Anda di halaman 1dari 24

Entah Bekas Celana Dalam Siapa

Candra Dalila

lekas saja pikiranku ingin menulis kau dan juga kedua biji matamu
yang manja itu. tapi di mimik terakhirku,
aku mulai ragu dari raga
yang berpura-pura perih ini.

selepas magrib tadi


tidak kulihat lihai bibirmu
memperagakan metode-metode kerinduan
seperti yang sering kita lakukan
pada hari-hari sebelumnya
di waktu-waktu sempit.

sudah barang tentu


besok adalah hari kemarin
dari lusa.
Puisi Buat Neng Mitra
Candra Dalila

Di pantai Dulupi
Kau seperti sedang mendulang rindu
Pada senja yang sepertiga memudar

Ada yang tak biasa dari basabasi kita


Di malam yang sungsang ini
Kau perlahan menghilang-lenyapkan sisa-sisa masalalu
Yang masih tertinggal di dalam tubuhku
Kemudian kau melarungkan sepiku yang tertanam mati
Di uluhati

Diam-diam kau menyuling air di mataku


Dan membiarkannya hanyut, menyatu dengan buih
Buah dari tamparan ombak menderu

Aku tidak ingin kau lena memikirkan


Perahu-perahu karam dan karang yang curam
oleh puisi-puisiku yang memisau

Di pantai Dulupi
Kau tidak harus tegak berdiri
Membayangkan wajahku menghapus jingga
di langit sore itu

Gorontalo, 17 November 2018


Molahu'o
Candra Dalila

kamu selalu datang dan pergi di waktu yang tidak tepat, jam dua belas malam waktu indonesia
berduka.
mengapa kau pergi dan tak bisa kembali?

ada yang ganjil dan mengganjal dipikiranku tentang rinduku padamu ditanggal yang janggal itu.
pikirku perempuan yang lahir di bulan april adalah istri yang diberikan tuhan kepadaku. ternyata
aku salah membaca pikiran tuhan.

aku kini seperti sebuah buku yang terbuka dengan kisah-kisah yang tak begitu menarik yang
hanya satu halaman saja. saat kaMu menagih hutang-hutangku, aku tak dapat membayarnya!

apakah dengan melupakanmu adalah cara terbaikku untuk mendandani rindu?

Gorontalo, 09-11-2018

Catatan: Molahu'o adalah ritual pelepasan dihari ketujuh orang yang telah tiada atau
meninggal.
Surat Buat Najli
Candra Dalila

di kamis pahing ini, biarkan sejenak aku mampir berdenyut di jantungmu. karena aku akan terus
menulis puisi tentangmu selama kau ijinkan aku hidup di jantungmu.

maka kutitipkan surat ini kepada zibril sang penerima wahyu. agar nanti tertulis di lauhul
mahfudz. biar diakhir penebusan nanti, akan ada seseorang yang kan membacanya bahwa akulah
yang memberi rusuk kepadamu.

dimatamu aku melihat samar bayang wajahku yang bertepatan dengan jadwal hari pernikahan
kita. aku melihat hidungmu berjodoh dengan hidungku. tapi sayang, aku tak menyangka bahwa
pertemuan itu hanya sebatas pandang.

Najli, temani aku mencari alamat tuhan.

Gorontalo, 08-11-2018
Puisi Terakhir Buat Nona
Candra Dalila

aku tidak akan melawan takdir yang tuhan berikan kepadaku lewat doa-doa yang terus kau
panjatkan ketika kau kusakiti dulu. Kau membacakan surat-surat tuhan dengan membisikkannya
ke telinga zibril dalam duduk di tahiyat akhirmu. katamu sebagai penangkal untuk mengusir roh-
roh yang lama tinggal di dalam jiwaku karena terlalu berdosa pada serpihan-serpihan ufuk.

aku ingin menjadi hujan yang jatuh didekatmu sebanyak detak jantungku yang tak ingin segera
berhenti. kemudian diturunkan hujan-hujan yang selalu datang tidak pada waktunya. sebab kau
meyakini bahwa hujan adalah airmata tuhan yang mudah tumpah ketika dia sedang patah hati.

di puisi-puisi yang pernah kutulis, kamu adalah kata-kata yang kubaitkan dan hendak kujadikan
sebagai kumpulan-kumpulan kesedihan.

tiba-tiba kau mengajakku ke surga, tapi aku belum cukup dewasa.

Gorontalo, 6-11-2018
Malam Terakhir
Candra Dalila

kau perlu menyulam malam


pada hangat waktu di sepertiganya
jika kau tahu, nyanyian pembukaan itu
diraut kabut cerabut
sambil menyambut kerat tanya
kekuasaan khalifah di serambi madinah

tak perlu kau sulam malam


bila kau ragu
mengucap asma harapan
seperti manis tanya dalam seribu cahaya
pada bait lampu kilau berminyak

jangan lagi kau sulam malam


karena jarum denting waktu
meneguk secangkir kemenangan
pada larik malam fitrah
saat kau gemakan panjang doa
kemahabesarnya

Gorontalo, 2017
Nur 2
Candra Dalila

di gunung dan hutan


kematian berpura-pura menjadi kawan
di sungai dan rawa, si tuan pencabut nyawa
sedang asyik-asyiknya
mencabut bulu di ketiak dan kakinya

di jalanan itu
aku sedang terburu-buru mengejar angin
keringatku merangkak
napasku baru saja belajar tiarap
adakah hal lain
yang lebih curam
dari rasa sakit hatiku?

aku terlalu sering mencintai patah hati


dan tak mampu membunuhmu
yang lama hidup di jantungku

Jumat, 11-2-18
Seratus Delapan Puluh Senti Di Atas Permukaan Rindu
Candra Dalila

bukan aku yang menulis namamu pada seribu butir pasir di pantai itu
hanya saja, tanganku terlalu jujur untuk mengatakan bahwa aku benar-benar masih
mengharapkan
kisah kasihmu

setelah kau putuskan, aku terpaksa minum kopi lagi.


takarannya tidak sama seperti yang sering kau hidangkan padaku saat kita berdua, dulu.

"dua sendok rasa sakit dan api cemburu secukupnya


serta air mata yang berhasil kudidihkan dari panasnya bara patah hati!"

Aku sampai lupa


di akhir teguk yang kunikmati
ada pahit yang terkhianati

Gorontalo, 10-27-2018
Kunci G
Candra Dalila

aku ingin rebah

pada kisaran warna yang bukan pelangi

menatap tajam setiap aliran nadi

dan menghanyutkan irama tiga per empat

pada ketukan jantung

tabuh, tabuhlah selalu

pada pertemuan pertama

sambil menggesek helai helai

di bawah pusarmu

kau beri aku petikan mayor

sambil mendendangkan bahasa bahasa tuhan

memainkan not not harapan

dengan melantunkan

syair-syair organ tubuh

Gorontalo, 14-10-2017
Ritual Persahabatan
Candra Dalila

Dulu
Segala jenis persahabatan itu
Ada di ujung paku,
Palu, dan juga
Salawaku.

Dan biasanya
Sering dipatahkan
Oleh halahadi; bergerigi tapi munafik.

Di tiang raja di setiap panggung-panggung,


Kau mempersembahkan
Bait-bait puisi pada
Jamuan makan; sesisir pisang
Yang ditemani gurihnya kacang singaro.

Kau pun lupa,


Bahwa di tungku-tungku yang dibakar oleh
Api-api neraka
; para wanita
Sibuk memamerkan celana dalamnya
Hanya untuk secangkir kopi.

Kau tahu bukan,


Sebentar lagi adzan magrib.

Sabtu, 21-3-2018
Hiperbola
Candra Dalila

Kau ibarat ajal yang selalu merengek


Minta dikebumikan
Padahal kau juga tahu
Kematian adalah cita-cita
Yang dituliskan dalam catatan tuhan
Sedang malaikat-malaikat
Senang menuliskan cita-citanya sendiri

Aku bersyukur kepada tuhan-tuhan


Yang sedang ulang tahun
Karena di minggu yang pagi
Kalender-kalender berwarna merah
Tiba-tiba rebah, bersandar pada tanggal yang janggal

Dan di bulan yang basah ini


Aku mengirimkan puisi-puisi
Yang kutulis di bulan puasa
Tentang bait-bait yang di baiat
Tentang syair berisi syiar-syiar
Yang kusyariatkan dalam shalawat
lewat doa-doa para da'i

Kau tak perlu mengemis


minta sakit hati padaku!
Malaikatku
(Teruntuk Rahma)
Candra Dalila

Aku sedang sakit


Malam ini
Ibu
Terlalu banyak
kenangan yang menggenang
Yang menumpuk di kepala

Aku masih belum dewasa


Menidurkan mimpi-mimpi
Seperti dulu
Yang sering kau ninabobokan padaku
Dengan langgem-langgem
kesederhanaanmu

Tiba-tiba saja
Aku jadi rindu
Ingin membesuk mimpimu

Dan aku masih membayang


Di atas dipan itu
Kau masih terjaga
Dan tak habis-habisnya
menyusui penyesalan-penyesalanmu
Kepada Perempuan Yang Kucintai Secara Diam-Diam
Candra Dalila

Di hadapan masalalu
Aku ingin sekali
Melukis kenangan di keningmu
Biarkan rindu ini akan selalu meronda
Di tiap-tiap redup derap detak
Jantungmu

Tuhan menciptakan rindu


Agar kau dan aku
Tidak terjebak macet
Seperti masalalu-masalalu
Yang terus memberi kabar
Bahwa penyesalan
Pasti selalu datang terlambat
Aku masih belajar mengeja
Dan tertatih mengucap namamu
Adikku
Candra Dalila

Masih kuingat di tahun dua ribu tiga belas silam


Ketika tanganmu kau kotori dengan nasi dan telur dadar
Dan merias mulutku dengan suapanmu
Anak-anak tangga, papan pengumuman, pot-pot bunga
Adalah saksi
Bahwa kau adalah adikku yang tercinta

Kini tanganmu t'lah kau kotori dengan tato-tato kesucian


Yang bahannya kau ambil dari surga

Adikku
Aku rindu tanganmu itu
Semoga akan selalu mengarahkanmu
Untuk tengadah ke hadiratNya

Minggu, 01-04-2018
Aku Lupa Ini Jam Berapa
Candra Dalila

dunia ini penuh dengan butir-butir persoalan


ada yang essay dan ada juga yang pilihan ganda
kita tinggal menentukan
persoalan mana yang akan kita pakai

kurang lebih tujuh pekan yang lalu


kita pernah telanjang
tak saling kenal
tapi saling rindu
aku rindu kamu
tapi kamu tidak
;itu kajian filologi

ada beberapa huruf konsonan


dan juga sebagian huruf vokal
yang selalu kupakai
untuk menentukan kalimat efektif
tapi aku tak pernah mengerti
mana teori semantik
dan mana teori sintaksis

kamu pernah bertanya


apakah mie sedap itu memiliki aroma
seperti kartu hasil studi?
ataukah hanya sebagai transkrip nilai yang ketika itu
belum pernah diperbaiki?
pak Ipin pernah tahu
dengan hal-hal seperti itu
apakah kau masih ingat
tentang janji kita atau janji-janji yang sempat
aku ucapkan padamu?
bahwa kau akan menungguku
entah di pu'ade
atau di neraka kelak?

aku lupa ini jam berapa

Gorontalo, 07-03-2018
Di Senyummu Ada Rinduku
Candra Dalila

"kukira hatimu tertinggal di rumahku.


nyatanya tidak!" kataku di hari itu.

aku tak ingin lepas


dari cengkeraman kedua bibirmu
yang basah dan juga pasrah

aku hanya mendengarkan musik musik tuhan


lewat syair-syair aruwah
yang hanya memainkan irama syahdu
dengan nada-nada melow
yang terus dilantunkan bapakmu

ibumu adalah maharku


dan adik-kakakmu adalah
bagian dari ritual mongakaji
yang kujadikan dasar
untuk tetap merayumu

mungkin kau tak selalu tahu


di senyummu ada rinduku

Gorontalo, 26-02-2018
Nur
Candra Dalila

aku takkan pernah berhenti menatapmu


saat aku tahu, kau adalah muara
di tubuh jembatan HM. Soeharto.
dan aku bisu, ketika tumit kupalingkan sepi
saat meraut alun alun kota Tilamuta.

kau adalah rindu


pada seperempat senyum Bajo'e
saat imam kampung Mohungo merdu
mendendangkan alunan mayor
syair-syair aruwah

ketika tanganmu ikhlas menyentuh


lekuk lutut di waktu rukuk
kau adalah napas di lorong surga

di antara bayang senja Pulo Cinta


dan senyummu, kupikir
Itu adalah racikan
paling berbahaya yang membuat aku
tersujud untuk memilikimu

Gorontalo, 2017
Sungai Bone
Candra Dalila

dari ujung hutan Sinandaha


air Bone laju mengalir
disihir mungil Tumuluduo jauh hingga ke hilir
tak tanggung-tanggung menghanyutkan pu'o
sebagai kabar bahwa bencana sudah tak sabar

saat singgah ke tepi muara Tulabolo


air Bone disambut ceria ibu-ibu tukang karlota
yang mencuci dan berak ditepinya
juga para penambang emas yang sibuk mengangkat tromol
berjalan tak tertib di atas jembatan Tulabolo
melaju pacu tak pernah mengeluh
karena mereka tahu
Momalia sudah menunggu

diam-diam air Bone menyimpul buih


mengikat mati bangkai tak berdosa
meliuk-liuk di dalam pusaran patri
ketika bendungan Alale lena menampar
tepat di wajah usang jembatan Molintogupo

air Bone terjatuh, terkapar malu


di hadapan Bulo-bulondu
air Bone tak mengapa
dan juga tak butuh apa

di gelagat babat warnamu


tentu kau tahu
antara Botupingge dan Kabila
telah lama kau ceraikan

kau tak perlu takut


sebab pasti kau kan tahu
Talumolo sudah menanti
menafkahimu dengan sampah
dan menjadikan kau masuk berita

Gorontalo, 2017
Gorontalo
Candra Dalila

aku akan mengajarimu


tentang resep masakan kuno
warisan abadi nenek moyangku
yang tak bisa kau mamah
dan tak dapat kau teguk

terlebih dahulu kau masukkan


air danau Limboto
campur bersama seperangkat Otanaha
Otahiya dan Ulupahu
serta parutan Tidi lo Oayabu
tunggu beberapa menit
sambil merapal
mantera mopotilandahu

tambahkan perasan danau Perintis


bersama makam Nani Wartabone
aduk dengan kepalan tangan
Pogambango
taburkan seikat terumbu pantai Olele

Jika kau resah


Hidangkan semewah mungkin
Bersama segarnya
Senyum Mbui Bungale

Gorontalo, 2017
Nia
Candra Dalila

jauh-jauh dari Suwawa


aku hanya ingin ke Marisa
membasuh wudhu dengan tetes
Pantai Pohon Cinta

kau tak harus khusyuk begitu


cukup pandang mata burung Maleo
merdu adzan di kabah Pohuwato
takkan kau lewati
walau hanya sekali

jangan sekali-kali kau injakkan kaki


di batas suci pulau Bitila
jika tak ingin kau sujud
di tahiyad akhir pantai Libuo
sebab di gerbang desa Banuroja
imam-imam sudah menanti
di mimbar pura, gereja
dan juga masjidnya

aku tak ingin lena pada gurihnya


sayur Bunga Pepaya
karena embung Ilohelumo
menyimpan senyum Maria Alqibtiyyah
di balik kerudung anjungan
kota Marisa

Gorontalo, 2017
Matahari Terbit
Candra Dalila

dia masih mematung


dan payung di genggamannya seperti
tak ikhlas menyantuni kesedihannya
setengah senyumnya hilang
di embus angin
setengahnya lagi tertinggal dalam
bayangannya

dia lahir di antara


keresahan rumput-rumput
yang sepi disapa dan pasi disapu sepoi
menghantarkan noda-noda pada dedak langit
yang dikepang oleh kepungan keping-keping kenangan

dia tidak sendiri


lelaki itu mencoba merangkul duka
dan sedikit mengeja kesedihannya
lewat bait-bait puisinya yang lama ia kepal
di saku celananya

Gorontalo, 20-11-2017
Malam Pertama
Candra Dalila

ketika ketam, ketimun dan ketambak menjadi sajian di malam keramat


ti Nou sadar, tombak adalah kuntum yang tamak
menerkam montok lubang harapan

dia komat-kamit merapalkan mantra pemikat


lalu menaburkan sedikit pewangi syahdu
agar kuntum tidak layu

tembak
terkam
lalu tikam
kiamat

Gorontalo, 23-09-2018

Anda mungkin juga menyukai