Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH FISIOLOGI PERILAKU HEWAN

tentang
IMMUNITAS TUBUH: T-CELLS, B-CELLS

KELOMPOK : 5

AULIANI ARAFAH (20177001)


ERIA MARINA SEPRIYANI (20177006)

LOKAL : A/20

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Dwi Hilda Putri, M. Biomed

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Immunitas
Tubuh: T-cells, B-cells. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Fisiologi Perilaku Hewan. Shalawat dan salam kepada
Nabi Muhammad SAW, karena beliau kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan
seperti saat ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak terlepas dari dukungan
dan bantuan dari teman-teman dan pihak lainnya. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini, antara lain:
1. Ibu Dr. Dwi Hilda Putri, M. Biomed selaku Dosen mata kuliah Fisiologi
Perilaku Hewan.
2. Teman-teman kelas A yang telah bersedia untuk berdiskusi.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan bernilai
ibadah di sisi Allah SWT. Penulis telah berusaha menghasilkan makalah ini
sebaik mungkin, maka jika masih terdapat kekeliruan yang luput dari koreksi,
penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 18 Maret 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Maslah .................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah ................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Strategi Respon Immun Adaptif .......................................................... 3
B. Sifat Antibodi ....................................................................................... 5
C. Respon Sel B dan Sel T ........................................................................ 14
D. Seleksi Clonal Selection Limfosit ........................................................ 19
E. Limfosit B dan Respons Antibodi ........................................................ 23
F. Limfosit T dan Respons Antigen .......................................................... 24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 32
B. Saran ..................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA 33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan,
tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan
terhindar dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa
beracun hadir dalam tubuh maka harus segera dikeluarkan. Kondisi sistem
kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat terdapat
sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap
penyakit juga prima.
Sistem pertahanan tubuh merupakan gabungan sel, molekul, dan
jaringan yang berperan dalam riseistensi terhadap bahan atau zat yang masuk
kedalam tubuh. Jika bakteri pathogen berhasil menembus garis pertahanan
pertama, tubuh melawan serangan dengan reaksi radang (inflamasi) atau
reaksi imun yang spesifik. Reaksi yang dikoordinasikan sel-sel dan molekul-
molekul terhadap banda asing yang masuk ke dalam tubuh disebut respon
imun. Sistem imun ini sangat diperlukan tubuh untuk mempertahankan
keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan
atau zat dari lingkungan hidup.
Sistem kekebalan tubuh adalah kumpulan sel, organ dan struktur
khusus dan tidak begitu khusus yang luar biasa rumit. Misi sistem ini adalah
mengenali dan menghancurkan para penyusup asing sebelum kerusakan
terjadi pada tubuh. Organisme yang menyebabkan penyakit, seperti bakteri,
virus, jamur dan parasit, dideteksi ketika masuk, ditandai untuk dibasmi, dan
dimakan oleh sel-sel sistem kekebalan tubuh yang lapar (Baggish, 1996:2).
Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan
respons organisme terhadap penolakan antigenik, pengenalan diri sendiri dan
bukan dirinya, serta semua efek biologis, serologis dan kimia fisika fenomena
imun. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur
patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal

1
umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini
disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang
melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi respon kekebalan (imun) adaptif ?
2. Jelaskan sifat antibodi ?
3. Bagaimana respons sel B dan sel T ?
4. Jelaskan seleksi klonal limfosit ?
5. Bagaimana limfosit B dan respons antibodi ?
6. Bagaimana respons antigen limfosit T ?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tentang strategi respon kekebalan (imun) adaptif.
2. Untuk mengetahui tentang sifat antibodi.
3. Untuk mengetahui tentang respons sel B dan sel T.
4. Untuk mengetahui tentang seleksi klonal limfosit.
5. Untuk mengetahui tentang limfosit B dan respons antibodi.
6. Untuk mengetahui tentang respons antigen limfosit T.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Strategi Respon Immun (Kekebalan) Adaptif


Sistem imun adaptif atau sistem imun perolehan (bahasa Inggris:
adaptive immune system, acquired immune system) adalah mekanisme
pertahanan tubuh berupa perlawanan terhadap antigen tertentu. Sistem imun
adaptif ini terutama diperankan oleh limfosit B dan limfosit T. Ada tiga jenis
molekul yang penting dalam hal ini yaitu protein MHC, antibodi
(imunoglobulin), dan reseptor sel T (TCR, T cell receptor).
Respon imun spesifik merupakan respon imun yang didapat
(acquired), yang timbul akibat dari rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat
tubuh pernah terpapar sebelumnya. Respons imun spesifik dimulai dengan
adanya aktifitas makrofag atau antigen precenting cell (APC) yang memproses
antigen sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan interaksi dengan sel-sel
imun. Dengan rangsangan antigen yang telah diproses tadi, sel-sel system
imun berploriferasi dan berdiferensiasi sehingga menjadi sel yang memiliki
kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen (Bellanti, 1985;
Roitt,1993; Kresno, 1991).
Walaupun antigen pada kontak pertama (respons primer) dapat
dimusnahkan dan kemudian sel-sel system imun mengadakan involusi, namun
respons imun primer tersebut sempat mengakibatkan terbentuknya klon atau
kelompok sel yang disebut dengan memory cells yang dapat mengenali
antigen bersangkutan. Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk
kedalam tubuh, maka klon tersebut akan berproliferasi dan menimbulkan
respons sekunder spesifik yang berlangsung lebih cepat dan lebih intensif
dibandingkan dengan respons imun primer. Mekanisme efektor dalam respons
imun spesifik dapat dibedakan menjadi:
1. Respons Imun Seluler
Respons imun seluler telah banyak diketahui bahwa mikroorganisme
yang hidup dan berkembang biak secara intra seluler, antara lain didalam
makrofag sehingga sulit untuk dijangkau oleh antibody. Untuk melawan

3
mikroorganisme intraseluler tersebut diperlukan respons imun seluler, yang
diperankan oleh limfosit T. Subpopulasi sel T yang disebut dengan sel T
penolong (T-helper) akan mengenali mikroorganisme atau antigen
bersangkutan melalui Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II yang
terdapat pada permukaan sel makrofag. Sinyal ini menyulut limfosit untuk
memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk diantaranya interferon, yang
dapat membantu makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut.
Sub populasi limfosit T lain yang disebut dengan sel T-sitotoksik (T-
cytotoxic), juga berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler
yang disajikan melalui MHC kelas I secara langsung (cell to cell). Selain
menghancurkan mikroorganisme secara langsung, sel T-sitotoksik, juga
menghasilkan gamma interferon yang mencegah penyebaran mikroorganisme
kedalam sel lainnya.
2. Respons Imun Humoral
Respons imun humoral, diawali dengan deferensiasi limfosit B
menjadi satu populasi (klon) sel plasma yang melepaskan antibody spesifik ke
dalam darah. Pada respons imun humoral juga berlaku respons imun primer
yang membentuk klon sel B memory. Setiap klon limfosit diprogramkan
untuk membentuk satu jenis antibody spesifik terhadap antigen tertentu
(Clonal slection). Antibodi ini akan berikatan dengan antigen membentuk
kompleks antigen – antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen dan
mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Supaya limfosit B berdiferensiasi
dan membentuk antibody diperlukan bantuan limfosit T-penolong (T-helper),
yang atas sinyal-sinyal tertentu baik melalui MHC maupun sinyal yang
dilepaskan oleh makrofag, merangsang produksi antibody. Selain oleh sel T-
penolong, produksi antibody juga diatur oleh sel T penekan (T-supresor),
sehingga produksi antibody seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
3. Interaksi Antara Respons Imun Seluler dengan Humoral
Interaksi ini disebut dengan antibody dependent cell mediated
cytotoxicity (ADCC), karena sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi.
Dalam hal ini antibodi berfunsi melapisi antigen sasaran, 10 sehingga sel

4
natural killer (NK), yang mempunyai reseptor terhadap fragmen Fc antibodi,
dapat melekat erat pada sel atau antigen sasaran. Perlekatan sel NK pada
kompleks antigen antibody tersebut mengakibatkan sel NK dapat
menghancurkan sel sasaran.
Respons imun spesifik (adaptif) dapat dibedakan dari respons imun
bawaan, karena adanya ciri-ciri umum yang dimilikinya yaitu; bersifat
spesifik, heterogen dan memiliki daya ingat atau memory. Adanya sifat
spesifik akan membutuhkan berbagai populasi sel atau zat yang dihasilkan
(antibodi) yang berbeda satu sama lain, sehingga menimbulkan sifat
heterogenitas tadi. Kemampuan mengingat, akan menghasilkan kualitas
respons imun yang sama terhadap konfigurasi yang sama pada pemaparan
berikutnya.

B. Sifat Antibodi
Antibodi merupakan suatu senyawa glikoprotein yang mempunyai
struktur tertentu dan disekresikan oleh sel B yang sudah teraktivasi menjadi
sel plasma, berupa respon dari antigen tertentu dan reaktip atas antigen itu
sendiri.
Sistem kekebalan tubuh (imunitas) manusia diatur oleh kemampuan
tubuh dalam menghasilkan antibodi dalam melawan antigen. Antibodi dapat
dijumpai di area darah atau kelenjar tubuh vertebrata lain. Selain itu juga
dipakai oleh sistem kekebalan tubuh dalam melakukan identifikasi dan
penetralan benda asing contohnya bakteri dan virus.
Molekul antibodi beredar pada pembuluh darah dan masuk di jaringan
tubuh dengan melakukan proses peradangan. Antibodi tersusun atas struktur
dasar yang dinamakan dengan rantai, masing-masing antibodi mempunyai dua
rantai besar dan dua rantai ringan. Antibodi sering juga disebut dengan
immunoglobulin.
Di awal ketika zat asing masuk, secara otomatis monosit akan
langsung menyerang zat itu dengan dibantu oleh netrophil. Setelah itu,
monosif yang sudah membunuh zat tadi langsung mengirimkannya ke limfosit

5
B agar di data dan dibuatkan antibodi untuk jenis zat asing yang sudah mati.
Kemudian antibodi yang sudah terbentuk, untuk selanjutnya limfosit T yang
akan memastikan antibodi tadi telah ada dipermukaan sel-sel tubuh.
Pada saat adanya benda asing masuk, maka diperlukan waktu antara 10
hingga 14 hari supaya antibodi zat tersebut dapat terbentuk dengan sempurna.
Antibodi ini dapat dijumpai di dalam darah dan cairan non seluler. Masing-
masing antigen yang terbentuk sudah mempunyai kesesuaian dengan zat asing
(antigen) dengan sempurna dapat diumpakaman sebuah antigen adalah kunci
dan antibodi merupakan gembok.
Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau kelenjar
tubuh vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk
mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan
virus. Mereka terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebut rantai. Tiap
antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua rantai ringan. Antibodi
diproduksi oleh tipe sel darah yang disebut sel B. Terdapat beberapa tipe yang
berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe antibodi yang berbeda,
yang dimasukan kedalam isotype yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai
berat mereka masuki. Lima isotype antibodi yang berbeda diketahui berada
pada tubuh mamalia, yang memainkan peran yang berbeda dan menolong
mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing yang
berbeda yang ditemui.
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan
antigen spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama
digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin,
opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh limfosit B yang telah
diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel. Antibodi
biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.
Antibodi terdiri dari sekelompok protein serum globuler yang disebut
sebagai immunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibody umumnya
mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik dan spesifik untuk
epitop (determinan antigenik) yang menyebabkan produksi antibody tersebut.

6
Masing-masing molekul antibody terdiri atas empat rantai polipeptida, yaitu
dua rantai berat (heavy chain) yang identik dan dan dua 6 rantai ringan (light
chain) yang identik, yang dihubungkan oleh jembatan disulfida untuk
membentuk suatu molekul berbentuk Y. Pada kedua ujung molekul berbentuk
Y itu terdapat daerah variabel (V) rantai berat dan ringan. Disebut demikian
karena urutan asam amino pada bagian ini sangat bervariasi dari satu antibodi
ke antibodi yang lain. Daerah V rantai berat dan daerah V rantai ringan secara
bersama-sama membentuk suatu kontur unik tempat pengikatan antigen milik
antibodi. Interaksi antara tempat pengikatan antigen dengan epitopnya mirip
dengan interaksi enzim dan substratnya, ikatan non kovalen berganda
terbentuk antara gugus-gugus kimia pada masing-masing molekul.

Gambar 1. Struktur Antibodi

a. Sifat-Sifat Antibodi
Antibodi mempunyai sifat-sifat yang menjadi cirinya, yaitu:
1. Diproduksi pada Reticuloendrothelial System (RES) seperti Sumsum
tulang, kelenjar limfe, hati dan lain-lain yang sesuai pada tempat
pembentukan sel dara putih.
2. Memiliki sifat tidak tahan kepada sinar matahari (thermolabil). Oleh
sebab itu, zat antibodi yang sudah dibekukan harus disimpan pada
lemari pendingin dan juga tidak terpapar cahaya matahari secara
langsung.

7
3. Dapat direaksikan dengan antigen secara khusus, ibarat kunci dengan
gembok.
4. Dapat larut dalam darah (sel plasma)
5. Tersusun atas suatu zat yang menempel pada gammaglobulin.

Ada beberapa sifat antibodi apabila dinilai dari cara kerja setiap jenis
antibodi itu, sifat antibodi tersebut antara lain yakni:
1. Presipirin
Antibodi yang memiliki sifat presipirin akan bekerja dengan
melakukan pengendapan zat-zat asing seperti bakteri, virus, dan lain-
lain.
2. Lisin
Antibodi yang mempunyai sifat lisin akan bekerja dengan melakukan
penghancuran zat-zat asing yang masuk.
3. Opsonin
Sifat opsopnin ini ada pada antibodi mempunyai makna bahwa
antibodi itu dapat merangsang serangan leukosit terhadap antigen yang
masuk.
4. Aglutinin
Aglutinin merupakan sifat antibodi yang bekerja dengan
menggumpalkan (meluruhkan) antigen, aglutinogen, dan zat-zat asing
lainnya.
b. Cara Kerja Antibodi
Cara kerja antibodi, sebagai berikut: (1) Penetralan. Antibodi
menetralkan racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri “antigen” dan
menjadikannya tidak berbahaya sehingga dapat disekresi dari tubuh melalui
tubulus-tubulus ginjal. (2) Pengendapan (Presipitasi). Antibodi mengendapkan
molekul-molekul antigen dengan cara menjadikan mereka membentuk
gumpulan-gumpalan yang tidak larut. Dalam bentuk demikian, antigen-
antigen dapat ditelan oleh sel-sel fagosit, dicerna dan dijadikan tidak
berbahaya. (3) Pelekatan. Antibodi melekat pada sel-sel mikroorganisasi

8
“antigen” sebagai opsonin sehingga antigen tersebut dapat difagosit dan
dihancurkan oleh neutrofil. (4) Aktivitas Protein Komplemen. Antibodi
bekerja sama dengan protein komplemen dalam plasma, melekat pada dinding
sel antigen dan mengidentifikasi mereka untuk sel-sel T.

c. Fungsi Antibodi
Fungsi dari antibodi antara lain sebagai berikut: Antibodi mempunyai
kemampuan dalam mengenali dan menempel atau melekat kepada antigen
yang dikenali bisa menyebabkan penyakit pada tubuh. Dalam mengenali dan
melekatkan diri dengan antigen, zat antibodi selalu berperilaku sebagai
penanda, dan kemudian akan mengirimkan sinyal pada sel darah putih yang
lain untuk menyerang zat asing tersebut.
d. Struktur Dasar Antibodi
Struktur dasar antibodi adalah molekul protein yang bentuknya huruf
Y yang mempunyai dua rantai polipeptida berat dan dua rantai polipeptida
ringan. Masing-masing antibodi mempunyai rantai atas yang fungsinya untuk
mengikat dari pada antigen.
Dengan rantai tersebut, antibodi bisa mengikatkan diri sendiri ke tubuh
antigen. Sedangkan rantai bawah antibodi fungsinya untuk menentukan
bagaimana antibodi bisa berhubungan dengan antigen. Rantai ini menjadikan
antibodi dapat mengatur dan memberi rangsangan respon imun yang tepat.
e. Macam-Macam Antibodi
Antibodi (immunoglobulin) adalah molekul glikoprotein yang tersusun
atas asam amino dan karbohidrat. Secara sederhana molekul Immunoglobulin
dapat digambarkan menyerupai huruf Y dengan engsel (hinge). Molekul
immunoglobulin dapat dipecah oleh enzim papain atau pepsin (protease)
menjadi 2 bagian yakni Fab (fragment antigen binding) yaitu bagian yang
menentukan spesifitas antibodi karena berfungsi untuk mengikat antigen dan
Fc (fragment crystalizable) yang menentukan aktivitas biologisnya dan yang
akan berikatan dengan komplemen, sebagai contoh immunoglobulin G
mempunyai kemampuan menembus membran plasenta. Molekul

9
immunoglobulin berdasarkan ukuran molekulnya dapat dibedakan menjadi 5
kelas yakni kelas immunoglobulin G, A, M, D, dan E, dan masing-masing
kelas masih dapat dibedakan menjadi subkelas-subkelas. Tiap kelas Ig
memiliki karakteristik tersendiri misalnya berat molekul, komposisi asam
amino, dan strukturnya.

1. Immunoglobulin G (IgG) atau Rantai ᵞ (Gamma)


Imunoglobulin G merupakan antibodi yang paling berlimpah dalam
sirkulasi. Terbanyak dalam serum (75%). Antibodi ini dengan mudah
melewati dinding pembuluh darah dan memasuki cairan jaringan. IgG juga
menembus plasenta dan memberikan kekebalan pasif bagi ibu ke janin. Ig G
melindungi tubuh dari bakteri, virus, dan toksin yang beredar dalam darah dan
limfa, dan memicu kerja sistem komplemen. Mempunyai sifat opsonin
berhubungan erat dengan fagosit, monosit dan makrofag. Berperan pada
imunitas seluler yang dapat merusak antigen seluler berinteraksi dengan
komplemen, sel K, eosinofil dan neutrofil.
IgG adalah antibodi yang sangat umum dan seringkali dihasilkan
hanya dalam waktu beberapa hari saja. Imunoglobulin G dapat hidup di dalam
darah sampai beberapa hari bahkan beberapa tahun lamanya. Antibodi IgG
beredar di dalam darah kelenjar getah bening dan usus. Ketika antigen masuk,
maka antibodi ini akan menggunakan aliran darah untuk menuju ke tempat
lokasi masuknya antigen tersebut.
IgG mempunyai efek yang tinggi (kuat) dalam pertahanan tubuh
terhadap bakteri dan virus, dan juga menetralkan asam yang ada didalam
racun antigen. Lebih dari itu, antibodi IgG mempunyai kemampuan khusus
(spesifik) yang dapat menembus dan menyelip antara sel-sel dan
menghilangkan bakteri yang masuk ke dalam sel dan kulit. Antibodi jenis ini
juga dapat menembus masuk pada plasenta ibu hamil untuk melindungi janin
dari kemungkinan terjadinya infeksi. Kemampuan ini dimiliki IgG karena
ukuran molekulnya yang kecil.
2. Immunoglobulin A (IgA) atau Rantai –α (Alpha)

10
Imunoglobulin A (IgA) dihasilkan paling banyak dalam bentuk dua
monomer Y (suatu dimer) oleh sel-sel yang terdapat berlimpah pada membran
mukosa. Jumlah dalam serum sedikit. Banyak terdapat dalam saluran nafas,
cerna, kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu. Fungsi utama IgA adalah
untuk mencegah pertautan virus dan bakteri ke permukaan epitelium.
Fungsinya menetralkan toksin dan virus, mencegah kontak antara toksin atau
virus dengan sel sasaran dan mengumpalkan/mengganggu gerak kuman yang
memudahkan fagositosis.
Imunoglobulin A (IgA) mempunyai kecendrungan yang tinggi untuk
memilih lokasi penempatan di daerah tubuh yang lembab seperti air mata,
ASI, air liur, darah, kantong udara, lendir, getah lambung dan sekresi usus.
Hal ini disebabkan sifatnya yang sama seperti bakteri yang suka terhadap
daerah lembab untuk dibuat markasnya.
Imunoglobin jenis antibodi ini dapat melindungi janin dalam
kandungan ibu supaya terbebas dari kemungkinan masuknya antigen yang
dapat mengakibatkan terganggunya tubuh janin. Tetapi, antibodi IgA dalam
tubuh ibu akan menghilang ketika saat bayi dilahirkan. Tapi, karena adanya
kandungan IgA dalam air ASI, maka bayi tetap memperoleh perlindungan.
Fungsi dari IgA ini ialah: (1) Mencegah kuman patogen menyerang
permukaan sel mukosa, (2) Tidak efektif dlam mengikat komplemen, (3)
Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada dalam cairan
sekretori yang mengandung IgA, (4) Bersifat antiviral dan glutinin yang
efektif.
3. Immunoglobulin M (IgM) atau Rantai-µ (mu)
Immunoglobin M (IgM) ialah antibodi yang disintesis pertama kali
dalam stimulus antigen. Konsentasinya dalam darah menurun secara cepat.
Hal ini diagnostik bermanfaat karena kehadiran IgM umumnya
mengindikasikan adanya infeksi baru oleh patogen yang menyebabkan
pembentukannya. Sintesis imunoglobin M dilakukan oleh fetus waktu
intrauterin. Oleh karena tidak dapat melawan plasenta, maka IgM pada bayi
yang baru lahir menunjukkan tanda-tanda infeksi intrauterin. Fungsinya

11
mencegah gerakan mikroorganisme antigen, memudahkan fagositosis dan
Aglutinosis kuat terhadap antigen.
Antibodi IgM terdapat di dalam darah, kelenjar getah bening dan
permukaan sel B. Imunoglobulin M adalah jenis antibodi pertama yang
menyerang terhadap antigen apabila ada antigen yang masuk. Janin dalam
rahim akan memperoleh perlindungan dari IgM pada umum kehamilan sekitar
enam bulan. Produksi IgM akan terjadi peningkatan apabila sedang bertarung
melawan antigen. Untuk itu, apabila hendak melihat apakah janin sudah
terinfeksi atau tidak, dapat dengan melihat kadar IgM dalam darah.
Imunoglobulin M ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM
mempunyai waktu paroh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan
lima valensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus. Peningkatan
jumlah IgM mencerminkan adanya infeksi baru atau adanya antigen
(imunisasi atau vaksinasi). IgM adalah merupakan aglutinin yang efisien dan
merupakan isohem- aglutinin alamiah. IgM sangat efisien dalam mengaktifkan
komplemen. IgM dibentuk setelah terbentuk T-independen antigen, dan
setelah imunisasi dengan T-dependent antigen.
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan
sel-sel B. Pada saat antigen masuk ke dalam tubuh, Immunoglobulin M (IgM)
merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan antigen
tersebut. IgM terbentuk segera setelah terjadi infeksi dan menetap selama 1-3
bulan, kemudian menghilang. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM
pada umur kehamilan enam bulan. Jika janin terinfeksi kuman penyakit,
produksi IgM janin akan meningkat. IgM banyak terdapat di dalam darah,
tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam organ maupun jaringan.
Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari
kadar IgM dalam darah.
4. Immunoglobulin D (IgD) atau Rantai –δ (Delta)
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Antibodi IgD tidak mengaktifkan
sistem komplemen dan tidak menembus plasenta. IgD terutama ditemukan
pada permukaan sel B, yang kemungkinan berfungsi sebagai suatu reseptor

12
antigen yang diperlukan untuk memulai diferensiasi sel-sel B menjadi sel
plasma dan sel B memori. Tidak dapat mengikat komplemen. Mempunyai
aktifitas antibody terhadap makanan dan autoantigen.
Imunoglobulin D ini berjumlah sedikit dalam serum. IgD adalah
penanda permukaan pada sel B yang matang. IgD dibentuk bersama dengan
IgM oleh sel B normal. Sel B membentuk IgD dan IgM karena untuk
membedakan unit dari RNA.
Immunoglobulin D (IgD) juga terdapat dalam darah, getah bening, dan
pada permukaan sel-sel B, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Antibodi
IgD ini tidak dapay untuk bertindak sendiri, tetapi dengan menempelkan
dirinya pada permukaan sel-sel T, sehingga bisa membantu sel-sel T
menangkap antigen.
5. Immunoglobulin E (IgE) atau Rantai –ε (Epsilon)
Antibodi IgE berukuran sedikit besar dibandingakan dengan molekul
IgG dan hanya mewakili sebagian kecil dari total antibodi dalam darah. Ig E
disekresikan oleh sel plasma di kulit, mukosa, serta tonsil. Jika bagian ujung
IgE terpicu oleh antigen, akan menyebabkan sel melepaskan histamin yang
menyebabkan peradangan dan reaksi alergi. Mudah diikat oleh sel mastosit,
basofil dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi cacing,
skistosomiasis, trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti cacing.
Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau
berikatan dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif
dengan eosinpphil. IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut.
Dengan adanya antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi
bereaksi silang untuk memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan
komponen lainnya sehingga menyebabkan reaksi anaphylaksis. IgE sangat
berguna untuk melawan parasit.
Imunoglobulin E beredar di dalam darah dan mempunyai tugas dalam
memanggil pasukan lain untuk menyerang zat asing yang masuk ke dalam
tubuh. Antibodi ini biasa mengakibatkan reaksi alergi dalam menjalankan

13
(melaksanakan) tugasnya. Untuk itu, pada orang yang sedang terkena reaksi
alergi, di dalam darahnya meningkat produksi IgE.

Gambar 2. Macam-Macam Antibodi


f. Reaksi Antigen dengan Antibodi
Reaksi yang terjadi pada antigen dan antibodi akan terjadi apabila
terdapat zat kuman atau bakteri (antigen) yang masuk ke dalam tubuh. Pada
awalnya, ketika ada zat asing masuk, maka monosit akan langsung menyerang
zat tersebut dengan bantuan neutrophil. Selanjutnya monosit yang sudah
membunuh zat tersebut langsung mengantarkannya ke limfosit B untuk di data
dan dibuatkan antibodi untuk jenis zat asing yang sudah mati tersebut.
Setelah antibodi terbentuk, maka giliran limfosit T yang akan
berperang untuk memastikan antibodi tersebut sudah tertanam pada
permukaan sel-sel tubuh. Pada saat ada zat asing baru masuk, diperlukan
waktu 10 hingga 14 hari agar antibodi zat itu benar-benar terbentuk. Antibodi
dapat dijumpai dalam darah, dan cairan nonseluler. Masing-masing antigen
yang terbentuk pasti mempunyai kesesuaian dengan zat asing (antigen) yang
sempurna. Tempat melekatnya antigen pada antibodi dinamakan dengan
variabel, sedangkan tempat melekatnya antibodi pada antigen dinamakan
epitope.

C. Respons Sel B dan Sel T


Sel T dan sel B adalah dua jenis limfosit yang terlibat dalam memicu
respon imun dalam tubuh. Sel T dan sel B diproduksi di sumsum tulang. Sel T
bermigrasi ke timus untuk pematangan. Baik sel T dan sel B terlibat dalam
mengenali patogen dan bahan asing berbahaya lainnya di dalam tubuh seperti
bakteri, virus, parasit, dan sel mati.

14
Dua jenis sel T adalah sel T pembantu dan sel T sitotoksik. Fungsi
utama sel T pembantu adalah untuk mengaktifkan sel T sitotoksik dan sel B.
Sel T sitotoksik menghancurkan patogen oleh fagositosis. Sel B memproduksi
dan mensekresikan antibodi, mengaktifkan sistem kekebalan untuk
menghancurkan patogen. Perbedaan utama antara sel T dan sel B adalah
bahwa sel T hanya dapat mengenali antigen virus di luar sel yang terinfeksi
sedangkan sel B dapat mengenali antigen permukaan bakteri dan virus.

Respons sel B dan Sel T, sebagai berikut:


1. Sel T
Sel T atau limfosit T adalah sel di dalam salah satu kelompok sel
darah putih yang diketahui sebagai limfosit dan memainkan peran utama
pada kekebalan selular. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan
kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan
setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah
sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk
berkembangbiak (berproliferasi) dengan cepat untuk melawan infeksi yang
mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi
tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang proses
vaksinasi, yang dipelajari pada sistem imun adaptif (sistem kekebalan
tiruan).
Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi
antara reseptor sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida
MHC pada permukaan sel sehingga menimbulkan antar muka antara sel T
dan sel target yang diikat lebih lanjut oleh molekul co-receptor dan co-
binding (sel penyaji antigen APC). Ikatan polivalen yang terjadi
memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel. Sebuah fragmen
peptida kecil yang melambangkan seluruh isi selular, dikirimkan oleh sel
target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh TCR yang mencari
sinyal asing dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi sel T

15
memberikan respon kekebalan yang berlainan seperti produksi antibodi,
aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika. Dengan
demikian respon imun adaptif (kekebalan tiruan) terhadap berbagai macam
penyakit diterapkan.
Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang
bermigrasi dari sumsum tulang menuju kelenjar timus, tempat sel punca
tersebut mengalami rekombinasi VDJ pada rantai-beta reseptornya, guna
membentuk protein TCR yang disebut pre-TCR, pencerap spesial pada
permukaan sel yang disebut pencerap sel T (bahasa Inggris: T cell
receptor, TCR). "T" pada kata sel T adalah singkatan dari kata timus yang
merupakan organ penting tempat sel T tumbuh dan menjadi matang.
Beberapa jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai fungsi
yang berbeda-beda.
2. Sel B
Sel B adalah limfosit yang memainkan peran penting pada respon
imun humoral yang berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh sel
T. Fungsi utama sel B adalah untuk membuat antibodi melawan antigen.
Sel B adalah komponen sistem kekebalan tiruan. Pencerap antigen pada sel
B, biasa disebut pencerap sel B, merupakan imunoglobulin. Pada saat sel
B teraktivasi oleh antigen, sel B terdiferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi molekul antibodi dari antigen yang terikat pada
pencerapnya.
Limfosit (bahasa Inggris: lymphocyte) adalah sel darah putih yang
terdapat pada sistem kekebalan makhluk vertebrata. Limfosit utamanya
berperan dalam imunitas adaptif. Limfosit secara umum dibagi menjadi
limfosit B (sel B), limfosit T (sel T), dan sel pembunuh alami (sel NK,
natural killer).
Sel B atau Limfosit B adalah limfosit yang memainkan peran
penting pada imunitas humoral, sedangkan limfosit lain yaitu sel T
memainkan peran penting imunitas seluler. Fungsi utama sel B adalah

16
untuk membuat antibody melawan antigen. Sel B adalah komponen sistem
imun adaptif.
Reseptor antigen pada sel B, biasa disebut reseptor sel B,
merupakan imunoglobulin. Pada saat sel B teraktivasi oleh antigen, sel B
terdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi molekul antibodi.
Antibodi yang diproduksi berupa imunoglobulin dengan tipe:
a. IgG yang mengikat mikrob dengan sangat efisien
b. IgM yang mengikat bakteri
c. IgA yang terdapat pada interstitium, saliva, lapisan mukosa dan saluran
pencernaan untuk mencegah infeksi oleh antigen.
d. IgE yang mengikat parasit dan merupakan penyebab utama terjadinya
gejala alergi
e. IgD yang selalu terikat pada sel B dan memainkan peran untuk
menginisiasi respon awal sel B
Sel B terbagi menjadi dua jenis: (1) Sel B-1 atau sel B CD5,
merupakan sel B yang ditemukan pada ruang peritoneal dan pleural dan
memiliki kemampuan untuk berproliferasi. (2) Sel B-2 atau sel B
konvensional, merupakan sel B hasil sintesis sumsum tulang yang
memenuhi plasma darah dan jaringan sistem limfatik dan tidak memiliki
kemampuan untuk berproliferasi.
Sel B berasal dari sel punca yang berada pada jaringan
hemopoietik di dalam sumsum tulang.

Sel B dan Sel T


Sel B dinamakan demikian karena berkembang di Bursa Fabricus
(pada unggas) atau pada sumsum tulang (bone marrow, pada manusia).
Sedangkan sel T dinamakan demikian karena berkembang di timus. Sel B
berperan dalam imunitas humoral (melibatkan antibodi), sedangkan sel T
berperan dalam imunitas dimediasi sel (cell mediated immunity). Fungsi
sel T dan sel B adalah untuk mengenali antigen spesifik "non-self" selama
proses yang dikenal sebagai presentasi antigen. Begitu sel-sel telah

17
mengidentifikasi penyerang, sel menghasilkan respon tertentu yang
disesuaikan untuk menghilangkan patogen tertentu atau sel yang
terinfeksi. Sel B menanggapi patogen dengan memproduksi dalam jumlah
besar antibodi yang kemudian menetralkan benda asing seperti bakteri dan
virus. Subset dari sel T yaitu sel T helper (sel Th), menghasilkan sitokin
yang mengarahkan respon imun, sedangkan sel T lainnya yang disebut sel
T sitotoksik (sel Tc), menghasilkan granul toksik yang mengandung enzim
yang menginduksi kematian sel target. Setelah aktivasi, sel B dan sel T
meninggalkan sel-sel memori, yang akan "mengingat" setiap patogen
spesifik yang dihadapi, dan mampu memberikan respon yang kuat dan
cepat jika patogen terdeteksi lagi.

Sel B atau Limfosit B jumlahnya mencapai 30% dari keseluruhan


limfosit di dalam tubuh. limfosit B dibentuk dan mengalami pematangan
dalam sumsum tulang (bone marrow). Huruf "B" pada limfosit B berasal
dari kata :bursa fabrisius:, yaitu organ pada unggas tempat pematangan
limfosit B. Pada organ bursa fabrisius inilah limfosit B  pertama kali
ditemukan. Akan tetapi, beberapa ahli juga menyebutkan bahwa huruf "B"
pada limfosit B berasal dari "bone marrow" (sumsum tulang). Limfosit B
yang berkembang dalam sumsum tulang mengalami pembelahan atau
diferensiasi menjadi sel plasma dan sel limfosit B memori. Sel plasma
yang terbentuk bertugas menyekresikan antibodi ke dalam cairan tubuh.
Adapun sel limfosit B memori berfungsi menyimpan informasi antigen.
Sedangkan Sel T atau Limfosit T dibentuk di sumsum tulang. Akan tetapi,
proses pematangan limfosit terjadi di kelenjar timus, sehingga disebut
limfosit T ("T" berasal dari kata timus).
Pada saat perkembangannya di kelenjar timus, limfosit T
berdiferensiasi menjadi beberapa jenis limfosit. Jenis-jenis limfosit
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Limfosit T sitotoksit, berfungsi dalam menghancurkan sel yang telah
terinfeksi.

18
b. Limfosit T penolong, berfungsi mengaktifkan limfosit T dan limfosit
B.
c. Limfosit T supresor, berfungsi mengurangi produksi antibodi yang
dihasilkan sel-sel plasma.
d. Limfosit T memori, berfungsi mengingat antigen yang pernah masuk
ke dalam tubuh. Dengan adanya limfosit T memori ini, antigen yang
pernah masuk akan mudah dikenali dan lebih cepat dihancurkan.
Setelah mengalami pematangan, limfosit T dan limfosit B akan
masuk ke dalam sistem perdaran limfatik. Oleh karena itu, sel-sel limfosit
akan banyak ,ditemui pada peredaran darah limfatik, sumsum tulang,
kelenjar timus, kelenjar limpa, amandel, darah, dan sistem pencernaan.
Untuk lebih jelasnya mengenai sistem peredaran limfatik atau peredaran
getah bening.

Sel NK (Natural Killer)


Sel NK adalah bagian dari sistem imun bawaan dan memainkan
peran utama dalam perlindungan inang dari tumor dan sel yang terinfeksi
virus. Sel NK membedakan sel yang terinfeksi dan tumor dari sel-sel
normal dan tidak terinfeksi dengan mengenali perubahan dari molekul
permukaan yang disebut MHC kelas I. Sel NK diaktifkan dalam
menanggapi keluarga sitokin yang disebut interferon. Sel NK diaktifkan
melepaskan butiran sitotoksik yang kemudian menghancurkan sel-sel
target. Sel-sel diberi nama "sel pembunuh alami" karena tidak memerlukan
aktivasi sebelumnya untuk membunuh sel-sel yang kehilangan MHC kelas
I, berbeda dengan limfosit B dan limfosit T yang memerlukan serangkaian
proses aktivasi yang kompleks.

D. Seleksi Klonal Limfosit (Clonal Selection)


Klon adalah segolongan sel yang berasal dari satu sel dan memiliki
genetik yang identik. Selama perkembangannya dalam jaringan limfoid
primer, sel B dan sel T memperoleh reseptor permukaan spesifik untuk satu

19
antigen yang akan memberikan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen
tersebut.
Teori seleksi klonal adalah teori ilmiah dalam imunologi yang
menjelaskan fungsi sel-sel sistem kekebalan (limfosit) dalam merespon
antigen spesifik yang menyerang tubuh. Konsep ini diperkenalkan oleh dokter
Australia Frank Macfarlane Burnet pada tahun 1957, dalam upaya untuk
menjelaskan pembentukan keragaman antibodi yang terbentuk selama inisiasi
tanggapan respon imun (kekebalan). Teori ini telah menjadi model yang
diterima secara luas untuk menjelaskan bagaimana sistem imun merespons
infeksi dan bagaimana tipe-tipe tertentu dari limfosit B dan limfosit T dipilih
untuk penghancuran antigen spesifik.
Teori menyatakan bahwa dalam kelompok limfosit yang sudah ada
sebelumnya (khususnya sel B), antigen tertentu (spesifik) hanya mengaktifkan
(yaitu seleksi atau memilih) hanya sel kontra (counter)-spesifiknya sehingga
sel tertentu di induksi untuk berkembang biak (menghasilkan klonnya) identik
untuk produksi antibodi. Aktivasi ini terjadi pada organ limfoid sekunder
seperti limpa dan kelenjar getah bening. Singkatnya, teori tersebut
menjelaskan tentang mekanisme untuk pembentukan keragaman spesifisitas
antibodi. Bukti eksperimental pertama datang pada tahun 1958, ketika Gustav
Nossal dan Joshua Lederberg menunjukkan bahwa satu sel B selalu
menghasilkan hanya satu antibodi. Ide itu ternyata menjadi dasar imunologi
molekuler, terutama dalam imunitas adaptif.

Seleksi klon
Reseptor sel T (TCR) tersebut akan menetap selama sel hidup, tetapi
imunoglubulin permukaan (Surface IgM) pada sel B dapat berubah oleh
mutasi somatik. Hal tersebut dapat dilihat dari pengalihan produksi
imunoglobulin bila sel terpejan dengan antigen spesifik. Sel yang berikatan
dengan antigen spesifik akan berproliferasi, berdiferensiasi dan menjadi sel
efektor yang matang. Sel yang dirangsang antigen dan berproliferasi akan

20
menurunkan sel-sel yang yang genetik identik (=klon). Fenomena tersebut
dinamakan seleksi klon.
Sel memori merupakan sel B dan sel T yang pernah dirangsang antigen
dan hidup lama. IgG ditemukan pada permukaan sel memori B yang berfungsi
sebagai reseptor antigen dengan afinitas yang lebih besar dibandingkan
dengan IgD dan IgM. Sel memori T memiliki molekul CD45RO dan
menunjukkan peningkatan molekul LFA-3 dan VLA-4.
Sel perawan yang belum dirangsang antigen terpejan dengan antigen
yang dipresentasikan APC akan berkembang menjadi sel efektor. Sebagian sel
perawan beserta sel memori tersebut disebar ke seluruh jaringan tubuh melalui
sirkulasi darah dan limfe sehingga dapat memantau jaringan tubuh terhadap
serangan mikroorganisme. Proliferasi sel efektor dan sel memori tersebut di
atas disebut respons primer.
Akhirnya sel B berkembang menjadi sel plasma. Sel plasma jarang
terlihat dalam sirkulasi (kurang dari 0,2% seluruh jumlah leukosit) dan
biasanya terbatas pada organ limfoid sekunder dan jaringan. Imunoglobulin
yang dibentuk sel plasma dapat ditemukan dalam sitoplasma dan permukaan
sel dengan teknik imunofluoresens. Biasanya sel B akan dirangsang menjadi
sel plasma yang membentuk antiodi atas pengaruh antigen dan sel T
(dependent). Sel B dapat pula membentuk antibodi dan rangsangan antigen
tanpa bantuan sel T (independent). Respon imun humoral dapat dicegah oleh
impan balik antigen; ikatan kompleks antigen dan antibodi oleh reseptor FFc-g
mencegah sinyal BCR.

21
Gambar 1. Seleksi Klon. Teori klonal seleksi dari limfosit: (1) Sebuah sel
induk hematopoietik mengalami diferensiasi dan penataan ulang genetik untuk
menghasilkan (2) limfosit matang dengan banyak reseptor antigen yang
berbeda. Mereka yang mengikat (3) antigen dari jaringan tubuh sendiri
dihancurkan, sedangkan sisanya matang menjadi (4) limfosit tidak aktif.
Sebagian besar tidak pernah menemukan (5) antigen asing yang cocok, tetapi
mereka yang mengaktifkannya dan menghasilkan (6) banyak klon dari dirinya
sendiri.

Ada empat konsep dasar seleksi klon (clonal selection), sebagai berikut:
1. Setiap limfosit membawa satu macam tipe reseptor yang spesifik untuk
satu macam antigen.
2. Interaksi antara reseptor limfosit dengan molekul asing dapat mengikat
molekul itu dan mengakibatkan limfosit teraktivasi.
3. Efektor yang berasal dari limfosit yang teraktivasi membawa membawa
reseptor yang identik dengan induknya.
4. Limfosit dengan reseptor yang mengenali self-antigen dengan kuat akan
dieliminasi pada tahap awal perkembangan limfosit sehingga sel seperti itu
tidak ada dalam bentuk sel yang masak.

22
Seleksi klon pada perkembangan limfosit yang menunjukkan luasnya
diversitas reseptor dapat menerangkan terjadinya imunitas adaptif namun
menyisakan satu permasalahan penting. Jika reseptor antigen limfosit
terbentuk secara random selama kehidupan individu, bagaimana limfosit
dicegah dari mengenali self-antigen pada jaringan dan bagaimana pula
menghindari serangan limfosit itu. Ray Owen pada akhir tahun 1944
menunjukkan bahwa sapi kembar yang secara genetika memiliki perbedaan
menunjukkan adanya toleransi imunologi pada transplantasi setiap jaringan.
Pada tahun 1953 Peter Medawar menunjukkan bahwa mencit yang
diekpose dengan jaringan asing selama proses perkembangan embrio akan
toleran terhadap jaringan asing itu. Burnet meyakini bahwa selama
perkembangan limfosit, limfosit yang reaktif terhadap self-antigen akan
dihapus sebelum limfosit itu dewasa, yang diistilahkan dengan clonal
selection. Clonal selection pada limfosit merupakan hal yang paling penting
pada imunitas adaptif. Masalah terakhir dari teori clonal selection adalah
bagaimana diversitas reseptor antigen limfosit dibentuk, dan telah terjawab
tahun 1970 ketika biologi molekuler telah berkembang dan telah berhasil
melakukan klon terhadap gen yang menyandi molekul antibodi.

E. Limfosit B dan Respons Antibodi


Sel B adalah jenis limfosit lain yang diproduksi dan berkembang di
sumsum tulang. Sel B juga disebut limfosit B. Mereka memediasi imunitas
humoral atau antibodi-mediated (AMI). Itu berarti sel B menghasilkan
antibodi antigen spesifik (Ig) atau antibodi, yang diarahkan melawan patogen
yang diinvasi. Sel B naif dapat berikatan dengan antigen pada sirkulasi
melalui reseptor sel B (BCR) yang ada di permukaan. Pengikatan ini
mempromosikan diferensiasi sel B naif ke dalam sel plasma dan sel memori
yang menghasilkan antibodi.

23
Beberapa jenis antigen membutuhkan partisipasi sel T helper dengan
sel plasma untuk menghasilkan antibodi. Jenis antigen ini disebut antigen T-
dependent. Tapi, beberapa antigen adalah antigen T-independen. Ketika sel
plasma berikatan dengan antigen T-dependent, sel T penolong, yang
mengandung coreceptors CD4, merangsang produksi antibodi. Antigen T-
dependent menghasilkan antibodi dengan afinitas tinggi. Sebaliknya, antigen
T-independen memicu produksi antibodi afinitas rendah. Jalur T-independen
terutama menghasilkan antibodi IgG dan IgM. Namun, imunoglobulin yang
diproduksi sebagai respons terhadap jalur T-dependent lebih spesifik.
Respon imun primer dan respon imun sekunder adalah dua jenis
respon imun yang dihasilkan oleh sel B terhadap antigen. Respon imun primer
dihasilkan oleh sel B naif sedangkan respon imun sekunder dihasilkan oleh sel
B memori.
Sifat-sifat khusus sistem limfosit B Imunitas humoral dan antibody,
dimana pembentukan antibodi oleh sel plasma. Sebelum terpajan dengan
antigen yang spesifik, klon limfosit B tetap dalam keadaan dormant di dalam
jaringan limfoid. Bila ada antigen asing yang masuk, makrofag dalam jaringan
limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit
B di dekatnya. Disamping itu, antigen tersebut dapat juga dibawa ke sel T
pada saat yang bersamaan dan sel T pembantu yang teraktivasi kemudian juga
membantu mengaktifkan limfosit B. Limfosit B yang bersifat spesifik
terhadap antigen segera membesar dan tampak seperti gambaran limfoblas.
Beberapa limfoblas berdiferensiasi lebih lanjut untuk membentuk plasmablas,
yang merupakan prekusor dari sel plasma. Dalam sel-sel ini, sitoplasma
meluas dan retikulum endoplasma kasar akan berproliferasi dengan cepat. Sel-
sel ini kemudian membelah dengan kecepatan satu kali setiap 10 jam, sampai
sekitar Sembilan pembelahan, sehingga dari satu plasmablas dapat terbentuk
kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel plasma yang mature (matang)
kemudian menghasilkan antibody gamma globulin dengan kecepatan tinggi
kira-kira 2000 molekul perdetik untuk setiap sel plasma. Antibodi yang
disekresikan kemudian masuk kedalam cairan limfa dan diangkut kedaerah

24
sirkulasi proses ini berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu
sampai sel plasma kelelahan dan mati.
Pembentukan sel memori, perbedaan antara respon primer dan respon
sekunder, beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan suatu klon
limfosit B, tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel
limfosit B baru dalam jumlah yang cukup dan serupa dengan yang terdapat
pada klon asal. Dengan kata lain, populasi sel B dari klon yang teraktivasi
secara spesifik menjadi sangat meningkat dan limfosit B baru tersebut
ditambahkan ke limfosit asal pada klon. Limfosit B yang baru ini juga
bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk mendiami seluruh jaringan limfoid, tapi
secara imunologis, mereka tetap dalam keadaan dormant sampai diaktifkan
lagi sejumlah antigen baru yang sama. Limfosit ini disebut sel memori.
Pajanan berikutnya oleh antigen yang sama akan menimbulkan respon
antibodi yang jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat.

F. Limfosit T dan Respon Antigen


Sel T adalah sejenis limfosit yang berkembang di timus. Mereka juga
disebut limfosit T. Sel-sel ini terutama diproduksi di sumsum tulang dan
bermigrasi ke timus untuk pematangan. Sel T yang belum matang
berdiferensiasi menjadi tiga jenis Sel T: sel T pembantu, sel T sitotoksik, dan
sel T penekan. Sel T pembantu terutama mengenali antigen dan mengaktifkan
sel T sitotoksik dan sel B. Sel B mensekresi antibodi dan sel T sitotoksik
menghancurkan sel yang terinfeksi melalui apoptosis. Sel T penekan
memodulasi sistem kekebalan sedemikian rupa untuk mentolerir antigen-diri,
mencegah penyakit autoimun.
Sel T pembantu dan sitotoksik mengenali berbagai antigen dalam
sistem sirkulasi, yang diparut oleh patogen. Antigen ini harus disajikan pada
permukaan antigen presenting cell (APS). Makrofag, sel dendritik, sel
Langerhans, dan sel B adalah tipe APS. Ini APS fagositosis patogen dan
menyajikan epitop pada permukaannya. Molekul yang menyajikan epitop pada
permukaan APS disebut major histocompatibility complexes (MHC). Kedua

25
jenis kompleks MHC adalah MHC kelas I dan MHC kelas II. Molekul MHC
kelas I terjadi pada permukaan sel T sitotoksik sementara molekul MHC kelas
II terjadi pada permukaan sel T pembantu.
Reseptor sel T (TCR) dari ikatan sel T dengan molekul MHC pada
APS. Dua jenis coreceptors juga dapat diidentifikasi, menstabilkan ikatan ini.
Mereka adalah koreseptor CD4 dan koreseptor CD8. Para coreceptors CD4
terjadi pada permukaan sel T pembantu dan coreceptors CD8 terjadi pada
permukaan sel T sitotoksik. Molekul CD3 pada permukaan sel T sitotoksik
mengirimkan sinyal ke sel tentang pengikatan kompleks MHC ke sel T.
Berbagai jenis reseptor sel T (TCR) terjadi pada permukaan sel T
untuk secara khusus mengenali setiap jenis antigen. Oleh karena itu,
kekebalan yang dipicu oleh sel T spesifik untuk jenis patogen; karenanya, ini
disebut imunitas seluler (CMI). Imunitas yang dimediasi sel adalah jenis
imunitas adaptif.

Progenitor sel asal sumsum tulang yang bermigrasi ke timus


berdiferensiasi menjadi sel T. Sel T yang nonaktif disirkulasikan melalui
kelenjar getah bening dan limpa yang dikonsentrasikan dalam folikel dan zona
marginal sekitar folikel Pembentukan Limfosit T Meskipun semua limfosit di
dalam tubuh berasal dari stem cell limfoid, stem cell ini tidak bisa membentuk
dirinya langsung menjadi bentuk seperti limfosit T yang teraktivasi maupun
membuat antibodi. Oleh karena itu, mereka harus lebih lanjut terdiferensiasi di
tempat khusus masing-masing.
Sel T sendiri, dibentuk di Thymus. Limfosit T, setelah berasal dari
sumsum tulang, pertama akan bermigrasi ke kelenjar Thymus. Disini mereka
membelah dengan cepat dan pada waktu yang sama membuat keragaman
untuk bereaksi terhadap antigen-antigen yang spesifik. Ini berlangsung terus
sampai terbentuk ribuan macam tipe limfosit T dengan reaksi yang spesifik
terhadap ribuan macam antigen. Setiap limfosit T memiliki reaktivitas spesifik
terhadap suatu antigen. Limfosit T yang telah diproses di thymus kemudian

26
meninggalkan thymus dan menyebar ke sistem sirkulasi darah ke seluruh
tubuh dan tinggal di jaringan-jaringan limfoid.
Limfosit T kemudian akan menginduksi 2 hal: (1) fagositosis benda
asing tersebut oleh sel yang terinfeksi, (2) lisis sel yang terinfeksi sehingga
benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di lekati oleh antibodi.
Pada waktu terpapar dengan antigen yang sesuai, seperti yang
diperlihatkan oleh makrofag yang berdekatan. Limfosit T dari klon jaringan
limfoid spesifik akan berproliferasi dan melepaskan banyak sel T yang
teraktifasi bersamaan dengan pelepasan antibodi oleh sel B yang teraktifasi.
Perbedaan utamanya adalah bahwa bukan antibodi yang dilepaskan, tetapi
seluruh sel T yang teraktifasi yang dibentuk dan dilepaskan kedalam cairan
limfe. Dan selanjutnya sel T akan dilewatkan ke dalam sirkulasi dan akan
disebarkan ke seluruh tubuh melalui dinding kapiler masuk ke ruang jaringan.
Sekali lagi kembali masuk ke dalam cairan limfe dan darah, dan bersirkulasi
bolak balik di seluruh tubuh. Kadang-kadang berakhir sampai berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun.
Sel memori limfosit T juga dibentuk melalui cara yang sama seperti sel
memori B dibentuk dalam sistem antibodi. Jadi, bila ada suatu klon limfosit T
diaktifkan oleh suatu antigen, maka banyak limfosit yang baru terbentuk
ditambahkan ke dalam jaringan limfoid untuk menjadi limfosit T tambahan
terhadap klon spesifik. Dan ternyata sel-sel memori ini bahkan menyebar ke
seluruh jaringan limfoid di seluruh tubuh. Oleh karena itu, pada paparan
berikutnya terhadap antigen yang sama, pelepasan sel-sel T teraktifasi terjadi
jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat dibandingkan pada waktu respons
pertama.
Limfosit B dapat mengenali antigen yang utuh, sedangkan limfosit T
akan beresepon pada antigen hanya bila antigen berikatan dengan protein
MHC pada permukaan sel yang menampilkan antigen (antigen presenting
cell) di dalam jaringan limfoid. Tiga tipe antigen presenting cell yang utama
adalah makrofag, limfosit B, dan sel dendritik. Protein MHC disandikan oleh
sekelompok besar gen yang disebut kompleks histo kompatibilitas mayor

27
(major histocompatibilty complex, MHC). Terdapat dua jenis protein MHC,
yaitu:
1. Protein MHC kelas I
Protein yang memperkenalkan antigen pada sel T sitotoksik. Protein
ini ditemukan di sel-sel tubuh kecuali eritrosit
2. Molekul MHC kelas II
Protein yang memperkenalkan antigen pada sel T pemantu. Protein ini
ditemukan di sel limfosit T, limfosit B dan makrofag. Ada beberapa tipe atau
jenis sel T, yaitu:
a. Sel T pembantu
Perannya dalam seluruh pengaturan imunitas. Sel T pembantu sejauh
ini merupakan sel T yang jumlahnya paling banyak, meliputi lebih dari tiga
perempat keseluruhan. Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, sel-sel ini
membantu untuk melakukan fungsi sistem imun dan fungsi lainnya. Pada
kenyataannya sel-sel ini bertindak sebagai pengatur utama yang sesungguhnya
bagi seluruh fungsi imun. Sel-sel ini melakukan hal tersebut dengan
membentuk serangkaian mediator protein yang disebut limfokin yang bekerja
pada sel-sel lain dari sistem imun dan pada sel sumsum tulang. Limfokin yang
penting disekresikan oleh sel-sel T pembantu adalah Interleukin 2, 3, 4, 5, 6,
Faktor perangsang koloni monosit-granulosit, interferon-γ.
Bila tidak terdapat limfokin yang berasal dari sel T pembantu, maka
sistem imun yang tersisa hampir seluruhnya menjadi lumpuh. Pada
kenyataannya sel T pembantulah yang diinaktifasi atau dihancurkan oleh virus
sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS), yang membuat tubuh hampir secara
total tidak terlindungi terhadap penyakit infeksi. Oleh karena itu,
menimbulkan efek kematian yang cepat akibat AIDS. Beberapa fungsi
pengaturan spesifik adalah sebagai berikut:
1) Perangsangan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T
supressor. Bila tidak ada sel T pembantu, klon untuk memproduksi sel T
sitotoksik dan sel T supresor diaktifkan sedikit sekali oleh sebagian besar
antigen. Limfokin interleukin-2 khususnya memiliki efek perangsangan

28
yang sangat kuat dalam menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel T
sitotoksik dan sel T supresor. Selain itu beberapa limfokim lain memiliki
efek potensial yang lebih sedikit, terutama interleukin 4 dan 5.
2) Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel B untuk membentuk sel
plasma dan antibodi. Kerja langsung antigen untuk menghasilkan
pertumbuhan sel B, proliferasi, pembentukan sel plasma, dan sekresi
antibodi juga bersifat lemah tanpa bantuan sel T pembantu. Hampir semua
interleukin ikut serta dalam proses sel B, tetapi khususnya interleukin 4, 5,
dan 6. Pada kenyataan ketiga interleukin ini yang memiliki efek kuat pada
sel B, sehingga mereka disebut faktor perangsang sel B atau faktor
pertumbuhan sel B.
3) Aktifasi sistem makrofag. Limfokin juga mempengaruhi sistem makrofag.
Pertama mereka memperlambat atau menghentikan migrasi makrofag
setelah mereka secara kemotaktik tertarik ke dalam area jaringan yang
meradang, dengan demikian menyebabkan pengumpulan makrofag dalam
jumlah yang banyak. Kedua, mereka mengaktifkan makrofag untuk
menimbulkan fagositosis yang jauh lebih efisien, sehingga memungkinkan
makrofag untuk menyerang dan menghancurkan organisme penyerbu
dalam jumlah yang lebih banyak.
4) Umpan balik efek perangsangan pada sel pembantu sendiri. Beberapa
limfokin, khususnya interleukin 2, memiliki efek umpan balik positif
langsung yang merangsang aktifasi sel T pembantu itu sendiri. Kerja ini
berlaku sebagai suatu penguat dalam memperkuat respon sel pembantu
selanjutnya, seperti yang terjadi pada seluruh respon imun dalam melawan
antigen yang masuk.
b. Sel T Sitotoksik
Sel ini merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh
mikroorganisme dan pada suatu saat bahkan membunuh sel-sel tubuh sendiri.
Dengan alasan tersebut, maka sel ini disebut sel pembunuh. Pada permukaan
sel sitotoksik ini didapati protein reseptor yang menyebabkannya terikat erat
dengan organisme-organisme tersebut atau sel-sel yang mengandung antigen

29
spesifiknya. Selanjutnya mereka membunuh sel yang diserang tadi. Setelah
berikatan, sel T sitotoksik menyekresi protein pembentuk lubang, yang disebut
perforin yang membuat lubang bulat besar pada membran dari sel yang
diserang. Kemudian cairan dari ruang interstisial akan mengalir secara cepat
ke dalam sel. Selain itu, sel sitotoksik akan melepaskan substansi
sitotoksiknya secara langsung kedalam sel yang diserang. Sehingga sel yang
diserang segera membengkak dan biasanya tidak lama kemudian akan terlarut.
Hal yang paling penting adalah sel pembunuh sitotoksik dapat
terdorong keluar dari sel korban setelah sel itu terlubangi dan mengirimkan
substansi sitotoksik, kemudian sel pembunuh bergerak untuk membunuh lebih
banyak sel lagi. Malahan setelah menghancurkan sel-sel penyerbu, banyak sel-
sel pembunuh ini yang kemudian menetap selama berbulan-bulan dalam
jaringan. Beberapa sel T sitotoksik bersifat sangat mematikan terhadap sel-sel
jaringan yang telah diinvasi oleh virus, sebab banyak partikel virus terjebak
dalam membran sel jaringan dan menarik sel T sebagai responnya terhadap
antigenisitas virus. Sel-sel sitotoksik juga berperan penting dalam
penghancuran sel kanker, sel cangkok jantung, atau jenis-jenis sel lain yang
dianggap asing oleh tubuh orang itu sendiri.
c. Sel T supresor
Dibandingkan dengan sel-sel yang lain, sel T supressor ini masih
sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan
fungsi sel T sitotoksin dan sel T pembantu. Fungsi supresor ini diduga
bertujuan untuk mencegah sel sitotoksik agar tidak menyebabkan reaksi imun
yang berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh itu sendiri. Dengan alasan
inilah, maka sel-sel supresor bersama dengan sel T pembantu digoongkan
sebagai sel T regulator. Sel T supresor berperan penting dalam membatasi
kemampuan sistem imun untuk menyerang jaringan tubuh sendiri yang disebut
sebagai toleransi imun.
Berdasarkan cara mendapatkan imun atau kekebalan, dikenal dua
macam kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif.
1) Kekebalan aktif

30
Kekebalan aktif terjadi apabila tubuh memperoleh sistem imun secara
aktif dan menghasilkan respons imun utama. Kekebalan aktif terjadi melalui
dua cara, yaitu kekebalan aktif alami dan kekebalan aktif buatan.
a) Kekebalan alami diperoleh jika tubuh menderita sakit dan cepat pulih
kembali. Respons imun utama terjadi selama tubuh sakit, sehingga respon
sekunder akan meningkat setiap waktu, dan akhirnya tubuh akan
terlindungi dari penyakit. Kekebalan alami akan berkembang selama
penyakit menyerang. Setelah tubuh pernah terkena penyakit, maka
selanjutnya tubuh akan kebal.
b) Kekebalan aktif buatan, yaitu kekebalan diperoleh karena pemberian
vaksin. Dengan pemberian vaksin, memicu tumbuhnya sistem kekebalan
tubuh terhadap jenis antigen yang diberikan dalam vaksin. Vaksin
mengandung bibit penyakit yang telah mati atau dinonaktifkan, dimana
pada bibit penyakit tersebut masih mempunyai antigen yang kemudian
akan direspon oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi. Sel B
dan sel T (sel limfosit) ikut berperan dalam menghasilkan antibodi.
2) Kekebalan Pasif
Setiap antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat
menstimulasi pembentukan berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat
merespon berjuta-juta jenis dari mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat
memperoleh kekebalan (antibodi) dari ibunya pada saat masih berada di dalam
kandungan. Sehingga bayi tersebut memiliki sistem kekebalan terhadap
penyakit seperti kekebalan yang dimiliki ibunya. Kekebalan pasif setelah lahir
yaitu jika bayi terhindar dari penyakit setelah dilakukan suntikan dengan
serum yang mengandung antibodi, misanya ATS (Anti Tetanus Serum).
Sistem kekebalan tubuh yang diperoleh bayi sebelum lahir belum bisa
beroperasi secara penuh, tetapi tubuh masih bergantung pada sistem kekebalan
pada ibunya. Imunitas pasif hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa
minggu saja.

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
Sistem imun adaptif atau sistem imun perolehan (bahasa Inggris: adaptive

32
immune system, acquired immune system) adalah mekanisme pertahanan
tubuh berupa perlawanan terhadap antigen tertentu. Sistem imun adaptif ini
terutama diperankan oleh limfosit B dan limfosit T. Ada tiga jenis molekul
yang penting dalam hal ini yaitu protein MHC, antibodi (imunoglobulin), dan
reseptor sel T (TCR, T cell receptor).
Antibodi merupakan suatu senyawa glikoprotein yang mempunyai
struktur tertentu dan disekresikan oleh sel B yang sudah teraktivasi menjadi
sel plasma, berupa respon dari antigen tertentu dan reaktip atas antigen itu
sendiri.
Sistem kekebalan tubuh (imunitas) manusia diatur oleh kemampuan
tubuh dalam menghasilkan antibodi dalam melawan antigen. Antibodi dapat
dijumpai di area darah atau kelenjar tubuh vertebrata lain. Selain itu juga
dipakai oleh sistem kekebalan tubuh dalam melakukan identifikasi dan
penetralan benda asing contohnya bakteri dan virus. Macam-macam antibody
terdiri atas immunoglobulin G, A, M, D, dan E.
Sel T dan sel B adalah dua jenis limfosit yang terlibat dalam memicu
respon imun dalam tubuh. Sel T dan sel B diproduksi di sumsum tulang. Sel T
bermigrasi ke timus untuk pematangan. Baik sel T dan sel B terlibat dalam
mengenali patogen dan bahan asing berbahaya lainnya di dalam tubuh seperti
bakteri, virus, parasit, dan sel mati.

B. Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat
mengetahui bahwa immunias tubuh penting bagi kehidupan kita. Selain itu,
penulis meminta maaf apabila terdapat kesalahan karena penulis masih dalam
proses pembelajaran. Penulis juga mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semuanya.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K. and Lichtman, A.H. 2007. Cellular and Molecular Immunology.


6th ed. WB Saunders Company Saunders, Philadelphia.

33
Baratawidjaja, K.G., Rengganis I. 2010. Imunologi Dasar ed. 9. Jakarta. BP.
FKUI.
Roitt. 1997. Pokok Pokok Ilmu Kekebalan.

Kresno. 1991. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.

Tizard. 2004. Veterinary Immunology. An Introduction. 6th ed. WB Saundres


Company. Philadelpia.

34

Anda mungkin juga menyukai