Anda di halaman 1dari 24

Penyair Anwar Aku mengaji, anwar anwar hidup dari pasar terbuka dalam tubuh Orang tanah yang

mengutip senja, anwar, anwar Seperti kura, membuat cerita dari tiang-tiang pasir Seperti telur, kalau langit adalah sebongkah batu Aku tak pernah berjanji denganmu, untuk berkunjung Di sebuah kota yang tak mengenal tubuhmu Tersandar di sebuah tikungan, satu kilometer lebih cepat Aku tak pernah berencana denganmu, anwar, anwar Tapi kita di sini juga, sebuah foto menguning dalam dompet Suara serdadu, bunyi ember, sisa-sisa rambut di kasur Ucapanku telah jadi batu juga, anwar, anwar Ada suara ibu Seperti jalinan suara pada setiap benda Anwar membuat kota asyik sendiri Menyimpan diri dalam setiap kata Jadi penyair di luar sana, anwar, anwar Aku berlalu dari cerita Seperti gumpalan tanah dalam mulutmu 1983

Dada Sehari. Waktu sama sekali tak ada. Dada. Bumi terbaring dalam tangan yang tidur. Ingin jadi manusia terbakar dalam mimpi sendiri. Sehari. Semua terbaring dalam waktu tak ada. Membaca, Dada. Membaca kenapa harus membaca, bagaimana harus dibaca. Orang-orang terbaring dalam tubuhnya sendiri, orang-orang terbaring dalam pikirannya sendiri. Mengaji, Dada. Mengaji. Keinginan jadi manusia menulis dan membaca di tangan sendiri. Sehari. Waktu tidak menanam apa-apa, Dada. Hanya hidup, hanya hidup membawa dirinya sendiri; seperti anak-anak membaca, seperti anak-anak bertanya. Menulis, Dada. Menulis kenapa harus menulis, bagaimana harus ditulis. Orang-orang menjauh dari setiap yang bergerak, Dada; seperti menakuti setiap yang dibaca dan ditulisnya sendiri. Membaca jadi mengapa membaca, menulis jadi mengapa menulis. Sehari. Aku bermimpi jadi manusia, Dada. Sehari. Dada. Sehari.

(1983)

Hutan Bambu aku mati mengulang-ulang dunia mengulang-ulang bunga layu mengulang-ulang bunga tumbuh menatap segala yang bergerak tak boleh hidup lebih satu hari. duania mengulangku lagi tak habis mengulang kemiskinan yang berputar kemiskinan yang berlari. aku bermimpi aku jadi manusia. dan aku mati dan aku lahir. dunia mengulangku matahari yang tak boleh habis. aku ulang lingkaran yang berlari lingkaran yang mengejar menyembah orang-orang dalam satu tauhid, aku telah mati. tanah yang mengulangku angin yang mengulangku. rumput yang ditanam hanyalah tanaman yang tak berbuat. berdiam dalam seribu tindakan aku berdiri hanyalah ulangan-mu aku berdiri hanyalah ulangan-mu

1983

Orang Pendaki Pejalan langit memanggili diri dari setiap puncak bagi kota celaka yang tuntun langkahku aku tanam ajalku dalam setiap gelindingan batu tarian tanah ini, kekasihku tarian luka setiap pendaki dalam jalan gunung Sambil membenci dunia: hayo mendaki! mendaki! menanam langit dalam kakiku memuja kebesaran manusia dalam lolongan sunyi Membakar langit bagi segala yang kudaki tak ada. Puncak tertawan dari segala hari.

1983

Jam Malam Malamku hera hera jam yang mencari waktu yang mencari hidup perempuan-perempuan telanjang diam saja tak menyapaku menjilati mesin kota Dan langit di mana jalan tak pernah habis orang hanya duduk-duduk saja menunggu kabar manusia Malamku hera hera. jam yang tak bergerak orang hanya duduk-duduk saja di hadapan waktu membangun hidup membangun hidup Semua jalan jadi salah bagi dadaku. Jam malam hera hera. jam yang tak bergerak lenganku jauh tak berjalan-jalan.

1983

Rumpun Lembu Orang budak hidup dalam palu-palu berkeliling menempa kerja dalam gerak mati aku mati tak punya malam bintang tak berlangit Orang budak: kejalangan kerja dalam tubuhku lelaki yang disimpan dalam keras palu-palu mati raga berkeliling rangka sia-sia memalu tanah yang tak beri rumah menggodami langit yang tak beri sorga Aku jadi batu mati dalam rumahmu! Orang-orang yang budak hidup hilang dalam suara-suara kota-kota menyimpan langitku menyimpan langitku tubuh yang menetes dalam palu-palu mati aku mati dalam hidupmu: aku mati dalam hidupmu. Palu berkeliling-keliling dalam dagingku

1983

Arsitektur Hotel Hotel sepi. Hotel mati. Seekor burung dari kamar ke kamar, menyileti cermin. Dan batu-batu membuat bangku, dan batu-batu membuat pintu, dan batu-batu membuat tamu. Dada. Telur-telur mengisi hotel. Beri aku orang. Hotel mengubah orang-orang datang jadi orang-orang pergi, menyetir mobil, menyetel radio sendiri, memanggil burung-burung terbang, menghias sunyi di setiap telur. Maka, Dada, kupu-kupu bersarang jadi pohon mati, burung-burung terbang jadi bukit mati. Ia bangun manusia pecah. Ini jam hotel. Dada. Waktu sedang membuat sarang, membuat telur. Setelah semua janji dianggap tidak suci, angin itu jadi hotel, semangka itu jadi hotel, sapi itu jadi hotel. Maka jendela-jendela hotel, Dada, menunggu semua yang pergi, menunggu semua yang lari, menunggu semua yang tak setuju. Biarkan tamu-tamu datang. Dada. Memecahkan telur dari kamar ke kamar. Memecahkan telur dari kamar ke kamar.

1984

Taman Tahun Satu dua orang datang satu dua orang pergi Pohon tumbuh sendiri, sapi berjalan sendiri Kemarin aku berjanji menjengukmu Nonton bersama Satu dua orang datang satu dua orang pergi Tak ada halaman lain pada tubuhmu. Waktu telah jadi bentangan kain Potongan-potongan baju, ke Selatan ke Utara Jam 10 malam, toko-toko telah tutup Satu dua orang datang satu dua orang pergi Siapa yang mau menunggu di sini Orang-orang berlalu Halaman rumah belum disapu Semua orang datang semua orang pergi Besok aku berjanji menjengukmu Tanpa dirimu lagi Di situ

1983

Ekstase Waktu Dunia membuka dunia menutup tak jadi manusia aku kejar ujung jalan menyebelah maut ke mana aku kejar dunia sendiri tanpa manusia Berlari seperti perahu tak berlaut terlepas dari jarak Beri aku orang! Aku mau bangun di atas kemahklukan ini matahari membuka matahari menutup tak jadi manusia berdiri di kesunyian tubuh aku kejar ke mana aku kejar Sampai mabuk ketinggian mahkluk direguk habis tenggorok Jiwa membuka seperti api menghabiskan nyala 1983

Jalan-jalan Berteriak Jam dada! Jalan-jalan berteriak: dada leher putaran ke waktu dada: nol-nol membangunkan beribu dunia. Leher berputar melilit tangan-kaki-kepala ke jam dadadada mengukur semua. mengucur segala. di jalan-jalan raya kehidupan. dada hidup dalam seribu matahri membangun manusia pecah di dada. Jam waktu dada-dada. tak habis dalam jalan-jalan berteriak menyeru hidup: dada, dada Aku hidup tak habis seribu dunia. 1983

Abad Yang Berlari palu. waktu tak mau berhenti, palu. waktu tak mau berhenti. seribu jam menunjuk waktu yang bedaberbeda. semua berjalan sendiri-sendiri, palu. orang-orang nonton televisi, palu. nonton kematian yang dibuka di jalan-jalan, telah bernyanyi bangku-bangku sekolah, telah bernyanyi di pasar-pasar, anak-anak kematian yang mau merubah sorga. manusia sunyi yang disimpan waktu. palu. peta lari berlarian dari kota datang dari kota pergi, mengejar waktu, palu, dari tanah kerja dari laut kerja dari mesin kerja. kematian yang bekerja di jalan-jalan, palu. kematian yang bekerja di jalan-jalan. dada yang bekerja di dalam waktu. dunia berlari. dunia berlari seribu manusia dipacu tak habis mengejar.

1984

Tanah Dada (Kepada Penyair Almarhum). Di dunia di dalam dunia, semua terus saja mengalir. walau gunungku habis hanya sia-sia. semua terus saja mengalir. walau pohonku habis hanya sia-sia, semua terus saja mengalir. walau matahariku habis hanya sia-sia. semua terus saja mengalir. Tangan yang telah menjadikan aku dalam kerja. telah menjadi dadamu. aku bangun di atas mimpi ingin jadi manusia. keperihan menanamku tanpa batas. tanah dada tanah penghabisan diri yang hanya menulis saat kebebasan semua. Aku mengorang-orang. menzikir kebesaran manusia dalam dada yang goyang. sehabis jari, tak habis hitungan menjumlahku walau tanganku habis menulismu sia-sia. semua terus saja mengalir. semua terus saja mengalir.

1983

Prosa Hitam Pasar Orang-Orang pada kaca yang pecah dalam wajahku dan sinar tak lagi kukenal. pada sinar yang pecah dalam mataku dan alam tak lagi kukenal. pada alam yang pecah dalam diriku dan sempurnalah butaku. tak melihat atas dunia: daratan impian yang terbentang dalam suara-suara kubur. membilang tanah. membilang sungai. membilang matahari. pada setiap pecahan kaca, diri membelah-belah. aku bermimpi aku jadi manusia bagi setiap sepi yang menanam siksa pemberontakan. bagi setiap yang menyimpan kematian. suara kubur yang bernyanyi kebebasan manusia. aku bermimpi dalam kegairahan maut yang sempurna seorang manusia, menjadi sejumlah barisan panjang yang memakan dirinya sendiri sambil mengukir peta pada pecahan kaca aku nyanyikan suara kubur bagi orang sepi yang disiksa memakan dunia segumpal demi segumpal. manusia yang bergerak dengan dada terbongkar penuh dengan gumpalgumpal tanah berbau amis, bernyanyi bagi setiap penggali kubur yang memuja kebesaran manusia dengan matanya yang pecah bernyanyi. benrnyanyi. burung-burung ajal yang membuat sarang pada jalan-jalan raya kehidupan. nyanyian hidup yang menyiksaku tak habis malam tak habis siang bernyayi ibu yang dari segala ibu yang menyimpan kematian dalam daging-daging sunyiku, anak yang dari segala anak yang menyimpan kematian dalam sunyi urat-urat kelaminku, menjamah keganasan dalam gairah matahari yang membakar tanah jadi alam terbuka dalam tubuhku. mimpi itu telah bangun menjadi menara daging yang terendam dalam rumputrumput yang bangkit memuja manusia. membangun. membangun. dan dengan kapal daging-daging manusia, aku putar bumi ini di tengah-tengah udara yang penuh dengan racun-racun kekuasaan. bernyanyilah orangorang bersama suara-suara kubur yang mencengkeram langit. dan aku cat bumi ini dengan darahku.

aku jadi manusia segalanya menderas ke jalan-jalan mimpiku, senjata-senjata menderu. menyiksa pohon, menyiksa tanah, menyiksa langit. gairah matahari menderu tak habis malam tak habis siang. padaku dalam dada yang terbongkar, menyeru tak habis berjuta dunia. aku hidup. 1982

Lembu yang Berjalan Aku bersalaman. Burung berita telah terbang memeluk sayapnya sendiri. Kota telah pergi jauh sampai ke senja. Aku bersalaman. matahari yang bukan lagi pusat, waktu yang bukan lagi hitungan. Angin telah pergi, tidak lagi ucapkan kotamu, tak lagi ucapkan namamu. Aku bersalaman. Mengecup pesawat TV sendiri... tak ada lagi, berita manusia.

1984

Piramida Syahadat Limabelas maret. ini waktu siapa aku di kuburan. menaiki tangga. menaiki tangga. menaiki tangga. bersembahyang hingga sampai ke lingkaran syahadatmu. orang-orang bersujud di antara kabel-kabel. aku di kuburan. memutar jam seenaknya. tak ingin lagi laut tak ingin lagi matahari. semua dunia ingin bunuh diri. Aku sembahyang sampai ke kantor-kantor. terbangun dari jadwal kerja. menaiki tangga. menaiki tangga. gunung-gunung syahadat tumpah dari ujung-ujung jemariku... Aku di kuburan. mencari selimut untuk matahari. mencari selimut untuk laut. seribu neon membawa kuburan ke arahku. mengalir aku dalam sesak jalan rayamu. memilih manusia di antara lalu -lintas seribu televisi. Aku di kuburan. mengibarkan selimut untuk matahari.

1984

Pengantar Matahari Kau jalan telah habis membawa mobil-mobil ke tauhidku. matahari tak lagi menjemput pohon. laut tak lagi pelihara ikan. semua pantai pergi mencari manusia. aku di sampingmu, terus saja memaki. Mari, dada. Kalau laut telah habis membawa ikan-ikan ke tauhidku. gunung tak lagi menjemput para pendaki. hutan mengusir seluruh pengembara. aku di sampingmu, terus saja saling berbunuh tak mati-mati Bernyanyilah sendiri sajalah, dada. tanah hanya bekerja menunggu kubur semua telah menjadi hewan di tanganku. membangun keperihan. jam di tangan telah habis menghitung matahari.

1983

Channel 00 sebentar. saya sedang bunuh diri. teruslah mengaji dalam televisi berdarah itu, bunga.

1983

Mata Bachri Hari semakin tua bachri. kambing telah mewarnai pakaian kita. mau kau jadikan laut mati berdebur di antara kegigilan rumput-rumput. mabukmu tak juga menyimpan maut jadi tenang dalam sajak. tak bisa bercakap matahari tak bisa bercakap tuhan. bau alkohol telah melukai langit, bachri. sampai ke kubur menulis-nilis manusia. membuka buku sajak yang perih membuka pintu yang perih. segalanya dalam derit tawa, bachri. dunia hanyalah, pengejaran untuk mati di antara rumput yang terus berkibar. Mabukmu membawa penyair kepada keperihan kamuskamus, bachri. kepada siapa mengajari tuhan kepada siapa mengajari bintang-bintang. langit menurunkan mataharimu setangga-tangga. dan tanah terus berkibar menyimpan hidup dalam rahasia-rahasia. Di kubur mabuk, lonceng oleng, kita hanya barisan katakata, bachri. siapkan rumput di padang-padang telanjang. aku pinjamkan sebait tuhan untukmu.

1938

Doa Sapi Betina jiwa mendesir menanami tubuh. ada burung mencari kelepaknya sendiri di antara jendela-jendela losmen. di tanahmu, di mana kakiku. di mana kakiku, di mana kakiku, langit semakin dingin saja. bermimpi seribu anjing mau menjadi tuhan. jarum waktu membongkar dadaku di sini. nama-nama sunyi. dunia tak lagi berlangit. matahari berputar sendiri. mobil berjalan sendiri. telpon berdering sendiri. burung terbang sendiri. pohon mati sendiri sehabis tanah. leher sendiri habis di tanah-tanah terbuka.

1981

Dia Hanya Dada Dia hanya dada yang ingin mengatakan hujan Suatu hari berjalan dengan langit sneja Udara dingin dari batu es, sebuah kenangan muda Dengan pinsil menggambar kekasih Kenapa hatiku penuh mobil, jendela kaca, dan ikan-ikan juga. Televisi jadi kapal-kapal putih di matanya Membawa ibu pergi ke rumah-rumah keramik Senja seperti marmer biru, berjalan ke arah Timur Dia hanya dada yang ingin berlari dalam hujan Belajar memberi parfum pada kenangan di Timur Memanggil kupu-kupu plastik Memanggil bunga plastik - Menyatakan cintanya juga Kenapa Ibu dan ayah mati Seperti berpelukan dengan rumput Dia hanya ingin sekali lagi Membuat pemandangan di matanya, daun-daun seperti logam Dada mau, dada mau Karena dia memang tak pernah ada Di matamu Dia hanya layang-layang Hanya sepeda menyusuri senja Ke sana

1980

Kota Pendaki Di kota kematian aku ciptakan waktu menghembuslah sapi-sapi membawa rumput ke padangpadang jagal. membuka hotel-hotel telanjang. aku karam dalam hutan besi-besi semata : manusia! daerah maut yang dilupa aku tangisi. di kota kematian rumput tak minta lagi padang-padang. sapi membawa sendiri lehernya berkibar pada setiap pendakian. membawa laut-laut membawa gunung-gunung ke tanahtanah perhitungan. O monumen manusia yang goyang. bukan lagi tangis atau tepuk. tapi langit! akar yang mendakinya. laut mengibarkan pantai-pantai bagi setiap penantian, terangkat! membongkar bintang-bintang tempat tangisku terbakar. di kota kematian aku terus bertiup

1981

Layang-layang anakku matanya batu. membawa laut membawa angin, dengan pensil mencoret-coret sungai. anakku matanya batu mencoret-coret maut di tangan. menulisi kebencian di jalan-jalan dia mencari pengubur tuhan menyilet-nyilet kota di kakinya. memasuki daerah hidup. mencoret-coret manusia di kertas layang-layang. anakku memanggil kupu-kupu plastik memanggil tuhan plastik: menyatakan cinta. anakku layang-layang mencari tali temali di langit.

1980

Padang Rumput aku meneduh di pertinggian hening. getar rumput menahan kengerian yang dibuka di padang-padang. lolongan sia-sia dari negeri-negeri jauh yang bersekutu dengan kematian. mengucaplah nama-nama sunyi: siapa yang dekat dengan alis mataku. berpamit dari manusia hanyalah peristiwa ajal yang menyiksa matahari. kalaulah burung pecah ia kembali jadi langit. kalaulah ikan pecah ia kembali jadi laut. kalaulah rumput pecah ia kembali jadi tanah. kalaulah bunga pecah ia kembali jadi angin. gajah itu semkain membengkak di mataku membawa-bawa jarum jam. membawa-bawa padang rumput. dunia tidak di sini! aku meneduh dalam serba kebisuan hanya jarum jam digerak-gerakkan angin. sendiri.

1982

Anda mungkin juga menyukai