Anda di halaman 1dari 5

1.

Anemia

Anemia adalah penyakit kekurangan darah. Hal ini disebabkan karena


kekurangan zat hemoglobin dan zat besi.

2. Leukimia (Kanker Darah)

Leukimia merupakan kelainan sistem peredaran darah yang disebabkan oleh


pertumbuhan sel darah putih atau leukosit yang tidak terkendali. Sehingga, sel
darah putih berlebih dan memakan sel darah merah.

3. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi, yang disebabkan karena penyempitan


pembuluh darah. Tekanan sistolnya sekitar 140 - 200 mmHg dan tekanan
diastolnya sekitar 90-110 mmHg. Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah atau tersumbatnya arteri di otak. Hal
ini dapat mengakibatkan penderita meninggal dunia karena stroke.

4. Hipotensi

Hipotensi adalah tekanan darah rendah, tekanan sistolnya di bawah 100 mmHg.
Penderita hipotensi biasanya mengalami pusing-pusing dan jantung berdetak
lebih cepat.

5. Hemofili
Hemofili adalah penyakit keturunan berupa darah sukar membeku jika terjadi
luka. Darah akan terus mengalir lewat luka sekecil apapun sehingga penderita
meninggal karena kehabisan darah.

6. Penyakit Kuning pada Bayi (Eritroblastosis Fetalis)

Penyakit eritroblastosis fetalis disebabkan karena aglutinin atau anti rh darah ibu
masuk ke dalam darah anaknya yang memiliki rh+. Hal ini menyebabkan sel-sel
darah anak rusak atau menggumpal.

7. Varises

Varises adalah pelebaran pembuluh balik (vena). Umumnya terjadi pada wanita
hamil, orang yang terlalu lama berdiri atau jongkok.

8. Trombus (embolus)

Trombus adalah kelainan pada jantung karena adanya gumpalan di dalam nadi
tajuk. Gumpalan ini menyebabkan penyumbatan di dalam nadi sehingga otot
jantung kekurangan makanan dan oksigen. Hal ini, menyebabkan sebagian otot
jantung mati sehingga terjadi serangan jantung.

9. Miokarditis

Miokarditis adalah kelainan pada otot jantung karena radang. Peradangan ini
menyebabkan kerja otot jantung terganggu.

10. Sklerosis

Sklerosis adalah kelainan pembuluh nadi yang mengeras. Hal ini menyebabkan
elastisitas pembuluh darah menurun sehingga tekanan darah meningkat. Jika
sklerosis terjadi pada arteriol di otak, maka akan menyebabkan stroke.
Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia.[butuh rujukan] Enam
sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawagen penyakit ini. Kalau sepasang dari
mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50%
menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia[1]. Sebagian
besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.

Daftar isi
  [sembunyikan] 

 1Klasifikasi talasemia
o 1.1Talasemia alfa
 1.1.1Delesi pada empat rantai alfa
 1.1.2Delesi pada tiga rantai alfa
 1.1.3Delesi pada dua rantai alfa
 1.1.4Delesi pada satu rantai alfa
o 1.2Talasemia beta
 2Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria
 3Uji talasemia pra-kelahiran
 4Pencegahan dan pengobatan
 5Referensi
 6Pranala luar

Klasifikasi talasemia[sunting | sunting sumber]


Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin
sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan
kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah
tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu
talasemia alfa, beta, dan delta.

Talasemia alfa[sunting | sunting sumber]


Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan
dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak
terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk
tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts.
Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis[2].

Delesi pada empat rantai alfa[sunting | sunting sumber]

Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa
ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang
mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati
dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti
dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.

Delesi pada tiga rantai alfa[sunting | sunting sumber]

Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan
banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan
mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya
Heinz Bodies.

Delesi pada dua rantai alfa[sunting | sunting sumber]

Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan
peningkatan dari HbH.

Delesi pada satu rantai alfa[sunting | sunting sumber]

Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi
normal.

Talasemia beta[sunting | sunting sumber]


Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya,
yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak
diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi
penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang
wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada
transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang
berupa kelebihan zat besi (Fe)[3]. Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang
yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley),
penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan
keropos[4].

Mutasi talasemia dan resistensi terhadap


malaria[sunting | sunting sumber]
Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa
pembawa sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal
tersebut juga menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa
sifat talasemia dapat bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia[5].

Uji talasemia pra-kelahiran[sunting | sunting sumber]


Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk melihat
apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan
Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

Pencegahan dan pengobatan[sunting | sunting sumber]


Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes
darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam
tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi
kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia
memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar
kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau
kadar zat besi di dalam tubuh.

Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan
produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang
dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan
teknologi sel punca (stem cell)[6]. Pada 2008, di Spanyol, seorang bayi di implan secara selektif agar
menjadi pengobatan untuk saudaranya yang menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio
yang diseleksi agar bebas dari talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro.
Suplai darah plasenta yang immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya.
Transplantasi tersebut tergolong sukses.[7] Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis
di Chennai dan Coimbatore mencatatkan pengobatan sukses talasemia pada seorang anak
menggunakan darah plasenta dari saudaranya.[8]

Anda mungkin juga menyukai