu lagi dengan pemuda yang berkemeja hitam dan meneriakinya tadi
pagi di kampus, lalu disapanya pemuda itu “haloo kak”, pemuda itu pun merespon
sapaan dari Paijo. Kemudian mereka saling berkenalan satu sama lain sambil
mengobrol tentang kuliah mereka di tengah-tengah berjalan kaki menuju ke kos.
Itulah awal perkenalan Bejo dengan Jono kakak tingkatnya.

Pertemuan Paijo dengan Jono tak berhenti cukup disitu, karena kebetulan
juga mereka berada di satu jurusan. mereka sering sharing ngobrol, ngopi dan
berdiskusi masalah kuliah, sampai akhirnya Paijo dikenalkan juga dengan saudara
kembar Jono yang bernama Sono. Berawal dari mengenal Sono Paijo lebih sering
di ajak ngobrol dan berdiskusi dengan isu-isu politik yang tengah melanda
negerinya, tapi Paijo tidak terlalu menggubris dan hanya diam ketika berdiskusi
politik dengan Sono.

Sering sharing ilmu dengan kakak tingkatnya Paijo pun menjadi


mahasiswa yang aktif di kelasnya waktu semester 1. Dari hal itu paijo mulai m
enarik perhatian beberapa aktivis dan mahasiswa lainnya. Kepandaian dan
keaktifan Paijo dalam akademik akhirnya mempertemukannya dengan Sri yang
saat itu berstatus mahasiswa baru juga pada waktu sore itu.

“Mas Paijo” suara Sri lemah lembut,

“Iya, kamu siapa??” Tanya paijo.

“Saya Sri mas, mau menanyakan tugas mata kuliah pengantar ilmu sejarah,”
sambil menyodorkan kertas berisi pertanyaan yang ia catat di kelas tadi.

Paijo menjelaskan sedikit pengetahuannya tentang tugas yang diberikan dosennya


tadi pada sri sambil duduk-duduk di bawah pohon-pohon hijau disekitar kampus.
Angin semilir menghembus mengiringi percakapan mereka berdua yang berbicara
tentang akademik, lama-lama bercanda tawa di antara mereka berdua sampai tak
terasa adzan sore itu berkumandang, dan akhirnya Paijo lekas meninggalkan Sri.

“Sri, sudah dulu ya” ujar paijo sambil berdiri,

“iya mas Paijo, terimakasih ya sudah membantu menjelaskan” kata Sri sambil
tersenyum dan berjabat tangan dengan Paijo,
Sejak hari itu Paijo dan Sri sering berkumpul untuk berbicara masalah akademik.
Tak lupa Paijo mengenalkan pada kakak tingkatnya yaitu Jono dan Sono. Di suatu
hari setelah akhir jam perkuliahan,

“Sri” panggil Paijo,

“oh iya mas Paijo” jawab Sri,

“Nanti habis Isyak bisa bertemu, nanti saya jemput ke kosmu” kata Paijo sambil
tersenyum,

“iya mas, nanti saya bisa” jawab Sri sambil mengangguk kepala.

Tepat setelah adzan isyak Paijo menjemput Sri di kosnya dan berjalan kaki
menuju ke warung kopi, disana sudah ditunggu 2 orang pemuda. Ajakan Paijo
itulah yang memperkenalkan Sri dengan 2 kakak tingkatnya Jon dan Sono.
Mereka berbincang-bincang banyak mengenai kuliah malam itu.

Tak dirasa perkuliahan Paijo dan Sri sudah berjalan satu semester lamanya,
waktu menempuh ujian akhir semester terdapat Open Recruitmen oleh BEM FIB
waktu itu. Paijo awalnya tidak tertarik dengan Oprec itu.tapi setelah di jelaskan
panjang lebar mengenai BEM FIB itu bukan membahas politik oleh Jono, Paijo
pun mulai sedikit tertarik dan keeseokan harinya setelah kelas berakhir.

“Sri bisa berhenti sebentar” sambil mengejar Sri yang berjalan menuju ke
perpustakaan,

“oh iya mas Paijo, ada apa ya??” jawab Sri sambil memandang ke arah Paijo,

“apa kamu tertarik mengikuti Oprec BEM FIB ini??” pertanyaan Paijo,

“Sebenarnya Sri mau ikut mas, dan nanti setelah dari perpustakaan mau
mengambil formulir pendaftarannya” jawab Sri sambil tersenyum,

“nanti sekalian mengambil bareng saya ya” kata Paijo,

“oke mas Paijo, tapi sebentar ya mau mengembalikan buku ini dulu” Sri sambil
melanjutkan berjalan.
Setelah beberapa menit Paijo dan Sri mengambil, lalu mengisi formulir dan
sekaligus mengikuti tes Oprec BEM FIB tadi. Dua hari pengumuman pun sudah
diserukan oleh kawan-kawan BEM FIB, dan hasilnya Sri dan Paijo diterima
sebagai anggota dari BEM.

Liburan telah selesai Paijo dan Sri mulai masuk ke semester 2 di


perkuliahan. Dan dilanjutkan dengan kegiatan mereka di BEM FIB yang saat itu
juga ada Jono dan Sono yang sudah mereka kenal di awal. Kegiatan pertama dari
BEM FIB yaitu Makrab yang dihadiri oleh seluruh anggotanya termasuk juga Paij
dan Sri yang turut antusias dalam kegiatan itu. Kegiatan tersebut dilaksanakan
menginap di kampus sambil supaya lebih saling mengenal antara anggota yang
satu sama yang lain. Berawal dari kegiatan itu Paijo dan Sri semakin menjadi
lebih dekat dari biasanya dan pada saat yang sama juga Paijo mulai menyukai Sri.

“Sri, tunggu sebentar” Paijo sambil berjalan menuju Sri,

“iya mas Paijo, ada perlu apa ya” Sri sambil menengok ke arah Paijo,

“saya mau ngomong sesuatu ini, mari duduk-duduk disini sebentar” kata Paijo
sambil gugup,

Sri pun mengiyakan ajakan Paijo untuk duduk dan bercakap-cakap sejenak
di malam itu, dan si Paijo pun mengajak bercanda sejenak lalu kemudian
disangkut pautkan pada apa yang ia rasakan saat itu, lalu akhirnya Paijo
mengungkapkan prasaanya pada Sri, dan Sri pun menerima Paijo dengan prasaan
suka juga.

Kegiatan demi kegiatan telah mereka lalui bersama di BEM FIB sambil
menyanding status berpacaran yang tidak diketahui banyak orang-orang
disekitarnya. Semakin hari semakin militan untuk beroganisasi terlihat dari ide-ide
yang cemerlang yang di tuangkan Paijo dalam forum-forum diskusi baik yang ada
di dalam BEM FIB maupun yang ada diluar BEM. Suatu ketika Paijo ngopi
seperti biasanya dengan Jono dan Sono. Sono pun mengajak Paijo untuk
mengikuti satu organisasi lagi.
“Jo, ini ada organisasi lagi jo, yang mungkin bisa buat tempat kamu belajar lebih
banyak, dan sekaligus turun ke masyarakat Jo, tidak cuman melulu di kampus”
infrmasi dari Sono dengan tegas,

“organisasi apalagi itu mas Son” Tanya Paijo,

“ini Jo organisasi CGMI” jawab Sono,

“Lantas seperti apa sih kegiatan organisasi itu apakah sama dengan BEM FIB??”
Tanya Paijo lagi,

“serupa tapi tak sama Jo, ini ormas dari Partai Politik Jo, jadi kegiatannya tidak
hanya di dalam kampus seperti BEM FIB. Dan di dalam organnisasi itu juga kamu
bakalan lebih banyak menjumpai orang-orang yang sekiranya bisa kamu peras
ilmunya, karena disitu juga banyak orang-rang militant seperti kamu Jo, gimana
tertarik mau ikut gak?? Besoklah saya ajak bertemu dengan orang-orang yang ada
di CGMI kalau mau Jo” ujar Sono menegaskan

Karena rasa ingin tau Paijo yang besar akan organisasi itu pun Paijo tidak
menolak ajakan Sono. Setelah bertemu mahasiswa-mahasiwa hebat yang
sepemikiran dengan Paijo, paij pun merasa nyaman bersama orang-orang baru
tersebut untuk tempat sharing-sharing ilmu. Tak lepas juga ingin menjadi bagian
anggota dalam organisasi tersebut. Dalam satu minggu perkenalan dengan CGMI
Paijo pun menjadi anggota resmi dari CGMI itu sendiri.

Dikemudian hari Paijo memberi tau Sri tentang organisasi yang baru
diikutinya yaitu CGMI. Awalnya Sri tidak begitu tertarik dengan itu namun
karena Paijo seakan-akan menjajikan Sri pun menjadi tertarik untuk lebih
mengenal organisasi yang ditawarkan Paijo.

Sri dan Paijo pun sering berkumpul dengan orang-orang CGMI tak lupa
juga dengan Jono dan Sono yang sudah lebih dulu ikut didalamnya. Dan akibat
terlalu seringnya mereka bertemu dan berkumpul dengan sedikit demi sedikit
diberi bumbu doktrin tentang ideology yang dianut oleh CGMI Sri pun mulai ikut
terbawa sepemikiran dan ingin ikut juga untuk menjadi anggota CGMI.
Di semester 2 Paijo dan Sri sangat sibuk sekali dengan organisasi yang
mereka ikuti baik itu BEM FIB maupun CGMI. Hubungan percintaan Sri dan
Paijo pun semakin menjadikan mereka berdua militant dan semakin antusias
dalam setiap kegiatan dalam organisasi hingga tak terasa mereka telah memasuki
semester ke 3 dalam kuliahnya, di tahun 1965. Mereka pun sangat aktif di
organisasi CGMI sampai ikut aksi.nya ke masyarakat kecil, petani dll.

Namun sayangnya keaktifan mereka berdua tidak berguna apa-apa ketika


meletusnya tragedi 30 September 1965, yang menuduh partai Induk dari CGMI
sebagai pelakunya. Di pertengahan semester 3 setelah meletusnya tragedy itu,
mereka mulai jarang aktif lagi baik itu di kampus maupun di Organisasi, karena
keadaan genting yang mengancam nyawa mereka. Paijo, Jono, dan Sono terlebih
dahulu tertangkap karena dituduh sebagai pelaku yang ikut dalam peristiwa itu,
dan mereka tidak terlebih dulu diberi kesempatan berbicara bahwa sebenarnya
mereka tidak tau apa-apa mengenai peristiwa 30 September, namun tanpa banyak
kata mereka dijebloskan ke dalam penjara.

Sri tidak sampai tertangkap karena ia langsung dilarikan orang tuanya ke


rumah Soudaranya yang ada di Sumatra, dan berawal dari tragedy itu, Paijo tak
lagi mendengar kabar tentang Sri, begitupun juga Sri yang tidak tau apakah Paijo
masih hidup atau sudah mati dieksekusi dipenjara. Sri pun hanya bisa menunggu
kabar tapi sampai akhir hayatnya tidak satupun kabar didengarnya, dan Sri
meninggal karena sakit-sakit di Sumatra.

*THE END*
Tank you very much.

Anda mungkin juga menyukai