Anda di halaman 1dari 3

RESENSI BUKU

Judul : Trilogi Insiden : Saksi Mata, Jazz, Parfum & Insiden, Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara Penulis Penerbit Tahun Terbit Tempat Terbit Tebal Buku Cetakan ke : Seno Gumira Ajidarma : PT Bentang Pustaka : 2006 : Jakarta : 452 halaman : I, April 2006 II, April 2010 Harga : Rp 75.000,Rp 20.000,-

Ada tiga buku Seno Gumira Ajidarma yang menjadi Trilogi Insiden. Yaitu Saksi Mata ( kumpulan cerpen ), Jazz, Parfum & Insiden ( novel ) dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara ( kumpulan esai ) yang terbit semasa Orde Baru. Ketiga buku ini, seperti menjadi dokumen saat fakta yang terjadi ditutupi untuk urusan politik, sastra harus terlibat menyajikan fakta-fakta itu secara implisit. Perjuangan SGA, seorang jurnalis yang memberitakan tentang Insiden Santa Cruz atau Dili di Timor Leste, dalam menghindari berbagai pengawalan pers yang teramat ketat pada masa Orde Baru, agar masyarakat benarbenar mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Bercerita tentang kekejaman tentara disana dan pemerintahan Orde Baru yang teramat tidak manusiawi. SGA menyisipkan fakta-fakta tersebut dalam berbagai cerpennya di Saksi Mata. Diceritakannya secara fiksi, dengan maksud fakta yang tersirat. Begitu juga dalam kumpulan novel Jazz, Parfum & Insiden. Serta esai pembahasannya yang tak jauh dari masalah di Timor Leste pada Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara. Ketiga buku ini lalu

dijadikan satu, dalam Trilogi Insiden dengan maksud agar saling melengkapi dan mengingatkan. Tentang peristiwa asli, yang coba ditutup-tutupi semasa Orde Baru. Menurut saya, buku ini unik, karena menggabungkan 3 genre yang berbeda dalam satu buku, yaitu kumpulan cerpen, novel, dan esai. Buku ini dibagi menjadi 3 bagian, sesuai dengan buku-buku sebelumnya. Pertama saya akan bahas bagian Saksi Mata. Kumpulan cerpen pada bagian ini menceritakan tentang Kekerasan Negara yang ditujukan kepada pemerintahan Orde Baru. Tetapi, dengan keahlian SGA dalam mengolah kata, maksudmaksud asli dari kumpulan cerpen itu benar-benar tersembunyi, tapi dapat dimengerti oleh mereka yang menghayati. Dalam segi cerita, kumpulan cerpen-cerpen pada bagian Saksi Mata sangatlah menarik. Tetapi, banyak terkandung sindiran kasar, cerita yang sadis, tetapi juga diberi sedikit sentuhan humor yang membuat tidak bosan untuk dibaca. Berlanjut ke bagian 2, yaitu Jazz, Parfum & Insiden. Pada bagian ini, SGA menceritakan tentang seorang yang memiliki 2 sisi kehidupan. Yang pertama adalah kehidupannya sebagai seorang penikmat music jazz dan bergaul dengan wanita-wanita yang memiliki berbagai aroma parfum. Yang kedua adalah sisi kehidupan aslinya yang bekerja sebagai wartawan JJ dan menyelidiki Insiden Dili. Diceritakan hal itu sangat menguras pikiran dan tenaganya, sampai ia kecewa saat dipecat karena meloloskan berita tentang Insiden Dili. Itu adalah akibat dari menentang kebijakan Orde Baru dalam menutupi fakta. Surat Berita JJ dibredel karena pelolosan berita tersebut. Penggunaan bahasa dalam bagian ini cukup membosankan bagi pembaca yang tidak terlalu mengerti soal parfum dan jazz, tetapi mungkin sangat menarik bagi mereka yang mengerti. Banyak terkandung istilah-istilah dewasa dalam bagian ini. Tanpa unsur sadis, tetapi tetap mempertahankan berbagai sindiran dengan sentuhan sedikit humor yang menyegarkan. Sekarang bagian 3, yaitu Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara. Di bagian yang berisi kumpulan esai ini, SGA lebih menceritakan tentang kehidupan dia dan teman-temannya selama 2 tahun setelah dipecat dari JJ. Tetapi, justru kerena kejadian itu, dunia pers Indonesia mendapat dukungan dari dunia setelah tahu tindakan penguasa yang sepihak dalam pengontrolan media massa. Juga menceritakan kembali bagaimana ia dengan mudah dapat mengelabuhi para editor dalam meloloskan cerpen-cerpennya dalam Saksi Mata tersebut ke media massa. Dengan maksud yang sama, pemberitaan Insiden Dili atau TimTim, tapi dengan cara yang berbeda, melalui sastra. Secara keseluruhan, novel ini banyak mengandung kata-kata sindiran yang cukup kasar, sadis, dan vulgar. Tetapi, justru hal itu yang membuatnya menarik, apalagi ditambah dengan sentuhan humornya yang khas dan penulisan bahasa yang tidak membosankan.

Didalamnya juga terdapat glosarium untuk kata-kata asing juga catatan kaki yang memudahkan pembaca dalam menemukan informasi pada kata-kata yang susah dimengerti. Namun masih ada hal yang cukup menyulitkan bagi saya, yaitu saat membaca kumpulan berita dalam bahasa asing, selain karena tidak ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia, terdapat juga banyak sensor dari pengarang sendiri. Terlepas dari itu semua, buku Trilogi Insiden ini sangat bagus untuk dinikmati para pemerhati dunia politik, dan rakyat Indonesia yang ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada masa Orde Baru terutama di TimTim. Tetapi, sebaiknya buku ini tidak dibaca oleh anak-anak yang masih dibawah umur, karena mengandung beberapa kata yang cukup vulgar dan cerita yang sadis.

Anda mungkin juga menyukai