FILSAFAT ILMU:
PEMIKIRAN FILSAFAT
KELOMPOK 1:
ERIA MARINA SEPRIYANI
RHAVY FERDYAN
MUHAMMAD SOLICHIN
DOSEN PENGAMPU:
Dr. Yuni Ahda, S.Si., M.Si
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antara teologi dan ilmu pengetahuan terletak dalam suatu daerah tidak bertuan. Daerah
ini diserang baik oleh teologi maupun ilmu pengetahuan. Daerah tidak bertuan ini disebut
"Filsafat" (Bertrand Russell). Makin banyak manusia tahu, makin banyak pula pertanyaan
yang timbul. Manusia ingin tahu tentang asal-usul dan tujuan, tentang dia sendiri tentang
nasibnya, tentang kebebasan dan kemungkinan-kemungkinannya. Namun, dengan ke- majuan
Ilmu pengetahuan yang luas, sejumlah pertanyaan manusia masih tetap terbuka dan sama
aktualnya seperti pada ribuan tahun yang lalu.
Dengan adanya filsafat, manusia dimungkinkan dapat melihat kebenaran tentang
sesuatu di antara kebenaran yang lain. Hal ini membuat manusia mencoba mengambil
pilihan, di antara alternatif yang ada saat itu, sehingga manusia mampu menghadapi masalah-
masalah yang ada dan belajar untuk menjadi bijaksana. Di samping itu filsafat memberikan
petunjuk dengan metode pemikiran reflektif agar kita dapat menyerasikan antara logika, rasa,
rasio, pengalaman dan agama untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang sejahtera.. Ilmu
filsafat mengkaji mengenai epistimologi (filsafat pengetahuan), etika (filsafat moral), etestika
(filsafat seni), metafisika, politik (filsafat pemerintahan), filsafat agama, filsafat ilmu, filsafat
pendidikan, filsafat hukum, filsafat sejarah dan filsafat matematika. Pendidikan nilai dan
moral termasuk di filsafat agama dan juga etika.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani dan berarti "cinta akan hikmat" atau "cinta
akan pengetahuan" seorang "filsuf" adalah seorang "pecinta", "pencari" ("philos") hikmat
atau pengetahuan ("sophia”). Kata "philosophos" diciptakan untuk menekankan sesuatu
pemikiran Yunani seperti Pythagoras (582-496 SM) dan Plato (428- 328 SM) yang
mengkritik para "sofis" (sophists) yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban untuk
semua pertanyaan. Kata Pythagoras "hanya Tuhan yang mempunyai hikmah yang sungguh-
sungguh". Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia ini yaitu "mencari hikmat",
"mencintai pengetahuan" (Adib, 2015). Filsafat sebenarnya merupakan studi tentang hakikat
realitas dan keberadaan, soal apa yang mungkin diketahui serta perilaku yang benar atau
salah. Filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan. Individu
yang berfilsafati diumpakan sebagai seseorang yang ingin mengetahui hakikat dirinya dalam
semesta.
Pada tahap pertama, filsafat mempersoalkan “siapakah manusia itu?”. Tahap ini dapat
dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno sampai
sekarang yang tidak pernah selesai mempermasalahkan makhluk yang satu ini. tanpa kita
sadari, bahwa tiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial (social sciences), mempunyai asumsi
tertentu tentang manusia yang menjadi peran utama dalam kajian keilmuannya. Mungkin ada
baiknya jika kita mengambil contoh yang sedikit berdekatan, yitu ilmu ekonomi dan
manajemen. Kedua ilmu ini mempunyai asumsi yang berbeda-beda tentang manusia Asumsi
menurut ilmu ekonomi bahwa manusia adalah makhluk ekonomi, yang bertujuan mencari
kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan sebisa mungkin. Dia adalah
makhluk hedonis yang tak pernah merasa cukup. Atau dalam proposisi ilmiahnya : mencari
keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Sedangkan ilmu
manajemen, mempunyai asumsi yang berbeda tentang manusia. Karena bidang telaahan ilmu
manajemen, lain halnya dengan ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi, bertujuan menelaah hubungan
manusia dengan barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan ilmu
manajemen, bertujuan untuk menelaah tentang "kerja sama" antar sesama manusia, untuk
mencapai suatu tujuan yang disetujui bersama (atau dengan kata lain, musyawarah untuk
mufakat). Mengkaji permasalahan-permasalahan manajemen dengan asumsi manusia dalam
kegiatan ekonomis, bisa menyebabkan timbulnya kekacauan dalam analisis yang bersifat
akademik. Demikian juga, mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dengan asumsi
yang lain di luar makhluk ekonomi (katakanlah makhluk sosial, seperti asumsi dalam
manajemen), bisa menjadikan ilmu ekonomi menjadi moral terapan, mundur sekian ratus
tahun ke Abad Pertengahan. "....The right (assumption of) man on the right place....".
Mungkin kalimat ini perlu kita gantung di tiap-tiap pintu masing-masing disiplin keilmuan.
Tahap yang kedua ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkisar tentang ada (wujud),
tentang hidup, dan tentang eksistensi manusia. Apakah hidup ini sebenarnya ? Ataukah hidup
ini sama sekali tidak masuk akal, arah tanpa bentuk, bagaikan amoeba yang berzig-zag ? atau
apakah nasib itu sama ? Atau barangkali suatu maksud ? Ketika 2 abad berselang setelah
Bruder Juniper menciptakan sastra klasiknya, yakni The Bridge of San Luis Rey yang sangat
termasyhur itu, satu-satunya jembatan yang paling indah di seluruh Peru ambruk, hingga
melemparkan 5 orang ke dalam jurang yang sangat dalam itu. Adalah hal yang sangat sulit
untuk mengetahui kehendak Tuhan, namun sama sekali tidak berarti bahwa hal ini tidak akan
pernah bisa kita ketahui, dan mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah berpihak kepada kita,
hingga mengatakan bahwa Tuhan terhadap kita adalah bagaikan lalat yang dibunuh kanak-
kanak pada suatu hari di musim panas. Dengan nasib jadi algojo yang kejam. Namun
demikian, jika kita ingin mengkaji permasalahan-permasalahan semacam itu; baik tentang
genetika, social engineering, atau bahkan bayi tabung; maka asas-asasnya tidak terdapat
dalam ruang lingkup teori-teori ilmiah. Kita harus berpaling kepada filsafat (bukan berpaling
dari filsafat), kemudian memilih-milih landasan moral; apakah suatu kegiatan ilmiah secara
etis dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Pada tahap yang ketiga ini skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah "tingkat
tinggi". Filsuf kelahiran Austria, yakni Ludwig Josef Johann Wittgenstein, menurutnya Tugas
utama filsafat bukanlah sekedar menghasilkan sesusun pernyataan filsafati, tetapi juga
menyatakan sebuah pernyataan sejelas mungkin. Masalah filsafat sebenarnya adalah masalah
bahasa". Nah, dengan demikian maka epistemologi dan bahasa merupakan gumulan utama
para filsuf dalam tahap ini. Bahasa, yang secara filsafati bukan cuma merupakan ilmu,
melainkan sebagai bahasa non-verbal. Adalah merupakan pokok pengkajian filsafat sejak
abad 20an.
D. CABANG FILSAFAT
o Logika: apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika)
o Etika: mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika)
o Estetika: apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika)
o Metafisika: teori tentang ada (hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta
kaitan antara zat dan pikiran)
o Politik: kajian mengenai organisasi sosial/ pemerintah yang ideal (politik)
Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat
yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik diantara filsafat ilmu.
Banyak para ahli filsafat yang memberikan berbagai pengertian tentang cabang-cabang
filsafat. Cabang-cabang filsafat yang diuraikan oleh The dalam bukunya (The Liang Gie,
2006:1.13 dan Soehadi, 1988:7) menjelaskan bahwa semua persoalan filsafat yang ada,
dengan melalui penggolongan, dapat dibagi menjadi enam kelompok berikut.
Persoalan Metafisis
Persoalan metafisis termasuk persoalan yang sangat luas karena keberadaannya meliputi
semua hal yang ada dalam alam semesta.
Persoalan Epistemologis
Persoalan Metodologis
Kelompok persoalan ini bersangkutan dengan konsep tentang metode, baik metode pada
umumnya, metode filsafat, maupun metode ilmu. Para filsuf dari zaman modern dewasa ini
telah disibukkan oleh persoalan metodologis. Demikian pula dengan para ilmuwan yang
berusaha menemukan metode-metode ilmu dalam kegiatan penelitiannya.
Persoalan Logika
Kelompok persoalan ini pertama kali ditemukan oleh filsuf Yunani Kuno, Aristoteles (384-
322 SM) yang menulis enam pembahasan mengenai semua persoalan logis pada waktu itu.
Persoalan Estetis
Persoalan etis pada mulanya berpusat pada ide tentang keindahan. Persoalan estetis dewasa
ini sangat rumit dan menyentuh banyak bidang studi lain, seperti antropologi, sejarah
kebudayaan, psikologi, sosiologi, teori tanda, dan teori nilai. Dewasa ini, persoalan estetis
telah diperluas menjadi tiga macam tambahan berikut. a. Persoalan tentang pengalaman
estetis. b. Persoalan tentang seni. c. Persoalan mengenai perilaku seniman.
E. FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu merupakan telaah scara
filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Obyek apa
yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan
antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera
yang membuahkan pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan landasan
ontologisme).
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filsafat sebenarnya merupakan studi tentang hakikat realitas dan keberadaan, soal apa
yang mungkin diketahui serta perilaku yang benar atau salah. Filsafat berasal dari kata
Yunani philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan. Individu yang berfilsafati
diumpakan sebagai seseorang yang ingin mengetahui hakikat dirinya dalam semesta.
2. Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang
mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya yang pionir, filsafat
mempemasalahkan hal-hal yang pokok.
3. Cabang-cabang filsafat antara lain: Epistemologi (filsafat pengetahuan), Etika (fisalfat
moral), Estetika (filsafat seni), Metafisika, Politik (filsafat pemerintahan), Filsafat
Agama, Filsafat ilmu, Filsafat pendidikan, Filsafat Hukum, Filsafat sejarah, Filsafat
matematika.
4. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu merupakan telaah
scara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu
DAFTRAR PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri. 1995. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar
Harapan Jakarta
Gie, The Liang. (2006). Filsafat Administrasi. Jakarta: Karunika UT.
Mudhofir, Ali. (1996). Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat dan Teologi.
Popper R. Karl. (1980). The Logic of Scientific Discovery. London: Routladge.
Praja Juhaya S. (1997). Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan Piara.